• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Elemen Hingga dalam Analisis Pengaruh Persentase Filler terhadap Getaran Balok Komposit Serbuk Kayu Jati dan Bayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Metode Elemen Hingga dalam Analisis Pengaruh Persentase Filler terhadap Getaran Balok Komposit Serbuk Kayu Jati dan Bayam"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Metode Elemen Hingga dalam Analisis

Pengaruh Persentase Filler terhadap Getaran Balok

Komposit Serbuk Kayu Jati dan Bayam

M. Ahadyat Z

Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Dayanu Iksanuddin Baubau-Indonesia (corresponding

author phone: +6281346675080; e-mail: [email protected]).

Hammada Abbas

Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Jl. P. Kemerdekaan Km 10 Makassar 90245

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) akibat pengaruh variasi persentase filler dan variasi penempatan penggetar pada balok komposit partikel serbuk gergaji bermatriks epoksi dan menentukan modulus elastisitas (E) melalui pengujian tarik. Penelitian getaran ini untuk analisis numerik digunakan Metode Elemen Hingga dan dieksekusi dengan program MATLAB, sedangkan untuk analisis eksperimental digunakan metode spektrum. Untuk metode elemen hingga pada analisis numerik, batang dibagi 5 elemen dengan 6 titik nodal, sedangkan untuk analisis eksperimental dilakukan variasi penempatan eksiter sebanyak 5 posisi. Tumpuan yang digunakan adalah jepit-bebas (kantilever) dengan bahan komposit epoksi dengan bahan pengisi serbuk gergaji berbentuk balok dengan dimensi panjang 50 cm, lebar 3 cm, dan tebal 2 cm. Bahan komposit terdiri dari komposit serbuk kayu jati dan komposit serbuk kayu bayam, tiap komposit terdiri dari empat variasi persentase filler yaitu 5%, 10%, 15%, dan 20%. Hasil penelitian menunjukkan nilai frekuensi pribadi (n), kekakuan (k) dan modulus elastisitas (E) komposit dipengaruhi persentase filler. Nilai frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) mengalami penurunan dengan bertambah jauhnya posisi eksiter dari tumpuan jepitan. Kata Kunci : komposit, getaran, modulus elastisitas, frekuensi

pribadi, kekakuan.

I. PENDAHULUAN

ada era sekarang ini perkembangan material komposit di bidang rekayasa sangat pesat. Material komposit telah banyak digunakan sebagai alternatif pengganti logam. Salah satu tugas ahli teknik adalah mengadaptasi material untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemajuan teknologi mendorong peningkatan dalam hal permintaan terhadap bahan komposit, bidang industri pesawat terbang, otomotif, olahraga, indusri minyak dan gas telah memakai komposit untuk membangun infrastrukturnya. Pada aplikasi di atas struktur komposit menjanjikan keuntungan khusus, selain kekuatan, ringan dan ketahanan terhadap korosi [1].

Pada penelitian ini akan dikembangkan penggunaan material komposit polimer dengan bahan pengisi (filler) serbuk kayu gergaji (sawdust) pada sistem tumpuan jepit-bebas (cantilever). Sebagai solusi analisis numerik digunakan metode elemen hingga dengan bantuan program komputasi

Matlab (Matriks Labolatory), dan analisis spektrum getaran yang digunakan untuk menganalisis getaran balok komposit dengan metode eksperimental.

Serbuk kayu adalah polimer yang mengandung selulosa. Material-material yang ditambahkan pada polimer ditujukan untuk meningkatkan kekuatan atau ketangguhan atau untuk menghasilkan fleksibilitas. Kadang-kadang penambahan material tertentu untuk mengurangi biaya produk, dan sekaligus pada saat bersamaan sifat lain dapat pula ditingkatkan [2]. Serbuk kayu (serbuk gergaji yang halus) umumnya ditambahkan pada plastic PF (Phenol-formaldehida) untuk meningkatkan kekuatan. Sebagai keuntungan tambahan, serbuk kayu juga merupakan suatu bahan baku yang tergantikan mudah diperoleh sebagai limbah dari industri kayu (industri sawmill dan mebel) dengan harga murah (bahkan masih dianggap sebagai limbah tidak dihargai). Jadi bersamaan dengan meningkatnya daya guna produk, harga juga dapat ditekan. Inilah yang sesungguhnya dinamakan rekayasa!

Salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan bangunan dari material kayu dari serangan rayap adalah pengembangan teknologi papan komposit yaitu mengkombinasikan serbuk kayu dengan plastik [3]. Penelitian penggunaan serbuk gergaji sebagai filler dengan matriks resin phenol untuk diuji ketangguhan patah [4]. Penggunaan komposit partikel serbuk kayu gergaji (sawdust) dengan resin urea formaldehid sebagai bahan baku utama box speaker [5]. Analisis Numerik dan Eksperimental Getaran Balok Komposit yang diperkuat Serat Ijuk [6]. Penentuan frekuensi pribadi pada getaran balok komposit dengan penguat fiberglass [7].

Getaran merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam perencanaan konstruksi . Penghitungan frekuensi pribadi penting karena dalam perancangan enjineering sering suatu benda terbebani oleh beban harmonik atau beban dengan pola sinusoidal [8]. Ketika frekuensi gaya eksitasi bersamaan dengan salah satu frekuensi pribadi sistem, maka kondisi resonansi terjadi dan menghasilkan simpangan yang besar. Kerusakan pada struktur utama seperti jembatan konstruksi beton atau baja, gedung atau sayap pesawat terbang dapat terjadi pada kondisi resonansi. Olehnya itu penentuan frekuensi pribadi sangat penting pada suatu sistem yang mengalami getaran. Untuk menganalisa getaran yang terjadi

P

(2)

pada batang dengan tumpuan tertentu, salah satunya adalah dengan menggunakan metode elemen hingga [9].

Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) adalah metode numerik untuk mendapatkan solusi persamaan diferensial yang sering digunakan sebagai model permasalahan enjineering. Mengapa Metode Elemen Hingga?. Karena saat ini Metode Elemen Hingga merupakan metode numerik yang paling versatile untuk memecahkan problem dalam domain continuum. Seperti dalam problem getaran (vibration). Proses inti Metode Elemen Hingga adalah membagi problem yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil atau elemen-elemen sehingga solusi yang lebih sederhana dapat diperoleh. Solusi setiap elemen jika digabungkan akan menjadi solusi problem secara keseluruhan [10].

Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan beberapa pemanfaatan pertikel serbuk gergaji untuk papan komposit, box speaker, pengujian ketahanan beban kejut serta pengujian getaran pada komposit menunjukkan bahwa pemanfaatn serbuk gergaji dapat dikembangkan dan memiliki potensi yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh variasi persentase filler serbuk gergaji dan posisi eksiter terhadap frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) balok komposit serbuk gergaji.

