• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Jenis dan Sumber Data

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dengan lingkup nasional, yaitu data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia tahun 1998 dan tahun 2003 dan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002. Dengan menganalisis dua titik waktu dapat diperbandingkan dua kondisi perekonomian Indonesia yang berbeda, yaiti kondisi perekonomian pada masa krisis ekonomi dan kondisi setelah masa krisis. Relevansi memperbandingkan kondisi masa krisis dan masa pasca krisis dalam penelitian ini karena pada masa krisis ekonomi, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang demikian besar sangat mempengaruhi kinerja sektor industri, khususnya industri-industri yang menggunakan bahan baku impor dan mengekspor sebagian besar hasil produksinya.

Untuk melakukan disagregasi sektor agroindustri sesuai dengan tujuan penelitian, digunakan data-data pendukung yaitu data Tabel I-O ukuran 175 x 175 sektor tahun 2000, data Survey Industri Menengah dan Besar tahun 2003, data Survey Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) tahun 2003 serta data lainnya. Sebagian besar data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta.

Data yang dianalisis adalah data tingkat nasional, dengan pertimbangan transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri dilihat dari pangsa PDB akan nampak nyata dari struktur ekonomi nasional. Selain itu kinerja ekonomi Indonesia ditampilkan secara lengkap pada neraca SNSE yang bersifat nasional.

4.2. Tahapan Analisis

(2)

Gambar 10. Pentahapan Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

Secara rinci pentahapan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Melakukan disagregasi data SNSE tahun 1998 dan tahun 2003. Disagregasi diperlukan mengingat sektor produksi yang dianalisis difokuskan pada sektor agroindustri

Analisis Simulasi Kebijakan Kemiskinan (Indeks FGT) Distribusi Pendapatan (Indeks Theil) Pendapatan Rumah Tangga SUSENAS Nilai Tambah OUTPUT Kesempatan Kerja Keterkaitan Sektor 1998 2003 Disagregasi Disagregasi Balancing Analisis multiplier Peran terhadap perekonomian Data SNSE

(3)

makanan dan makanan secara rinci sementara sektor agroindustri pada neraca SNSE berupa data agregat. Disagregasi sektor agroindustri mengacu pada Tabel I-O tahun 200 (ukuran 175 x 175 sektor) yang didukung oleh data SUSENAS, data Survey Industri, data SKTIR, Indikator Ekonomi dan sebagainya.

2. Melakukan balancing neraca SNSE. Neraca yang sudah didisagregasi adalah data dari sisi neraca pengeluaran, sementara model SNSE mensyaratkan neraca pengeluaran sama dengan penerimaan. Oleh karena itu harus dilakukan balancing pada neraca penerimaan agar dipenuhi persyaratan tersebut dengan menggunakan metode Cross

Entropy. Data-data yang telah melalui proses disagregasi dan balancing mejadi data

dasar analisis SNSE.

3. Dengan menggunakan analisis pengganda, dianalisis peran sektor agroindustri makanan dan non makanan dalam perekonomian nasional, terutama peran dalam produksi, nilai tambah (PDB), penciptaan lapangan kerja (yang didekati dari nilai tambah tenaga kerja) dan keterkaitan (linkage) antar sektor.

4. Selanjutnya melalui model SNSE, dapat ditelusuri pendapatan yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja dan modal. Pendapatan yang didistribusikan kepada faktor produksi selanjutnya di redistribusikan ke institusi penerima, yaitu rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Institusi rumah tangga penerima kesejahteraan dirinci menurut beberapa golongan rumah tangga berdasarkan lokasi atau geografi yaitu desa-kota dan berdasarkan sektoral (pertanian dan non pertanian).

5. Angka pengganda neraca dari analisis pengganda digunakan untuk melakukan analisis simulasi kebijakan sehingga diperoleh dampaknya terhadap persentase perubahan pendapatan output sektoral dan pendapatan tenaga kerja dan rumah tangga sehingga dapat dihitung pendapatan sebelum dan sesudah simulasi. Data pendapatan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis distribusi pendapatan sektoral dan tenaga kerja dengan data SNSE dan data pendukung lain. Sedangkan

(4)

dampak terhadap perubahan pendapatan rumah tangga lebih lanjut digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan rumah tangga dan kemiskinan menggunakan data SUSENAS. Untuk menganalisis aspek distribusi pendapatan rumah tangga dan kemiskinan, pengelompokan rumah tangga pada data SUSENAS (sebagai proxy dari pendapatan) disesuaikan menurut pengelompokan rumah tangga pada SNSE. Dengan demikian meskipun analisis distribusi pendapatan rumah tangga dan kemiskinan dilakukan diluar analisis SNSE, tetapi terdapat keterkaitan pembahasan antara kedua analisis tersebut.

4.3. Klasifikasi dan Disagregasi Neraca

Klasifikasi neraca SNSE disajikan pada Lampiran 1. Agregasi neraca dilakukan untuk neraca SNSE tahun 1998 ukuran 109 x 109 sektor dan neraca SNSE tahun 2003 ukuran 102 x 102 sektor. Dengan melakukan agregasi dan disagregasi terbentuk neraca SNSE berukuran 45 x 45 sektor yang sesuai dengan tujuan penelitian, terdiri dari 42 neraca endogen dan 3 neraca eksogen. Neraca faktor produksi dikelompokkan ke faktor produksi tenaga kerja dan modal. Tenaga kerja dikelompokkan ke dalam 4 kelompok. Neraca institusi meliputi neraca rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Neraca rumah tangga terdiri dari 7 kelompok dan sektor produksi terdiri dari 28 sektor.

