• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan - Erlita Budi Antari BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan - Erlita Budi Antari BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah yang telah dibuat. Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, tetapi pada umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, perlu sekali melakukan peninjauan terhadap penelitian yang sudah ada. Peneliti sudah melakukan peninjauan terhadap penelitian yang relevan dalam bentuk skripsi, yaitu penelitian Ari Wigati (UMP, 2012) yang berjudul “Nasionalisme pada Lirik Soundtrack Film Garuda di Dadaku, Garuda di Dadaku 2, King, Nagabonar, dan Gie”, penelitian Muhammad Imron (UMP, 2013) yang ber judul “Analisis Nilai-nilai Nasionalisme dalam Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra)” serta penelitian Leni Purnama Sari (UMP, 2013) yang berjudul “Nilai Nasionalisme pada Novel Di Tepi Takdir Karya Samsikin AD”.

(2)

9 Maka dari objek penelitian tersebut dapat ditemukan adanya perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

(3)

10 Keistimewaan dari penelitian ini yaitu membahas mengenai nilai nasionalisme yang ada pada tokoh anak melalui novel yang bertema olahraga. Novel bertema olahraga rupanya mempunyai sisi-sisi yang bernilai nasionalisme. Hal tersebut tergambar pada perjuangan seorang anak untuk mewujudkan cita-citanya menjadi atlit olahraga nasional. Perjuangannya tidak hanya meningkatkan rasa nasionalismenya terhadap tanah air, tetapi juga mampu membangun rasa nasionalisme pada para saudaranya, sahabatnya, dan juga para pendukungnya. Selain itu, sumber data penelitian ini yaitu tiga buah novel yang bertema olahraga. Setelah dianalisis satu per satu, dari ketiga novel tersebut akan ditemukan perbedaan nilai nasionalisme pada masing-masing novel yang kemudian akan dibandingkan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan judul “Nilai nasionalisme pada Tokoh Anak dalam Novel Mimpi Sang Garuda Karya Benny Rhamdani, King Karya Iwok Abqari, dan Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata” belum pernah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

B. Landasan Teori

1. Nasionalisme

(4)

11 melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu tersebut. Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya sesuatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan -kenyataan lainnya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga yang melekat pada suatu objek dengan dasar logika, estetika, etika, maupun agama.

Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang berarti negara atau bangsa, ditambah akhiran –isme. Maka nasionalisme mengandung arti yaitu suatu dikap ingin mendirikan negara bagi bangsanya sesuai dengan paham atau ideologinya. Selain itu, nasionalisme juga diartikan suatu sikap ingin membela tanah air atau negara dari penguasaan dan penjajahan bangsa asing. Sedangkan menurut Lymant Tower Sargen (dalam Suteng, 2006:22) nasionalisme adalah suatu ungkapan perasaan yang kuat dan merupakan usaha pembelaan daerah atau bangsa melawan penguasa luar. Identitas yang menjadi ciri khasnya adalah identitas masa lalu, suatu sejarah, nenek moyang, akar yang menempatkan diri dalam suatu tradisi, sebagai (suatu proses peleburan, perpaduan) dari suatu daerah, sejarah, bahasa dan agama.

(5)

12 sendiri dan merendahkan bangsa lain. Nasionalisme yang dianut oleh bangsa Indonesia pada hal ini yaitu nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme pada bangsa Indonesia adalah nasionalisme tanpa mengagungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain.

Menurut Sukarno (dalam Tasai, dkk. 2002: 1), nasionalisme merupakan suatu iktikad, suatu keinsyafan rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa. Sedangkan menurut Depdikbud (dalam Cipto, dkk. 2002: 115), nasionalisme ialah: a) faham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negaranya sendiri, b) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan. Kemudian Cipto, dkk. (2002: 115) menambahkan bahwa nasionalisme berarti menyatakan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas bahasa, budaya, keturunan bersama, dan terkadang kepada agama dan wilayah bersama pula, terhadap semua pengakuan lain atas loyalitas seseorang. Maka, nasionalisme pada suatu bangsa berarti menyatakan suatu kesatuan atas wilayah bersama. Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam budaya, bahasa, serta agama membutuhkan nasionalisme sebagai rasa memiliki suatu kesatuan wilayah yaitu wilayah Indonesia.