II. LANDASAN TEORI A. Teori Getaran

Getaran adalah gerakan berosilasi (bolak balik) dari sistem mekanis serta kondisi-kondisi dinamisnya. Gerakan dapat berupa benturan yang berulang secara kontinyu dapat juga gerakan tidak beraturan atau acak dalam suatu interval waktu tertentu. Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar, jadi kebanyakan mesin dan struktur rekayasa (engineering) mengalami getaran sampai derajat tertentu dan rancangannya biasanya memerlukan pertimbangan sifat osilasinya [8].

Secara umum ada dua kategori getaran yaitu : getaran paksa dan bebas. Getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar, jika rangsangan tersebut berosilasi maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi. Getaran tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada suatu bagian tertentu dari sistem tersebut. Oleh karena itu, kita berusaha untuk mengurangi efek-efek merugikan dari getaran dengan jalan mengisolasi, meredam dan lain sebagainya. Adapun Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri, dan tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuannya.

Semua sistem yang bergetar mengalami redaman sampai derajat tertentu karena gesekan dan tahanan lain. Perhitungan frekuensi natural biasanya dilaksanakan atas dasar tidak ada redaman. Untuk memperoleh frekuensi pribadi, maka terlebih dahulu menentukan persamaan diferensial gerak suatu sistem. Untuk kasus pada gambar, diagram benda bebasnya adalah :

Gambar 1. Diagram Benda Bebas Sistem Pegas Gambar menunjukkan diagram benda bebas dari pegas dengan kekakuan (k) (N/m) dan massa (m) (kg) dengan perpindahan pegas () (m) dan percepatan gravitasi (g) (m/s2). Dengan memberikan perpidahan awal (x) (m) kemudian dilepaskan maka sistem bergetar bebas dengan percepatan (m/s2). Dari diagram benda bebas di atas diperoleh persamaan differensial geraknya (PDG) adalah dengan menggunakan hokum Newton II yaitu massa (m) (kg) dikalikan dengan percepatan (m/s2) dan dijumlahkan dengan kekakuan (k) (N/m) dikalikan dengan perpindahan (x) (m):

0 0 ) ( .                  

x m k x kx x m k mg x k mg x m a m F 0     kx x m (1)

Persamaan ini merupakan persamaan diferensial gerak dari getaran bebas tanpa peredam , yang merupakan persamaan diferensial homogen orde dua. Penyelesaian umum secara matematis menghasilkan frekuensi pribadi (n) (rad/s)yaitu akar dua hasil perbandingan kekakuan (k) (N/m) dengan massa (m) (kg) : m k n

(2)

B. Teori Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan sebagai salah satu solusi pendekatan untuk memecahkan berbagi permasalahan fisik.

Adapun dasar dari metode elemen hingga adalah membagi benda kerja menjadi elemen-elemen kecil yang jumlahnya berhingga sehingga dapat menghitung reaksi akibat beban (load) pada kondisi batas (boundary condition) yang diberikan. Dari elemen-elemen tersebut dapat disusun persamaan-persamaan matriks yang biasa diselesaikan secara numerik dan hasilnya menjadi jawaban dari kondisi beban yang diberikan pada benda kerja tersebut.

Metode elemen hingga (MEH) dapat mengubah suatu masalah yang memiliki jumlah derajat kebebasan tidak berhingga menjadi suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya lebih sederhana. Metode ini merupakan metode computer oriented yang harus

(3)

dilengkapi dengan program-program komputer digital yang tepat dalam penelitian ini penulis menggunakan program MATLAB untuk perhitungan numerik.

MATLAB merupakan suatu program computer yang bisa membantu memecahkan berbagai masalah matematis yang kerap ditemui dalam bidang teknis. Kemampuan MATLAB dapat dimanfaatkan untuk menemukan solusi dari berbagai masalah numeric secara cepat, mulai hal yang paling dasar hingga yang kompleks, seperti mencari akar-akar polynomial, interpolasi dari sejumlah data, perhitungan dengan matriks, pengolahan sinyal, dan metode numerik [11]. Secara umum prosedur penyelesaian dengan Metode Elemen Hingga dan langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut [12]:

1. Diskritisasi dan Memilih Konfigurasi Elemen. Langkah ini menyangkut pembagian benda menjadi sejumlah benda ―kecil‖ yang sesuai yang dinamakan elemen hingga. Perpotongan antara elemen-elemen dinamakan simpul atau titik simpul .

2. Memilih Model atau Fungsi Pendekatan. Menentukan fungsi persamaan yang tepat yang akan digunakan untuk kasus model fisik yang tengah disajikan, berdasar dari karakteristik elemen tersebut.

3. Menentukan hubungan Regangan (gradient) perpindahan (yang tak diketahui) dan Tegangan-Regangan.

4. Menurunkan persamaan-persamaan elemen. Dengan memakai hukum atau prinsip yang tersedia, kita akan memperoleh persamaan-persamaan yang mengatur perilaku elemen.

5. Perakitan persamaan elemen untuk mendapatkan persamaan global atau persamaan rakitan dan mengenal syarat batas.

6. Memecahkan besaran-besaran primer yang tak diketahui.

7. Memecahkan besaran-besaran penurunan atau sekunder.

8. Interpretasi hasil-hasil.

Prosedur perhitungan frekuensi peribadi dan kekakuan dengan metode elemen hingga dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Diskretisasi atau pembagian batang menjadi elemen-elemen. Pada penelitiam ini batang dibagi menjadi 5 elemen, sehingga masing-masing elemen memiliki panjang L= / 5. Derajat kekebasan setiap titik nodalnya adalah dua, yaitu perpindahan transversal dan perpindahan sudut. Sehingga total jumlah derajat kebebasan adalah 12, seperti pada gambar 3.

