CRITICAL SUCCESS FACTORS SEBAGAI STRATEGI BERSAING DALAM
MENINGKATKAN KINERJA PADA RSUD SIDOARJO
Irma Febriana
irmafebriana92@ymail.comFarida Idayati
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
The purpose of this research is to measure, to analyze and to evaluate the role of critical success factors as the competition instruments to increase the performance at RSUD city of Sidoarjo. This research includes in qualitative descriptive research. The research result shows that critical success factors as the competition strategy instrument by using SWOT analysis which are: strengths are the varieties of the service product, weaknesses are the poor service quality, opportunities are the hospital is owned by the government so it is very easy to have trust from the customers finally threats are the increasing number of competitors. The annual financial performance from the revenue growth is very good and it has been proven from the keep increasing revenue and the efficient budgeting expenditure. By looking at the services which are BOR with the average of 73.46%, ALos 3.54 days, BTO is 76 times in a year, TOI is for 1.28 days and more than 50% customers / patients satisfy with the RSUD Sidoarjo District.
Keywords: critical succes factors, competitive advantages, performance.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yakni untuk mengukur, menganalisis dan mengevaluasi peranan critical
success factors sebagai alat bersaing dalam meningkatkan kinerja pada RSUD Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
critical success factors sebagai alat strategi bersaing dengan menggunakan analisis SWOT antara lain: yang menjadi kekuatan adalah produk pelayanan yang bervariasi, yang menjadi kelemahan yakni mutu pelayanan yang masih belum maksimal, peluangnya yakni status rumah sakit yang merupakan rumah sakit milik pemerintah sehingga dengan mudah mendapatkan kepercayaan masyarakat dan yang menjadi ancaman adalah banyaknya jumlah pesaing. Kinerja dinilai dari sisi finansial melalui pertumbuhan pendapatan dari tahun ke tahun hasilnya sangat baik terbukti dari jumlah pendapatan yang selalu meningkat dan penyerapan anggaran belanja yang cukup efisien. Dari sisi pelayanan yakni BOR dengan rata-rata 73,46%, ALoS 3,54 hari, BTO sebanyak 76 kali dalam setahun, TOI selama 1,28 hari dan lebih dari 50% konsumen/pasien merasa puas dengan pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Kata kunci : critical success factors, strategi bersaing, kinerja.
PENDAHULUAN
Sehubungan dengan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan,
jasa dibidang kesehatan semakin diperlukan kehadirannya di tengah masyarakat. Faktor
inilah yang menyebabkan berkembangnya jasa di bidang kesehatan. Semakin banyaknya
rumah sakit yang dibangun baik oleh pihak swasta maupun pemerintah menuntut sebuah
rumah sakit untuk siap bersaing baik bersaing dengan rumah sakit dalam negeri maupun
bersaing dengan rumah sakit internasional. Persaingan yang semakin ketat mendorong
rumah sakit baik swasta maupun pemerintah mengembangkan pelayanan, pola pemasaran,
dan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai. Namun demikian, makin banyaknya
jumlah rumah sakit membuat persaingan semakin ketat dan menimbulkan tantangan besar
bagi pengelola maupun pemilik rumah sakit agar tetap survive (Adikoesoemo, 2002:11).
Untuk mempertahankan posisinya di bidang kesehatan, maka lembaga kesehatan dan
lembaga penyelenggara kesehatan dituntut lebih fleksibel dan responsif dalam menghadapi
hal-hal yang terjadi di dalam perkembangan kesehatan. Kemampuan perusahaan dalam
bertahan dan bersaing dalam lingkungan usahanya sangat penting bagi keberhasilan
ataupun kegagalan perusahaan baik dalam usaha manufaktur maupun jasa, tak terkecuali
persaingan dalam penyedia jasa kesehatan dalam berbagai pelayanan. Dalam hal ini
menyebabkan lembaga kesehatan harus mencari strategi yang tepat untuk dapat terus
bertahan dalam bidangnya. Oleh karena itu, manajer diharapkan dapat mengelola dan
mengorganisasikan seluruh sumber daya yang dimiliki lembaga kesehatan tersebut secara
optimal untuk dapat memenangkan persaingannya.
Di Kabupaten Sidoarjo saat ini sudah banyak rumah sakit penyedia jasa kesehatan
berbasis pemerintah maupun swasta. Terdapat 23 rumah sakit dan 72 poliklinik atau balai
pengobatan, dan salah satu rumah sakit milik pemerintah daerah adalah Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
Sidoarjo berstatus kepemilikan di bawah Pemerintah Daerah dengan visi menjadi rumah
sakit mandiri dan prima dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan
pada tahun 2015. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan HK.02.03/I/1889/2013 RSUD
Kabupaten Sidoarjo menjadi rumah sakit tipe B pendidikan.
Dalam sebuah lembaga kesehatan, kesuksesan dapat dilihat dari kualitas atau mutu
kesehatan yang diberikan. Dengan kualitas kinerja dan mutu pelayanan kesehatan yang
baik, maka dapat memberikan kepuasaan bagi pasien. Hal ini tentu saja akan tercipta suatu
kepercayaan pasien terhadap lembaga kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, rumah sakit atau
lembaga kesehatan haruslah selalu mengevaluasi kinerjanya guna mencapai keunggulan
kompetitifnya.
Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang penting bagi organisasi, dikarenakan
pengukuran kinerja dapat digunakan untuk menilai keberhasilan suatu organisasi, apakah
kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja
telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur, menganalisis, dan mengevaluasi peranan
critical success factors
sebagai alat strategi bersaing dalam meningkatkan kinerja pada RSUD
Kabupaten Sidoarjo. Dengan mengidentifikasikan critical success factors secara tepat, maka
manajer akan lebih mudah untuk menganalisis kekuatan utama yang dimiliki rumah sakit
untuk memenangkan persaingan. Di samping itu, rumah sakit juga dapat melakukan
perbaikan-perbaikan kinerja yang dinilai masih kurang.
TINJAUAN TEORETIS
Rumah Sakit
Pengertian rumah sakit menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna meliputi peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
(rehabilitatif) dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 maka tugas dan fungsi rumah
sakit adalah sebagai berikut: (1) tugas rumah sakit yakni memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna; (2) fungsi rumah sakit yakni: (a) penyelanggaraan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standard pelayanan rumah sakit; (b)
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; (c) penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan
dalam pemberian pelayanan kesehatan; (d) penyelanggaraan penelitian dan pengembangan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Critical Success Factors
Mardiasmo (2009:125) menyatakan bahwa critical success factors adalah suatu area yang
mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini mereflesikan preferensi
manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan non-finansial pada
kondisi waktu tertentu. Critical success factors tersebut harus konsisten mengikuti perubahan
yang terjadi dalam organisasi.
Menurut Triptomo dan Udan (2005:89) menyatakan bahwa critical success factors adalah
faktor-faktor internal organisasi (sumber daya dan kompetensi) yang paling kritis atau yang
paling penting yang mungkin digunakan oleh suatu organisasi dalam suatu industri sebagai
alat utama untuk menangani peluang dan ancaman agar dapat bertahan dan memenangkan
persaingan. Faktor kunci keberhasilan kritis dapat dikur dengan menggunakan ukuran
kinerja bersifat keuangan maupun kinerja yang bersifat non keuangan. Ukuran keuangan
menunjukkan dampak kebijakan dan prosedur perusahaan pada posisi keuangan
perusahaan saat ini atau jangka pendek sedangkan ukuran non keuangan menunjukkan
posisi kompetitif perusahaan untuk saat ini dan masa mendatang.