Sektor produksi pada kerangka SNSE didisagregasi sesuai dengan tujuan penelitian. Disagregasi dilakukan khususnya untuk sektor industri ke dalam kelompok sektor agroindusti, industri ringan (light manufacture) dan industri berat (heavy

manufacture). Sektor agroindustri adalah Industri Pengolahan Makanan, Minuman dan

Tembakau serta Industri Hasil Hutan dan Perkebunan (Departemen Perindustrian, 2005). Industri ringan adalah industri-industri yang bersifat padat tenaga kerja dan pada umumnya berorientasi ekspor (Bautista et al., 1999), seperti industri tekstil, kertas, percetakan dan industri lainnya. Industri berat diartikan sebagai industri yang bersifat padat kapital dan

(5)

teknologi, seperti industri logam, kimia, pupuk, mesin, elektronik dan semen (Kim, 2004). Sektor pertanian primer diartikan secara luas yang dirinci menurut subsektor tanaman pangan, peternakan dan hasilnya, perikanan dan pertanian tanaman lainnya, kehutanan dan perburuan.

Sektor agroindustri selanjutnya didisagregasi menjadi agroindustri makanan dan non makanan. Agroindustri makanan terdiri dari 6 kelompok industri dan agroindustri non makanan terdiri dari 5 kelompok industri.

4.4. Metode Analisis

Analisis SNSE yang digunakan meliputi: (1) analisis pengganda, (2) analisis jalur struktural, dan (3) analisis simulasi kebijakan. Selain itu digunakan juga analisis jalur struktural atau SPA, analisis distribusi pendapatan dan analisis kemiskinan. Untuk

menjawab tujuan penelitian, data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Tujuan pertama dan kedua dijawab secara deskriptif maupun kuantitatif dengan analisis pengganda. Tujuan ketiga, yaitu mengetahui dampak pengembangan sektor agroindustri terhadap distribusi pendapatan dijawab dengan menganalisis data secara kuantitatif menggunakan analisis simulasi kebijakan dan analisis distribusi pendapatan Theil index. Sedangkan dampak terhadap kemiskinan dianalisis dengan analisis FGT poverty index.

Penggunaan analisis jalur struktural dalam analisis ini dimaksudkan untuk memperjelas jalur keterkaitan antara sektor agroindustri ke rumah tangga. Analisis simulasi kebijakan digunakan untuk mengetahui dampak berbagai kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap perubahan output sektoral, pendapatan tenaga kerja dan rumah tangga. Perubahan pendapatan tersebut yang akan dijadikan dasar untuk melakukan analisis distribusi pendapatan dan kemiskinan.

(6)

4.4.1. Analisis Pengganda Neraca dan Penentuan Industri Prioritas

Analisis utama dalam neraca SNSE adalah Analisis Pengganda Neraca (Accounting

Multiplier Analysis), yang menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh stimulus ekonomi

dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen yang disajikan dalam format neraca. Dari analisis tersebut dapat diketahui peran suatu sektor dalam peningkatan output nasional, balas jasa faktor produksi (tenaga kerja dan bukan tenaga kerja), pendapatan rumah tangga dan perusahaan, juga peningkatan konsumsi komoditas ekspor dan impor (BPS, 2003)

Ada dua pendekatan dalam menghitung nilai pengganda neraca, yaitu melalui kecenderungan rataan pengeluaran (average expenditure propensities) dan pendekatan kecenderungan pengeluaran marginal (marginal expenditure propensities). Dalam kajian ini digunakan pendekatan kecenderungan rataan pengeluaran. Terdapat beberapa jenis pengganda, dalam kajian ini bahasan diutamakan pada pengganda nilai tambah (value

added multiplier), pengganda produksi (production multiplier), pengganda pendapatan

rumah tangga (household income multiplier) dan pengganda faktor produksi (factorial

multiplier, yaitu tenaga kerja dan kapital) yang masing-masing mempunyai makna sebagai

berikut.

1. Pengganda nilai tambah (value added multiplier)

Pengganda nilai tambah menunjukkan efek total terhadap produk domestik bruto (PDB) karena adanya peningkatan pendapatan pada suatu neraca i dalam blok produksi. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur blok faktor produksi sepanjang kolom neraca i. Pengganda nilai tambah disebut juga sebagai income multiplier untuk neraca institusi dan gross

(7)

2. Pengganda produksi (production multiplier)

Pengganda produksi menunjukkan total dampak terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya peningkatan permintaan output pada suatu neraca i. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor produksi sepanjang kolom neraca i. Production multiplier disebut juga sebagai gross output multiplier .

3. Pengganda pendapatan rumah tangga (household income multiplier)

Pengganda pendapatan rumah tangga menunjukkan total dampak terhadap pendapatan rumah tangga, dimana pendapatan dalam model SNSE yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh dari alokasi pendapatan yang diterima oleh rumah tangga (upah dan gaji, bunga, sewa dan lain-lain) serta pembayaran transfer kepada rumah tangga. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca yang usur-unsurnya termasuk dalam kelompok rumah tangga

4. Pengganda faktor produksi (factorial multiplier)

Pengganda faktor produksi menunjukkan total dampak terhadap penerimaan blok faktor produksi dimana blok faktor produksi terdiri dari tenagakerja dan modal. Pendapatan yang dimaksud dalam model SNSE adalah alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi kepada faktor-faktor produksi sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja, keuntungan, deviden, bunga, sewa dan lain-lain. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur dalam blok faktor produksi (tenagakerja dan modal) sepanjang kolom sektor i.