Gambar 2. Pembagian Elemen Balok Komposit

2. Menyusun matriks massa local dan matriks kekakuan lokal (elemen) dalam koordinat struktur Matriks massa lokal dan matriks kekakuan local. Matriks massa lokal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3) yaitu masa persatuan panjang (m) (kg/m) dikalikan dengan panjang balok perelemen (l) (m) dan dikalikan dengan matriks massa :

 

                   2 2 2 2 4 22 3 13 22 156 13 54 3 13 4 22 13 54 22 156 420 l l l l l l l l l l l l ml m (3)

Sedangkan matriks kekakuan lokal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4) yaitu modulus elasitisitas (E) (Kg/m2) dikalikan dengan momen inersia balok (I) (m4) dan dibagi dengan panjang balok perlemen pangkat tiga (l) (m3) kemudian dikalikan dengan matriks kekakuan :

 

                   2 2 2 2 3 4 6 2 6 6 12 6 12 2 6 4 6 6 12 6 12 l l l l l l l l l l l l l EI k (4)

Untuk mendapatkan momen inersia balok berikut rumus perhitungan yaitu lebar balok (b) (m) dikalikan dengan tebal balok pangkat tiga (h) (m3) kemudian dibagi dua belas :

12 3 bh I  (5)

3. Transformasi matriks massa dan matriks kekakuan dalam koordinat lokal ke koordinat global.

=

(6) Dan transformasi matriks kekakuan sebagai berikut :

= (7)

4. Memasukan syarat batas kedalam persamaan matriks getaran batas kemudian mereduksi matriks.

5. Menyusun persamaan matriks eigenvalue setelah kondisi batas dimasukkan ke dalam persamaan matriks getaran bebas.

- =0 (8)

6. Menentukan harga frekuensi pribadi dari persamaan karekteristik eigenvalue.

(4)

= (9) 7. Menentukan nilai kekakuan dari

frekuensi pribadi, dimana : k = m. (10)

C. Material Komposit dan Komponen Komposit

Secara umum material komposit didefinisikan sebagai campuran makroskopik antara serat atau partikel (serbuk) dan matriks. Serat atau partikel serbuk berfungsi memperkuat matriks karena umumnya serat atau partikel serbuk lebih kuat dari matriks [13].

1. Matriks .

Matriks adalah bahan yang diperkuat oleh serat atau serbuk penguat yang berfungsi mengikat serat/serbuk yang satu dengan yang lainnya. Bahan yang paling umum dipakai sebagai matriks adalah metal atau polimer. Pada saat ini polimer paling sering dipergunakan karena lebih ringan dan tidak korosif. Matriks berfungsi melindungi serat atau serbuk dari efek lingkungan dan kerusakan akibat benturan

[2].

2. Resin Epoksi

Thermosetting plastik merupakan bahan plastik yang telah mengalami reaksi kimia oleh reaksi panas atau katalis. Plastik ini tidak dapat dicairkan kembali dan diperoses kembali jika dipanasi pada suhu tinggi akan terurai dan rusak, plastik termoset ini salah satunya adalah epoksi. Keuntungan plastik termoset ini dalam aplikasi perencanaan teknik adalah kekakuan tinggi, kestabilan suhu tinggi, kestabilan dimensi tinggi, resistensi terhadap mulur dan deformasi di bawah pembebanan, ringan dan sifat isolasi termal dan listrik yang tinggi.

3. Partikel Kayu (serbuk gergaji) Sebagai Filler dan Penguat Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi partikel

adalah sebagai penguat bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih baik bila dibandingkan dengan tanpa penguat,selain itu partikel juga menghemat penggunaan resin. Beberapa syarat untuk dapat memperkuat matriks antara lain partikel mempunyai Modulus Elastisitas yang tinggi dan mampu menerima perubahan gaya yang bekerja padanya. Material-material partikulat pada dasarnya sama-sumbu (aquiaxed); artinya tidak ada perbedaan yang mencolok dalam ketiga dimensi ruang mereka. Material partikulat umumnya berbentukl angular, atau bulat parsial atau acak. Material partikulat sering digunakan sebagai penguat dan sebagai pengisi (filler) dalam suatu komposit. Pemakaian serbuk kayu sebanyak 25 % s/d 35% dengan resin fenol-formaldehida akan mengoptimalkan kekuatan dan mengurangi biaya, karena serbuk kayu jauh lebih murah dari pada resin [2].

Dalam penelitian ini partikel kayu (serbuk gergaji) dikombinasikan dengan resin sebagai matriksnya untuk mendapatkan komposit alternatif. Kayu merupakan material yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan material lain. Kayu telah digunakan jauh sebelum digunakannya material konstruksi lainnya, dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, dan tetap akan memegang peran penting. Olehnya itu ketersediaan serbuk kayu gergaji akan

senantiasa terjamin jika kita ingin mengembangkan komposit partakel dalam penelitian ini

III. METODELOGI A. Tempat, Alat, dan Bahan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Mesin Universitas Hasanuddin untuk pembuatan specimen uji tarik dan getar, pengujian tarik di Laboratorium Teknik Mesin UKI Paulus Makassar, dan untuk pengujian getaran di Biro Perencanaan Pabrik PT. Semen Tonasa Pangkep. Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :

1. Alat-alat pembuatan komposit yang terdiri dari : a. Cetakan kaca, sebagai media pembuatan spesimen. b. Gelas ukur, untuk mengukur volume resin dan

serbuk.

c. Wadah, sebagai tempat pencampuran resin, serbuk dan hardener (katalis).

d. Timbangan digunakan untuk menimbang seberapa berat resin dan serbuk yang akan dicampur dalam proses pembuatan komposit sesuai dengan fraksi berat.

e. Lem kaca (silicone glass)

f. Amplas dan gurinda potong, untuk meratakan dan memotong spesimen sesuai ukuran standar.

2. Alat uji tarik, untuk mengetahui kekuatan tarik dan modulus elastisitas komposit.

3. Alat uji getaran yang terdiri dari :

a. Alat pengukuran getaran model Lenovo Analyzer Vibration.

b. Motor penggetar (eksiter). c. Tumpuan Jepit-bebas (kantilever).

Bahan dalam penelitian ini adalah balok komposit yang dengan variasi filler serbuk jati dan bayam masing-masing dengan persentase 5%, 10%, 15% dan 20%.

Bentuk bahan untuk uji getaran dengan dimensinya ditunjukkan pada gambar 3 berikut :

Gambar 3. Bentuk Bahan Uji Getaran B. Prosedur Pembuatan Spesimen

a. Mengeringkan serbuk kayu yang ada agar memiliki kering yang seragam

b. Proses pengayakan serbuk gergaji dengan ukuran ≤ 1 mm serta memisahkannya dari kotoran benda-benda asing.

c. Menghitung berat masing-masing bahan dengan penimbangan pada timbangan digital sesuai perbandingan campuran komposit yang sesuai dengan rancangan awal.

d. Membuat cetakan dari kaca untuk bahan uji tarik dan bahan uji getaran sesuai dengan dimensi yang diperlukan.

(5)

e. Mengaduk mencampur serbuk gergaji dengan resin epoksi serta katalis (hardener) sesuai persentase yang diinginkan.

f. Hasil pencampuran dituang kedalam cetakan. Banyaknya tuangan tergantung pada takaran atau total volume matriks.

g. Proses pengeringan pada kondisi suhu ruangan, setelah bahan seluruhnya kering, kemudian specimen dilepaskan dari cetakan.

h. Membentuk specimen sesuai dengan ukuran yang sesuai pengujian.

i. Melakukan pengamplasan untuk meratakan permukaan specimen.

