• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Aub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan Aub"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

ASUHAN

KEPERAWATAN PENYAKIT GINEKOLOGI : ABNORMAL UTERINE

KEPERAWATAN PENYAKIT GINEKOLOGI : ABNORMAL UTERINE

BLEEDING (AUB) ATAU PERDARAHAN UTERI ABNORMAL

BLEEDING (AUB) ATAU PERDARAHAN UTERI ABNORMAL

DI RUANG DARA RSUD WANGAYA

DI RUANG DARA RSUD WANGAYA

OLEH OLEH

I GUSTI AYU CINTYA ADIANTI

I GUSTI AYU CINTYA ADIANTI

P07120214012

P07120214012

DIV KEPERAWATAN TINGKAT III SEMESTER VI

DIV KEPERAWATAN TINGKAT III SEMESTER VI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

2017

2017

(2)
(3)

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB) ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)

I.

I. KONSEP DASAR PENYAKITKONSEP DASAR PENYAKIT A.

A. PENGERTIANPENGERTIAN

Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan  perdarahan

 perdarahan yang terjadi yang terjadi diluar diluar siklus siklus menstruasi menstruasi yang dianggap yang dianggap normal. normal. PerdarahanPerdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009).

2009).

Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan

sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan

Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding 

heavy menstrual bleeding   (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang  (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

uterus disfungsional (PUD).

B.

B. ETIOLOGIETIOLOGI

Sebab-sebab organik Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada: Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

1)

1) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsioServiks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;

uteri, karsinoma servisis uteri; 2)

2) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedangKorpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang  berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio  berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio

uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri; uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri; 3)

3) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba; 4)

(4)

Sebab-sebab fungsional Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakanada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan  perdarahan

 perdarahan disfungsional. disfungsional. Perdarahan Perdarahan disfungsional disfungsional dapat dapat terjadi terjadi pada pada setiap setiap umurumur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

C.

C. KLASIFIKASIKLASIFIKASI

Tabel Pembagian PUA Tabel Pembagian PUA

1.

1. Perdarahan uterus abnormal akutPerdarahan uterus abnormal akut

Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi  pada kondisi PUA kron

 pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.ik atau tanpa riwayat sebelumnya. 2.

2. Perdarahan uterus abnormal kronikPerdarahan uterus abnormal kronik

Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebihlebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut.

(5)

3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)

Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Per darahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia.

Berdasarkan International  Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma , malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified .

Kelompok “PALM”  merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan  berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur  yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.

Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO. 1) Polip (PUA-P)

 Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik  bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui serviks.

(6)

 Gejala:

o Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula meyebabkan PUA,

 paling umum berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau perdarahan  bercak ringan pasca menopause.

o Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.

 Diagnostik:

o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau

histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.

( Gambaran USG polip endometrium )

(gambaran histeroskopi polip endometrium)

o Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma

endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium.

(7)

Gambar Histopatologi polip endometrium  Terapi:

o Eksisi, namun cenderung berulang.

o Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun jarang

dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.

2) Adenomiosis (PUA-A)

 Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan miometrium.

 Gejala:

o  Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri

saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.

o Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan uterus

abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam siklus.  Diagnostik:

o Pemeriksaan Fisik:

 Fundus uteri membesar secara difus.

 Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat diamati tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.

o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan

endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium etopik pada jaringan miometrium.

(8)

o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan penelitian

MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.

Gambar Penebalan dinding uterus dan jaringan kelenjar endometrium pada adenomiosis.

 Diagnosis banding

o Kehamilan.

o Leiomioma submukosa.

o Hipertrofi uteri idiopatik.

o Karsinoma endometrium.

 Terapi:

o Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan kemampuan

untuk memiliki anak.

o Reseksi.

o Terapi kuratif: histerektomi.

3) Leiomioma (PUA-L)

 Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.

 Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:

o Submukosa

o Intramural

(9)

Gambar Subklasifikasi Leiomioma

Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai ( pedunculated ). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai mioma lahir (myoom geburt ).5

Gambar Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di uterus  Gejala:

o Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode, ditandai oleh

 perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau menggumpal, dalam dan di luar siklus.