Selanjutnya nilai-nilai pengganda tersebut digunakan untuk menentukan industri prioritas, yaitu industri yang dapat dijadikan prioritas pengembangan sektor agroindustri. Sesuai dengan penjabaran strategi ADLI, sektor pertanian primer dan sektor agroindustri

(8)

merupakan sektor andalan strategi ADLI. Strategi ADLI merupakan strategi yang mengutamakan peningkatan produktivitas sektor pertanian sebagai sarana mencapai industrialisasi. Melalui konsep strategi ADLI, peningkatan produktivitas pertanian merupakan neccesary condition namun belum memenuhi sufficient condition dalam

mencapai tujuan pembangunan melalui industrialisasi pertanian. Pengembangan agroindustri merupakan sufficient condition, diarahkan pada industri unggulan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja tinggi, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan (Adelman, 1984)

Indikator yang digunakan untuk menentukan industri prioritas dalam kerangka strategi ADLI adalah pertama, berdasarkan pengganda yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu pengganda output dan tenaga kerja. Kedua, berdasarkan pengganda pendapatan rumah tangga golongan rendah, yaitu rumah tangga buruh tani, petani kecil dan rumah tangga non pertanian golongan rendah di desa maupun di kota. Adelman (1984) juga menyatakan kunci keberhasilan strategi ADLI adalah keterkaitan antara sektor industri dengan sektor pertanian. Oleh karena itu selain dua indikator tersebut ditambahkan satu indikator yaitu keterkaitan sektor, lebih fokus pada keterkaitan ke belakang. Agroindustri prioritas yang mewakili strategi ADLI diharapkan memenuhi kriteria “pro growth, pro

employment and pro poor” yaitu industri yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi,

menciptakan kesempatan kerja dan memberikan manfaat yang besar kepada golongan rumah tangga berpendapatan rendah sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan rumah tangga dan kemiskinan. Selain itu agroindustri tersebut juga akan menstimulir peningkatan produksi sektor pertanian primer.

4.4.2. Analisis Jalur Struktural

Sesuai dengan tujuan penelitian, analisis jalur struktural dalam penelitian ini difokuskan pada jalur yang menghubungkan sektor agroindustri ke institusi rumah tangga. Analisis dilakukan untuk mengetahui jalur atau jaringan yang menghubungkan sektor

(9)

agroindustri sampai ke institusi rumah tangga, yaitu pengaruh stimulus ekonomi yang diberikan ke agroindustri makanan dan non makanan sebagai kutub atau jalur asal ke institusi rumah tangga sebagai kutub atau jalur tujuan. Dalam hal ini institusi rumah tangga didisagregasi menjadi tujuh golongan rumah tangga. Hubungan antara jalur sektor agroindustri dan jalur insitusi rumah tangga serta jalur-jalur yang dilewati dinyatakan melalui besaran koefisien pengaruh yang menunjukkan besaran pengeluaran. Perhitungan koefisien tersebut menggunakan pendekatan kecenderungan pengeluaran rata-rata (average

expenditure propensity).

Analisis jalur struktural menghasilkan banyak sekali jalur yang menghubungkan dampak stimulus di sektor agroindustri ke institusi rumah tangga. Untuk itu jalur yang dianalisis dibatasi hanya melewati empat jalur ( misalnya dari sektor agroindustri menuju sektor tanaman pangan, kemudian ke faktor produksi tenaga kerja dan berakhir ke rumah tangga). Nilai pengaruh dibatasi untuk pengaruh langsung terbesar dengan batasan angka 0.01.

4.4.3. Analisis Simulasi Kebijakan

Melalui analisis pengganda dapat diketahui pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit stimulus ekonomi dari variabel eksogen ke agroindustri makanan dan non makanan dalam meningkatkan output nasional, pendapatan tenaga kerja maupun rumah tangga. Namun analisis tersebut tidak dapat menjelaskan asal stimulus ekonomi dan kemungkinan penggunaan besaran stimulus dengan jumlah tertentu. Oleh karena itu untuk mengetahui dampak suatu kebijakan ekonomi (misalnya peningkatan investasi, ekspor dan lainnya) terhadap peningkatan output dan pendapatan digunakan analisis kebijakan. Kebijakan ekonomi dalam penelitian ini diarahkan pada sektor agroindustri secara umum dan kebijakan yang terkait dengan strategi ADLI.

(10)

Kebijakan pengembangan sektor agroindustri mengacu pada sasaran pengembangan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia sebagai berikut.

(Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2005). 1. Pertumbuhan PDB agroindustri sebesar 6.6 persen.

2. Pertumbuhan nilai ekspor produk agroindustri sebesar 6.9 persen.

3. Utilisasi kapasitas produksi rata-rata agroindustri mencapai 75.07 persen. 4. Penambahan penyerapan tenaga kerja agroindustri sebanyak 40 ribu orang. 5. Nilai investasi agroindustri tumbuh sebesar 3 persen.

Berdasarkan sasaran pengembangan sektor agroindustri tersebut, beberapa kebijakan dapat dilakukan pemerintah, baik melalui strategi yang bersifat mendorong peningkatan produksi (supply push) atau melalui strategi tarikan permintaan (demand pull) untuk merangsang peningkatan konsumsi dengan cara meningkatan pendapatan masyarakat golongan bawah.

