• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Masa Nifas - Afri Kustiowati BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Masa Nifas - Afri Kustiowati BAB II"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Medis 1. Masa Nifas

a. Definisi Masa Nifas

Masa Nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu. Batasan waktu nifas yang

paling sedikit (minimum) tidak ada batasnya, bahkan bisa jadi dalam

waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batasan

maksimumnya adalah 40 hari (Hanifa, 2007; hal 5).

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali

organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6

minggu (Saleha, 2009; hal 4).

Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah

masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari

rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali

organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami

perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat

(2)

Jadi Masa Nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya

placenta sampai alat alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan

secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.

b. Tahapan dalam masa nifas

1) Puerperium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan bekerja setelah 40

hari.

2) Puerperium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3) Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama

bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.

Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan,

tahunan (Ambarwati, 2009; hal 3-4).

c. Program dan kebijakan tehnis

Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Pemerintah melalui

Departemen Kesehatan, juga telah memberian kebijaan dalam hal ini,

sesuai dengan dasar kesehatan pada ibu pada masa nifas, yakni

paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas.

Tujuan kebijakan tersebut ialah :

1) Untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi barulahir.

2) Pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya

(3)

3) Mendeteksi adanya kejadian-kejadian ada masa nifas.

4) Menangani berbagai masalah yang timbul dan mengganggu

esehatan ibu maupun bayinya pada masa nifas (Prawirohardjo,

2002; hal 23-24)

d. Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal

Tabel 1. Asuhan Kunjungan Nifas Normal (Ambarwati, 2009; hal 4-5) KUNJUNGAN WAKTU ASUHAN

I 6 – 8 Jam Post partum

a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

b. Pemantauan keadaan umum ibu. c. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu

(Bonding Attatcment). d. ASI ekslusif.

II 6 Hari Post partum

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.

c. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.

d. Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.

e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

III 2 Minggu Post Partum

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.

c. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.

d. Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.

e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

IV 6 Minggu Post Partum

a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang di alami.

(4)

e. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Setelah ibu melahirkan akan mengalami banyak perubahan–

perubahan salah satunya adalah sistem reproduksi.

1) Involusi uterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses

dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat

sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir

akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

a) Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

(1) Autolysis

Autolysis meruakan proses penghancuran diri sendiri

yang terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan

memndekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur

hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar

dari semula selama selama kehamilan. Sitoplasma yang

berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan

fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan

(Obstetri fisiologi; hal 315-316).

(2) Atrofi jaringan

Jaringan yang berfoliferasi dengan adanya estrogen

dalam jumlah besar, kemungkinan mengalami atrofi

sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen

yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan

(5)

mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan

lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi

endometrium yang baru (Sulistyawati, 2009; hal 73).

(3) Efek Oksitosin (kontraksi)

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon

terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat

besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis

memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi

pembuluh darah dan membantu proses hemostatis.

Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai

darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi

bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi

perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan

waktu 8 minggu untuk sembuh total.

Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum intensitas

kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur.

Karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan

kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksotosin

biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler

segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera

setelah lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena

(6)

2) Bagian bekas implantasi plasenta

a) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas

12 x 5 cm, permukaan kasar dimana pembuluh darah besar

bermuara.

b) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis

disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot

rahim.

c) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu

ke-2 sebesar 6 – 8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar ke-2 cm.

d) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan

nekrosis bersama dengan lokia.

e) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena

pertumbuhan endometrium yang berasal daro tepi luka dan

lapisan basalis endometrium.

f) Luka sembuh sempurna pada 6 – 8 minggu postpartum

(Obstetri fisiologi, hal 316).

3) Perubahan normal pada uterus selama postpartum

Tabel 2. Perubahan uterus masa nifas ( Sulistyawati, 2009; hal 74)

Involusi uteri Tinggi Fundus uteri

Berat uterus Diameter uterus

Palpasi servik Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak 7 hari

(minggu 1)

(7)

Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus

uteri dengan cara :

a) Segera setelah persalinan, fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam

kemudiankembali 1 cm diatas pusat dan menurun, kira-kira 1 cm

tiap hari.

b) Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm

dibawah pusat. Pada hari ke 3 – 4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah

pusat. Pada hari 5 – 7 tinggi fundus uteri tidak teraba.

Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses

involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh

infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta /perdarahan berlanjut atau

postpartum haemorrhage (Wulandari, 2009; hal 77).

Gambar 2.1 Perubahan Uterus Masa Nifas Sumber : Ambarwati 2009; hal 77

f. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas

Pada masa nifas, wanita banyak mengalami perubahan selain

fisik yaitu antara lain wanita meningkat emosinya. Pada masa ini

wanita mengalami transisi menjadi orang tua. Fase yang dilalui oleh

(8)

1) Takhing in

Yaitu terjadi fantasi, intstrospeksi, proyeksi dan penolakan.

Perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif

dan ketergantungan. Ciri-cirinya :

a) Terjadi pada 2-3 hari setelah melahirkan.

b) Bersifat passive dan tergantung, segala energinya difokuskan

pada kekhawatiran tentang badannya.

c) Ibu mungkin bercerita tentang pengalamannya.

d) Istirahat tidur dan tidak terganggua adalah sangat enting arena

kelelahan.

e) Kadang bu tidak menginginkan montak dengan bayinya, tetapi

buka berarti tida menyayangi bayinya, bu hanya sedang

mengenang pengalaman melahirkan.

Pada masa nifas ini, bidan harus menggunaan pendekatan

yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik. Ibu

hanya ingin didengakan dan diperhatikan. Kemampuan

mendengarkan (listening skill) dan menyediakan waktu yang

cukup merupakan dukungan yang tidak ternilai bagi ibu.

Kehadiran suami dan keluarga sangat diperlukan pada masa ini.

Dengan demkian, hendaknya bidan menganjurkan suami dan

keluarga untuk memberikan dukungan moril.

Bidan juga harus siaga dan waspada mengobservasi

perubahan wanita pada fase ini, karena dapat terjadi sikap

(9)

interaksi, adanya mentar negative dan kekecewaan terhadap

jenis kelamin yang tidak diharapkan.

2) Taking on/taking hold

Yaitu meniru dan role play. Cirinya :

a) Terjadi pada 3-10 setelah melahirkan

b) Ibu menjadi khawatir akan kemampuan merawat bayi dan

menerima tanggung jawabnya sebagaai seorang ibu yang

makin besar

c) Ibu memfokuskan dirinya dalam mengambil kembali control

akan fungsi tubuhnya sendiri misal BAB,BAK dll

d) Ibu mempunyai perasaan sangat sensitive sehingga mudah

tersinggung dan gampang marah

e) Ibu mencoba keteramplan merawat bayinya

Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan

kepercayaan diri ibu. Bagi bidan, fase ini merupakan kesempatan

yang baikk untuk memberikan berbagai penyuluhan dan

pendidikan kesefiatan yang diperlukan ibu nifas.

3) Letting go

a) Terjadi pada 10 hari setelah melahiran/setelah ibu ulang dari

RS.

b) Ibu mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi

c) Ibu menyesuaikan diri dengan kebutuhan ketergantungan

bayinya

(10)

e) Berkurang ketergantungannya pada orang lain

f) Mulai terjadi postpartum blues

Pendidikan pada fase taking on dapat dilanjutkan pada fase

ini. Dukungan suami dan eluarga dapat membantu merawat bayi,

mengerjakan urusan rumah tangga sehingga bu tida terlalu

terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup sehingga

mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat

bayinya( Sujiyatini, 2010; hal 27 ).

g. Pengeluaran pervaginam

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea

mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nektrotik dari

dalam uterus. Lochea mempunyai bau amis/anyir seperti darah

menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya

berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap

menandakan adanya infeksi.

Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan :

1) Lochea Rubra / Merah (kruenta)

Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa

postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi

darah segar, jaringa sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,

lanugo, (rambut bayi) dan mekonium.

2) Lochea Sanguinolenta

Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.

(11)

3) Lochea Serosa

Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung

serum, leukosit dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari

ke 7 sampai ke 14 post partum.

4) Lochea Alba/Putih

Mengandng leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir

serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa

berlangsung 2 sampai 6 minggu postpartum (Roestam, 1998; hal

116)

h. Proses laktasi dan menyusui

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI

diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi

merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk

manusia. Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian

ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2

tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan

(12)

Gambar 2.2 Anatomi Payudara Sumber : Anatomi payudara (Roesli, 2005).

1) Kandungan ASI

Susunan air susu kurang lebih yaitu Protein 1 – 2 %, Lemak

3 – 5 %, Gula 6,5 – 8 %, dan Garam 0,1 – 0,2 %. Susunan ini

berbeda dari ibu ke ibu dan pada seorang ibupun berbeda dari

waktu ke waktu.

Hal-hal yg mempengaruhi susunan air susu ialah : dieet, gerak

badan (mengurangi protein), serta keadaan jiwa. Banyaknya air

susu sangat tergantung pada banyaknya cairan yg diminum ibu.

Juga beberapa obat mempengaruhi banyaknya air susu, misalnya

belladonna dan atropin mengurangi air susu. Berbagai obat

diminum ibu keluar dengan air susu seperti opiat, atropin, salicylat,

jodid, bromid, timah, air rasa dan juga alkohol (obstetri fisiologi,hal

(13)

Pada hari-hari pertama ( 2 – 4 jam), payudara sering terasa

penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke

payudara bersama dengan ASI mulai di produksi dalam jumlah

banyak (Ambarwati, 2009; hal 47).

2) Faktor yang mempengaruhi jumlah ASI

Pada ibu normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000

ml setiap hari. Jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor sebagai berikut :

a) Makanan

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang

dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup

mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi

produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat

bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk

membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus

memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta

mineral yang cukup selain itu ibu dianjurkan minum lebih

banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari.

b) Ketenangan jiwa dan pikiran

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu

yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya

diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan

(14)

ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan

tenang.

c) Penggunaan alat kontrasepsi

Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat

kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian

kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi

ASI.

d) Perawatan payudara

Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi

hypopise untuk mengeluarkan hormon progesteron dan

estrogen lebih banyak lagi dan hormon oxytocin.

e) Anatomis Buah dada

Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobuluspun

berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga berkurang

karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makan dari

pembuluh darah akan berkurang.

f) Fisiologis

Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon terutama prolaktin

ini merupakan hormon laktogenik yang menentukan dalam hal

pengadaan dan mempertahankan sekresi air susu.

g) Faktor istirahat

Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam

menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan

(15)

h) Faktor isapan anak

Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung

sebentar maka hisapan anak berkurang dengan demikian

pengekuaran ASI berkurang.

i) Faktor obat-obatan

Diperkirakan obat-obatan yang mengandung hormon

mempengaruhi hormon prolaktin dan oxytocin yang berfungsi

dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila

hormon-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi

pembentukan dan pengeluaran ASI (Wulandari, 2009; hal

27-29).

i. Kontraindikasi Pemberian ASI

Ada beberapa kontraindikasi pemberian ASI yaitu :

1) Bayi yang kontraindikasi galaktosemia.

Dalam hal ini bayi tidak mempunyai enzim galaktase sehingga

galaktosa tidak dapat pecah. Beyi demikian juga juga tidak

boleh minum susu formula.

2) Ibu dengan HIV/AIDS yang dapat memberikan PASI yang telah

memenuhi syarat AFASS (Acceptable, Feasable, Affordable,

Sustainable, and Save).

3) Keadaan ibu yang kurang baik (melahirkan dengan bedah

sesar, infeksi berat, anemia berat).

4) Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat

(16)

5) Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obat tertentu (anti

kanker).

6) Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat-obat radioaktif

perlu menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x

waktu paruh obat. Setelah itu, bayi boleh menyusu lagi.

Sementara itu, ASI tetap diperah dan dibuang agar tidak

mengurangi produksi (Saefudin, 2007; hal 382-383).

Masalah menyusui pada masa nifas dini antara lain puting susu

nyeri pada awal menyusui, puting susu lecet, payudara bengkak atau

bendungan ASI, Mastitis atau Abses payudara.

2. Bendungan ASI

a. Pengertian

Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan payudara

bilateral dan secara palpasi teraba kelas, kadang terasa nyeri serta

seringkali disertai peningkaatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat

tanda-tanda kemerahan dan demam (Sarwono, 2009; hal 652).

Bendungan air susu (Engorgement of the breast) adalah

pembendungan ASI karena penyempitan dukrus laktiferus atau oleh

kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau

karena kelainan pada puting susu. Keluhan adalah payudara

bengkak, keras, panas, dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai

selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah

(17)

Payudara Bengkak ( Engorgement ) adalah dimana keadaan

payudara terasa lebih penuh/tegang dan nyeri sekitar hari ketiga atau

keempat sesudah melahirkan akibat stasi divena dan pembuluh limfe,

tanda bahwa ASI mulai banyak disekresi. Sering terjadi pada

payudara yang elastisitasnya kurang. Bila tidak dikeluarkan, ASI

menumpuk dalam payudara sehingga areola menjadi lebih menonjol,

puting lebih datar dan sukar diisap bayi. Kulit payudara nampak lebih

merah mengkilat, ibu demam, dan payudara terasa nyeri sekali

(Sulistyawati, 2009; hal 33).

Jadi, Bendungan ASI dapat disimpulkan dimana keadaan

payudara yang bengkak disebabkan tidak lancar atau sedikitnya ASI

yang dikeluarkan dari pada yang tersedia dalam payudara. Hal ini

bisa menjadi masalah berlanjut jika penanganan dalam asuhan ibu

dengan bendungan ASI ini tidak segera ditangani lebih lanjut.

b. Etiologi

1) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu salah

2) Produksi ASI berlebihan

3) Terlambat menyusui

4) Pengeluaran ASI yang jarang

5) Waktu menyusui yg terbatas (Ambarwati, 2009; hal 47).

c. Patofisiologi

Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak

kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal ini

(18)

penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak

bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus (Prawirohardjo,

2005; hal 354).

Tersumbatnya duktus laktiferus bisa satu atau lebih biasanya

disebabkan oleh pemakaian BH yang terlalu ketat, tekanan jari-jari ibu

ketika menyusui, dan terjadinya penyumbatan karena ASI terkumpul

tidak segera dikeluarkan, sehingga terjadi keadaan payudara bengkak

(suherni, 2009; hal 55).

Gambar 2.3 Sumber : Kurniasih 2008

Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara

penuh. Pada payudara bengkak: payudara odem, sakit, puting susu

kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan ASI tidak keluar

kemudian badan menjadi demam setelah 24 jam. Sedangkan pada

payudara penuh: payudara terasa berat, panas dan keras. Bila ASI

dikeluarkan tidak ada demam.