C. Prosedur Pengujian Tarik

Mesin uji tarik yang digunakan adalah Computer Servo Control Materials Testing Machines. Prosedur pengujian tarik adalah :

a. Mesin uji dihidupkan dan diset ke titik nol

b. Specimen dipasang pada pencenkram selanjutnya pencengkram dikunci.

c. Mengatur kecepatan aliran oli.

d. Menekan tombol untuk proses penarikan dan nilai beban dan perpanjangan pada specimen hingga terjadi patah telah tercatat secara digital pada unit computer yang merupakan bagian dari sistem mesin.

e. Mengeluarkan specimen yang telah patah dan mematikan mesin uji.

f. Mengulangi prosedur a – e untuk spesimen yang lain D. Prosedur Pengujian Getaran

Balok komposit serbuk gergaji diberikan tumpuan jepit pada salah satu ujung dan bebas pada ujung lain (kantilever), dimana motor penggetar (Eksiter) divariasikan pada posisi 10 cm, 20 cm, 30cm, 40cm, dan 50 cm (Ujung balok). Tahap pelaksanaan pengujian getaran sebagai berikut :

a. Memasang balok komposit pada jepitan dengan baik. b. Meletakkan sensor getaran pada ujung atas jepitan.

c. Meletakkan eksiter (motor penggetar) pada benda uji sesuai dengan posisi yang diinginkan.

d. Menghidupkan motor penggetar (ON).

e. Mengambil data getaran dari alat sensor getaran

f. Mengulangi langkah a-e untuk posisi eksiter dan specimen yang lain.

Skema pengambilan data pengujian getaran seperti gambar 5.

Gambar 4 Skema Pengambilan Data

Gambar 5 Pengujian Getaran

C. E. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini analisis hasil uji tarik dilakukan untuk menentukan nilai atau besar modulus elastisitas serta menggambarkan diagram tegangan dan regangan yang terjadi pada material komposit yang diuji. Nilai modulus elastisitas yang diperoleh dari hasil uji tarik digunakan sebagai salah satu input untuk menghitung frekuensi pribadi secara numerik. Selanjutnya analisis getaran secara numerik menggunakan metode elemen hingga, dengan membagi balok menjadi lima (5) elemen dan 6 titik nodal, dengan panjang setiap elemennya sama. Perhitungan untuk memperoleh frekuensi pribadi ( ) dan kekakuan (k) dieksekusi dengan program Matlab. Analisis secara eksperimental menggunakan metode spektrum getaran, dimana hasil yang diperoleh adalah berupa grafik frekuensi pribadi ( ), sedangkan kekakuan (k) bahan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan k = m . . Kemudian menganalisis dari hasil perhitungan dan grafik yang diperoleh dapat dianalisis bagaiman pengaruh variasi persentase filler serta variasi penenpatan eksiter terhadap nilai-nilai frekuensi pribadi dan kekakuan pada balok komposit. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai yang diperoleh secara numerik dengan hasil pengujian eksperimental (spektrum getaran) untuk mengetahui faktor kesalahan.

IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Hasil pengujian modulus elastisitas selengkapnya dari masing-masing komposit dapat di lihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1 Perhitungan Modulus Elastisitas Komposit Serbuk – Matriks Epoksi E Jenis Komposit % Serbuk (N/mm2) Serbuk Jati 5% 1183.92966 10% 1202.64714 15% 1101.5649 20% 730.00134 Serbuk Bayam 5% 1270.55196 10% 1284.73722 15% 1292.78142 20% 1026.06714

(6)

Gambar 6. Hubungan Modulus Elastisitas Vs Persen Serbuk

Dalam Analisis Getaran baik secara eksperimental dan numerik, diketahui data input sebagai berikut

- Jumlah elemen (Ne) = 5 - Panjang balok (L) = 0,5 m - Lebar balok (b) = 0,03 m - Tebal balok (t) = 0,02 m

Hasil perhitungan frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) dieksekusi dengan metode elemen hingga (MEH) dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut :

Tabel 2 Hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan dengan MEH untuk komposit serbuk jati - matriks epoksi N O PERS EN POSISI EKSITE R (cm) m (kg) n (rad/s) k (kg/m) FILLE R 1 5% 10 0.064973 5,852 2,225,100 20 4,845 1,524,900 30 3,431 765,000 40 2,008 262,000 50 658 28,200 2 10% 10 0.062007 6,038 2,260,300 20 4,998 1,549,000 30 3,540 777,100 40 2,072 266,200 50 679 28,600 3 15% 10 0.06427 5,676 2,070,300 20 4,699 1,418,800 30 3,328 711,800 40 1,948 243,800 50 639 26,200 4 20% 10 0.07028 4,418 1,372,000 20 3,658 940,300 30 2,591 471,700 40 1,516 161,600 50 497 17,400

Tabel 3 Hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan dengan MEH untuk komposit serbuk bayam - matriks epoksi

Hasil pengujian frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) secara eksperimental dengan metode spektrum dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 berikut :

N O PERSEN POSISI EKSIT ER (cm) m (kg) (n (rad/s) k FILLER (kg/m) 1 5% 10 0.060283 6,294 2,387,900 20 5,210 1,636,500 30 3,690 821,000 40 2,160 281,200 50 708 30,200 2 10% 10 0.066767 6,014 2,414,500 20 4,978 1,654,800 30 3,526 830,100 40 2,064 284,300 50 677 30,600 3 15% 10 0.063955 6,164 2,429,700 20 5,103 1,665,100 30 3,614 835,300 40 2,115 286,100 50 694 30,800 4 20% 10 0.061953 5,579 1,928,400 20 4,619 1,321,600 30 3,271 663,000 40 1,915 227,100 50 628 24,400

(7)

Tabel 4 Hasil pengujian frekuensi pribadi dan kekakuan untuk komposit serbuk jati - matriks epoksi

NO

PERSEN POSISI EKSITER

(cm)

m (kg)

Uji Spektum Getar FILLER n (rad/s) k (kg/m) 1 5% 10 0.064973 6,039.27 2369756 20 4,689.07 1428591 30 3,433.07 765772 40 2,198.00 313899 50 732.67 34878 2 10% 10 0.062007 5,882.27 2,145,496 20 5,453.13 1,843,871 30 3,496.91 758,243 40 1,904.93 225,008 50 737.90 33,762 3 15% 10 0.06427 5,793.30 2,157,051 20 4,882.70 1,532,246 30 3,611.00 838,037 40 2,156.13 298,786 50 669.87 28,839 4 20% 10 0.07028 4,542.53 1,450,200 20 3,569.13 895,277 30 2,700.40 512,493 40 1,439.17 145,564 50 533.80 20,026

Tabel 5 Hasil pengujian frekuensi pribadi dan kekakuan untuk komposit serbuk bayam - matriks epoksi NO

PERSEN POSISI EKSITER

(cm)

m (kg)