(6)

13 sebagai pandangan yang berpusat pada bangsanya. Menurutnya, kata nasionalisme mempunyai dua arti, yaitu:

a. Dalam arti nasionalistis, sebagai sikap yang keterlaluan, sempit, dan sombong. Sikap ini tidak menghargaiorang dan bangsa lain seperti semestinya. Apa yang menguntungkan bangsa sendiri begitu saja dianggap benar, meskipun hal itu mungkin menginjak-injak hak dan kepentingan bangsa lain. Dengan demikian, nasionalisme ini justru menceraiberaikan bangsa satu dengan bangsa lainnya.

b. Nasionalisme dapat juga menunjuk sikap nasional yang positif, yakni sikap memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan serta harga diri bangsa sekaligus menghormati bangsa lain. Nasionalisme ini berguna untuk membina rasa bersatu antarpenduduk negara yang heterogen (karena perbedaan suku, agama, asal usul). Ini juga berfungsi untuk membina rasa identitas, kebersamaan dalam negara serta bermanfaat untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diperoleh.

Berdasarkan pengertian nasionalisme dari berbagai sumber di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa nasionalisme merupakan sikap rela berkorban untuk bangsa, ikut serta dalam pembangunan nasional dan bangga menjadi bagian dari negara tersebut.

Pada saat suatu suku bangsa berkeinginan membangun suatu pemerintahan sendiri bagi bangsanya, pada saat itu pula mulai timbul rasa nasionalisme yaitu nasionalisme untuk membangun suatu negara. Setelah suatu bangsa memiliki pemerintahan bagi negaranya, timbul keinginan untuk mengembangkan kekuasaannya. Pada saat ini suatu bangsa telah mengembangkan nilai nasionalismenya. Sebagai konsekuensi logis dari usaha ini terjadilah suatu perubahan keadaan. Menurut Budiyono (2007: 209) ada beberapa bentuk nasionalisme dan gerakannya yang terjadi di Indonesia:

(7)

14 b. Nasionalisme agama, yaitu sebuah gerakan yang berupaya memperoleh kemerdekaan melalui semangat keagamaan, contoh: upaya yang dipelopori oleh Serikat Islam (SI) dalam melawan kolonialisme Belanda. c. Nasionalisme sekuler, yang berupaya memperoleh kemerdekaan dengan

tidak menyebutkan agama sebagai inspirasi gerakan, walaupun tidak menentang adanya peran agama dalam kegiatan politik.

d. Nasionalisme anti agama (komunis), sebenarnya ciri nasionalisme ini lebih mengarah pada internasionalisme, berbeda dengan bentuk gerakan kedua yang menjadikan agama sebagai spirit gerakannya, nasionalisme anti agama tidak memberikan peran terhadap agama bahkan agama tidak berperan dalam gerakan dan harus dijauhi.

Kecintaan terhadap negara dan bangsa tidak hanya ditampilkan jika ada bangsa lain yang ingin menjajah Indonesia. Akan tetapi, dapat diwujudkan dalam kegiatan pembangunan di segala bidang. Bentuk pengamalan jiwa nasionalisme dapat dilakukan dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat, berkeluarga, dan sekolah. Tasai, dkk. (2002: 20) menyebutkan wujud semangat nasionalisme dalam enam hal, yaitu: a) Cinta tanah air, b) Patriotisme, c) Harapan kemerdekaan, d) Pemujaan terhadap pahlawan, e) Kebanggaan akan bahasa nasional, f) Unsur kenangan kejayaan masa lalu. Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia menurut Santoso (2007: 16) adalah; a) Kesatuan sejarah, b) Kesatuan nasib, c) Kesatuan kebudayaan, d) Kesatuan wilayah, e) Kesatuan asas kerokhanian.