Selama 24 jam hingga 48 jam pertama sesudah telihatnya sekresi

(19)

berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut dengan bendungan air

susu atau caked breast, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup

hebat dan bisa disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan tersebut

menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan

penggembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor

reguler untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan

overdestensi sistem lakteal oleh air susu (Widyasih, 2009; hal 136).

d. Faktor predisposisi yang menyebabkan Bendungan ASI

Ada sejumlah factor yang dapat meningkatan terjadinya bendungan

ASI, yaitu :

1) Umur

wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita bendungan

ASI daripada wanita dibawah umur 21 tahun dan diatas 35 tahun,

hal tersebut dikarenaan pada wanita berumur 21-35 tahun

merupakan masa reproduksi yang sangat rentan dengan masalah

menyusui (Adiningsih, 2003; hal 40).

2) Paritas

Primipara ditemukan sebagai factor resiko terjadinya

bendungan ASI pendapat lain yang menjelasan adanya hubungan

paritas dengan kejadian bendungan ASI adalah Hanifa, 2005

berpendapat bahwa terjadinya bendungan ASI pada sebagian

primipara dkarenakan infeksi yang terjadi melalui luka pada

(20)

3) Kurang pengetahuan tekhnik menyusui yang benar

Wanita dengan bendungan ASI sebelumnya yang disebaban

karena tekhnik menyusui yang tidak benar cenderung dapat

berulang, hal tersebut dikarenakan tekhnik menyusui yagn tidak

benar belum diperbaiki (Maryunani, 2009;hal 94).

4) Paritas tinggi

Komplikasi pada saat persalinan yang dapat memicu terjadinya

bendungan ASI adalah pada persalinan dengan SC, hal tersebut

dapat menyebakan terjadinya bendungan pada payudara karena

ASI tidak langsung diberikan. mengungapkan bahwa terjadinya

bendungan ASI yaitu payudara tidak disusukan secara adekuat,

bra yang terlalu ketat, uting susu lecet yang menyebabkan

terjadinya infeksi, asupan gizi ibu kurang, istirahat tida cukup dan

terjadi anemia, pengisapan yang tidak efektif dan pengeluaran

ASI yang kurang baik pada payudara yang besar, terutama pada

bagian bawah payudara yagn menggantung (Sulistyawati, 2009;

hal 47 ).

5) Gizi

Gizi buruk merupakan factor predisposisi terjadinya bendungan

ASI. Antoksidan, Vit E, Vit A dan selenium terbukti dapat

mengurangi terjadinya bendungan ASI yang disebabkan

kurangnya gizi pada ibu yang berakibat produksi ASI yang kurang

(21)

6) Factor kekebalan ASI

Factor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme

pertahanan dalam payudara, apabila factor kekebalan rendah

maka dapat mengakibatkan terjadinya bendungan ASI

(Adiningsih, 2003; hal 32).

7) Ibu yang bekerja diluar rumah

Menurut Sulistyawati (2003; hal 33) menjelaskan bahwa akibat

bendungan ASI karena interval antara menyusui yang panjang

dan keurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang tidak adekuat.

e. Tanda dan Gejala

Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sulit

disusui oleh bayi, karena kalang payudara lebih menonjol, puting

lebih datar dan sulit diisap oleh bayi. Kulit pada payudara nampak

lebih mengkilat, ibu merasa demam, dan payudara terasa nyeri. Oleh

karena itu, sebelum disusukan pada bayi, ASI harus diperas dengan

tangan atau pompa terlebih dahulu agar payudara lebih lunak

sehingga bai lebih mudah menyusu (Soleha, 2009; hal 106).

f. Penatalaksanaan

1) Konseling Cara Perawatan Payudara

Adapun bahan dan alat yang harus disiapkan untuk

perawatan payudara itu antara lain :

a) Minyak kelapa / Baby oil secukupnya

b) Kapas secukupnya

(22)

32

d) Bengkok

e) Waslap dan handuk bersih

f) BH yang bersih

2) Cara Pengurutan :

a) Kedua telapak tangan yang telah diolesi minyak diletakkan

diantara payudara

Gambar 2.4

Sumber : suherni (2009; hal 32)

b) Pengurutan 1: dimulai dari atas, ke samping, telapak kiri

kearah kanan dan sebaliknya, ke samping, melintang kebawah

kemudian payudara diurut ke depan (arah puting).

Gambar 2.5

Sumber : Anggraini (2009; hal 167)

c) Pengurutan 2: telapak tangan kanan menopang payudara kiri,

tangan kanan sisi kelingking mengurut payudara kearah puting

(23)

Gambar 2.6

Sumber : Anggraini (2010; hal 167)

d) Pengurutan 3 : telapak tangan kanan menopang payudara,

tangan lainnya menggenggam, mengurut payudara dari

pangkal ke puting susu.

e) Memakai Bra / BH yang menyokong payudara

Gambar 2.7

Sumber : Suherni (2009; hal 40)

(24)

a) Sebelum menyusui ASI di kelarkan sedikit untuk mengolesi

putting dan areola, bermanfaat sebagai desinfektan dan

menjaga kelembaban putting

Gambar 2.8

Sumber : Suherni (2009; hal 34)

b) Bayi di letakan menghadap perut ibu /payudara

Gambar 2.9

Sumber : Suherni (2009; hal 36 )

c) Ibu duduk /berbaring dengan santai ,bila duduk usahakan kaki

jangan menggantung dan punggung bersandar pada kursi

Gambar 2.10

(25)

d) Bayi di pegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,

kepla bayi terletak pada lengkung siku dan bokong bayi di

tahan dengan telapak tangan

e) Satu tangan bayi di letakan dibelakang badan ibu

Gambar 2.11

Sumber : Saleha (2009; hal 36)

f) Perut bayi menempel ; pada tubuh ibu dan kepala bayi

menghadap payudara

g) Telinga dan lengan bayi terletak satu garis lurus

h) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang

Gambar 2.12

Sumber : suherni (2009; hal 33)

(26)

j) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut dengan

menyentuhkan puting pada pipi bayi /menyentuh sisi mulut

bayi

Gambar 2.13

Sumber : Suherni (2010; hal 36)

k) Setelah bayi membuka mulut dengan cepat kepala bayi di

dekatkan dengan payudara ibu puting dan aerolanya

dimasukkan pada mulut bayi

l) Usahakan agar sebagian besar areola masuk dalam mulut

bayi, sehingga putting berada di langit – langit dan lidah bayi

menekan sempurna ASI keluar .

Gambar 2.14

Sumber : Suherni (2009; hal 40)

4) Mengurangi rasa nyeri sebelum dan sesudah menyusui dengan

(27)

a) Memessase payudara dan ASI diperas dengan tangan

sebelum menyusui

Gambar 2.15

Sumber : Suherni (2009; hal 34)

b) Membasahi puting susu dengan ASI agar bayi mudah untuk

menyusui

c) Kompres dingin payudara ibu sebelum menyusui

Gambar 2.16

Sumber : Suherni (2009; hal 37)

d) Susukan payudara ibu yang sakit agar ASI lancar dan

(28)

Sumber : Suherni (2009; hal 33)

e) Pakai BH yang menyangga payudara,

Gambar 2.18

Sumber : Soetjiningsih (2009; hal 89)

g. Terapi dan Pengobatan Menurut Ari Sulistyawati (2009; hal 33 - 35)

adalah :

1) Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya tanpa jadwal atau

semau bayi.

2) Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care.

3) Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui

dan kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa

nyeri serta Gunakan BH yang menopang.

4) Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan

menurunkan panas .

h. Peran dan tanggung jawab bidan

Secara singkat peran dan tanggung jawab bidan adalah sebagai

berikut :

1) Berkomunikasi dengan klien untuk memberikan saran, dukungan,

dorongan dan penyuluhan untuk memfasilitasi kemampuan ibu

(29)

2) Memastikan bahwa posisi bayi menyusu sudah benar dan ibu

dapat diharapkan untuk melakukannya sendiri dengan baik.

3) Mengobservasi dan membimbing ibu dalam menyelesaikan

masalah yang ada, jika tepat.

4) Membuat pencatatan yang baik (Ruth Johnson,2004; hal 296).

i. Penanganan Bendungan ASI di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

– Purbalingga

PROTAP PELAKSANAAN BENDUNGAN ASI

TANDA-TANDA Payudara bengkak Nyeri ,lesu ASI keluar sedikit Suhu badan >38oC

Periksa payudara

Kompres air hangat dan lakukan pemijatan ringan pada payudara

Keluarkan ASI sedikit

Stimulasi rangsangan oxytosin pada puting dan Kompres dengan air dingin

lanjutkan meyusui

Beri obat penurun panas dan istirahat

Gambar 2.19

Protap pelaksanaan bendungan ASI di RSUD Purbalingga

B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

(30)

langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan

pengumpulan data dasar berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah

tersebut membentuk kerangka berfikir lengkap yang dapat dipecah

menjadi langkah- langkah tertentu dan ini bisa berubah sesuai dengan

bagaimana keadaan pasien. Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai

berikut:

Langkah I: Pengumpulan Data dasar

Adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi keadaan pasien.

Data dasar ini termasuk riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dar

pemeriksaan panggul sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan

terbaru atau catatan rumah sakit sebelumnya, meninjau data laboratorium

dan membandingkan dengan hasil studi singkatnya, langkah pertama ini

mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang

berkaitan dengan kondisi pasien. Bidan mengumpulkan data dasar awal

yang lengkap meskipun bila pasien mengalami komplikasi yang perlu

dikonsultasikan kepada dokter meskipun dalam manajemen kolaborasi.

Langkah II: Identifikasi Masalah Diagnosa dan Kebutuhan

Pada langkah ini data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan

menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah diidentifikasikan.

Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa

masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh

membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana

asuhan terhadap pasien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman

(31)

bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosa.

Diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktik kebidanan dan

memenuhi standar nomenklatur.

Standar nomenklatur diagnosa kebidanan:

a. Diakui dan telah disahkan oleh profesi

b. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan

c. Memiliki ciri khas kebidanan

d. Didukung oleh klinikal judgement dalam lingkup praktik kebidanan

e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang

terbaru.

Langkah ini membutuhkan antisipasi pencegahan bila memungkinkan

menunggu sambil mengamati dan bersiap-siap bila hal tersebut

benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang

aman.

Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan

segera

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dan proses

manajemen kebidanan. Data-data baru senantiasa dikumpulkan dan

dievaluasi. Beberapa data mengidentifikasi situasi yang gawat dimana

bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu

(32)

Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh

langkah-langkah sebelumnya, langkah-langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau

diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah

informasi/ data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana

asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah terlihat

dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga

berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu

tentang apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, penyuluhan,

konseling dan rujukan untuk masalah-masalah sosial, ekonomi, kultural,

atau masalah psikologis bila diperlukan.

Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah

meneakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan

kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah

pihak, yaitu oleh bidan dan wanita tersebut, agar dapat dilaksanakan

dengan efektif karena wanita tersebutlah yang pada akhirnya akan

melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas

bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan pembahasan

reneana bersama wanita tersebut kemudian membuat kesepakatan

bersama sebelum melaksanakannya.

Langkah VI: Melaksanakan Perencanaan

Langkah keenam adalah pelaksanaan rencana asuhan menyeluruh

(33)

dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh wanita tersebut,

bidan atau anggota tim lainnya. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia

tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya

(yaitu memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar

terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan

keterlibatannya dalam manajemenasuhan bagi pasien yang mengalami

komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya

rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang

efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari

asuhan pasien.

Langkah VII : Evaluasi

Langkah terakhir ini sebenamya adalah merupakan mengecekkan

apakah rencana asuhan tersebut yang ameliputi pemenuhan kebutuhan

akan bantuan, benar-benar telah terpenuhi kebutuhannya akan bantuan

sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam

pelaksanaannya dan dianggap tidak efektif jika memang benar tidak

efektif.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif

sedang sebagian lain tidak. Langkah-langkah proses manajemen pada

umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran

(34)

Metode Pendekumentasian secara SOAP meliputi :

a. Subjektif

1) Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data

klien dengan anamnesa.

2) Data yang didapatkan dari klien maupun keluarga sebagai suatu

keadaan dalam situasi dan kejadian.

3) Informasi tidak dapat ditentukan oleh bidan maupun petugas

kesehatan lain seeara indeoendent tetapi melalui suatu interaksi

atau komunikasi.

b. Objektif

1) Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,

hasil laboratorium, dan test diagnostic lain yang dirumuskan dalam

data fokus untuk mendukung assessment.

2) Data yang didapat diobservasi dan diukur

Data yang dikumpulkan meliputi

a) KU, Tanda-tanda Vital, BB dan TB

b) Status present

c) Status obstetrikus

c. Assessment

Suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu

tentang masalah kesehatan sebagai dasar memberikan intervensi/

tindakan kebidanan.

1) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan

(35)

2) Diagnosa / masalah

3) Antisipasi diagnosa lain / masalah potencial

d. Planning

1) Pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,

atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada

analisa kebidanan.

Berisi perencanaan yang meliputi :

a) Asuhan

b) Pendidikan esehatan

c) Terapi

d) Kolaborasi

e) Rujukan

f) Tindak lanjut

2. Menegemen Asuhan Kebidanan Varney

Penerapan Manajemen Kebidanan menurut Varney, meliputi

pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan antisipasi

segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan

dan evaluasi.

Langkah 1 : Pengkajian (Pengumpulan data dasar)

Pengkajian atau pengkajian data dasar adalah mengumpulkan semua

data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan

langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari

(36)

A. Data Subyektif

1. Biodata yang mencakup identitas pasien

a. Nama

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan

sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan

(Sulistyawati, 2009; hal 111).

b. Umur

Umur ditanyakan untuk menetukan pasien termasuk

kedalam faktor resiko atau tidak. Wanita berumur 21-35 tahun

lebih sering menderita bendungai ASI daripada wanita di

bawah umur 21 tahun dan di atas 35 tahun, hal tersebut

dikarenakan pada wanita berumur 21-35 tahun merupakan

masa reproduksi yang sangat rentan dengan masalah

menyusui (Adinigsih, 2003; hal 154).

c. Agama

Agama ditanyakan untuk mengetahui perilaku seseorang

tentang kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan

agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat menunjang namum

tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat

(Sulistyawati, 2009; hal 111).

d. Pendidikan

Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk

mengetahuin sejauh mana tingkat itelektualnya, sehingga

(37)

pendidikannya teutama tentang teknik perawatan ibu nifas dan

metode menyusui (Sulistyawati, 2009;hal 112).