Uji Spektum Getar FILLER n (rad/s) k (kg/m) 1 5% 10 0.060283 6,228.71 2,338,805 20 5,235.43 1,652,348 30 3.977.33 953,633 40 2,271.27 310,981 50 732.67 32,360 2 10% 10 0.066767 5,929.37 2,347,342 20 4,982.13 1,657,259 30 3,595.30 863,038 40 2,260.80 341,259 50 628.00 26,332 3 15% 10 0.063955 5,871.80 2,205,043 20 5,348.47 1,829,503 30 3,522.03 793,344 40 2,208.47 311,929 50 648.93 26,932 4 20% 10 0.061953 5,484.53 1,863,563 20 4,532.07 1,272,498 30 3,181.87 627,233 40 1,831.67 207,854 50 659.40 26,938

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai frekuensi pribadi (ωn) maksimum pada persentase serbuk 10% untuk kayu jati dengan nilai 6038 rad/s pada posisi exciter 10 cm, dan mengalami penurunan yang cukup signifian pada persentase 20% . Minimum pada persentase serbuk 20% dengan nilai 497 rad/s pada jarak exciter 50 cm .

Gambar 7 Hubungan Frekuensi Pribadi Serbuk Jati VS Posisi Eksiter

Gambar 8 Hubungan Frekuensi Pribadi Serbuk Bayam VS Posisi Eksiter

Gambar 8 menunjukkan untuk serbuk kayu bayam nilai frekuensi pribadi maksimum pada persentase serbuk 15% dan jarak exciter 10 cm dengan nilai 6164 rad/s dan minimum pada persentase 20% dengan nilai 628 rad/s pada jarak exciter 50 cm. Nilai frekuensi pribadi (ωn) komposit serbuk jati dan bayam dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan yang mana modulus elastisitas ditentukan oleh persentase filler dalam komposit.

Gambar 9. Hubungan Kekakuan Serbuk Jati VS Posisi Eksiter

(8)

Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai kekakuan (k) maksimum pada persentase serbuk jati 10% kemudian menurun pada persentase 15% dan minimum pada persentase serbuk jati 20% baik untuk analisis secara eksperimental maupun analisis secara numerik. Peningkatan nilai kekakuan komposit (k) komposit serbuk jati ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai frekuensi pribadi (ωn) akan meningkatkan pula nilai kekakuan komposit (k).

Gambar 10. Hubungan Kekakuan Serbuk Bayam VS Posisi Eksiter

Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kekakuan komposit serbuk bayam (k) akan menurun seiiring dengan peletakan posisi penggetar mulai 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm dan 50 cm dari jepitan untuk masing-masing persentase serbuk 5%, 10%, 15% dan 20%. Pada persentase serbuk 10%, untuk analisis secara numerik nilai kekakuan komposit maksimum adalah 2260300 kg/m (posisi penggetar 10 cm), sedangkan nilai kekakuan komposit minimum adalah 17400 kg/m (posisi penggetar 50 cm).

V. KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan secara numerik serta pengujian secara eksperimental, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai Modulus Elastisitas komposit serbuk maksimum

pada komposit serbuk bayam 15% dengan nilai Emax = 1292.78 N/mm2 dan minimum pada komposit serbuk jati 20% dengan nilai Emin = 730 N/mm2.

2. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit dipengaruhi oleh persentase filler serbuk. Untuk komposit serbuk jati nilai maksimum pada persentase serbuk jati 10% dengan nilai nmax = 6038 rad/s, kmax = 2260300 kg/m dan minimum pada pesentase serbuk 20% dengan nilai nmin = 497rad/s, kmin = 17400 kg/m. Untuk komposit serbuk kayu bayam nilai maksimum pada pesentase 5% dengan nilai nmax = 6294 rad/s dan pada 15% untuk kekakuan dengan, kmax = 2429700 kg/m dan minimum pada pesentase serbuk 20% dengan nilai nmin = 628 rad/s, kmin = 24400 kg/m

3. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit mengalami penurunan dengan bertambah jauhnya posisi eksiter dari tumpuan jepitan, maksimum pada komposit serbuk kayu bayam 5% dengan nilai nmax = 6294 rad/s

dengan jarak eksiter 10 cm. Dan kekakuan maksimum pada 15% serbuk bayam dengan nilai kmax = 2429700 kg/m pada jarak eksiter 10 cm, dan minimum pada komposit serbuk jati 20% dengan posisi eksiter 50 cm dengan nilai nmin = 497 rad/s, kmin = 17400 kg/m.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Vlack, Van.,1990, ―Ilmu Dan Tekhnologi Bahan‖. PT.Erlangga , Jakarta.

[2] Vlack, Van.,2004,. ―Elemen-elemen Ilmu Dan Rekayasa Material‖.PT. Erlangga, Jakarta.

[3] Saragih, Risdewati.,2009, ― Uji Laboratoris Daya Tahan Komposit Serbuk Kayu Plastik Polietilena Berkerapatan Tinggi Setelah Pelunturan Terhadap Serangan Rayap Tanah‖ Institut Pertanian Bogor.

[4] Yavu, Isei Ledua., 2008, ―Fracture toughness of phenolic resins composite by using saw dust as filler of percentage by weight‖. Dissertation, University of Southern Queenland.

[5] Slamet., 2013, ― Komposit Partikel Kayu Gergaji (sawdust) dengan Resin Urea Formaldehid sebagai bahan baku utama box speaker ‖ Universitas Muria Kudus

[6] Endrianto, Nanang., 2012, ―Analisis Numerik dan Eksperimental Getaran Balok Komposit yang diperkuat Serat Ijuk‖. Tesis tidak dipublikasikan, Makassar.

[7] Mustafa. 2010, ‖Analisis Numerik dan Eksperimental Getaran Balok Komposit yang diperkuat Serat Kaca‖. Tesis tidak dipublikasikan, Makassar

[8] Tungga., 2011, ―Dasar-dasar Getaran Mekanis‖. Andi Offset , Yogyakarta.

[9] Kelly, S Graham.,1996, ― Fundamentals of Mechanical Vibrations‖ edition.McGraw-Hill, Inc, United states of America.

[10] Kosasih, Prabuono Buyung.,2012. ―Teori dan Aplikasi Metode Elemen Hingga‖. Andi Offset , Yogyakarta. [11] Widiarsono,Teguh., 2005, ― Tutorial Praktis Belajar Matlab‖.

Jakarta.

[12] Chandrakant, S Desai.,1988, ―Dasar-dasar Metode Elemen Hingga‖. Erlangga , Jakarta.

[13] Edward, H Smith., 2000, ―Mechanical Engeneers Reference Book‖. The Bath Press Beth, Great Britain.