Tujuan dari identifikasi critical success factors adalah untuk membuat keputusan dalam
menentukan variabel-variabel mana yang penting dan variabel-variabel mana yang kurang
penting dalam menunjang keunggulan kompetitif. Dengan mengidentifikasi atau
menentukan critical success factors secara hati-hati dan tepat, maka perusahaan dapat
mengetahui kekuatan utama yang dimilikinya dan juga dapat melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap kinerjanya yang dinilai kurang memuaskan. Setiap critical success factors
mempunyai indikator-indikator kinerja yang merupakan key variables yang telah
diidentifikasi yang digunakan untuk memantau dan mengendalikan faktor-faktor penentu
keberhasilan.
Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, maka dapat dilakukan
analisis SWOT. SWOT merupakan akronim dari Strength (kekuatan) dan Weakness
(kelemahan) internal dari suatu perusahaan serta Opportunities (peluang) dan Threat
(ancaman) lingkungan eksternal yang dihadapinya. Analisis SWOT (SWOT analysis)
merupakan teknik historis yang terkenal di mana para manajer menciptakan gambaran
umum secara cepat mengenai situasi strategi perusahaan (Pearce dan Richard, 2008:200).
Selanjutnya menurut Tunggal (2004), SWOT merupakan identifikasi yang sistematis
dari faktor-faktor ini dan strategi yang menggambarkan pedoman yang terkait antara
mereka. Pertama, peluang (opportunities), yaitu situasi utama yang menguntungkan dalam
lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan utama adalah salah satu dari
peluang. Identifikasi dari segmen pasar yang sebelumnya terlewatkan,
perubahan-perubahan dan keadaan bersaing, peraturan-peraturan dalam perubahan-perubahan teknologi, serta
hubungan pembeli dan pemasok yang dapat diperbaiki dapat menunjukkan peluang bagi
perusahaan.
Kedua
, ancaman (threats), yaitu situasi utama yang tidak menguntungkan dalam
lingkungan suatu perusahaan. Ancaman adalah suatu rintangan-rintangan utama bagi posisi
perusahaan sekarang atau yang diinginkan dari perusahaan. Masuknya pesaing baru,
pertumbuhan pasar yang lambat, daya tawar pembeli dan pemasok utama yang meningkat,
perubahan teknologi dan peraturan yang direvisi atau peraturan baru dapat merupakan
ancaman bagi perusahaan.
Ketiga
, kekuatan (strenghts), yaitu sumberdaya, keterampilan dan keunggulan lain
yang relatif terhadap pesaing dan kekuatan dari pasar suatu perusahaan untuk melayani.
Keempat
, kelemahan (weaknesses), yaitu keterbatasan atau kekurangan dalam
sumberdaya, ketrampilan dan kemauan yang secara serius menghalangi kinerja suatu
perusahaan.
Strategi Bersaing
Menurut Porter (2008:16) strategi bersaing adalah kombinasi antara akhir (tujuan) yang
diperjuangkan oleh perusahaan dengan alat (kekuatan) dimana perusahaan berusaha
sampai ke sana.
Sedangkan pengertian strategi bersaing menurut Kotler (2001:312) adalah strategi
yang secara kuat menempatkan perusahaan terhadap pesaing dan yang memberi
perusahaan keunggulan bersaing yang sekuat mungkin.
Jadi pengertian strategi bersaing adalah bagaimana upaya yang dilaksanakan oleh
sebuah perusahaan dalam memenangkan sebuah pasar yang menjadi pasar sasarannya
dengan cara memberikan keunggulan-keunggulan dalam bersaing, menganalisis pesaing
serta melaksanakan strategi pemasaran bersaing yang efektif.
Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melaui alat ukur finansial dan
non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat ukur pengendalian
organisasi, karena pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat ukur pengendalian
organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment
system
(Mardiasmo, 2009:121).
Menurut Mardiasmo (2009:122) manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
(a)
memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen; (b) memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan; (c)
untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan
target kinerja serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaiki kinerja; (d) sebagai
dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward dan punishment) secara
obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja
yang telah disepakati; (e) sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam
rangka memperbaiki kinerja organisasi; (f) membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan
pelanggan sudah terpenuhi; (g) membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah;
dan (h) memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
Berdasarkan standar yang telah dibuat oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2005, beberapa indikator pelayanan yang sering digunakan antara lain yang pertama,
BOR (Bed Occupancy Rate), yaitu digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%. Angka BOR yang
tinggi atau lebih dari 85% menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi
sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
Kedua
, ALoS (Average Length of Stay), yaitu rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal
yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALoS yang ideal antara 6-9
hari.
Ketiga
, BTO (Bed Turn Over), yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Bersama-sama
indikator TOI dan ALoS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunanaan
tempat tidur rumah sakit. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai
40-50 kali.
Keempat
, TOI (Turn Over Interval), yaitu rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari.
Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama oleh Minally (2012) tentang analisis key success factors sebagai alat
mempertahankan keunggulan bersaing pada PT Imperial Prima Food Surabaya. Hasilnya
adalah PT Imperial Prima Food Surabaya yang merupakan perusahaan dari restoran
masakan China Qua-Li Noodle and Rice memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman. Kekuatan restoran ini adalah harganya yang terjangkau, jam operasional gerai
yang buka lebih lama, SDM yang berpengalam serta lokasi yang strategis di pusat-pusat
perbelanjaan. Adapun kelemahan restoran ini yakni banyaknya menu makanan sehingga
tidak semua bahan dapat digunakan secara optimal. Sedangkan peluang restoran ini adalah
perkembangan pembangunan yang pesat serta promosi dalam berbagai cara baik melalui
media cetak maupun media elektronik. Dan yang terakhir ancaman dari restoran ini adalah
banyaknya restoran baru dan besar sehingga mendorong restoran ini untuk lebih berinovasi.
Penelitian kedua oleh Wulanningsih (2013) tentang analisis critical success factors
sebagai penunjang dalam mempertahankan keunggulan bersaing dan menilai kinerja PT
Baba Rafi Indonesia Surabaya. Menurut penelitian Wulanningsih ini, PT Baba Rafi Indonesia
Surabaya memiliki kelebihan atau kekuatan yakni produk yang berkualitas dan memiliki
cita rasa yang khas serta sumber daya yang berkompeten dengan standard pelayanan yang
profesional. Adapun kelemahannya yakni area pemasarannya yang tidak didukung adanya
kantor cabang di beberapa daerah yang memiliki jumlah franchise banyak. Peluangnya
adalah dengan memanfaatkan kekuatan tawar menawar pemasok untuk memperoleh harga
bahan baku yang ekonomis. Sedangkan ancamannya adalah banyaknya jenis usaha yang
sejenis dan produk subtantif dengan menawarkan keuntungan yang bervariatif.