(8)

15 yang terkandung dalam nasionalisme, yaitu: a) menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, b) sanggup atau rela berkorban untuk bangsa dan negara, c) mencintai tanah air dan bangsa, d) bangga berbangsa dan bernegara Indonesia, e) menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika, f) memajukan pergaulan untuk meningkatkan persatuan bangsa dan negara. Berikut pembahasannya.

a. Menempatkan Kepentingan Bangsa dan Negara di Atas Kepentingan

Pribadi dan Golongan

(9)

16 wajar. Selain itu sebagai perwujudan persatuan dan kesatuan ialah menempatkan kepentingan umum, negara, dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan. Dengan demikian, kita telah mendahulukan dan mengutamakan persatuan dan kesatuan. Kepentingan bangsa dan negara telah kita tempatkan di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Menurut Toyibin dan Kosasih (1997: 70-71) sebagai manusia pribadi, setiap orang mempunyai kehendak, keinginan, ataupun kepentingan, serta pendapat pribadi. Hal tersebut tidak boleh dilaksanakan sekehendak hati karena tidak selamanya segala keinginan itu akan membawa kondisi hidup yang baik. Oleh sebab itulah segala keinginan, kehendak, kepentingan serta pendapat pribadi itu perlu dan harus selalu ditempatkan dalam kerangka terciptanya hidup bersama yang baik. Dengan demikian maka akan tercipta hidup yang seimbang, selaras, dan serasi. Hal tersebut perlu dipertahankan karena merupakan dasar yang kokoh dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

(10)

17 kebangsaan yang masih sederhana dan belum mengetahui akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Akan tetapi, hal tersebut dengan konteks yang lebih ringan dapat kita temukan pada pergaulan anak-anak dengan teman-temannya. Sebagai contoh, seorang anak lebih memilih untuk datang berlatih sepak bola dibandingkan pergi bersama ayahnya. Meskipun sederhana, tetapi hal ini sudah menjadi dasar anak-anak untuk dapat membedakan mana yang kepentingan bersama dan mana yang kepentingan pribadi. Maka kelak ketika dewasa nanti, mereka mampu membedakan antara hal-hal yang harus didahulukan dengan hal-hal yang dapat ditunda.

b. Sanggup atau Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara

Menurut Busrizalti (2013: 168) rela berkorban untuk bangsa yaitu rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan harta benda untuk kepentingan umum. Seseorang yang rela berkorban pada saatnya ia akan siap mengorbankan jiwa dan raga bagi kepentingan bangsa. Rela berkorban untuk negara adalah rela berkorban tanpa pamrih yang diberikan oleh seorang warga negara terhadap tanah airnya. Pengorbanan tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan tanggung jawab untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia. Kesanggupan untuk rela berkorban pada bangsa dan negara biasanya dilandasi oleh rasa cinta pada tanah airnya.

(11)

18 Mewarisi keyakinan akan kebenaran Pancasila dan UUD 1945 merupakan kewajiban generasi penerusnya di dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, generasi penerus bangsa Indonesia sewajarnya juga sanggup dan rela berkorban dalam mengisi kemerdekaan itu demi kepentingan negara dan bangsanya. Sejarah di masa lampau merupakan unsur yang penting dalam perkembangan jiwa bangsa Indonesia. Hal tersebut merupakan harapan bangsa Indonesia, agar kita dapat tetap menumbuhkan semangat itu. Salah satu faktor penting yang wajib dikembangkan adalah kesanggupan dan kerelaan setiap warga untuk berkorban demi kemajuan bangsa dan negara (Kansil dan Christine, 2011).

(12)

19 olahragawan yang bisa mengharumkan nama bangsa. Bukti kerelaan mereka berkorban untuk bangsanya yaitu dengan berlatih keras agar bisa menjadi atlit kebanggaan Indonesia.

c. Mencintai Tanah Air dan Bangsa

Mencintai tanah air dan bangsa menurut Busrizalti (2013: 166) yaitu mengenal dan mencintai wilayah nasionalnya. Mencintai tanah air merupakan sikap positif yang dapat membangun sebuah bangsa. Seseorang yang mencintai tanah airnya akan selalu waspada dan siap membela tanah airnya terhadap segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara oleh siapa pun dan dari mana pun. Apabila seseorang mau menanamkan dan menumbuhkan kecintaannya terhadap tanah air maka akan lebih mengenal dan memahami wilayah nusantaranya dengan baik serta mau memelihara, melestarikan, dan mencintai lingkungannya. Maka, sikap mencintai tanah air haruslah ditanamkan pada diri masing-masing individu sebagai bagian dari sebuah negara.