Instrumen kebijakan yang bersifat supply push dilakukan untuk menstimulir peningkatan produksi di sektor agroindustri baik melalui kebijakan peningkatan investasi maupun pengeluaran pemerintah. Sedangkan instrumen kebijakan yang bersifat demand

pull untuk menstimulir permintaan konsumsi, berupa redistribusi pendapatan dari rumah

tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah yang berdampak pada perubahan pendapatan rumah tangga.

Kebijakan ekonomi yang ditujukan ke sektor agroindustri berupa kebijakan: (1) peningkatan pengeluaran anggaran pembangunan pemerintah di sektor agroindustri dan pertanian primer, (2) peningkatan ekspor di sektor agroindustri, (3) peningkatan investasi di sektor agroindustri, (4) pemberian insentif pajak di sektor agroindustri, dan (5) kebijakan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah yang terkait dengan sektor agroindustri.

(11)

Kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah ke sektor pertanian primer (yang memiliki keterkaitan kuat dengan sektor agroindustri) akan dicapai dua tujuan sekaligus, yaitu tujuan peningkatan produksi sektor pertanian primer dan tujuan pengembangan sektor agroindustri melalui penyediaan bahan baku yang lebih murah dan terjamin. Kebijakan pengeluaran pemerintah juga diarahkan ke agroindustri makanan dan non makanan. Kebijakan lain adalah peningkatan investasi, ekspor dan pemberian insentif pajak ke masing-masing industri pada kelompok agroindustri makanan dan non makanan. Kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan secara tunggal maupun dengan mengkombinasikan kebijakan yang satu dengan kebijakan lainnya. Kebijakan juga dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat golongan miskin terhadap produk agroindustri. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat golongan miskin yang sebagian besar berada di sektor pertanian di perdesaan, diharapkan akan meningkatkan konsumsi bahan makanan pokok maupun makanan olahan yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan produksi agroindustri.

Selain kebijakan ekonomi yang terfokus pada sektor agroindustri seperti diuraikan di atas, kebijakan ekonomi juga dilakukan di sektor agroindustri dalam kerangka strategi

ADLI. Peningkatan produktivitas pertanian ditujukan ke sektor pertanian primer yang

memiliki nilai tinggi (high value) dan mendukung sektor agroindustri prioritas sebagai pemasok bahan baku. Secara operasional dilakukan melalui peningkatan investasi atau pengeluaran pemerintah (pengeluaran pembangunan) untuk infrastruktur (irigasi), pemberantasan hama penyakit, mengatasi kekeringan atau melakukan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan sektor pertanian. Kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah lebih flexibel dan secara operasional lebih mudah dilakukan dibanding kebijakan peningkatan investasi. Melalui peningkatan produksi sektor pertanian akan memperluas permintaan input oleh sektor agroindustri dan permintaan barang-barang konsumsi yang diproduksi oleh industri dalam negeri. Dengan kata lain peningkatan

(12)

produktivitas sektor pertanian akan meningkatkan pasokan input atau bahan baku industri dan menstimulir investasi agroindustri sehingga kapasitas produksi meningkat.

Peningkatan investasi agroindustri unggulan atau prioritas akan meningkatkan produksi agroindustri. Melalui keterkaitan ke belakang peningkatan agroindustri akan meningkatkan permintaan input dari sektor pertanian sehingga menstimulir peningkatan investasi sektor pertanian. Peningkatan produksi agroindustri yang bersifat tradable akan mendorong peningkatan ekspor agroindustri. Oleh karena itu kebijakan ekonomi yang terkait dengan kerangka strategi ADLI adalah kebijakan peningkatan investasi ke agroindustri prioritas dan peningkatan pengeluaran pemerintah ke sektor pertanian yang bernilai tinggi (prioritas). Agroindustri prioritas dalam kerangka strategi ADLI adalah industri yang bukan hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja tinggi, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan namun juga memilki kemampuan yang tinggi dalam menstimulir peningkatan produksi sektor pertanian primer. Secara rinci skenario kebijakan sebagai berikut.

1. Kebijakan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah

Skenario 1: Peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer sebesar 10 % dan dialokasikan secara merata ke masing-masing subsektor.

Skenario 2: Peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri sebesar 10 % yang dialokasikan ke masing-masing agroindustri makanan secara merata. Skenario 3: Peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri sebesar 10%

yang dialokasikan ke masing-masing agroindustri non makanan secara merata.

2. Kebijakan Peningkatan Ekspor

Skenario 4: Peningkatan ekspor di sektor agroindustri sebesar 7% untuk masing-masing agroindustri makanan.

Skenario 5: Peningkatan ekspor di sektor agroindustri sebesar 7% untuk masing-masing agroindustri non makanan.

Skenario 6: Kombinasi peningkatan ekspor sebesar 7% untuk masing-masing agroindustri makanan (Skenario 4) dan peningkatan pengeluaran pemerintah 10 % di sektor pertanian primer yang dialokasikan ke masing-masing subsektor secara merata.

Skenario 7: Kombinasi peningkatan ekspor sebesar 7%untuk masing-masing agroindustri non makanan (Skenario 5) dan peningkatan pengeluaran

(13)

pemerintah 10% di sektor pertanian primer yang dialokasikan ke masing-masing subsektor secara merata.

