BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Pembelajaran dan Tujuan Pembelajaran Matematika
Menurut TIM MKDK (1996:10) pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator yaitu orang yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat mewujudkan kemampuan belajarnya. Pembelajaran dapat diartikan secara khusus berdasar aliran psikologi. Aliran-aliran psikologi yang dimaksud adalah :
a. Psikologi Daya
Pembelajaran adalah upaya melatih daya-daya yang ada pada jiwa manusia supaya menjadi lebih tajam.
b. Psikologi Kognitif
c. Pembelajaran adalah usaha membantu siswa mencapai perubahans truktur kognitif melalui pemahaman.
d. Psikologi Humanistik
Pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar yang membuat sisswa terpanggil untuk belajar.
menciptakan suasana yang menyenangkan agar siswa tertarik untuk belajar dan dapat mewujudkan kemampuan belajarnya.
2. Pemecahan Masalah dalam Matematika
Sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah. Berbagai macam permasalahan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak semua persoalan yang dihadapi dapat dikatakan masalah. Bila kita gagal dengan suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah kita harus mencoba menyelesaikannya dengan cara yang lain. Sama halnya pembelajaran matematika di sekolah, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun peserta didik sering menjadi masalah bagi peserta didik, bahkan sering dijumpai pertanyaan yang diajukan peserta didik menjadi masalah bagi guru.
Menurut Polya (1979) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Selanjutnya Polya (1979) mengelompokkan masalah dalam matematika menjadi dua kelompok yaitu :
1. Masalah terkait dengan menemukan sesuatu yang teoritis ataupun praktis, abstrak ataupun konkret, termasuk teka – teki. Landasan menyelesaikan masalah adalah.
a) Apa yang dicari?
2. Masalah terkait dengan membuktikan atau menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.
Polya menyatakan bahwa masalah terkait dengan menemukan sesuatu lebih tepat digunakan pada matematika yang sifatnya dasar (elementer) sedang masalah terkait dengan membuktikan lebih tepat digunakan pada matematika lanjut. Jadi, masalah yang dimaksud dalam peneliti ini adalah masalah menemukan.
Peserta didik dikatakan telah mampu memecahkan masalah apabila mencapai indikator-indikator pemecahan masalah. Indikator-indikator pemecahan masalah pada peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No 506/C/PP/2004 (Shadiq, 2009) adalah sebagai berikut:
a. Menunjukkan pemahaman masalah.
b. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.
c. Menyajikan masalah secara sistematik dalam berbagai bentuk. d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
Syarat suatu masalah bagi seorang siswa (Hudojo, 1979) adalah:
1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawab.
2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.
Perlu adanya langkah-langkah dan prosedur yang benar dalam menyelesaikan pemecahan masalah, Polya (2009) mengajukan empat langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Memahami masalah.
2. Merancang model matematika. 3. Menyelesaikan model.
4. Menafsirkan solusi yang diperoleh.
3. Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
memperluas proses berpikir. CPS merupakan representasi dimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. CPS merupakan cara pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari awal. Dengan CPS siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran.
Menurut Suyatno (2009) Creative Problem Solving (CPS) merupakan salah satu variasi pembelajaran dengan pemecahan masalah. Pembelajaran ini melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Langkah-langkah Creative Problem Solving dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:
Tabel 1.
Langkah-langkah creative problem solving
fase Peran guru Peran siswa tentang berbagai macam strategi permasalahan. Membimbing siswa dalam
melakukan evaluasi dan seleksi.
Membimbing siswa dalam menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. dan seleksi terhadap permasalahan
Menentukan strategi yang dapat diambil
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) sebagai berikut :
1. Kelebihan
b. Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi. c. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
d. Mendidik siswa percaya diri sendiri. 2. Kelemahan
a. Memerlukan waktu yang cukup banyak.
b. Kalau di dalam kelompok itu kemampuannya heterogen, maka yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sehingga siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.