Penelitian ketiga oleh Handayani (2013) tentang identifikasi critical success factors
sebagai pendukung dalam mencapai keunggulan bersaing pada PT Ikhwan Berkah Sejahtera
Surabaya. Di dalam penelitian Handayani yang mengambil obyek perusahaan travel haji
dan umroh ini, Handayani menyimpulkan bahwa keunggulan PT Ikhwan Berkah Sejahtera
Surabaya adalah pelayanan sistem pembayaran yang mudah yaitu dengan cara mencicil dan
memiliki unit perwakilan yang tersebar di wilayah yang berbeda serta pemasarannya yang
sangat efektif. Kelemahannya yakni sistem teknologi yang belum terkini dan lokasi yang
kurang strategis. Adapun peluang dan ancamannya, peluangnya yaitu meningkatnya
kepercayaan konsumen dengan perusahaan sehingga dari tahun ke tahun jumlah jamaahnya
bertambah. Ancamannya yakni munculnya pesaing baru antara penyelenggara haji dan
umroh.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran dari Populasi (Objek) Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menitikberatkan
pada pemahaman persepsi penelitian untuk menjelaskan secara rinci tentang objek studi dan
mendapatkan objek hasil solusi praktis berdasarkan data yang telah diperoleh. Menurut
Bagyan dan Taylor sebagaimana dikutip oleh Moleong (2004:4) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa tulisan atau
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang atau individu yang berada di RSUD
Kabupaten Sidoarjo sedangkan sampel yang digunakan untuk sumber data dalam penelitian
ini merupakan pasien yang sedang melakukan pengobatan pada RSUD Kabupaten Sidoarjo
tanpa membedakan usia maupun jenis kelamin. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan metode convenience
sampling
yakni teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja atau anggota populasi
yang ditemui oleh peneliti bersedia menjadi responden.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini ada beberapa cara yang digunakan dalam pengumpulan data
antara lain: (1) library research (penelitian kepustakaan) yakni pengumpulan data-data dari
literatur, sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah, menbaca, dan
mempelajari buku-buku untuk memperoleh data-data yang berkaitan; (2) field research
(penelitian lapangan) yakni dengan mengadakan penelitian di lapangan guna memperoleh
data yang diperlukan dengan cara: (a) observasi yakni mengamati secara langsung ke RSUD
Kabupaten Sidoarjo guna memperoleh gambaran umum mengenai keadaan maupun
kegiatan yang ada di rumah sakit tersebut; (b) kuesioner yakni membagikan kertas lembaran
yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan masalah penelitian kepada objek peneliti; (c)
wawancara yakni teknik pengumpuan data dalam metode survei yang menggunakan
pertanyaan lisan kepada subyek penelitian dan yang menjadi subyek penelitian merupakan
perwakilan manajemen RSUD Kabupaten Sidoarjo; (d) dokumentasi yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan arsip-arsip, catatan-catatan
tertulis dan dokumen-dokumen lainnya yang ada di RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Satuan Kajian
Satuan kajian merupakan satuan terkecil objek penelitian yang diinginkan peneliti
sebagai klasifikasi pengumpulan data. Di mana objek yang perlu dikaji dan diamati adalah
kinerja dengan memakai analisis SWOT dan mengukur indikator kinerja dilihat dari segi
finansial dan pelayanan pada rumah sakit yang telah ditetapkan yaitu sebagai berikut:
1.
Menghitung presentase pertumbuhan pendapatan dan penyerapan anggaran rumah sakit
dari tahun 2011-2013, adapun rumusnya sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan Pendapatan = Pendapatan tahun ini – Pendapatan tahun lalu x 100 %
Pendapatan tahun lalu
b.
Penyerapan anggaran = Realisasi anggaran tahun ini x 100 %
Jumlah anggaran yang disediakan tahun ini
2.
Bed Occupancy Rate
(BOR) digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85, dan dirumuskan
sebagai berikut:
BOR =
Jumlah
Hari
Perawatan
Jumlah
Tempat
Tidur
x
Jumlah
Hari
(1Periode)
x
100%
3.
Average Length of Stay
(ALoS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran
mutu pelayanan. Secara umum nilai ALoS yang ideal antara 6-9 hari, dan dirumuskan
sebagai berikut:
ALoS =
Jumlah
Hari
Perawatan
Pasien
Keluar
Jumlah
Pasien
Keluar
(Hidup + Mati)
4.
Bed Turn Over
(BTO) dalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa
kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,
satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali, dan dirumuskan sebagai berikut:
BTO =
Jumlah
Pasien
Keluar
(Hidup + Mati)
Jumlah
Tempat
Tdiur
5.
Turn Over Interval
(TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari,
dan dirumuskan sebagai berikut:
TOI =
(Jumlah
Tempat
Tidur
x
Periode)
−
Jumlah
Hari
Perawatan
Jumlah
Pasien
Keluar
(Hidup + Mati)
6.
Hasil analisis dari sudut pandang pasien untuk mengetahui kinerja rumah sakit dengan
cara menyebarkan kuesioner kepada 50 orang pasien.
Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1)
pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan semua data yang
berhubungan dengan RSUD Kabupaten Sidoarjo yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti, meliputi sejarah organisasi, visi dan misi, fasilitas, struktur organisasi, serta jumlah
karyawan serta informasi lain yang menjelaskan kinerja rumah sakit; (2) reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, adapun cara
yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a) menganalisis sumber daya yang dimiliki oleh
RSUD Kabupaten Sidoarjo untuk variabel-variabel yang menjadikan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang berasal dari faktor-faktor internal dan eksternal rumah sakit
tersebut dengan menggunakan analisis SWOT; (b) menentukan strategi yang dapat
direkomendasikan penulis sebagai alternatif untuk mempertahankan posisi persaingan
rumah sakit; (c) mengukur kinerja critical success factors yang dimiliki RSUD Kabupaten
Sidoarjo dengan menggunakan beberapa indikator-indikator kinerja; (3) dengan display data
maka data hasil reduksi dapat tersusun dalam bentuk uraian naratif mengenai sejarah
berdirinya RSUD Kabupaten Sidoarjo, struktur organisasi rumah sakit, visi dan misi,
pelayanan dan fasilitas yang ditawarkan rumah sakit, critical success factors dan pengukuran
kinerja yang telah dikembangkan RSUD Kabupaten Sidoarjo, menganalisa dan memberikan
strategi yang direkomendasikan dengan memakai analisis SWOT serta mengukur kinerja
critical success factors
yang dimiliki RSUD Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan
beberapa indikator-indikator kinerja; (4) penarikan kesimpulan merupakan kegiatan akhir
dari analisis data, penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi yaitu menemukan
makna data yang telah disajikan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang serta
ancaman RSUD Kabupaten Sidoarjo. Adapun faktor-faktor tersebut berasal dari internal
maupun eksternal rumah sakit tersebut:
1.
Analisis Faktor Internal
Dengan menganalisis faktor-faktor internal rumah sakit, maka dengan mudah
mengklasifikasikan kekuatan serta kelemahan rumah sakit dari segala bidang.
a.