3. Kebijakan Peningkatan Investasi

Skenario 8: Peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara proporsional ke masing-masing agroindustri makanan

Skenario 9 : Peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara proporsional ke masing-masing agroindustri non makanan.

Skenario10: Peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara merata ke agroindustri prioritas.

Skenario 11: Kombinasi peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang didistribusikan secara merata ke agroindustri prioritas (Skenario 10) dan peningkatan pengeluaran pemerintah 10% di sektor pertanian primer dan dialokasikan secara merata ke subsektor pertanian primer yang mendukung agroindustri prioritas.

Skenario 12: Kombinasi peningkatan investasi di sektor agroindustri sebesar 10% yang dialokasikan secara merata ke agroindustri prioritas (Skenario 10) dan peningkatan ekspor agroindustri prioritas sebesar 7%.

4. Kebijakan Insentif Pajak

Skenario 13: Pemberian insentif pajak ke masing-masing agroindustri makanan sebesar 10%

Skenario 14: Pemberian insentif pajak ke masing-masing agroindustri non makanan sebesar 10%

5. Kebijakan Redistribusi Pendapatan

Skenario 15: Redistribusi pendapatan rumah tangga dari golongan atas ke rumah tangga buruh tani, petani kecil, rumah tangga golongan rendah di desa dan di kota sebesar seratus ribu rupiah sebulan selama setahun sebanyak jumlah rumah tangga miskin yang didistribusikan secara proporsional ke masing-masing rumah tangga golongan rendah.

Skenario 10, skenario 11 dan skenario 12 adalah kebijakan pengembangan sektor abroindustri yang dipandang mewakili strategi ADLI.

Alasan meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dan agroindustri sebesar 10% adalah berdasarkan pada angka pertumbuhan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar 13%. Pada periode yang sama pengeluaran pemerintah di sektor industri justru mengalami pertumbuhan yang menurun. Oleh karena itu besaran peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer

(14)

dan agroindustri menggunakan angka pertumbuhan yang moderat sebesar 10%. Sedangkan peningkatan ekspor agroindustri sebesar 7% didasarkan pada target pertumbuhan ekspor agroindustri sebesar 7% (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2005).

Peningkatan investasi agroindustri sebesar 10% didasarkan pada angka pertumbuhan investasi industri makanan, minuman dan rokok selama lima tahun terakhir sebesar 16%. Namun sesungguhnya angka pertumbuhan tersebut karena disokong peningkatan investasi tahun 2003 ke tahun 2004 yang mencapai lebih dua kali lipat sedangkan pertumbuhan dari tahun 2002 ke tahun 2003 justru menurun. Demikian pula untuk pertumbuhan dari tahun 2004 ke tahun 2005. Berdasarkan perkembangan angka-angka pertumbuhan tersebut, ditetapkan angka-angka pertumbuhan moderat sebesar 10% sama dengan peningkatan pengeluaran pemerintah.

Penentuan kebijakan pemberian insentif pajak ke sektor ahroindustri dilatarbelakangi oleh keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang Tertentu dan Daerah Tertentu. Menurut peraturan pemerintah tersebut ada 15 sektor usaha yang memperoleh insentif usaha, 3 diantaranya adalah usaha di sektor agroindustri yaitu industri makanan dan minuman, industri bubur kertas dan industri karet.

Alasan mengkombinasikan skenario peningkatan ekspor dengan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer karena dengan memperluas pasar dan didukung dengan penyediaan bahan baku agroindustri yang lebih baik, diharapkan akan berdampak pada peningkatan pendapatan sektor agroindustri yang lebih besar yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Lebih lanjut peningkatan pendapatan rumah tangga, terutama buruh tani dan petani kecil akan berdampak menurunkan kesenjangan pendapatan rumah tangga golongan atas dan golongan rendah

(15)

Alasan mengkombinasikan kebijakan peningkatan investasi agroindustri prioritas dan peningkatan ekspor agroindustri prioritas adalah peningkatan investasi pada agroindustri yang bersifat tradable dampaknya akan meningkatkan ekspor. Oleh karena itu kebijakan peningkatan investasi akan diikuti dengan peningkatan ekspor.

Hasil analisis dampak masing-masing skenario kebijakan selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis distribusi pendapatan rumah tangga dan kemiskinan menggunakan data SUSENAS.

4.4.4. Analisis Distribusi Pendapatan

Analisis distribusi pendapatan dalam penelitian ini menggunakan metode indeks Theil. Koefisien Theil merupakan indeks yang bersifat non parametrik, yang sangat popular digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan. Keunggulan koefisien Theil adalah sifatnya yang tidak terpengaruh oleh nilai-nilai ekstrim. Indeks Theil juga tidak terpengaruh oleh perubahan jumlah populasi. Ada dua indeks Theil, yaitu indeks Theil-T yang menggunakan pembobot pangsa pedapatan dan indeks Theil-L menggunakan pembobot pangsa populasi. Dalam penelitian ini akan digunakan indeks Theil-T karena indeks tersebut akan digunakan untuk melihat perubahan distribusi pendapatan dengan adanya perubahan pendapatan kelompok rumah tangga sementara jumlah populasi adalah tetap. Distribusi pendapatan yang akan dianalisis adalah distribusi pendapatan antar kelompok. Seluruh rumah tangga dikelompokkan menjadi enam (golongan) kelompok dan tidak dibuat pengklasan dalam setiap kelompok. Dengan demikian indeks Theil-T dirumuskan sebagai berikut.