e. Suku/bangsa

Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

Adat yang sangat mempengaruhi terhadap pemberian ASI

yaitu ibu nifas pantang makan makanan daging, telur, ikan dan

goreng-gorengan karena dipercaya akan menghambat

penyembuhan luka persalinan dan makanan ini akan

membuat ASI menjadi lebih amis. Dengan demikian jika ibu

nifas tidak makan makanan yang bergizi atau kurang protein,

maka produksi ASI dapat berkurang (Saleha, 2009; hal 128).

f. Pekerjaan

Menurut Sulistyawati (2003; hal 33) menjelaskan bahwa

akibat bendungan ASI karena interval antara menyusui yang

panjang dan kekurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang

tidak adekuat misalnya bagi ibu yang bekerja diluar rumah dan

para ibu yang sibuk dengan kegiatannya.

g. Alamat

Ditanyakan untuk mempermudah hubungan dengan pasien

apabila diperlukan dalam keadaan mendesak, dan

mengetahui alamat yang lebih jelas dalam melakukan

kunjungan rumah untuk mengetahui hasil dari perawatan yang

(38)

2. Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu yang berkaitan

dengan masa nifas, misalnya ibu postpartum dengan masalah

menyusui (Sulistyawati, 2009; hal 111).

3. Riwayat Kesehatan

Masalah menyusui pada keadaan khusus adalah ibu yang

melahirkan dengan bedah sesar, ibu yang menderita AIDS(HIV+),

dan ibu yang menderita hepatitis B.

a. Bedah sesar

Pada ibu yang mengalami bedah sesar dengan pembiusan

umum, tidak memungkinkan dapat segera menyusui bayinya

karena ibu belum sadar akibat obat biusnya. Jika ibu sudah

sadar maka secepatnya disusukan dengan bantuan tenaga

medis. Pada ibu yang mengalami pembedahan tidak dengan

pembiusan umum, kontak dengan bayi melalui proses

menyusui dapat sesegera mungkin dilakukan (Sulistyawati,

2009; hal 46-47).

b. ibu yang menderita AIDS(HIV+)

AIDS pada ank-anak muncul bersama dengan AIDS pada

orang dewasa. Pada orang dewasa, penularan umumnya

melalui 3 cara, yaitu hubungan seksualdengan penderita,

penularan parenteral melalui transfusi darah, dan jarum suntik

yang dipakai bersama-sama dengan penderita, sedangkan

(39)

Dugaan faktor menyusui sebagai risiko penderita AIDS

bagi bayi atau anak dimulai dari adanya laporan dari beberapa

Negara (Australia, Prancis, AS dan Zaire) tentang ibu yang

mendapat transfusi setelah persalinan karena berbagai sebab.

Ternyata, bayinya terinfeksi oleh HIV. Berdasarkan laporan

inilah, kemudian diduga ASI dapat menjadi media penularan

HIV, bahkan ada laporan juga bahwa HIV dapat diisolasi dari

ASI.

Keputusan akhir mengenai boleh tidaknya ibu dengan

AIDS untuk menyusui bayinya diserahkan kebijakannya

kepada masing-masing negara, namun WHO menganjurkan

untuk tetap menyusui, terutama bagi negara-nagara

berkembang. Bayi diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan

pertama. Dan observasi selama ini, penularan sebelum usia ini

masih sangatlah rendah (Sulistyawati, 2009; hal 47-48).

c. Ibu menderita penyakit hepatitis B

Menurut Americans Academy of pediatricians, seorang ibu

dengan HbsAg+ dapat menyusui bayinya setelah bayinya

diberi imunisasi hepatitis B. Memang, HbsAg+ ditemukan juga

dalam ASI, tetapi belum ada laporan adanya penularan

melalui ASI. Kolostrum ternyata juga tidak mengandung virus

hepatitis. Pada penelitian terhadap pengidap hepatitis B,

ternyata kadar HbsAg+ darah pada anak-anaknya tidak

(40)

tidak mengidap virus hepatitis B. Selain itu, dalam ASI

terdapat zat protektif, terutama limfosit yang menghasilkan

SigA dan interferon yang dapat membunuh kuman hepatitis B.

Program imunisasi global menganjurkan vaksinasi hepatitis

diberikan segera setelah bayi lahir atau paling tidak dalam 24

jam setelah bayi lahir (Sulistyawati, 2009; hal 48-49).

d. Ibu dengan Diabetes

Bayi dari ibu dengan diabetes sebaiknya diberikan ASI,

namun perlu dimonitor kadar gula darahnya (Ambarwati, 2009;

hal 54).

e. Ibu dengan TBC paru

Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga bayi boleh

menyusu. Ibu perlu diobati secara adekuat dan diajarkan

pencegahan penularan pada bayi dengan menggunakan

masker. Bayi tidak langsung diberi BCG oleh karena efek

proteksinya tidak langsung terbentuk. Walaupun sebagian

obat antituberkulosis melalui ASI, bayi tetap diberi INH dengan

dosis penuh senagai profilaksis. Setelah 3 bulan pengobatan

secara adekuat biasanya ibu sudah tidak menularkan lagi dan

setelah itu pada bayi dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya

negatif terapi INH dihentikan dan bayi diberi vaksinasi BCG

(41)

4. Riwayat perkawinan

Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah

syah atau tidak, karen bila melahirkan tanpa status yang jelas

akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan

mempengaruhi proses nifas/menyusui, yaitu Ibu bisa saja tidak

peduli dengan bayinya dan tidak mau menyusui bayinya

(Ambarwati, 2009; hal 129).

5. Riwayat Obstetrik

a. Menstruasi

Data ini tidak secara langsung berhubungan dengan masa

nifas, namun dari data yang diperoleh dari pasien, akan

mendapatkan gambaran tentang keadaan dasar dari organ

rerduksinya, seperti menarghe, siklus, volume, keluhan saat

menstruasi (Sulistyawati, 2009; hal 112).

b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.

Dikaji untuk mengetahui keadaan pasien saat kehamilan,

persalinan, dan nifas sebelumnya. Berhubungan dengan

gangguan pada masa nifas ibu mengatakan ada masa nifas

sebelumnya pernah menderita bendungan ASI. ada

kemungkinan bendungan ASI ini bisa terulang kembali, hal

tersebut dikarenakan teknik menyusui yang tidak benar belum

(42)

c. Riwayat kehamilan sekarang

Diperlukan pengkajian adalah ibu berapa kali ibu

memeriksakan kehamilannya, terapi yang diperoleh, dan

pendidikan kesehatan yang diperoleh. Karena informasi yang

diperoleh seputar masalah menyusui juga bisa diperoleh

ketika hamil (Maryunani, 2009; hal 32).

d. Riwayat persalinan sekarang

Tanggal persalinan, jenis persalinan , jenis kelamin anak,

keadaan bayi meliputi Panjang Badan, Berat Badan, penolong

persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah

proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa

berpengaruh pada masa nifas saat ini (Ambarwati, 2009; hal

134).

e. Riwayat nifas sekarang

Perlu dikaji untuk mengetahui keadaan ibu setelah melalui

proses persalinan. Misalnya saja ibu yang melahirkan dengan

bedah sesar. Jika pembiusan dilakukan secara umum maka

jelas saja ASI tidak bisa langsung diberikan pada bayi, hal itu

dapat menjadi faktor terjadinya bendungan ASI (Sulistyawati,

2009; hal 46).

6. Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan

kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama

(43)

dan beralih ke kontrasepsi apa (Wulandari, 2009; hal 28).