Mengidentifikasi Kekuatan RSUD Kabupaten Sidoarjo
Kekuatan atau keunggulan rumah sakit merupakan sesuatu hal memberikan dampak
positif bagi rumah sakit itu sendiri, adapun yang menjadi kekuatan RSUD Kabupaten
Sidoarjo antara lain:
1)
Sumber Daya Manusia
Di RSUD Kabupaten Sidoarjo sumber daya manusia yang kompeten merupakan hal
yang diutamakan. Para karyawan dituntut untuk selalu terampil, ulet, cepat dan
tanggap terutama dalam hal pelayanan kepada pasien. Oleh sebab itu dalam
merekrut karyawan selain mengutamakan pendidikan, juga diperlukan keramahan
dan kesabaran para pegawainya. Terutama dalam melayani pasien yang berusia
lanjut dan anak-anak yang memang harus dilayani dengan penuh kesabaran.
2)
Poduk
Produk yang diberikan oleh RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan produk yang
intangible product
atau tidak berwujud yakni pelayanan 24 jam, layanan rawat jalan,
layanan rawat inap (kelas 1,2,3 dan eksekutif). Selain itu ada beberapa produk
keunggulan lain yakni medical check up yang buka setiap hari Senin sampai Sabtu,
laparoscopy
(penggunaan alat berdiameter kecil pada rongga perut), endoscopy
(melihat bagian dalam tubuh menggunakan tabung yang memiliki kamera kecil di
ujungnya), hemodialisa (tindakan untuk membantu fungsi ginjal yang terganggu),
dan IPIT (ICCU, ECU, ICU, NICU/PICU) yang ditangani oleh dokter-dokter
spesialis.
3)
Pemasaran
Dalam cakupan pemasarannya, RSUD Kabupaten Sidoarjo mencakup kalangan
menengah atas dan menengah kebawah. Untuk masyarakat yang tergolong
menengah keatas bisa memanfaatkan poli eksekutif yang baru diresmikan di awal
tahun 2014 kemarin. Dalam melakukan pemasarannya, RSUD Kabupaten Sidoarjo
mengadakan berbagai kegiatan bakti sosial yang berupa pengobatan,
seminar-seminar, promosi melalui media cetak berupa koran/tabloid, media elektronik
melalui internet seperti websitenya www.rsd.sidoarjokab.go.id. Semuanya dilakukan
untuk menarik minat masyarakat dalam meningkatkan nilai jual RSUD Kabupaten
Sidoarjo.
4)
Hubungan Dengan Pemasok
Untuk memenuhi persediaan barangnya seperti obat-obatan dan alat-alat
kesehatan, RSUD Kabupaten Sidoarjo melakukan pemesanan langsung kepada
distributor-distributor perusahaan farmasi. Rumah sakit melakukan pemesanan
kepada distributor farmasi sesuai jenis obat yang sangat dibutuhkan oleh pasien.
Dengan melakukan pemesanan langsung, rumah sakit memperoleh harga yang
lebih murah dan seminimal mungkin dengan kualitas barang yang baik. Hal ini
dilakukan untuk menekan biaya yang akan dikeluarkan oleh rumah sakit.
5)
Lokasi
Lokasi RSUD Kabupaten Sidoarjo sangatlah strategis. Berada di tepi jalan raya yang
menghubungkan kota Surabaya-Malang tepatnya di jalan Mojopahit No. 667
Sidoarjo. Lokasi ini mudah dijangkau oleh semua kendaraan, selain itu letak rumah
sakit ini berada tidak jauh dari perumahan penduduk, perguruan tinggi dan
perkantoran sehingga lokasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ini semakin menunjang
untuk mencapai keunggulan bersaingnya.
b.
Identifikasi Kelemahan RSUD Kabupaten Sidoarjo
Kelemahan merupakan faktor yang dapat menghambat sebuah organisasi dalam
mencapai tujuan yang diinginkannya. Adapun kelemahan RSUD Kabupaten Sidoarjo
yang berasal dari faktor internal rumah sakit adalah sebagai berikut:
1)
Mutu Pelayanan
RSUD Kabupaten Sidoarjo memiliki visi menjadikan rumah sakit yang mandiri dan
prima dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian. Meskipun demikian, ada
beberpa faktor yang perlu diperbaiki kualitasnya. Salah satunya yakni waktu
tunggu di instalasi rawat jalan, hal ini dikarenakan jumlah pasien RSUD
Kabupaten Sidoarjo yang sangat banyak sehingga waktu tunggu pasien untuk
mendapatkan pelayanan cukup lama. Hal ini disebabkan karena dokternya tidak
hanya melayani pasien rawat jalan saja namun pasien rawat inap juga sehingga
terjadi keterlambatan dalam penangan kepada pasien.
2)
Fasilitas
Walaupun fasilitas yang diberikan RSUD Kabupaten Sidoarjo tergolong cukup
lengkap. Namun ada beberapa yang masih menjadi kekurangan yakni tidak
tersedianya ATM Center yang lengkap, saat ini hanya ada 2 ATM Center di RSUD
Kabupaten Sidoarjo yaitu ATM Bank Jatim dan ATM Bank BRI saja. Selain itu
tempat parkir sepeda motor yang selalu penuh sehingga para pengunjung
membutuhkan waktu cukup lama hanya untuk memarkirkan kendaraannya.
2.
Analisis Faktor Eksternal
Tujuan dilakukannya analisis faktor eksternal rumah sakit yakni untuk mengembangkan
daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman apa saja yang harus dihindari.
a.
Identifikasi Peluang RSUD Kabupaten Sidoarjo
Peluang rumah sakit merupakan sesuatu yang dapat meningkatkan keunggulan
bersaingnya, adapun yang menjadi peluang RSUD Kabupaten Sidoarjo antara lain:
1)
Status Rumah Sakit
RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan rumah sakit milik pemerintah daerah
kabupaten Sidoarjo tipe B Pendidikan. Sehingga di dalam penyelenggaraannya,
RSUD Kabupaten Sidoarjo di bawah pengawasan pemerintah secara penuh. Hal ini
menjadi peluang RSUD Kabupaten Sidoarjo guna mendapat kepercayaan penuh
masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan.
2)
Teknologi
Semakin berkembangnya teknologi maka banyak manfaat yang didapat oleh RSUD
Kabupaten Sidoarjo, antara lain meminimalkan biaya resep dengan menggantinya
dengan mengetik melalui komputer, kemudahan dalam mengakses data dan
infromasi melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS),
kemudahan bagi distributor farmasi dalam menawarkan produknya melalu sitem
online
katalog. Semua ini menjadikan pelayanan semakin cepat dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan setiap konsumen.
3)
Kekuatan Tawar-menawar Pemasok
Karena jumlah distributor farmasi dan alat-alat kesehatan sangatlah banyak, hal ini
memungkinkan RSUD Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan order obat-obatan dan
alat-alat kesehatan ke semua distributor farmasi dan alat-alat kesehatan yang
melakukan penawaran dengan discount paling tinggi. Hal ini merupakan upaya
efisiensi pengeluaran biaya.
b.