(10)

o Seringkali membesar saat kehamilan.

o Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding

abdomen.

o  Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.

o Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia.

 Diagnosis Banding:

o Kehamilan.

o Adenomiosis.

o Karsinoma uteri.

 Pemeriksaan Penunjang:

o Darah lengkap dan urine lengkap.

o Tes kehamilan.

o Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan untuk

menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).

o USG.

Gambar Mioma subserosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menonjol ke luar dinding uterus.

(11)

Gambar Mioma intramural: tampak gambaran massa hipoekhoik yang berada di dalam dinding uterus.

Gambar Mioma submukosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menekan endometrial line.

 Terapi:

1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.

2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma lahir/ geburt , umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan kuretase. 3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan

secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut. Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah cukup memadai.

4. Laparotomi histerektomi:

 Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,

 Pertumbuhan tumor sangat cepat.

 Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.

(12)

4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

 Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal.

 Diagnostik:

o Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan keganasan

merupakan penyebab penting PUA.

o Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system klasifikasi

FIGO dan WHO.

o Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

5)

Coagulopathy

(PUA-C)

 Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal  Diagnostik:

o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik sistemik

yang terkait dengan PUA.

o 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan

hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand .

6)

Ovulatory Disfunction

 (PUA-O)

 Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal.

 Diagnostik:

o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan

manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang  bervariasi.

(13)

o Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,

hingga perdarahan haid banyak.

o Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik

(SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat  badan, anoreksia, atau olahraga berat yang berlebihan.

7) Endometrial (PUA-E)

 Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal.  Diagnostik:

o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus

haid teratur.

o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis

local endometrium.

o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti

endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktivitas fibrinolisis.

o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau perdarahan

yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local endometrium.

o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain

 pada siklus haid yang berovulasi.

8) Iatrogenik (PUA-I)

 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti  penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.

 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau  progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding 

(BTB).

 Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:

o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’

(14)

o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti

koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

9) Not yet classified (PUA-N)

 Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi.

 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena.

 Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.

D. PATOLOGI

Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus – menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.

Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdar ahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada  perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor

neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.

(15)

 Siklus Menstruasi

E. FAKTOR RESIKO

Menurut Manuaba edisi 2010 :

1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin.

2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus  berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur. 3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium.

Usia terjadinya : Perimenars (8-16th) Masa reproduksi

(16-35 th)

Perimenopouse

(16)

F. Gambaran Klinis  Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan  bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik,

maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:

1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang  bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat  pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding ).

Diagnosis irregular shedding  dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.

2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting , menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.

4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.

Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :

a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal

Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk  pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat

(17)

menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode  pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah

menstruasi dimulai.  b. Gangguan trombosit

Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan  perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah  penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja.

c. Hormon

Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan pendarahan, yaitu :

1)  Kehamilan   Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab utama dari periode dilewati.

2)  Perimenopause   Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan kelainan  perdarahan.

3) Stres   Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu ovulasi.

4)  Polycystic ovary syndrome (PCOS)  suatu kondisi di mana ovarium menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur.

5)  Penyebab Lainnya   Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar  pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik

di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu :

a)  Fibroid  pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan

(18)

dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau  pendarahan antara periode.

 b)  Polip    pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal.

c)  Penyakit radang panggul (PID)  suatu kondisi di mana saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala PID.

d)  Kanker rahim   pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus).

e) Kanker endometrium   kanker yang paling umum dari sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera.

f) Gangguan nutrisi   Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan ser ing dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.

 Perdarahan anovulatoar

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang-kadang-kadang tidak teratur sama sekali.

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.

(19)

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan  pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya.1,5 Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam  perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja.

Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu :

Batasan Pola Abnormalitas Perdarahan

Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.

Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan defek fase luteal.

Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21  –  35 hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.

Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).

(20)

Metroragia/  perdarahan

antara haid

Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan  penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma

submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan. Bercak

intermenstrual

Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.

Perdarahan  pasca

menopause

Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.