(9)

Analisa Eksperimen Daerah Penyekatan Pada Proses

Karburasi Setempat Terhadap Nilai Kekerasan Baja

Karbon

Andri Yono

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Musamus

Merauke, Indonesia

[email protected]

Johanes Leonard

Jurusan Mesin , Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Makassar, Indonesia

[email protected]

Abstract— This study aims to determine the hardness and the distance that can still be the local carburizing process when most of the material covered with clay (clay). In this process does not fully carburizing material, but only partially and the other material in the pack with fireproof clay. Some of the material in its use should not be hardened completely, but only partially. This solid carburizing process itself uses activated carbon from coconut shells that have been refined at 0.2 mm and the barium carbonate is added energizer (CaCO3) in the ratio between coconut shell powder with barium carbonate by 85%: 15%. To stand in the implementation of carburizing time is 1 hour, 2 hours and 3 hours. Raw material used in this study is the low carbon steel (0.14% C) and medium carbon steel (0.47% C). The research was conducted at the Laboratory Metallurgi Hasanuddin University Faculty of Mechanical Engineering, Laboratory of PT. Sucofindo Indonesia, Jakarta and Universitas Kristen Indonesia Paulus Metallurgi Laboratory Makassar. Testing methods used were experimental testing. Data is collected by taking a direct test data on the test equipment. Data were analyzed theoretically based on experimental test data in the field. The results obtained violence Highest Value for a low carbon steel in a row to hold the 1, 2 and 3 hours is 12.3 HRC, 20.5 HRC and 35.4 HRC. As for the medium carbon steel was HRC 14.3, 19.1 HRC and 28.4 HRC. To the distance that can still happen carburizing of insulation limit is 0.5. mm, 1 mm, and 2.5mm on the low carbon steel. For medium-carbon steel 0 mm, 0.5 mm and 1.0 mm.

Key words— solid carburizing, carburizing local, carbon steel, coconut shell charcoal

I. PENDAHULUAN

Proses perlakuan panas pada suatu logam dilakuan untuk

mendapatkan sifat – sifat baru dari logam itu sendiri. Sifat –

sifat baru ini tentunya akan digunakan untuk kepentingan yang

baru pula. Terkait dengan sifat dari suatu logam, hal–hal yang

perlu diperhatikan adalah bahwa sifat yang baru ini harus lebih baik dari yang sebelumnya.

Proses karburasi pada suatu logam adalah salah satu proses

untuk meningkatkan nilai kekerasan logam pada

permukaannya. Proses ini bertujuan melapisi permukaan suatu logam dengan karbon sehingga diperoleh sifat yang keras. Kita tahu bahwa carbon mempunyai nilai kekerasan yang sangat tinggi, dan dengan masuknya unsur karbon pada permukaan logam tersebut, maka nilai kekerasan pada permukaan dari

logam tersebut akan meningkat. Proses karburasi dilakukan dengan cara memanaskan logam yang sudah dibungkus dengan

konsentrat carbon pada temperatur ±9120C didalam ruang yang

tertutup rapat tanpa terjadi oksidasi dengan udara luar [1]. Pemanasannya sendiri dilakukan menggunakan beberapa cara antara lain dengan oven listrik, tanur pemanas dan beberapa dapur pemanas konvensional lainnya.

Beberapa logam dalam penggunaannya, tidak seluruhnya harus dikeraskan permukaannya. Hanya beberapa bagian saja dari logam itu yang harus ditingkatkan kekerasannya, seperti pada poros baling-baling kapal konvensional. bagian yang perlu dikeraskan yaitu pada dudukan baling-baling, dudukan bantalan dan dudukan flens antara gearbok dengan porosnya. Poros pada dinamo motor listrik, pada dudukan bantalan di kedua ujungnya harus ditingkatkan nilai kekerasannya untuk menghindari keausan. Dan masih banyak lagi aplikasi seperti

ini yang biasa diterapkan dalam industri–industri permesinan.

Sifat tahan aus dan tahan pembebanan dari suatu logam dapat diperoleh dengan jalan mempertinggi nilai kekerasan pada permukaan yang menjadi kontak langsung terjadinya suatu pembebanan itu [2]. Oleh karena itu perlu dipikirkan bagaimana kita bisa mendapatkan nilai kekerasan pada tempat

yang menjadi kontak langsung pembebanan tanpa

melakukannya pada daerah yang lainnya. Untuk itulah pengerasan permukaan setempat ini sering diperlakukan pada logam-logam yang dalam penggunaannya seperti yang tersebut diatas.

Material yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan baja karbon rendah (< 0.3 %C) dan baja karbon menengah (0.3

– 0.6 %C) [3]. Sedangkan bahan penyekat dalam proses

karburising setempat ini menggunakan bahan tanah liat tahan api yang mempunyai koefisien perpindahan panas dan konduktifitas termal yang kurang baik dan mempunyai titik

lebur yang tinggi sebesar 1700 0C [4]. Namun demikian

karena susutnya yang sangat besar, maka perlakuan yang lain harus diberikan seperti pemberian tekanan dan pre-heating sebelum dilakukan proses karburasing[4]

II. LANDASANTEORI

(10)

Baja merupakan bahan industri yang paling banyak dipergunakan pemanfaatannya karena beberapa faktor utama diantaranya karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Baja

diklasifikasikan berdasarkan pemakaian yang luas,

mikrostrukturnya yang kompleks, kadar karbon dan komposisi kimia serta dalam bentuknya. [3]

B. Struktur Mikro Baja

Baja merupakan logam campuran antara besi dan karbon Fe

+ C dan beberapa unsur-unsur ikutan yang hampir tidak

mungkin dapat dihilangkan 100%. Unsur – unsur itu antara

lain; Sulfur, Silikon, Mangaan dan Phospor. Hal penting untuk mengetahui struktur mikro baja adalah dengan memperhatikan

diagram kesetimbangan Fe–C dibawah ini;

Gambar 1. Diagram Fasa Fe–Fe3C

Pada diagram fasa diatas terdapat titik–titik penting untuk

diperhatikan antara lain;

A : Titik cair besi

B : Titik pada cairan yang berhubungan dengan reaksi

peritektik.

H : Larutan padat , berhubungan dengan reaksi

peritektik. Pelarutan karbon maksimum 0,10%.

J : Titik peritektik. Selama pendinginan austenite pada

komposisi J, fasa terbentuk dari larutan padat pada

komposisi H dan cairan pada komposisi B.

N : Titik transformasi dari besi besi , titik

transformasi A4dari besi murni.

E : Titik yang menyatakan fasa , ada hubungan dengan

reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karbon 2,14%. Besi karbon pada komposisi ini disebut baja.

G : Titik transformasi dari besi besi α. Titik

transformasi A3.

P : Titik yang menyatakan ferit, fasa α, ada hubungan

dengan reaksi eutectoid. Kelarutan maksimal dari karbon kira

–kira 0,02%.