Identifikasi Ancaman RSUD Kabupaten Sidoarjo
Ancaman merupakan faktor yang dapat membuat sebuah organisasi susah untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya. Ancaman RSUD Kabupaten Sidoarjo antara lain
sebagai berikut:
1)
Paradigma Masyarakat
Stigma negatif masyarakat akan rumah sakit umum milik pemerintah tentang
pelayanannya menjadi salah satu ancaman RSUD Kabuapten Sidoarjo. Menurut
masyarakat, rumah sakit milik pemerintah pelayanannya dianggap masih jauh dari
harapan. Hal ini menjadi cambukan keras bagi RSUD Kabupaten Sidoarjo untuk
terus meningkatkan pelayanannya untuk menghapus stigma negatif tersebut.
2)
Intensitas Persaingan
Semakin banyaknya pesaing dengan jenis usaha yang sama mengakibatkan posisi
persaingan yang ada menjadi hambatan bagi RSUD Kabupaten Sidoarjo. Para
pesaing saling berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pelayanannya oleh
sebab itu RSUD Kabupaten Sidoarjo dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas
pelayanannya dan menawarkan berbagai strategi pemasaran untuk menarik calon
konsumennya.
3)
Adanya Produk Subtitusi
Di Kabupaten Sidoarjo terdapat 72 klinik pengobatan medis dan banyak klinik
pengobatan tradisional yang menjadi alternatif lain para calon pasien, contohnya
seperti pengobatan dengan cara herbal.
Matrik SWOT dan Strategi Rumah Sakit yang Dapat Direkomendasikan
Tabel 1 merupakan tabel dalam bentuk matrik SWOT yang menganalisa kekuatan (S),
kelemahan (W), peluang (O) dan ancaman (T) rumah sakit serta strategi-strategi (S-O, W-O,
S-T, W-T) yang dapat direkomendasikan kepada rumah sakit.
Tabel 1
Matriks SWOT dan Strategi Rumah Sakit yang Dapat Direkomendasikan
FAKTOR INTERNAL
KEKUATAN (STRENGTH) S KELEMAHAN (WEAKNESS) W
1. Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan handal, cepat, ramah dan sabar dalam pelayanan.
1. Mutu pelayanan yang harus lebih ditingkatkan.
FAKTOR EKSTERNAL
2. Produk pelayanan mulai dari pelayanan rawat jalan hingga poli rawat inap eksekutif dan
beberapa produk ungulan
lainnya.
2. Fasilitas yang kurang lengkap seperti ATM center dan kurang luasnya area parkir kendaraan roda dua.
3.Cakupan pemasaran yang
cukup luas ke semua kalangan masyarakat.
4. Membeli barang persediaan baik obat-obatan atau alat-alat kesehatan langsung kepada distributor.
5. Lokasi yang strategis di tepi
jalan raya Surabaya-Malang.
PELUANG (OPPORTUNITY) O STRATEGI YANG DIREKOMENDASIKAN (STRATEGI S-O) STRATEGI YANG DIREKOMENDASIKAN (STRATEGI W-O)
1. Status rumah sakit yang
merupakan rumah sakit milik
pemerintah daerah semakin
mendapat kepercayaan
masyarakat.
1. Rumah sakit lebih
meningkatkan jenis pelayanan.
1. Rumah sakit lebih meningkatkan
mutu pelayanannya supaya
waktu tunggu pasien tidak terlalu lama dengan cara menambah jumlah SDMnya.
2. Perkembangan teknologi yang semakin memudahkan rumah sakit dalam segi pemenuhan kepuasan masyarakat.
2. Rumah sakit lebih selektif
dalam memilih pemasok
(supplier) guna mendapatkan barang yang lebih berkualiats
dengan harga seminimal
mugkin.
2. Setiap SDM terus dilatih dalam
mengikuti perkembangan
teknologi yang semakin canggih.
3. Semakin banyaknya distributor
farmasi membuat kekuatan
tawar-menawar semakin rendah.
ANCAMAN (THREAT) T STRATEGI YANG DIREKOMENDASIKAN (STRATEGI S-T) STRATEGI YANG DIREKOMENDASIKAN (STRATEGI W-T)
1. Stigma masyarakat akan rumah sakit umum milik pemerintah yang cenderung negatif.
Melakukan berbagai macam
promosi untuk menarik minat calon pasien misalnya melalui rubrik kesehatan di media masa.
Mengevaluasi pelayanan yang
belum maksimal dan memberikan pelatihan-pelatihan kepada
karyawannya. 2. Jumlah pesaing yang semakin
bertambah banyak dari tahun ke
tahun membuat intensitas
persaingan semakin tinggi pula. 3. Adanya pengobatan alternatif
baik klinik medis maupun klinik
tradisional di Kabupaten
Sidoarjo.
Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan maka diketahui bahwa RSUD
Kabupaten Sidoarjo memiliki kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan
kelemahannya. Sedangkan peluangnya sama besar dengan ancamannya. Oleh sebab itu
peneliti memberikan beberapa strategi yang dapat direkomendasikan sebagai alternatif
mempertahankan posisi persaingan antar rumah sakit yakni antara lain:
1.
Strategi Strength-Opportunity (S-O)
a.
Rumah sakit lebih meningkatkan jenis pelayanan.
Strategi ini direkomendasikan oleh peneliti karena pelayanan merupakan tombak
utama rumah sakit dalam menarik minat calon konsumen. Oleh sebab itu dengan
menambah jenis layanan maka tujuan rumah sakit untuk menarik minat konsumen
sebanyak-banyaknya akan cepat terwujud. Walaupun jenis layanan yang telah
diberikan oleh RSUD Kabupaten Sidoarjo tergolong lengkap, namun dengan
berkembangnya teknologi di bidang kesehatan diharapkan RSUD Kabupaten Sidoarjo
mampu meningkatkan jumlah dan jenis layanannya.
b.
Rumah sakit lebih selektif dalam memilih pemasok (supplier) guna mendapatkan
barang yang lebih berkualiats dengan harga seminimal mugkin.
Banyaknya jumlah pemasok atau distributor obat-obatan dan alat-alat kesehatan
menyebabkan kekuatan tawar menawar supplier semakin tinggi sehingga rumah sakit
dengan mudah memilih distributor/pemasok dengan kualitas produk dan harga
terbaik. Hal ini meminimalisasi biaya pengeluaran obat-obatan rumah sakit.
2.
Strategi Weakness-Opportunity (W-O)
a.
Rumah sakit lebih meningkatkan mutu pelayanannya supaya waktu tunggu pasien
tidak terlalu lama dengan cara menambah jumlah SDMnya.
Kepuasan konsumen atau pasien merupakan prioritas utama rumah sakit. Salah satu
yang menjadi kepuasaan pasien adalah mendapatkan pelayanan yang cepat atau
segera. Oleh karena itu strategi ini direkomendasikan oleh peneliti untuk memberikan
pelayanan yang maksimal kepada pasien dengan cara menambah jumlah SDM yang
terkait supaya waktu tunggu pasien tidaklah terlalu lama.
b.
Setiap SDM terus dilatih dalam mengikuti perkembangan teknologi yang semakin
canggih.