Perd.uterus abnormal akut

Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat  banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi ,

takikardia atau renjatan). Perdarahan

uterus disfungsi

Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak  berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik,  patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi

sistemik.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 

Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu : 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap

Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada  pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika

diperlukan. Perdarahan Pervaginam Kuantitas Penyemburan Spotting (diluar menstruasi) Durasi Menorrhagia (Hipermenorrhoe)

Spotting (antar menstruasi, postmenstruasi, post menopause)

Warna

Merah segar  Noda cokelat

Gejala Penyerta

Demam dan nyeri

Kram uterus dan kehamilan Petekiae dan Epitaksis

(21)

Riwayat penyakit dahulu Kontrasepsi oral AKDR Interval Siklik  Non siklik Setelah amenorrhoe

Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus atau pembilasan)

Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore  berbulan –  bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.

Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 –  0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat  pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti

ovulasi.

Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi.

2. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi & palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus fibroid.

3. Pemeriksaan pelvis

Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber  perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing.

Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis. 4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan  perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.

(22)

Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan  perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon

terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai  pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium

Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.

5. Data Diagnostik Tambahan

a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi spesifik.

 b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi.

c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi.

d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya  jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin.

e. Determinasi serangkaian hematokrit.

f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi. g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu : 1. Menghentikan perdarahan  Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan

adalah sebagai berikut:

a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah.  b. Obat (medikamentosa)

1) Golongan estrogen

Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak

(23)

membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian :

a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum sela ma 7-10 hari.

 b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui  bokong)

c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen  juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.

2) Obat Kombinasi

Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan  perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa  bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3  –  6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak  pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan

diperlukan.

3) Golongan progesterone

Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk  jenis ini, antara lain:

(24)

a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10 hari.

 b)  Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.

c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular. 4) OAINS

Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai  pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan  berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi

( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.

2. Mengatur menstruasi agar kembali normal   Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.

3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%  Terapi yang ini diharuskan  pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.

Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB

1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir

Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”).  Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada  penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil

(25)

terapi dengan progestin secara siklis selama 5  –   12 hari setiap bulan sebagai alternatif.

DOSIS MAKSUD

 Etinil estradiol 20  –   35 mcg +  progestin monofasik tiap hari  Pil 35 mcg 2  –   4 kali sehari

selama 5  –   7 hari sampai  perdarahan berhenti dan diikuti dengan penurunan secara  bertahap sampai 1 pil 1 kali  perhari dan dilanjutkan dengan  pemberian pil kontrasepsi selama

3 siklus

 Mengatur siklus haid

 Kontrasepsi

 Mencegah hiperplasia endometrium

 Penatalaksanaan perdarahan yang  banyak namum tidak bersifat

gawat darurat

 5  –   10 mg / hari selama 5  –  10 hari @ bulan

 Mengatur siklus haid

 Mencegah hiperplasia endometrium

2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir

Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara. Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium.

Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan (  potensi menyebabkan tromboemboli).

3. Pembedahan

Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.

(26)

TINDAKAN ALASAN Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri. Mimektomi (abdominal,

laparoskopik, histeroskopik)

Mioma uteri.

Reseksi endometrial transervikal

Terapi menoragia atau menometroragia resisten.

Ablasi endometrium (thermal  balloon/roller ball)

Terapi menoragia atau menometroragia resisten dalam rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang resisten

Embolisasi arteri uterina Mioma uteri.

(27)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab

2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang  Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri  pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut,

menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.

 b. Riwayat kesehatan keluarga   kaji riwayat keluarga dlm kelainan ginekologi

4. Riwayat kehamilan dan persalinan Dengan kehamilan dan persalinan/tidak 5. Riwayat menstruasi kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai

amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau

6. Pemeriksaan Fisik  Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.

a. Abdomen Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen.  b. Ekstremitas  Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.

c. Eliminasi, urinasi  Adanya konstipasi, Susah BAK

7. Data Sosial Ekonomi kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.

8. Data Psikologis Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil

9. Pola kebiasaan Sehari-hari Biasanya klien mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)  b. Pemeriksaan fisiki  ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan

(28)

B. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI DIAGNOSA

DO  : Klien tampak gelisah, perilaku  berhati-hati, ekspresi tegang, TTV. DS : -Factor resiko ↓