T =       

n n Y Y Y j j j j / / log 6 1 ...(52)

(16)

dimana j = 1,..., 6 merupakan jumlah kelompok; Yj= jumlah pendapatan rumah tangga

kelompok j, Y adalah total pendapatan seluruh rumah tangga (

 6 1 j j Y ),

nj= jumlah rumah tangga kelompok j dan n adalah total jumlah rumah tangga (=

 6 1 j j n ).

Indeks Theil-T dapat didekomposisi ke dalam kesenjangan antar kelompok dan dalam kelompok. T = w i i i i i i i T n n Y Y Y Y T Y Y                      

// log + Tb... (53) dan L = w i i i i i i i L Y Y n n n n L n n                      

// log + Lb ... (54) dimana Ti =               

i j i i j i j i ij n n Y Y Y Y / / log ...(55) Li=               

i j i i j i j i j i Y Y n n n n / / log ... (56)

Yi adalah total pendapatan rumah tangga dalam kelompok i, dan ni adalah jumlah total

rumah tangga dalam kelompok i (=

j i

n ). Tw merupakan komponen indeks Theil-T

dalam kelompok yang didefinisikan sebagai rata-rata tertimbang dari indeks Theil-Ti

dimana Yij jumlah pendapatan rumah tangga klas i dalam kelompok j, Y adalah total

pendapatan seluruh rumah tangga (=



i j

ij

Y ), nij jumlah rumah tangga klas i dalam

kelompok j dan n adalah total jumlah rumah tangga (=



i j

ij

(17)

Mengingat pengelompokkan rumah tangga pada SNSE dibentuk dari data SUSENAS, maka untuk menghitung distribusi pendapatan rumah tangga dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan data SUSENAS tahun 2002. Distribusi pendapatan rumah tangga antar kelompok dihitung untuk data sebelum simulasi dan data setelah simulasi. Tahapan menghitung distribusi pendapatan adalah sebagai berikut .

1. Terdapat enam golongan rumah tangga dalam model SNSE yang dianalisis terdiri dari rumah tangga: (a) buruh tani, (b) petani, (c) non pertanian golongan rendah di desa, (d) non pertanian golongan atas di desa, (e) non pertanian golongan rendah di kota, dan (e) non pertanian golongan atas di kota. Rumah tangga petani pada SUSENAS tahun 2002 tidak didisagregasi ke golongan petani luas dan petani sempit melainkan ke dalam golongan petani secara agregat.

2. Golongan rumah tangga pada SNSE tersebut selanjutnya dipetakan pada data SUSENAS. Penggolongan rumah tangga SUSENAS dilakukan berdasarkan lapangan usaha, yaitu pertanian dan non pertanian serta berdasarkan lokasi (desa-kota). Untuk rumah tangga pertanian, penggolongan berdasarkan penguasaan aset lahan, sedangkan untuk rumah tangga di sektor non pertanian, penggolongan berdasarkan jenis pekekerjaan yang mengacu pada Klasifikasi Jenis Pekerjaan/Jabatan Indonesia (KJI) dalam SUSENAS 2002 seperti tercantum pada Lampiran 3.

3. Dengan melakukan pengelompokan tersebut dapat diketahui total pendapatan rumah tangga (yang diproxi dari total pengeluaran), rata-rata pendapatan per kapita dan jumlah anggota rumah tangga tiap kelompok. Data ini dianggap sebagai data tahun dasar.

4. Dari analisis SNSE diketahui nilai pengganda (multiplier) yang selanjutnya digunakan untuk melakukan simulasi dengan menggunakan skenario kebijakan, sehingga diperoleh persentase perubahan pendapatan akibat kebijakan tersebut.

5. Perubahan pendapatan kelompok rumah tangga hasil simulasi kebijakan digunakan untuk menganalisis data SUSENAS, sehingga diperoleh data pendapatan kelompok

(18)

6. sebelum simulasi dan data pendapatan kelompok setelah simulasi dengan jumlah populasi rumah tangga yang tetap.

7. Data-data tersebut selanjutnya dipergunakan untuk menghitung distribusi pendapatan antar golongan sebelum dan sesudah simulasi.

4.4.5. Analisis Kemiskinan

Perubahan pendapatan masing-masing golongan rumah tangga dari analisis simulasi kebijakan juga digunakan untuk menganalisis kemiskinan indeks FGT dengan menggunakan data SUSENAS. Meskipun menggunakan analisis diluar model SNSE, pada dasarnya analisis kemiskinan dalam penelitian ini tetap mengacu pada kerangka SNSE, karena: (1) kelompok rumah tangga pada model SNSE 2003 pada dasarnya disusun berdasarkan data SUSENAS tahun 2002, dan (2) penggolongan rumah tangga pada data SUSENAS dibuat mengikuti pengelompokan rumah tangga yang terdapat dalam neraca SNSE. Dengan menyelaraskan pengelompokan rumah tangga pada data SUSENAS dengan model SNSE akan diperoleh keterkaitan pembahasan antara analisis kemiskinan dengan model SNSE.