Semakin majunya kecanggihan teknologi saat ini, maka haruslah ada peningkatan skill
kepada SDM rumah sakit. Oleh sebab itu rumah sakit memberikan pelatihan berkala
baik pelatihan internal maupun pelatihan eksternal. Misalnya dilakukan training atau
pengenalan alat-alat baru kepada karyawannya.
3.
Strategi Strength – Threat (S-T)
a.
Melakukan berbagai macam promosi untuk menarik minat calon pasien misalnya
melalui rubrik kesehatan di media masa.
Walaupun RSUD Kabupaten Sidoarjo merupakan rumah sakit milik pemerintah dan
menjadi rujukan, memperluas area pemasaran dengan cara promosi di berbagai media
masa diharapkan dapat meningkatkan jumlah konsumen. Misalnya melalui kegiatan
bakti sosial dan mengisi rubrik-rubrik kesehatan yang ada di tabloid.
4.
Strategi Weakness – Threat (W-T)
a.
Mengevaluasi pelayanan yang belum maksimal dan memberikan pelatihan-pelatihan
kepada karyawannya.
Rumah sakit memiliki beberapa ancaman dan salah satunya adalah pelayanan yang
dianggap belum maksimal. Oleh sebab itu rumah sakit diharapkan mampu
memaksimalkan pelayanan yang telah ada serta mampu berinovasi hal-hal baru dan
mengadakan pelatihan-pelatihan kepada para karyawannya.
Critical Success Factors Indikator Kinerja Finansial dan Non Finansial
Selain pelayanan, mengukur kinerja organisasi melalui indikator finansial seperti
menganalisis target dan realisasi pendapatan maupun anggaran dari tahun ke tahun juga
diperlukan untuk mengukur kinerja rumah sakit selama ini.
Berikut merupakan hasil analisis laporan keuangan terkait pendapatan dan anggaran
belanja :
1.
Pertumbuhan Pendapatan
Rumus menghitung presentase pertumbuhan pendapatan:
Pendapatan tahun ini – Pendapatan tahun lalu x 100 %
Pendapatan tahun lalu
Tabel 2
Target dan Realisasi Pendapatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2011-2013 Tahun Target Pendapatan Realisasi Pendapatan Selisih Lebih (Kurang) Pertumbuhan
Pendapatan
1 2 3 4 (3-2) 5
2011 Rp 115.000.000.000,00 Rp 141.441.094.911,44 Rp 26.441.094.911,44 - 2012 Rp 145.000.000.000,00 Rp 168.762.639.748,22 Rp 23.762.639.748,22 19,32% 2013 Rp 170.000.000.000,00 Rp 206.325.018.760,48 Rp 36.325.018.760,48 22,26% Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan RSUD Sidoarjo dari tahun
ke tahun selalu meningkat. Pertumbuhan pendapatan RSUD Sidoarjo tahun 2012 diperoleh
presentase sebesar 19,32%. Dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 22,26% atau naik
sebesar 2,94% dari tahun sebelumnya. Selain itu, total realisasi pendapatan RSUD Kabupaten
Sidoarjo dari 2011 sampai dengan tahun 2013 selalu melebihi target yang telah ditetapkan.
Untuk tahun 2011 pendapatan yang diperoleh melebihi target sebesar Rp 26.441.094.911,44 .
Tahun tahun 2012 melebihi target sebesar Rp 23.762.639.748,22 dan tahun 2013 melebihi
target sebesar Rp 36.325.018.760,48. Hal ini terjadi dikarenakan semakin banyaknya pasien
yang mempercayakan untuk berobat di RSUD Kabupaten Sidoarjo sehingga meningkatkan
jumlah pendapatan rumah sakit itu sendiri.
2.
Penyerapan Anggaran Belanja
Rumus menghitung presentase penyerapan anggaran belanja:
Realisasi anggaran tahun ini x 100 %
Jumlah anggaran yang disediakan tahun ini
Tabel 3
Target dan Realisasi Anggaran Belanja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2011-2013 Tahun Dianggarkan Target yang Realisasi Selisih Lebih (Kurang)
Penyerapan Anggaran Belanja 1 2 3 4 (3-2) 5 2011 Rp 157.989.168.707,75 Rp 166.371.029.429,89 Rp 8.381.860.722,14 105,31% 2012 Rp 203.354.106.864,00 Rp 204.672.292.568,62 Rp 1.318.185.704,62 100,65% 2013 Rp 251.492.328.714,66 Rp 240.807.978.559,48 Rp (10.684.350.155,18) 95,75%
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa RSUD Kabupaten Sidoarjo dari tahun ke tahun
presentase penyerapan belanja RSUD Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan. Di tahun
2011 RSUD Kabupaten Sidoarjo mampu menyerap anggaran belanja sebesar 105,31%, lalu
pada tahun 2012 turun menjadi 100,65% dan terakhir pada tahun 2013 turun menjadi 95,75%.
Berdasarkan presentase di atas, penyerapan belanja yang paling efisien terjadi pada tahun
2013 hal ini terbukti dari presentase yang kurang dari 100% atau dengan kata lain
realisasinya dibawah anggaran yang ditetapkan.
Selain data keuangan di atas, data rawat inap dan rawat jalan juga diperlukan untuk
menganalisa kinerja rumah sakit dari segi pelayanan, berikut tabel data hasil kegiatan
pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo:
Tabel 4
Data Hasil Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo NO. HASIL KEGIATAN PELAYANAN SATUAN TAHUN
2011 2012 2013
1 Jumlah Pasien Rawat Inap orang 44.863 43.586 46.944
2 Jumlah Hari Perawatan Hari 149.929 158.219 171.731
3 Jumlah Tempat Tidur yang Digunakan Buah 579 600 608
4 Jumlah Pasien Rawat Jalan orang 380.240 276.375 338.083
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Dan berikut ini adalah indikator pelayanan yang telah dicapai oleh RSUD Kabupaten
Sidoarjo dengan menggunakan standar yang telah dibuat oleh Departemen Kesehatan RI
(BOR, ALoS, BTO, dan TOI):
1.
Bed Occupancy Rate
(BOR)
Bed Occupancy Rate
(BOR) digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. BOR merupakan presentase yang menunjukkan sejauh mana pemakaian
tempat tidur yang tersedia di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Nilai parameter
BOR yang ideal adalah antara 60-85%, apabila BOR kurang dari 60% maka menunjukkan
rendahnya pemanfaatan tempat tidur dan apabila BOR menunjukkan angka lebih dari 85%
dapat dikatakan pemanfaatan tempat tidur yang terlalu tinggi, hal ini pun berdampak buruk
bagi rumah sakit karena rumah sakit harus melakukan penambahan jumlah tempat tidur.