G3 keseimbangan hormone uterus ↓

Perdarahan abnormal ↓

Perpindahan cairan ke intrasel ↓

Penekanan ujung syaraf

 Nyeri b/d kerusakan jaringan otot, system saraf & gangguan sirkulasi darah DO  : adanya  perdarahan  pervaginam DS : -Factor resiko ↓

G3 keseimbangan hormone uterus ↓

Perdarahan abnormal ↓

Kehilangan banyak cairan & elektrolit

Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b/d perdarahan  pervaginam berlebihan. DO :  klien tampak cemas, TTV ↑ DS : -Factor resiko ↓

G3 keseimbangan hormone uterus ↓

Perdarahan abnormal ↓

Kurangnya pajanan informasi

Ansietas b/d Kurangnya  pengetahuan tentang penyakit,  prognosis & kebutuhan  pengobatan. DO :  Pasien tampak lemah  Konjungtiva pucat  Eritrosit ↓

Sekresi eritropoitis turun ↓

Produksi Hb turun ↓

Oksihemoglobin turun

(29)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI

 Nyeri Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24  jam.

Kriteria Hasil :

 Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)

 Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.  TTV normal : Suhu : 36-370C, N : 80-100 x/m, RR : 16-24x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

 Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.

 Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin (posisi fowler atau  posisi datar atau miring kesalah satu

sisi)

 Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi,  pernafasan cepat.

 Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.

 Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri

 Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.

 Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

 Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.

 Observasi efek analgetik (narkotik )  Hemoglobin ↓

DS :

 Klien mengatakan ketika beraktivitas cepat merasa lemas dan letih

Suplai O2turun

(30)

 Kolaborasi : anjurkan dilakukannya  pembedahan

 Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh Tujuan  : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24  jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil :

 Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.  Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.  TTV normal : Suhu : 36-370C, N : 80-100 x/m, RR : 16-24x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

 Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.

 Pantau masukan dan haluaran/ monitor  balance cairan tiap 24 jam.

 Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.

 Observasi pendarahan

 Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari

 Kolaborasi untuk pemberian cairan  parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.

Ansietas  berhubungan

dengan perubahan gambaran tubuh

Tujuan : Kecemasan dapat  berkurang setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam

Kriteria Hasil :

 Klien tampak tenang

 Dorong klien untuk mengekspresikan  perasaannya..

 Dorong dan dukung klien untuk menyadari dan berusaha menerima diagnosa

(31)

 Mau berpartisipasi dalam program terapi

 Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau pemakaian prostetik.  Beri informasi tentang hasil-hasil lab

dan perkembangan penyakit klien, serta treatment yang mungkin, seperti kemoterapi, radioterapi, pembedahan  Informasikan tentang dukungan sosial/

kelompok bagi klien, misalnya  perkumpulan penyandang kanker

mammae Intoleransi aktivitas  berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

Tujuan  : Pasien dapat melakukan aktivitas mandiri tanpa keluhan setelah diberikan askep 3x24 jam.

Kriteria Hasil :

 Pasien tidak cepat merasa lemas dan letih saat melakukan aktivitas

 Eritrosit dan hemoglobin dalam  batas normal : eritrosit :

4,5 –  5,5 10e6/ul

 Hemoglobin : 13,0  –  16,0 gr/dl

 Konjungtiva merah muda

 Observasi faktor yang menimbulkan keletihan.

 Pantau kondisi umum dan ukur TTV  pasien secara berkala

 Tingkatkan kemandirian dalam  perawatan diri.

 Latih pasien melakukan ROM aktif.

 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

 Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2010.  Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik . Jakarta : EGC

Ida Bagus Gde Manuaba.  Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk  Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000),  Rencana  AsuhanKeperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian  Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

 NANDA Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2012

 – 

2014. Jakarta : EGC

 NANDA. 2013.  Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &  NANDA NIC

 – 

 NOC . Jakarta : ECG

Gambar

Tabel Pembagian PUATabel Pembagian PUA
Gambar Histopatologi polip endometrium
Gambar  Penebalan  dinding  uterus  dan  jaringan  kelenjar endometrium pada adenomiosis.
Gambar Subklasifikasi Leiomioma
+3

Referensi

Dokumen terkait