Tahapan menghitung indeks kemiskinan adalah sebagai berikut. Dari data SUSENAS dapat dibentuk struktur data kelompok rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan, lokasi (desa-kota), rata-rata pengeluaran maupun jumlah anggota rumah tangga. Dari data rata-rata pengeluaran rumah tangga dan dengan menggunakan batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS, dapat ditetapkan jumlah rumah tangga yang tergolong miskin, yaitu rumah tangga yang memiliki pendapatan (yang diproksi dari pengeluaran) di bawah garis kemiskinan. Karena data SUSENAS yang digunakan adalah data tahun 2002, maka garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS untuk tahun 2002 sebesar Rp. 130 499 untuk wilayah kota dan Rp. 96 512 untuk perdesaan. Data-data tersebut selanjutnya digunakan sebagai data dasar (base

(19)

data) untuk menghitung indeks kemiskinan. Perubahan pendapatan rumah tangga hasil dari

simulasi kebijakan, dianggap sebagai data setelah simulasi. Selanjutnya dapat dihitung indeks kemiskinan dari data dasar dan data hasil simulasi dengan menggunakan program analisis DAD 4.3 (Distributive Analysis).

Untuk menghitung indeks kemiskinan, data pendapatan rumah tangga berdasarkan golongan rumah tangga (yang diproxi dari data pengeluaran), diubah ke dalam pendapatan masing-masing individu. Hal ini dilakukan karena perhitungan FGT poverty index didasarkan pada pengeluaran masing-masing individu atau per kapita.

Sedangkan formula Foster-Greer-Thorbecke poverty index dinyatakan sebagai berikut (Cockburn, 2001). Pα(y;z) = 

        q i i z y z n 1 1 (α≥0) ... (57)

dimana yi adalah rata-rata nilai pengeluaran per kapita individu ke i dalam rumah tangga

yang sudah diranking berdasarkan tingkat pengeluaran, total populasi dinyatakan sebagai n dan jumlah populasi miskin adalah q, batas kemiskinan adalah z, sehingga poverty gap

ratio adalah Gi= (z – yi)/z, dimana Gi = 0 pada saat yi> z.

Nilai αada tiga macam, yaitu:

1. Jika α = 0, P0 menyatakan headcount index, merupakan proporsi populasi yang

berada dibawah garis kemiskinan. Formula diatas akan menjadi:

P0(y;z) =

        q i i z y z n 1 0 1 ,atau P0= q/n.

Jika misalnya sebanyak 30 persen populasi adalah kelompok miskin, maka P0= 0.3.

2. Jika α = 1, menunjukkan ukuran poverty gap ratio dimana masing-masing penduduk miskin dibobot berdasarkan jarak relatif mereka dari garis kemiskinan. Formula (57) menjadi:

(20)

Misalkan besaran P1 = 0.2 artinya total kesenjangan kemiskinan seluruh populasi

miskin terhadap garis kemiskinan adalah 20 persen. Sedangkan P1/P0=1/q

(zyi )/z

adalah rata-rata kesenjangan kemiskinan (poverty gap) yang dinyatakan sebagai proporsi terhadap garis kemiskinan.

3. Jika α= 2, formula (57) menjadi:

P2(y;z) =

        q i i z y z n 1 2 1 .

Artinya bobot yang diberikan kepada masing-masing penduduk miskin proporsional dengan kuadrat kekurangan pendapatan mereka terhadap garis kemiskinan. Indeks tersebut merupakan ukuran yang sensitif terhadap perubahan pendapatan atau distribusi pendapatan populasi miskin (distributionally sensitive index). Ukuran ini dinamakan rasio ‘keparahan’ kemiskinan (poverty severity).

Pengukuran kemiskinan dengan FGT index dapat digunakan juga apabila populasi rumah tangga akan dipisahkan (disaggregated) menurut kelompok (sub-group) populasi sehingga kontribusi masing-masing kelompok dapat diketahui. Dalam penelitian ini populasi dibagi menjadi 6 kelompok maka profil kemiskinan akan digambarkan melalui Pj

untuk j = 1,...,6. Pj = ( , ) 1 6 1 j i j j y z p n

 ... . (58)

Sedangkan kemiskinan agregat sebagai rata-rata ukuran kemiskinan kelompok, diformulasikan sebagai: P =

 6 1 1 j j P n Nj ... (59)

dimana: Pj = ukuran kemiskinan untuk kelompok j, dimana j = 1,...,6.

Nj = jumlah populasi kelompok j

(21)

i = individu1,...,njyang berada dalam kelompok j.

Profil kemiskinan menurut kelompok tersebut akan menggambarkan konsistensi, yaitu ketika kemiskinan dalam suatu kelompok meningkat, maka secara agregat kemiskinan populasi juga akan meningkat, demikian sebaliknya.

Ada dua pendekatan dalam menentukan pendapatan perkapita sebagai dasar untuk menghitung indeks kemiskinan, yaitu membagi total pengeluaran rumah tangga dengan total jumlah anggota rumah tangga (pendapatan per kapita) dan melalui pendekatan skala ekivalensi (Equivalent Scale = ES). Penghitungan melalui pendekatan skala ekivalensi didasarkan pada kenyataan bahwa kriteria untuk menentukan garis kemiskinan pada umumnya lebih banyak didasarkan pada kecukupan kebutuhan energi kalori, seperti disajikan pada Tabel 5, sementara kebutuhan kecukupan pangan individu berbeda menurut umur dan jenis kelamin (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004). Dengan demikian pengeluaran perkapita dihitung dengan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan kecukupan kalori antara anak-anak dan orang dewasa. Metoda ini merupakan metoda alternatif bagi metoda pendekatan rata-rata pendapatan perkapita untuk menghitung angka kemiskinan.