Metode hormonal, khususnya kombinasi oral

(estrogen-progesteron) bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang menyusui.

Oleh karena itu janganlah menganjurkannya kurang dari 6 minggu

pasca persalinan. Umumnya bagi ibu menyusui tidak perlu

melakukan sampai saat itu, karena dapat mempersingkat lamanya

pemberian ASI, akibatnya hormon steroid dalam jumlah kecil

ditemukan dalam ASI ( Saleha, 2010; hal 115-116).

7. Kehidupan Sosial Budaya

Untuk mendapatkan data ini, bidan sangat perlu untuk

melakukan pendekatan terhadap keluarga pasien, terutama orang

tua. Hal penting yang biasanya mereka anut kaitannya dengan

masa nifas adalah menu makan untuk ibu nifas, misalnya ibu nifas

harus pantang makanan yang berasal dari daging, ikan, telur, dan

goreng-gorengan karena dipercaya akan menghambat

penyembuhan luka persalinan dan makanan ini akan membuat

ASI menjadi lebih amis.

Adat ini akan sangat merugikan pasien karena justru pemulihan

kesehatannya akan terhambat. Dengan banyaknya jenis makanan

yang harus ia pantang maka akan mengurangi juga nafsu

makannya sehingga asupan makanan yang seharusnya lebih

banyak dari biasanya malah semakin berkurang.

(44)

dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang berkualitas dan kuantitasnya

cukup (Sulistyawati,2009; hal 121).

8. Data Psikososial

Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya.

Wanita mengalami banyak perubahan psikologis selama masa

nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Cukup

sering ibu menunjukan depresi ringan beberapa hari setelah

melahirkan. Depresi tersebut sering disebut sebagai postpartum

blues. Postpartum blues sebagian besar merupakan perwujudan

fenomena psikologis yang dialami oleh wanita yang terpisah dari

keluarga dan bayinya. Hal ini sering terjadi diakibatkan oleh

sejumlah faktor.

Penyebab yang paling menonjol adalah :

a. Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan takut

yang dialami kebanyakan wanita selama kehamilan dan

persalinan.

b. Rasa sakit masa nifas awal.

c. Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan

postpartum.

d. Kecemasan pada kemampuannya untuk merawat bayinya

setelah meninggalkan rumah sakit.

e. Rasa takut menjadi tidak menarik lagi bagi suaminya,

Menjelaskaan pengkajian psikologisnya :

(45)

2) Respon ibu terhadap bayinya

3) Respon ibu terhadap bayinya (Ambarwati, 2009; hal 129).

9. Data Pengetahuan

Data ini dapat bidan peroleh dari beberapa pertanyaan yang

bidan ajukan kepada pasien mengenai perawatan bayi.

Pengalaman atau riwayat kehamilannya dapat pula bidan jadikan

sebagai bahan pertimbanga dalam menyimpulkan sejauh mana

pasien mengetahui tentang perawatan bayi. Biasanya, dalam

pengkajian ini pasien akan langsung mengajukan pertanyaan.

Pertanyaan yang diajukan oleh pasien akan bidan jadikan sebagai

acuan dalam memberikan pendidikan kesehatan (Sulistyawati,

2009; hal 120).

10. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

a. Nutrisi

Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi,

banyaknya, jenisnya, makanan pantangan. Karna hal ini bisa

mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi apabila ibu kurang

nutrisi (Rahmawati, 2009; hal 120).

b. Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang

air besar meliputi frekuensi, jumlah,konsistensi dan bau serta

kebiasaan buang air kecil , meliputi frekuensi, warna, jumlah.

Jika ibu mengalami beberapa gangguan berarti dalam hal

(46)

mobilisasi dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup

minum. Makanan tersebut juga berpengaruh penting dalam

produksi ASI yang dihasilkan (Anggraini, 2010; hal 55)

c. Istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam

pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca,

mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur,

kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang. Istirahat

sangat penting bagi ibu nifas karena dengan istirahat yang

cukup dapat mempercepat penyembuhan dan bisa

memperlancar produksi ASI (Anggraini, 2010; hal 60).

d. Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga

kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada

masa nifas masih mengeluarkan lochea. Jika lochea berbau

busuk/ bernanah itu merupakan tanda infeksi (Anggraini, 2010;

hal 38).

Perawatan payudara juga sangat penting bagi ibu nifas.

Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting

susu dengan menggunakan BH yang menyokong payudara.

Apabila terdapat puting lecet oleskan coloctrum atau ASI yang

keluar pada sekitar puting susu setiap selesai menyusui. Jika

hal itu berlanjut tetap jaga kebersihan payudara dan melakukan

(47)

bendungan ASI, Mastitis, bahkan Abses payudara (Ambarwati,

2009; hal 106-107).

e. Aktivitas

Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada pola

ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.

Kurang istirahat atupun ibu yang bekerja terlalu berat akan

mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi. Dan jika ibu

bekerja diluar rumah akan berpengaruh pada pemberian ASI

yang jarang, hal tersebut akan menimbulkan terjadinya

bendungan ASI (Saleha, 2008; hal 74).

B. Data Obyektif

Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan

harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaaan klien

dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen

pengkajian data obyektif ini adalah :

1. Vital sign

a. Suhu : Peningkatan suhu badan mencapai 38°C pada 24 jam

pertama masa nifas. Tetapi pada umumnya setelah 24 jam post

partum suhu tubuh kembali normal.jika dalam 2 hari post

partum suhu tubuh belum juga turun perlu dicurigai adanya

infeksi yang mungkin disebabkan oleh dehidrasi, demam

karena ASI, pembengkakan payudara, infeksi pernafasan

(48)

b. Tekanan darah : selama beberap jam setelah melahirkan, ibu

dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg)

yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri,

yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hal ini bisa

berpengaruh terhadap mobilisasi dini ibu pada tahap nifas,

sehingga ibu tidak bisa melakukan pemberian ASI pada

bayinya (Maryunani, 2009; hal 26).

c. Nadi dan pernafasan

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali

permenit, sedangkan pernafasan yang normal yaitu 20-30 kali

permenit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih

cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 kali permenit

adalah abnormal dan hal ini menunjukan adanya kemungkinan

infeksi (Sulistyawati, 2009; hal 81).

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Menjelaskan pemeriksaan fisik.

a. Muka

Dilihat unutk melihata wajah ibu mengalami pucat dan lesu

karena merasa tidak nyaman dengan keadaan ibu yang

payudaranya bengkak, nyeri dan demam (Anggraini, 2010; hal

124).

b. Mata

(49)

pengenceran darah dalam tubuh (Mujiatini, 2010; hal 121).

c. Leher

Untuk mengkaji adanya infeksi, jika ada panas sebagai

diagnosa banding dari suhu tubuh yang meningkat (Anggraini,

2010; hal 124).

d. Pemeriksaan payudara

Tujuan : sebagai pemeriksaan tindak lanjut dari pemeriksaan

payudara prenetal dan segera setelah melahirkan pakah ada

komplikasi post partum misalnya bendungan pada payudara

(3-5 hari postpartum), abses payudara, mastitis (3-4 minggu).