S : Titik eutectoid. Selama pendinginan, ferit pada

komposisi P dan sementit pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultan dari austenite pada komposisi S. Reaksi

eutectoid ini dinamakan transformasi A1, dan fasa eutectoid ini

dinamakan perlit.

ES : Garis yang menyatakan antara temperatur dan

komposisi, dimana mulai terbentuk sementit dari austenite,

dinamakan garis Acm.

Ferrite adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Secara umum fasa ini bersifat lunak ulet dan magnetic hingga temperatur tertentu. Kelarutan karbon di dalam fasa ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fasa larutan padat lain di dalam baja, yaitu fasa Austenite. Pada temperatur ruang,

kelarutan karbon di dalam-ferrite hanyalah sekitar 0,05%.

Fasa Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Secara geometri, dapat pula dihitung perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fasa Austenite (FCC) dan fasa Ferrite (BCC).

Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah stoichiometric inter-metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle). Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti: bentuk bola (sphere), bentuk lembaran, atau partikel-partikel carbide kecil.

Pearlite memilki struktur kristal BCC. Kelarutan

maksimum atom C di dalam Fe adalah 0.09% pada suhu

1495°C. Perlite merupakan campuran : (88% Ferit + 12%

karbida besi, sementit). Karbida berada dalam bentuk lamina atau plat dalam matriks ferit. Karbida memberikan sifat kuat dan keras, sedangkan ferit memberikan sifat keuletan [5].

Beberapa unsur yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya dalam pembuatan baja adalah:

- Silicon (Si), merupakan salah satu pokok deoxidizer

yang digunakan dalam pembuatan baja. Kandungan silicon menentukan jenis baja yang dihasilkan. Umumnya kurang dari 0,10%.

- Mangaan (Mn), tidak membahayakan dan

mengimbangi sifat jelek dari sulfur. Ditambahkan pada baja yang akan memperbaiki hot working dan meningkatkan kekuatan, kekerasan dan ketangguhan. Baja karbon mengandung mangan lebih 1 %. Mangan (Mn) terdapat hampir pada semua baja dalam jumlah dari 0.30% atau lebih.

- Phosfor (P), kadar Maksimum 0,05%. Dapat

meningkatkan kekuatan dan ketahanan korosi. Fosfor meningkatkan kekuatan baja. Apabila kandungan P meningkat, maka elastisitas dan ketahanan terhadap benturan pada baja menurun, dan menaikkan coldshortness.

- Sulfur (S), Sulfur adalah suatu zat yang biasanya

terdapat pada baja tetapi keberadaanya tidak begitu diinginkan karena membentuk besi sulfida yang mempunyai titik leleh rendah dan bersifat rapuh. Kandungannya dijaga serendah mungkin yaitu di bawah 0,05%.

(11)

C. Difusi Atom

Difusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat dari bagian yang berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Dalam hal ini adalah proses penambahan karbon aktif ke dalam permukaan baja karbon rendah [1]. Bila suhu pada suatu material naik, maka atom-atomnya akan bergetar dengan energi yang lebih besar dan sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi.

Gambar 2. Mekanisme terjadinya Difusi D. Difusifitas Atom

Energi yang diperlukan atom untuk berpindah tempat disebut energi aktivasi yang dinyatakan dalam Q (kalor/mol), sebagai E (J/atom) atau sebagai eV/atom.

Gambar 3. Pergerakan Atom secara Interstisi

Fluks atom, J (atom/m2sec) sebanding dengan gradient

konsentrasi (C1- C2)/(X1–X2) atau sering dinyatakan;

(Pers.1)

dimana D disebut difusifitas atau koefisien difusi.

Persamaan diatas sering disebut sebagai hukum Fick

Pertama.

Nilai dari D untuk beberapa material dilihat pada tabel berikut;

Tabel 1Difusifitas Atom (D)

No Atom yang Larut Pelarut (struktur Induk) Difusifitas, ( m2/detik ) 5000C 10000C 1 karbon Besi kps (5 x10-15) 3 x 10-11 2 Karbon Besi kpr 10-12 (2 x10-9) 3 Besi Besi kps (2 x10-23) 2 x10-16 4 Besi Besi kpr 10-20 (3 x10-14) 5 Nikel Besi kps 10-23 2 x10-16 6 Mangan Besi kps (3 x10-24) 10-16 7 Seng Tembaga 4 x10-18 5 x10-13 8 Tembaga Alumunium 4 x10-14 10-10M∓ 9 Tembaga Tembaga 10-18 2 x10-13

10 Perak Perak (Kristal) 10-17 10-12M

11 Perak Perak (batas butir) 10-11

-12 karbon Titanium htp 3 x 10-16 (2 x10-11)

Dalam hukum Fick Kedua dinyatakan;

(Pers. 2) Dimana laju perubahan konsentrasi berubah dengan waktu.

Nilai – nilai dan ditentukan secara eksperimen untuk

menentukan nilai D pada tabel diatas.

E. Kedalaman Difusi

Teknik karburasi pada baja termasuk penerapan proses difusi. Selain Difusifitas perlu pula diperhatikan waktu lamanya proses karburasi dan konsentrasi awal dari spesimen.

Persamaan dibawah ini memberikan solusi untuk

menghitung kedalaman difusi karbon.

(Pers.3)

C adalah Konsentrasi karbon (%) pada jarak x (mm)

dari permukaan specimen. Comerupakan Konsentrasi Karbon

pada material induk (%). Sedangkan C1 Konsentrasi

Karbon pada permukaan spesimen (%). erf ( = erf (y)

merupakan fungsi dari variabel y (fungsi Kesalahan Gauss).

y = x/2Dt (Pers.4)

Nilai untuk erf (y) diberikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.Nilai Fungsi Kesalahan Gauss (erf (y))

y erf (y) y erf (y)

0 0.000 0.8 0.742 0.1 0.112 0.9 0.797 0.2 0.223 1.0 0.843 0.3 0.329 1.2 0.911 0.4 0.428 1.4 0.952 0.5 0.521 1.5 0.966 0.6 0.604 2.0 0.995 0.7 0.678 2.4 0.999

F. Perlakuan Panas Pada Baja

Proses perlakuan panas yaitu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi logam yang bersangkutan. Adanya sifat polymorphism dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro. Polymorphism itu sendiri adalah merupakan transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) kebentuk susunan atom yang lain. Pada temperatur

dibawah 9000 C sel satuan Body Cubic Center (BCC),

temperatur antara 9000C dan 13920 C sel satuan Face Cubic

Center ( FCC ) sedangkan temperature diatas 13920 C sel satuan kembali menjadi BCC bentuk sel satuan di tunjukkan pada gambar dibawah ini :

(12)

Gambar 4. Struktur Atom BCC dan FCC

Perubahan bentuk atom (sel satuan) akibat pemanasan di tunjukkan pada gambar dibawah ini;

Gambar 5. Perubahan bentuk struktur atom akibat pemanasan pada besi

Proses perlakuan panas ada dua kategori yaitu :

-Softening (Pelunakan) : Anealing, Tempering, Austempering -Hardening (pengerasan), diantaranya:

1. Pengerasan Permukaan

Pengerasan permukaan adalah proses laku panas untuk mendapatkan kekerasan pada bagian permukaannya saja sedang bagian dalam tetap berada pada sifat semula yaitu keuletan maupun ketangguhan yang tetap tinggi.