(13)

20 Rasa cinta tanah air dan bangsa seorang warga dapat terlihat ketika ia mencintai segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah air dan bangsanya. Misalnya saja, mengenai hal-hal kebangsaan seperti lagu kebangsaan, lambang negara, bendera pusaka, dan lain-lain. Selain itu wujud cinta tanah air juga terlihat ketika seseorang merasa memiliki dan mau melestarikan apa yang dimilikinya, hal ini berkaitan dengan kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya, ia merasa memiliki kekayaan alam Indonesia berarti ia juga seharusnya turut melestarikan kekayaan alam tersebut. Jadi rasa cinta tanah air dan bangsa berawal dari rasa memiliki bangsa Indonesia, kemudian ia ikut melestarikan dan membangun bangsanya itu. Sedangkan rasa cinta tanah air yang dapat dilakukan oleh anak-anak yaitu masih dalam lingkup yang sederhana. Hal ini dikarenakan faktor pengetahuannya yang belum luas dan mendalam mengenai bangsanya. Sebagai contoh ketika di sekolah mereka mengenal lagu-lagu daerah di Indonesia, kemudian mereka mau menghafakannya. Dengan demikian berarti mereka mempunyai rasa cinta terhadap tanah air dan bangsanya.

d. Bangga Berbangsa dan Bernegara Indonesia

(14)

21 dengan apa yang kita miliki. Selain itu, dalam rangka mengisi kemerdekaan, generasi-generasi muda kita mampu membuat perubahan melalui kecerdasan mereka, melalui bakat dan kreatifitas mereka. Sebagai sesama pemilik bangsa Indonesia kita turut bangga dengan apa yang telah diraih oleh mereka yang mampu mengharumkan nama bangsa.

(15)

22

e. Menjunjung Tinggi Persatuan dan Kesatuan Berdasarkan Prinsip Bhineka Tunggal Ika

Makna semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah walaupun Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, bahasa, adat-istiadat, dan agama, tetapi merupakan satu kesatuan. Bahkan, pulau-pulaunya pun berbeda-beda, tetapi masih pula merupakan satu kesatuan (Kansil dan Christine, 2011). Semangat dan jiwa persatuan harus senantiasa dipelihara, dibina serta diamalkan. Hendaknya sikap itu tampak dalam perilaku kehidupan seluruh rakyat Indonesia dalam pergaulan bermasyarakat sehari-hari. Setiap warga harus menyadari bahwa kemajuan bangsa harus dibina melalui persatuan.

Contoh yang sangat sederhana dalam upaya meningkatkan persatuan ialah integrasi keluarga yang menjadi dasar integrasi nasional. Keluarga merupakan golongan terkecil dalam masyarakat. Integrasi keluarga dapat terwujud apabila setiap anggota keluarga memiliki kesadaran untuk mewujudkan cita-cita bersama untuk terselenggaranya keutuhan dalam keluarga. Selanjutnya kelompok kecil itu bergabung dengan kelompok lain yang telah terintegrasi. Kemudian gabungan kelompok itu meluas lagi sehingga tercipta integrasi nasional.

(16)

23 toleransi, kebersamaan, kerukunan, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa melalui Bhineka Tunggal Ika.

Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan haruslah dilakukan oleh seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali, begitu pula bagi anak-anak. Akan tetapi, tindakan yang dilakukan oleh anak-anak jelas sangat berbeda dengan orang dewasa. Hal tersebut dikarenakan anak-anak mempunyai wilayah pergaulan yang masih kecil. Dia baru mengenal teman-teman sepergaulannya. Jadi yang dapat anak-anak lakukan untuk menjunjung persatuan dan kesatuan disesuaikan dengan lingkup pergaulannya, yaitu mereka tidak membeda-bedakan dalam memilih teman. Mereka mau menerima teman-teman mereka baik yang berbeda keyakinan, kebiasaan, dan kemampuan finansial. Dengan demikian mereka ikut menjunjung persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

f. Memajukan Pergaulan untuk Meningkatkan Persatuan Bangsa dan Negara

(17)

24 kesatuan, dan nasionalisme harus terus ditingkatkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Perwujudan persatuan dan kesatuan dalam keluarga akan memperlihatkan pengaruh di lingkungan tempat tinggal, berupa keikutsertaan setiap keluarga dalam kegiatan masyarakat, seperti kerja bakti, gotong royong, dan siskamling. Suasana kekeluargaan yang penuh keakraban, ramah tamah, sopan santun, serta saling menghormati merupakan modal dasar perwujudan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, bangsa, dan negara kita yang sedang membangun.