Cara pemeriksaan :

1) Inspeksi payudara :

a) Cek kecukupan penyangga dengan menggunakan bra

yang pas dan tepat dalam menyangga payudara.

b) Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap

kedepan, telanjang dada dengan kedua tanga rileks

disisi tubuh.

c) Inspeksi kulit payudara mengenai warna, lesi,

vaskularisasi dan oedema.

d) Inspeksi epitelium puting : karakteristik ukuran (kecil,

besar), bentuk (menonjol, datar, mendelep),

pengeluaran cairan dan banyaknya (kolostrum, ASI,

pus, darah) dan luka/lecet pada puting susu.

(50)

2) Palpasi payudara untuk memastikan

a) Lakukan palpasi disekeliling puting susu untuk

mengetahui adanya keluaran. Bila adanya maka

identifikasi keluaran tersebut mengenai sumber,

jumlah, warna, konsisten, dan kaji terhadap adanya

nyeri tekan.

b) Angkat dan lipat tangan pasien palpasi daerah

klavikula dan ketiak terutama pada area limfe nodi.

c) Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknis

bimanual terutama untuk payudara yang berukuran

besar dengan cara : pertama tekankan telapak tangan

tiga jari tengah kepermukaan payudara pada kuadran

samping atas. Lakukan palpasi dengan gerakan

memutar terhadap dinding dada dari tepi menuju

areola dan memutar searah jarum jam.

d) Lakukan hal yang sama dengan payudara sebelahnya

(Anggraini, 2010; hal 125-126).

e. Keadaan abdomen

1) Uterus :

Normal : Kokoh, berkontraksi baik, tidak berada diatas

ketinggian fundal saat masa nifas segera.

Abnormal : Lembek, diatas ketinggian fundal saat masa

postpartum segera.

(51)

f. Keadaan genetalia

1) Lochea

Normal : Merah hitam (lochea rubra), bau biasa, tidak

ada bekuan darah atau butir-butir darah beku

(ukuran jeruk kecil), jumlah perdarahan yang

ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti

pembalut setiap 3-5), perdarahan berat

(memerlukan penggantian pembalut setiap

0-2 jam).

Abnormal : Merah terang, bau busuk, mengeluarkan

darah beku, perdarahan berat (memerlukan

pergantian pembalut setiap 0-2 jam).

2) Keadaan perineum : oedema, hematoma, bekas luka

episiotomi/robekan, hecting.

3) Keadaan anus : hemorrhoid

4) Keadaan ekstremitas

a) Ekstremitas

b) Oedema

c) Refleks patella (Ambarwati, 2009; hal 140-141).

3. Data penunjang

Pemeriksaan klinis dari keluhan pasien dan keadaan pasien

(52)

Langkah II : Interpretasi Data

Mengidentifikasikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan

intepretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam

langkah ini data yang telah dikumpulkan diintepretasikan menjadi diagnosa

kebidanan dan masalah. Keduanya digunakan karena beberapa masalah

tidak dapat doselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan

penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan terhadap pasien,

masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan

oleh bidan.

A. Diagnosa Kebidanan

Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus, Anak

hidup, Umur ibu dan keadaan nifas.

“Ny.X Umur X tahun PxAx dengan Bendungan ASI”

Data dasar meliputi:

1. Data Subyektif

a. Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah

abortus atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu

tentang keluhannya (Ambarwati, 2009; hal 124).

b. Ibu mengeluh payudaranya bengkak, nyeri dan ibu demam.

c. Keluhan ibu dikaji seperti tidak dapat menyusui dengan benar,

takut menyusui bayinya, dan binggung karena ASI-nya tidak

(53)

2. Data Obyektif

a. Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil

pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam,hasil tentang

pemeriksaan payudaranya, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

(Anggraini, 2010; hal 125).

b. Hasil pemeriksaan menunjukan adanya suhu tubuh yang

meningkat akibat adanya produksi ASI berlebihan atau

pengeluaran ASI yang jarang sehingga menimbulkan

bendungan ASI (Ambarwati, 2009; hal 48).

B. Masalah

Masalah pelaksanaan menyusui.

Data dasar subjektif :

1. Pasien mengatakan tidak dapat menyusui dengan benar.

2. Pasien mengatakan takut untuk menyusui bayinya.

3. Pasien mengatakan bingung karena ASI-nya tidak keluar.

Data objektif :

Ada masalah pada payudara misalnya lecet, abses, puting susu

masuk kedalam, ASI tidak keluar, bendungan ASI (Sulistyawati, 2009;

hal 130).

Langkah III : Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial dari masalah bendungan Asi diatas bila tidak

ditangani dengan baik bisa mengakibatkan Mastitis (radang payudara) dan

(54)

diagnosa potensial tidak terjadi. Dengan penatalaksanaan asuhan yang

diberikan, biasanya pembengkakkan akan menghilang setelah 48 jam, dan

jarang sekali menjadi mastitis atau abses payudara. Tetapi bila dengan

asuhan yang diberikan tidak ada perbaikan setelah 12 jam, ibu perlu diberi

antibiotik selama 5 – 10 hari dan analgesik (Bahiyatun, 2009; hal 117).

Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan tindakan segera dan

kolaborasi.

Langkah ini memerlukan kesinambungan manajemen kebidanan.

Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau

dokter dan atau untuk dikonsumsikan atau ditangani bersama dengan

anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. Jika pasien

mengalami mastitis atau abses payudara, perlu tindakan kolaborasi dengan

dokter dalam insisi pengeluaran nanah dan pemberian antibiotik bila abses

bertambah (Saleha, 2009; hal 110).

Langkah V : Perencanan

Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah –langkah sebelumya yang

merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi

atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang

berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi

(55)

Penyuluhan, konseling dari rujukan untuk masalah-masalah sosial,

ekonomi atau masalah psikososial.

Adapun hal-hal yang perlu dilakukan pada kasus ini adalah :

A. Mengobservasi meliputi

1. Keadaan umum.

2. Kesadaran.

3. Tanda-tanda vital dengan mengukur (tekanan darah, suhu, nadi,

respirasi).

4. Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, keadaan payudara ibu dan

pengeluaran ASI.

5. Menganjurkan ibu untuk segera berkemih karena apabila kandung

kencing penuh akan menghambat proses involusi uterus.

6. Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini untuk memperlancar

pengeluaran lochea, memperlancar peredaran darah.

B. Kebersihan diri

1. Menjaga kebersihan seluruh tubuh terutama daerah genetalia.

2. Mengganti pembalut minimal dua kali sehari atau setiap kali selesai

BAK.

C. Istirahat

1. Memberi saran pada ibu untuk cukup tidur siang agar tidak terlalu

(56)

2. Memberi pengertian pada ibu, apabila kurang istirahat dapat

menyebabkan produksi ASI kurang, proses involusi berjalan lambat

sehingga dapat menyebabkan perdarahan.

3. Menganjurkan pada ibu untuk kembali mengerjakan pekerjaan

sehari-hari.

D. Gizi

1. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, bermutu dan cukup kalori,

sebaiknya ibu makan makanan yang mengandunng protein, vitamin

dan mineral.

2. Minum sediktinya 3 liter air sehari atau segelas setiap habis

menyusui.

3. Minum tablet Fe /zat besi selama 40 hari pasca persalinan.

4. Minum vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A

kepada bayinya melalui ASI.

E. Perawatan payudara

1. Menjaga kebersihan payudara/perawatan payudara.

2. Cara menyusui yang benar.

3. Memberikan ASI ekslusif sampai bayi umur 6 bulan.

F. Hubungan seksual

Memberi pengertian hubungan seksual kapan boleh dilakukan.

G. Keluarga berencana

Menganjurkan pada ibu untuk segera mengikuti KB setelah masa nifas

(57)

Langkah VI : Pelaksanaan

Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada

klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanaan rencana asuhan

secara efisien dan aman.