Rumus menghitung presentase Bed Occupancy Rate (BOR):
BOR =
Jumlah
Hari
Perawatan
Jumlah
Tempat
Tidur
x
Jumlah
Hari
(1Periode)
x
100%
Tabel 5
Bed Occupancy Rate (BOR)
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo
NO. KETERANGAN SATUAN TAHUN STANDAR IDEAL 2011 2012 2013
1 Jumlah Hari Perawatan Hari 149.929 158.219 171.731
60-85%
2 Jumlah Tempat tidur Buah 579 600 608
3 Periode waktu Hari 365 366 365
4 No.2 dikali No.3 - 211.335 219.600 221.920
5 BOR (No.1 dibagi No.4) x 100% Presentase 70,94 72,05 77,38
6 Rata-rata BOR Presentase 73,46
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat disimpulkan bahwa perhitungan BOR yang paling
rendah terjadi pada tahun 2011 dimana nilai BOR sebesar 70,94%, 72,05% pada tahun 2012
dan yang paling tinggi terjadi di tahun 2013 sebesar 77,38%. Hal ini dikarenakan
meningkatnya jumlah hari perawatan disertai dengan penambahan jumlah tempat tidur dari
tahun ke tahun walaupun penambahan jumlah tempat tidur tidak terlalu signifikan. Namun
demikian presentase BOR ketiga tahun tersebut masih sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan yakni antara 60-85% .
Apabila BOR kurang dari 60% maka menunjukkan rendahnya tingkat pemanfaatan
tempat tidur. Jika BOR melebihi 85% menunjukkan terlalu tingginya tingkat pemanfaatan
tempat tidur yang berarti bahwa perlu pengembangan dan penambahan jumlah tempat
tidur karena secara medis pemanfaatan tempat tidur yang melebihi standar maksimal BOR
akan mengganggu kualitas kesehatan pasien. Dalam hal ini, pemanfaatan tempat tidur di
RSUD Kabupaten Sidoarjo masih cukup baik yakni tidak kurang dan tidak melebihi standar
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.
Average Length of Stay
(ALoS)
Average Length of Stay
(ALoS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien dengan
membandingkan jumlah hari perawatan pasien keluar dengan jumlah pasien keluar.
Indikator ini, disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan rumah sakit. Secara umum ALoS yang ideal berkisar antara 6-9
hari, penetapan tersebut bertujuan untuk mengetahui bahwa satu hari pertama pasien sudah
dapat didiagnosa penyakit yang diderita, tiga hari berikutnya merupakan tahap
penyembuhan, dan tiga hari terakhir merupakan tahap pemulihan kondisi pasien.
Rumus menghitung jumlah Average Length of Stay (ALoS):
ALoS =
Jumlah
Hari
Perawatan
Pasien
Keluar
Tabel 6
Average Length of Stay (ALoS)
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo
NO. KETERANGAN SATUAN TAHUN STANDAR IDEAL 2011 2012 2013
1 Jumlah Hari Perawatan Hari 149.929 158.219 171.731
6-9 hari
2 Jumlah Pasien Keluar Orang 44.863 43.586 46.944
3 ALoS (No.1 dibagi No.2) Hari 3,34 3,63 3,66
4 Rata-rata ALoS Hari 3,54
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Berdasarakan tabel 6 di atas, perhitungan ALoS dari tahun 2011 hingga tahun 2013
rata-rata pertahun diperoleh hasil sebesar 3,54 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
hanya dirawat kurang dari 4 hari. Nilai ALoS yang terjadi pada tahun 2011 yakni selama
3,34 hari, tahun 2012 selama 3,63 hari dan dan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2013
selama 3,66 hari.
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai ALoS selama tiga tahun tersebut belum
mencapai standar minimum yang ditetapkan, dengan kata lain pasien pulang lebih cepat
dari waktu standar perawatan. Ada dua kemungkinan mengapa hal ini terjadi, yang
pertama adalah kemungkinan bahwa pasien ingin cepat pulang sebelum keadaanya
benar-benar pulih dan kemungkinan yang kedua adalah pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo
memang sudah benar-benar maksimal sehingga pasien pulih kurang dari waktu standar
yang ditentukan.
3.
Bed Turn Over
(BTO)
Bed Turn Over
(BTO) dalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. BTO diperoleh dengan
cara membandingkan jumlah pasien yang keluar seluruhnya baik pasien keluar dengan
keadaan sembuh, meninggal ataupun dirawat di rumah sakit lain. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai sebanyak 40-50 kali.
Rumus menghitung frekuensi Bed Turn Over (BTO):
BTO =
Jumlah
Pasien
Keluar
(Hidup + Mati)
Jumlah
Tempat
Tdiur
Tabel 7
Bed Turn Over (BTO)
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo
NO. KETERANGAN SATUAN TAHUN STANDAR IDEAL 2011 2012 2013
1 Jumlah Pasien Keluar Orang 44.863 43.586 46.944
40-50 kali
2 Jumlah Tempat Tidur Buah 579 600 608
3 BTO (No.1 dibagi No.2) Kali 77 73 77
4 Rata-rata BTO Kali 76
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Berdasarkan tabel 7 diatas, perhitungan BTO dari tahun 2011 sampai dengan 2013
melebihi standar ideal yang telah ditetapkan yakni berkisar antara 40-50 kali dalam setahun.
Pada tahun 2011 frekuensi pemakaian tempat tidur sebanyak 77 kali, pada tahun 2012
menurun sebanyak 73 kali dan pada tahun 2013 meningkat lagi sebanyak 77 kali. Rata-rata
BTO dari tahun 2011 hingga tahun 2013 melebihi 70 kali yakni rata-rata sebanyak 76 kali
pertahun.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa meningkatnya jumlah pasien keluar pada RSUD
Kabupaten Sidoarjo tidak diimbangi dengan jumlah penambahan tempat tidur yang sesuai,
walaupun dapat dilihat bahwa terdapat upaya dari pihak RSUD Kabupaten Sidoarjo untuk
melakukan penambahan jumlah tempat tidur dari tahun ke tahun yang jumlahnya tidak
terlalu banyak yakni rata-rata sebanyak 10 buah tempat tidur pertahun.
4.
Turn Over Interval
(TOI)
Turn Over Interval
(TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus menghitung jumlah Turn Over Interval (TOI):
TOI =
(Jumlah
Tempat
Tidur
x
Periode)
−
Jumlah
Hari
Perawatan
Jumlah
Pasien
Keluar
(Hidup + Mati)
Tabel 8
Turn Over Interval (TOI)
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo
NO. KETERANGAN SATUAN TAHUN STANDAR IDEAL 2011 2012 2013
1 Jumlah Tempat tidur Buah 579 600 608
1-3 hari
2 Periode waktu Hari 365 366 365
3 No.1 dikali No.2 - 211.335 219.600 221.920
4 Jumlah Hari Perawatan Hari 149.929 158.219 171.731
5 No.3 dikurangi No.4 - 61.406 61.381 50.189
6 Jumlah Pasien Keluar Orang 44.863 43.586 46.944
7 TOI (No. 5 dibagi No.6) Hari 1,37 1,41 1,07
8 Rata-rata TOI Hari 1,28
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Berdasarkan tabel 8 di atas, perhitungan TOI pada tahun 2012 terjadi peningkatan dari
1,37 hari di tahun 2011 menjadi 1,41 hari sedangkan pada tahun 2013 terjadi penurunan
menjadi 1,07 hari. Akan tetapi dilihat dari rata-rata TOI dari tahun 2011 sampai dengan
tahun 2013 masih sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berkisar antara 1-3 hari. Itu
artinya interval tempat tidur kosong di RSUD Kabupaten Sidoarjo cenderung stabil dan
selalu cepat terisi pasien baru. Hal ini memberikan pengertian bahwa RSUD Kabupaten
Sidoarjo selalu cekatan dalam membersihan tempat tidur pasien sebelum digunakan oleh
pasien berikutnya.