Memajukan pergaulan merupakan usaha meningkatkan persatuan bangsa dan negara. Seperti yang telah dicontohkan di atas, dari sebuah keluarga dapat berlatih meningkatkan persatuan dengan mengikuti kegiatan masyarakat di desanya, kemudian bisa juga mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih besar cakupannya. Dengan demikian seseorang akan belajar menerima perbedaan dan sekaligus berlatih meningkatkan persatuan. Memajukan pergaulan demi meningkatkan persatuan bangsa dan negara juga dapat dilakukan sejak kecil. Contohnya, yaitu seorang anak yang pandai di sekolahnya, kemudian diberi kesempatan untuk mengikuti perlombaan di tingkat kecamatan maupun kabupaten. Pada awalnya anak tersebut hanya mengenal teman sepermainannya saja, tetapi berkat diberi kesempatan untuk mengikuti perlombaan akhirnya dia mengenal teman-teman yang berasal dari daerah lain. Maka secara tidak langsung dia telah belajar menerima perbedaan dan meningkatkan persatuan bangsa dan negara.

2. Sosiologi Sastra

(18)

25 berarti bersama-sama, bersatu kawan, teman). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, sosio atau socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum rasional dan empiris. Sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.

Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (dalam Noor, 2007: 89) sosiologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan keyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian konteks pengarang dan pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra (aspek-aspek sosial dalam karya sastra). Pembicaraan tentang konteks sosial pengarang dan pembaca disebut sosiologi komunikasi sastra. Sedangkan pembicaraan sosiologi karya sastra disebut penafsiran teks sastra secara sosiologis. Dari pendapat di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan salah satu cabang penelitian sastra yang mengkaji karya sastra yang berkaitan dengan gejala yang terjadi di masyarakat.

(19)

26 penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai tiruan (mimesis) masyarakat (Endraswara, 2003: 77-78).

Selanjutnya Endraswara (2003: 80-81) menjelaskan sosiologi sastra dapat meneliti sekurang-kurangnya melalui tiga persektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan dijelaskan makna sosiologisnya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat

terhadap teks satra. Dari ketiga perspektif tersebut tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapat gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut. Hal ini sangat penting, artinya bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan kita terhadap sastra itu sendiri. Sedangkan menurut Ratna (2003: 11) tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara majinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya. Karya sastra bukanlah gejala individual, tetapi juga gejala sosial.

(20)

27 dengan kondisi sosial masyarakat yang diacu. Ketiga, hubungan sosiologi sastra dengan sastra dimediasi oleh pembaca. Pembaca adalah pemberi makna terhadap eksistensi karya sastra. Keempat, hubungan sosiologi dengan sastra dimediasi oleh kenyataan. Pada kenyataannya, sastra sebagai cermin masyarakat. Kelima, hubungan sosiologi dengan sastra dimediasi oleh bahasa sebagai media sastra. Bahasa sebagai media hubungan antara sosiologi dengan sastra didasarkan pada kenyataan bahasa hidup dan menjadi media komunikasi utama dalam relasi antarindividu di masyarakat.

3. Sastra Anak

Seorang anak sudah bisa tertarik untuk mendengarkan cerita dan dongeng dengan kemampuan menyimaknya. Anak sudah bisa bercerita tentang pengalaman sehari-harinya melalui kemampuan bicaranya. Anak sudah bisa memahami cerita-cerita dari buku sastra melalui kemampuan membacanya. Anak sudah bisa mengarang dan membuat cerita melalui kemampuan menulisnya. Meskipun kemampuannya masih sederhana, tetapi pada usia inilah anak-anak sudah dapat memahami dan menyukai sastra.

(21)

28 lain termasuk makhluk dari dunia lain. Namun, apapun isi kandungan cerita yang dikisahkan mestilah berangkat dari sudut pandang anak dalam memandang dan memperlakukan sesuatu, dan sesuatu itu haruslah berada dalam jangkauan pemahaman emosional dan pikiran anak.

Menurut Resmini (2012: 1) secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Perbedaannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut. Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu. Sastra anak dapat dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak.