Konsep ES pada prinsipnya menyetarakan kebutuhan konsumsi anak dengan populasi dewasa untuk menghitung angka kemiskinan. United States Panel Poverty and

Family Assistance menyetarakan kebutuhan konsumsi anak 0.7 populasi dewasa. Artinya

secara umum anak mengkonsumsi 70% dari kebutuhan konsumsi dewasa. (National Centre

for Social and Economic Modelling, 2003). Beberapa kajian di Australia menggunakan

nilai pembobot untuk anak berkisar 0.3 sampai 0.7 (University of Canberra, 2003). Demikian pula beberapa negara menerapkan skala ekivalensi dalam menghitung angka kemiskinan. Sebagai contoh skala ekivalensi yang digunakan di Srilanka, Taiwan dan Peninsula nilainya berkisar 0.9 (BPS, 2005c). Dengan angka ekivalensi mendekati satu, implikasinya penghitungan melalui metoda skala ekivalen akan memberikan hasil yang

(22)

tidak jauh berbeda dengan perhitungan angka kemiskinan melalui metoda rata-rata pengeluaran (pendapatan) per kapita.

Dalam menentukan ES, berdasarkan economies of scale (e) yang nilainya ditentukan oleh jumlah anak dan anggota rumah tangga dewasa. Nilai e berkisar 0 sampai 1. Jika e meningkat maka ES akan menurun sehingga jika e = 1 atau tidak ada perbedaan konsumsi akibat skala ekonomi, maka besaran ES dihitung sebagai jumlah orang anggota rumah

Tabel 5. Beberapa Kriteria Garis Kemiskinan

No Penelitian Kriteria Kota

(K)

Desa (D)

K+D 1. Esmara, 1969 Konsumsi beras /kapita/tahun (kg) 125 2. Sayogya, 1971 Tingkat pengeluaran ekivalen

beras/orang/tahun (kg) Miskin Miskin Sekali Paling Miskin 480 360 270 320 240 180 3. Ginneken, 1969 Kebutuhan gizi min/orang/hari

Kalori

Protein (gram)

2000 50 4. Anne Booth, 1969 Kebutuhan gizi minimum/orang/hr

Kalori Protein 2000 40 5. BPS, 1984 Konsumsi kalori/kapita/hari 2100 6. Garis Kemiskinan internasional1 Tingkat pendapatan/kapita/hari (US$) 1 1 http: // unstats.un.org/unsd/mi/MDG%20Book.pdf Sumber : BPS (2005c)

tangga. Teknik menghitung ES yang telah dilakukan selama ini di negara-negara Luxemburg sangat beragam karena masing-masing memiliki preferensi dalam aspek tertentu. Tidak ada pedoman yang pasti teknik penghitungan ES, sehingga Whiteford (1985) menyatakan tidak ada suatu metoda menghitung ES yang telah dilakukan selama

(23)

ini di Australia yang dapat dikatakan metoda tertentu lebih baik dibanding metoda penghitungan ES yang lain.

Penelitian ini akan menggunakan dua pendekatan dalam menghitung pendapatan individu, yaitu melalui rata-rata pendapatan per kapita, seperti yang dilakukan oleh BPS dan melalui metoda penghitungan ES yang dikembangkan oleh Cockburn (2001) yang telah diterapkan untuk mengkaji angka kemiskinan di Australia dan di Nepal dengan formula sebagai berikut.

ESi= 1+0.7(Zi-1-Ki)+0.5Ki ... (60)

dimana : i adalah indeks rumah tangga, Z adalah jumlah anggota rumah tangga dan K adalah jumlah anak. Formula tersebut menunjukkan, dengan memperhitungkan skala ekonomi dan umur, kepala rumah tangga diperhitungkan 1, anggota rumah tangga dewasa lain diperhitungkan 0.7 dan anak-anak diperhitungkan 0.5. Formula yang sama telah digunakan oleh Oktaviani et al. (2005) untuk mengkaji dampak penurunan subsidi minyak di Indonesia terhadap kemiskinan. Formula yang sama juga digunakan oleh Astuti (2005) maupun Sitepu (2007) untuk menghitung perubahan angka kemiskinan sebagai dampak investasi di sektor tertentu.

Gambar

Gambar 10. Pentahapan Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Tabel 5. Beberapa Kriteria Garis Kemiskinan

Referensi

Dokumen terkait

Wilayah lahan basah berkarakteristik unik yaitu: (1) dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir, (2) wilayah berelevasi rendah, (3) tempat yang dipengaruhi

Sebuah Safety Valve (katup pengaman) adalah mekanisme katup untuk melepas suatu fluida secara otomatis dari HRSG, bejana tekanan, atau sistem lain ketika tekanan atau

Backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini maka dilakukan perambatan maju

5. Hitunglah luas daerah yang diarsir. Semua bagian yang berupa garis lengkung pada gambar di samping adalah setengah lingkaran. Hiasan ubin persegi dengan panjang

Tahap inti ini yaitu, Guru meminta peserta didik untuk mencermati gambar beserta perenungannya yang ada pada kolom “Mari Renungkan”. Kemudian para peserta didik diminta

Faktor yang mempengaruhi keluarga miskin adalah: (a) harga hasil pertanian tidak stabil dan sangat tergantung dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang, (b) program

warna tertentu yang bisa dibedakan oleh orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita buta warna dapat disebabkan oleh kelainan sejak.. lahir atau akibat penggunaan

Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas siswa di organisasi sekolah dan kemampuan komunikasi siswa dengan prestasi belajar matematika siswa kelas XI SMA Al Islam