Selain indikator pelayanan untuk mengukur kinerja berdasarkan standar yang telah
dibuat oleh Departemen Kesehatan RI seperti di atas, adapun indikator pengukuran kinerja
lainnya adalah sebagai berikut:
5.
Kunjungan Pasien Rawat Jalan (Poli)
Kunjungan pasien rawat jalan merupakan kunjungan pasien ke bagian rawat jalan atau
ke poli dalam rentang waktu tertentu, hal ini diperoleh dengan membandingkan jumlah
kunjungan pasien rawat jalan dengan hari kerja poliklinik RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Pada tabel berikut akan disajikan jumlah kunjungan rawat jalan RSUD Kabupaten
Sidoarjo dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
Tabel 9
Kunjungan Pasien Rawat Jalan
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo
NO. KETERANGAN SATUAN TAHUN
2011 2012 2013
1 Jumlah Pasien Rawat Jalan Orang 380.240 276.375 338.083
2 Periode Waktu Hari 365 366 365
3 Rata-rata Pasien Rawat Jalan Orang 1.042 755 926
Sumber: Data Internal RSUD Kabupaten Sidoarjo yang Telah Diolah
Berdasarkan tabel 9 data kunjungan pasien rawat jalan di atas, kunjungan terendah
terjadi pada tahun 2012 sebanyak 755 orang/hari dan kunjungan tertinggi terjadi pada tahun
2011 sebanyak 1.042 orang/hari. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah kujungan pasien
rawat jalan atau poliklinik RSUD Kabupaten Sidoarjo mengalami kenaikan dan penurunan
setiap tahunnya.
Walaupun kunjungan pasien rawat jalan belum ditentukan standarnya karena nilai
yang dicapai akan fleksibel sesuai dengan baik tidaknya pelayanan setiap tahun, namun
indikator ini dapat melengkapi indikator-indikator kinerja sebelumnya walau tingkat
validitasnya dianggap masih kurang.
6.
Analisa Kinerja Pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan Sudut Pandang
Konsumen Melalui Penyebaran Kuesioner
Untuk mengetahui tingkat kepuasaan pasien tehadap pelayanan yang telah diberikan
oleh rumah sakit, maka dilakukan penyebaran kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang mengacu pada kepuasan pasien. Pasien yang menjadi responden sebanyak 50 orang
tanpa membedakan jenis kelamin dan usia.
Skoring yang diberikan berdasarkan content item. Skoring dari setiap unsur pelayanan
mencerminkan tingkat kualitas pelayanan yakni dari sangat jauh dari harapan dengan skor 1
hingga jauh melebihi harapan dengan skor 5. Berikut hasil rekapitulasi kepuasan pasien
terhadap pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 10
Tanggapan Pasien atas Pelayanan dan Sarana Prasarana Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo tahun 2014 No. Jenis Pelayanan Keterangan
I. PROSES PENDAFTARAN Sebesar 52% dari total responden menyatakan bahwa kemudahan menemukan lokasi pendaftaran sudah sangat baik atau melebihi harapan responden. Sedangkan untuk
kelancaran proses pendaftaran, 44% responden
menyatakan sudah sesuai dengan harapan dan sisanya 36% responden menyatakan melebihi harapan, 14% jauh melebihi harapan. Untuk keramahan dan kesopanan petugas sekitar 44% responden menyatakan melebihi harapan dan 38% responden menyatakan kecepatan proses pendaftaran sudah sesuai dengan harapan. 1. Kemudahan lokasi
2. Kelancaran proses
3. Keramahan dan kesopanan petugas 4. Kecepatan proses
II. PELAYANAN Sebesar 60% dari total responden menyatakan bahwa keramahan dan kesopanan petugas sudah sesuai dengan harapan, sedangkan 18% responden menyatakan bahwa waktu tunggu pelayanan masih jauh dari harapan, 30% responden menyatakan bahwa kecepatan petugas sesuai harapan dan 84% responden menyatakan bahwa ketepatan pengobatan sesuai dengan harapan.
1. Keramahan dan kesopanan petugas 2. Waktu tunggu
3. Kecepatan petugas 4. Ketepatan pengobatan
III. PROFESIONALISME STAFF Sebanyak 70% responden menyatakan bahwa ketepatan waktu jam buka dan kehadiran petugas sudah sesuai dengan harapan, sedangkan 60% responden menyatakan bahwa staff sangat cekatan dalam menyelesaikan tugasnya serta 74% responden menyatakan bahwa tenaga ahli yang tersedia seperti dokter dan perawat sudah sesuai dengan harapan mereka.
1. Ketepatan waktu buka 2. Waktu kehadiran staff 3. Kecekatan staff
4. Tenaga ahli yang tersedia
IV. PROSES ADMINISTRASI Menurut jawaban responden, sekitar 50% responden menjawab bahwa kemudahan menemukan kantor administrasi sudah sesuai dengan harapan, 60% responden menyatakan bahwa mudah dalam memahami tagihan biaya, sekitar 54% responden menyatakan bahwa keramahan petugas administrasi sesuai harapan dan untuk kelancaran proses administrasi sekitar 4% responden menjawab masih jauh dari harapan.
1. Kemudahan lokasi pembayaran 2. Kemudahan memahami tagihan 3. Keramahan petugas
4. Kelancaran proses
V. SARANA DAN PRASARANA Menurut 52% responden menjawab bahwa kecukupan peralatan medis sesuai harapan, 50% responden menjawab bahwa obat sudah cukup lengkap, 34%
responden menjawab melebihi harapan tentang
ketersediaan oksigen dan peralatan di waktu mendadak, dan 20% responden menyatakan bahwa mereka mudah menemukan lokasi apotek.
1. Kecukupan peralatan 2. Kelengkapan obat 3. Ketersediaan oksigen 4. Kemudahan lokasi apotek
VI. KENYAMANAN DAN KEBERSIHAN Sekitar 40% responden menyatakan bahwa kebersihan ruangan melebihi harapan pasien, untuk kebersihan kamar mandi sekitar 24% responden sudah cukup puas, 30% responden menyatakan bahwa ruangan cukup terang dan tidak terlalu bising dan 2% responden menyatakan bahwa kesegaran ruangan masih dianggap kurang.
1. Kebersihan ruangan 2. Kebersihan kamar mandi 3. Kebisingan ruang tunggu 4. Kesegaran ruangan
VII. FASILITAS Hampir 52% responden menyatakan bahwa luas tempat parkir kendaraan masih di bawah harapan artinya luas tempat parkir masih kurang luas, 60% responden menyatakan bahwa ketersediaan ambulans melebihi harapan responden, 80% responden menyatakan lokasi tempat ibadah mudah dijangkau sedangkan menurut 18% responden untuk ketersediaan mesin ATM untuk bank-bank laih dinilai masih kurang, serta 8% responden menyatakan bahwa kantin yang tersedia sudah melebihi harapan responden.
1. Luas tempat parkir 2. Ambulans 3. Tempat ibadah 4. Bank dan ATM Center 5. Kantin
Sumber: Olahan Peneliti