(22)

29 Seperti sastra dewasa (adult literature), sastra anak juga dikreasikan berdasarkan pengalaman hidup. Menurut Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2013:6), sastra anak merupakan citraan dan atau metafora kehidupan yang dikisahkan baik dalam hal isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan pengalaman moral) maupun bentuk (kebahasaan dan cara-cara pengekspresian) yang dapat dijangkau dan dipahami oleh anak sesuai tingkat perkembangan jiwanya. Maka sastra dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk mendidik dan mencerdaskan anak, karena anak dan cerita seperti menjadi dunia yang tak terpisahkan. Menurut Kurniawan (2009: 6) dalam perkembangannya, anak selalu menyukai cerita (karya sastra). Cerita anak dapat mengembangkan kemampuan imajinasi, intelektual, emosional, dan belajar mengidentifikasi dirinya.

(23)

30 mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan. Selain itu juga bertujuan untuk pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain.

Sastra anak berhubungan dengan perkembangan seorang anak. Pengertian anak di sini adalah pengertian anak yang didasarkan pada perkembangan manusia. Pada hakikatnya anak adalah suatu fase atau masa dari usia seseorang. Huck (dalam Nurgiyantoro, 2013: 11) menyatakan bahwa orang yang dapat dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang berusia 1 hingga kurang lebih 12 tahun. Selanjutnya Kurniawan (2009: 40) menjelaskan bahwa pada usia 2 sampai 12 tahun anak sudah berkenalan dengan sastra, karena pada usia ini, anak sudah memiliki kemampuan untuk menguasai ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) yang merupakan bekal atau media untuk memahami sastra.

(24)

31 a. Realisme, merupakan sastra yang bercerita bahwa apa yang dikisahkan itu kemungkinan saja ada dan bisa terjadi walau tidak harus bahwa ia memang benar-benar ada dan terjadi. Genre realisme terbagi atas cerita realisme, realisme binatang, realisme historis, realisme olahraga.

b. Fiksi formula, memiliki pola-pola tertentu yang membedakannya dengan jenis yang lain, terdiri atas cerita misterius dan detektif,cerita romantis, dan novel serial.

c. Fantasi, merupakan cerita yang menawarkan sesuatu yang sulit diterima, terdiri atas cerita fantasi, cerita fantasi tinggi, dan fiksi sain.

d. Sastra tradisional, merupakan sastra yang berasal dari cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui penciptanya, dikisahkan turun temurun secara lisan. Terdiri atas dongeng rakyat, mitos, legenda, dan epos.

e. Puisi, merupakan sastra yang didalamnya terdapat pendayagunaan berbagai unsur bahasa yang mencapai efek keindahan.

f. Nonfiksi, terdiri atas buku informasi dan biografi.

Sastra anak diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju tahap dewasa sebagai manusia yang mempunyai jati diri yang jelas. Menurut Nurgiyantoro (2013: 35), sastra diyakini mampu digunakan sebagai salah satu sarana untuk menanam, memupuk, mengembangkan, dan bahkan melestarikan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa. Hal tersebut dikarenakan dalam karya sastra terdapat nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Begitu juga pada sastra anak yang mengandung nilai-nilai positif yang dikemas dengan bahasa yang menarik. Kontribusi sastra anak bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang melibatkan berbagai aspek kedirian yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Nilai Personal, meliputi: perkembangan emosional, perkembangan intelektual, perkembangan imajinasi, perkembangan rasa sosial, pertumbuhan rasa etis dan religius.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan pendapat Borg and Gall (Nursyaidah, t.t) bahwa ciri kedua dari penelitian dan pengembangan adalah “Mengembangkan produk berdasarkan temuan

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Tesis ini berusaha menjelaskan tentang kebijakan pengalihan pajak pusat kepada daerah secara khusus dalam bidang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang mana

Sifat penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri selain dipengaruhi oleh muatan positif dari logam Ag juga dipengaruhi oleh gugus amonium kuarterner dari kitosan yang

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kiryanto (2001) dan Laila Prativi (2009) yang menyatakan bahwa proses belajar, motivasi, dan kepribadian

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Produktivitas indukan sapi Simmental pada umur yang berbeda dengan pemeliharaan intensif (studi kasus di Peternakan Roni, Harau, Kabupaten 50 Kota.. Institut