A. Observasi meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, tinggi

fundus uteri, kontraksi uterus, keadaan payudara ibu, pengeluaran ASI,

anjurkan ibu untuk segera berkemih, observasi mobilisasi dini, jelaskan

manfaatnya (Ambarwati, 2009; hal 129).

B. Kebersihan diri

Ibu dianjurkan untuk :

1) Menjaga agar tetap bersih, segar dan wangi dengan mandi

sedikitnya 2 kali sehari, bila perlu menggunakan air hangat.

2) Merawat payudara, perineum, vagina, wajah, dan bagian tubuh

lainnya.

3) Selama 2-3 minggu selalu memakai pembalut wanita.

4) Menjaga agar kain pakaian dan tempat tidur tetap bersih.

5) Mencuci tangan sebelum menyusui dengan sabun dan air (

Maryunani, 2009; hal 135).

C. Istirahat

Anjurkan ibu untuk :

1) Istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan.

2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.

(58)

4) Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu

istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam.

Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat :

1) Mengurangi jumlah ASI.

2) Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan

perdarahan.

3) Depresi (Suherni, 2010; hal 104-105).

D. Gizi

Gizi buruk merupakan factor predisposisi terjadinya bendungan ASI.

Antoksidan, Vit E, Vit A dan selenium terbukti dapat mengurangi

terjadinya bendungan ASI yang disebabkan kurangnya gizi pada ibu

yang berakibat produksi ASI yang kurang (Ambarwati, 2009; hal 27).

Anjurkan ibu untuk :

1) Tidak berpantang terhadap daging, telur, dan ikan.

2) Banyak sayur dan buah.

3) Banyak minum air putih, minimal 3 liter sehari, terutama setelah

menyusui.

4) Tambahan kalori 500 mg sehari.

5) Konsumsi tablet vitamin A dan zat besi selama nifas (Sulistyawati,

2009; hal 136).

E. Perawatan payudara

Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien :

1) Menyusui bayi segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah

(59)

2) Ajarkan cara menyusui yang benar.

3) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI

ekslusif).

4) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi (on demand).

5) Diluar menyusui jangan memberikan dot/kempeng pada bayi, tapi

berikan ASI dengan sendok.

6) Penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan

menurunkan frekuensi pemberian ASI (Saleha, 2010; hal 117-118).

F. Hubungan seksual

Ibu dianjurka untuk :

1) Berkonsultasi dengan bidan/tenaga kesehatan lainnya sebelum

melakukan hubungan suami ini atau biasanya dapat dilakukan

setelah lebih kurang 6 minggu bila vagina telah bersih dan bila

perineum dijahit, luka pada perineum telah sembuh.

2) Mengatur posisi yang nyaman menggunakan jelly (kalau perlu)

untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah vagina (Maryunani,

2009; hal 136-137).

G. Keluarga berencana

1) Idealnya setelah melahirkan boleh hamil lagi setelah dua tahun.

2) Pada dasarnya ibu tidak mengalami ovulasi selama menyusui

ekslusif atau enam bulan penuh dan ibu belum mendapat haid

(metode amenore laktasi).

3) Meskipun setiap metode kontrasepsi beresiko, tetapi menggunakan

(60)

4) Jelaskan pada ibu berbagai macam metode kontrasepsi yang

diperbolehkan selama menyusui, yang meliputi :

a) Cara penggunaan

b) Efek samping

c) Kelebihan dan kekurangan

d) Indikasi dan kontra indikasi

e) Efektifitas

5) Metode hormonal, khususnya kombinasi oral

(estrogen-progesteron) bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang menyusui.

Oleh karena itu janganlah menganjurkannya kurang dari 6 minggu

pasca persalinan. Umumnya bagi ibu menyusui tidak perlu

melakukan sampai saat itu, karena dapat mempersingkat lamanya

pemberian ASI, akibatnya hormon steroid dalam jumlah kecil

ditemukan dalam ASI ( Saleha, 2010; hal 115-116).

Langkah VII : Evaluasi

Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang

telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang

diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap

aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau

merencanakan kembali yang belum terlaksana.

(61)

A. Ibu telah menegtahui keadaan ibu sekarang bahwa ibu mengalami

bendungan ASI, ditandai dengan hasil pemeriksaan suhu tubuh yang

meningkat, nyeri pada payudara, ASI tidak keluar.

B. Ibu bersedia menjaga kebersihan diri ibu, terutama kebersihan

genetalia dan payudaranya.

C. Ibu mengerti dan bersedia jika dirinya harus banyak beristirahat.

D. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang bergizi dan tidak ada

pantangan makanan.

E. Ibu sudah mengerti perawatan payudara dan cara menyusui dengan

benar.

F. Ibu sudah paham tentang KB yang akan digunakan nantinya.

Catatan perkembangan :

1. Subyektif

Data ini diambil dari apa yang dikatakan ibu atau jawaban dari ibu dari

hal-hal yang ditanyakan tentang perkembangan kesehatannya.

2. Obyektif

Data ini diambil dari hasil pemeriksaan yang dilakukan bidan mengenai

pemkembangan ibu yang telah mendapat terapi.

3. Assesment

Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus, Anak

hidup, umur ibu dan keadaan nifas berdasarkan perkembangannya.

(62)

Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah –langkah sebelumya yang

merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi

atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang

berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi

wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. Penyuluhan ,

konseling dari rujukan untuk masalah-masalah sosial, ekonomi atau

masalah psikososial. Serta dicantumkan langsyung untuk hasilnya.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam hal ini adalah :

a. Jelaskan kondisi ibu sekarang.

b. Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya.

c. Anjurkan ibu melakukan perawatan payudara post natal.

d. Anjurkan ibu mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan seperti kutu,

bayam, pisang dan menganjurkan ibu banyak.

e. Anjurkan ibu tetap melaksanakan terapi yang diajarkan (Ambarwati,

2009; hal 140).

C. ASPEK HUKUM

1. Kepmenkes RI No HK.02.02/MENKES/149/2010

Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan ibu nifas

dengan bendungan ASI, dalam memberikan asuhan kebidanan pada

Peraturan menteri Kesehatan republik Indonesia nomor

HK.02.02/MENKES/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik

Gambar

Tabel 1. Asuhan Kunjungan Nifas Normal (Ambarwati, 2009; hal 4-5)
Gambar 2.2 Anatomi Payudara
Gambar 2.3 Sumber : Kurniasih 2008
Gambar 2.4 Sumber : suherni (2009; hal 32)
+7

Referensi

Dokumen terkait

sehingga perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial distress , namun jika semakin rendah nilai cash flow to sales artinya perusahaan memiliki nilai arus kas

dalam hal apapun dan juga ajaran betapa besar cinta kasih seorang ibu pada anaknya. Penciptaan karya tari ini diniatkan meramu beberapa komponen yang saling berkaitan,

dan objek dalam kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga baik tunggal maupun jamak. dan kedua bahasa ini memiliki persamaan penempatan dalam kalimat yakni:

Perusahaan Farika Duta Agung merupakan perusahaan yang memproduksi beton jadi dan pipa besi dengan berbagai jenis dan ukuran. Proses produksi di Perusahaan Farika Duta

Perbandingan Rata-Rata Skor Pengetahuan Berdasarkan Sosok yang Berperan dalam Menentukan Menu Makanan..

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

[r]