Berdasarkan kajian diatas, maka peneliti merumuskan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah variasi pembelajaran yang berpusat pada
keterampilan pemecahan masalah dengan mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
4. Model Pembelajaran Konvensional
Turmudi (2008) mengungkapkan model Pembelajaran Tradisional/Konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher centered approach) dan guru berperan sebagai subjek sedangkan siswa sebagai objek pembelajaran. Model Pembelajaran Konvensional biasanya disajikan dengan metode ceramah dan berimplikasi pembelajaran berlangsung hanya satu arah karena siswa hanya objek yang pasif.
Tabel 2. Langkah Model Pembelajaran Konvensional Tahap kegiatan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa a. Persiapan
Hal yang perlu dilakukan guru untuk mempersiapkan siswa yaitu : memberikan sugesti positif dan
menghilangkan sugesti negatif terhadap siswa, memulai pelajaran dengan mengungkapkan tujuan yang harus dicapai, dan membuka file dalam otak siswa
Menyiapkan
Hal yang perlu diperhatikan guru dalam menyampaikan materi, yaitu : penggunaan bahasa, intonasi suara, menjaga kontak mata dengan siswa, dan menggunakan atau dengan hal lain yang memungkinkan siswa dapat
Memberikan tugas atau soal kepada siswa
Keunggulan dari model Pembelajaran Konvensional adalah : 1. Guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi
2. Cukup efektif apabila materi yang disajikan cukup luas dan waktu yang tersedia cukup sempit
3. Selain siswa dapat mendengarkan penjelasan guru, siswa juga dapat mengobservasi materi pelajaran
4. Dapat digunakan untuk jumlah siswa yang banyak Kelemahan dari model Pembelajaran Konvensional adalah :
1. Hanya dapat digunakan kepada siswa dengan kemampuan mendengar dan menyimak dengan baik
2. Tidak dapat melayani perbedaan setiap individu, baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat, serta gaya belajar
3. Sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta berpikir kritis karena biasanya disampaikan dengan metode ceramah
4. Keberhasilan sangat bergantung pada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, semangat, rasa percaya diri, serta berbagai kemampuan seperti pengelolaan kelas dan kemampuan komunikasi
5. Pokok Bahasan Teorema Phytagoras.
a. Dalil phytagoras
Kuadrat dan akar kuadrat bilangan
Luas daerah persegi
Luas daerah segitiga
b. Menemukan dalil phytagoras c. Menggunakan dalil phytagoras
Menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku.
Menentukan jenis segitiga jika diketahui panjang sisi-sisinya.
Menghitung perbandingan sisi-sisi segitiga khusus.
Menentukan panjang diagonal sisi dan diagonal ruang kubus.
6. Kerangka Berpikir
Keadaan awal siswa :
1. Rendahnya perolehan nilai siswa pada kemampuan pemecahan masalah 2. Kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika
3. Tidak mempunyai usul atau gagasan terhadap suatu masalah.
4. Siswa belum bisa membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
Creative Problem Solving (CPS)
Kelebihan :
1. Menjadi lebih kreatif.
2. Interaksi sosial lebih berkembang.
Siswa diharapkan :
1. Perolehan nilai siswa pada kemampuan pemecahan masalah akan lebih baik.
2. Siswa akan lebih tertarik terhadap pelajaran matematika.
3. Siswa bisa membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
Kemampuan pemecahan masalah matematika masih menjadi masalah yang dihadapi oleh siswa SMP Negeri 2 Bojongsari, hal ini di tandai dengan masih rendahnya perolehan nilai siswa pada kemampuan pemecahan masalah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa tersebut di antaranya di sebabkan karena kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika. Pembelajaran matematika sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang membosankan, menegangkan dan sulit.
Indikator pemecahan masalah menurut polya ( 2009) adalah memahami masalah; merancang model matematika; menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Sehingga diharapkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menggunakan model Pembelajaran creative problem solving akan lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model Pembelajaran langsung.
7. Hipotesis