2. Karburisasi (Carburizing)

Karburising adalah proses menambahkan karbon ke permukaan benda, dilakukan dengan memanaskan benda kerja dalam lingkungan yang mengandung karbon aktif, sehingga karbon berdifusi masuk ke permukaan baja.

Berdasarkan bentuk fisik media karburasi dikenal dengan tiga cara karburasi.

- Karburising Padat (Pack Carburizing),adalah proses karburisasi pada permukaan benda kerja dengan menggunakan karbon yang didapat dari bubuk arang. Bahan karburisasi ini biasanya adalah arang tempurung kelapa, arang kokas, arang kayu, arang kulit atau arang tulang. Benda kerja yang akan dikarburising dimasukkan ke dalam kotak karburisasi yang sebelumnya sudah diisi media karburisasi. Selanjutnya benda kerja ditimbuni dengan bahan karburisasi dan benda kerja lain diletakkan diatasnya demikian seterusnya. Bahan karbonat

ditambahkan pada arang untuk mempercepat proses

karburisasi. Bahan tersebut adalah barium karbonat (BaCO3) dan soda abu (NaCO3) yang ditambahkan bersama-sama

dalam 10–40 % dari berat arang. Reaksi yang terjadi adalah ;

CO2 + C (arang) ---> 2CO

Dengan temperatur yang semakin tinggi kesetimbangan reaksi makin cenderung ke kanan makin banyak CO.

2CO ---> CO2 + C (larut ke dalam baja)

Dimana C yang terbentuk ini merupakan atom karbon (carbon

nascent) yang aktif berdifusi masuk ke dalam fase austenit

dari baja ketika baja dipanaskan. Besarnya kadar karbon yang terlarut pada baja dalam larutan pada gamma fase austenit

selama karburisasi maksimal 2.1 % (Diagram Fasa Fe–C).

- Karburising Cair (Liquid Carburizing)

Karburising proses cair adalah proses pengerasan baja dengan cara mencelupkan baja yang telah ditempatkan pada keranjang kawat ke dalam campuran garam cianida, kalsium cianida (KCN), atau natrium cianida (NaCN). Dengan pemanasan akan terjadi reaksi-reaksi:

2NaCN + O2 ---> 2 NaCNO

4NaCNO ---> 2NaCN + Na2CO3 + CO + 2N 3Fe + 2CO ---> Fe3C + CO2

Pada proses karburisasi ini selain terserapnya karbon, nitrogen juga ikut terserap. Karburisasi cair hampir sama dengan

cyaniding, bedanya terletak pada tingkat perbandingan banyaknya karbon dan nitrogen yang terserap.

- Karburising Media Gas (Gas Carburizing)

Proses pengerasan ini dilakukan dengan cara memanaskan baja dalam dapur dengan atmosfer yang banyak mengandung gas CO dan gas hidro karbon yang mudah berdifusi pada

temperatur karburisasi 9000C–9500C selama 3 jam.

3. Nitriding

Proses nitriding adalah proses thermokimia ferritik dimana atom nitrogen berdifusi pada fase ferit dalam dapur dengan

Temperatur 500–590 0C dan atmosfirnya mengandung Nat,

dan akan bereakai dengan unsur yang ada dalam baja membentuk nitride, dan tidak ada tranformasi lagi yang terjadi. Nitrida yang terbentuk sangat keras dan stabil.

4. Pengerasan Cara Induksi

Proses pemanasan induksi, adalah proses perlakuan panas seperti halnya pemanasan dengan nyala api, hanya saja sumber panas diperoleh dari arus induksi yang terjadi karena adanya medan magnet yang berubah-ubah dengan sangat cepat . Bila arusnya bolak balik maka besar dan arah medan magnitnyapun akan selalu berubah dan perubahan medan magnit yang besar ini akan menimbulkan arus listrik.

5. Pengerasan Nyala Api

Flame hardening adalah metode pengerasan permukaan yang paling sederhana, yaitu dengan menyemburkan panas dari busur las yang mengandung gas asetelin kemudian dilakukan kuens. Baja yang dapat diflame hardening sama dengan baja untuk proses induksi.

G. Pengujian Kekerasan

Pengujian Kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Beberapa cara untuk menentukan kekerasan antara lain:

a. Cara goresan.

b. Cara Dinamik, yaitu dengan menjatuhkan bolabaja

pada permukaan logam, dimana tinggi pantulan dipakai sebagai penentu kekerasan.

c. Cara Penekanan, dilakukan dengan cara menekan

(13)

Bekas penekanan ini yang akan diukur kedalamannya sebagai penentu kekerasannya.

Cara ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu; 1) Cara Brinell

Penentuan kekerasan dengan cara menekankan bola baja ke permukaan benda uji dengan gaya tertentu. Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standard secara industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar, maka bahan lunak atau keras sekali tidak dapat diukur kekerasannya.

2) Cara Vickers

Pada cara ini digunakan sebuah intan berbentuk limas segi

empat dengan sudut puncak 360 ditekan pada bahan dngan

gaya tertentu. Seperti pada Brinell, kekerasan Vickers dihitung dari perbandingan gaya dan luas dari bekas tekan limas. 3) Cara Rockwell

Cara ini berbeda dengan dua cara yang terdahulu, prinsip pengukurannya didasarkan pada kedalaman masuknya indentor. Makin dangkal penekanan indentor, makin keras pula material yang diuji. Kerucut intan dan bola baja sering dipakai sebagai indentornya dengan diameter 1/16, 1/8, dan 1/2 inchi.

III. ANALISISMODELDANPEMBAHASAN

A. Tempat Penelitian

1. Bengkel Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar sebagai tempat pembuatan Kotak karburising dan pembentukan specimen pengujian.

2. Laboratorium PT Sucofindo Jakarta sebagai tempat

pengujian Uji Komposisi Kimia Spesimen.

3. Laboratorium Metallurgi Jurusan Teknik Mesin UKIP

Makassar.

B. Bahan dan Peralatan Yang Digunakan

- Bahan

1. Baja pelat 3 mm, untuk membuat kotak karburasi.

2. Tanah liat, sebagai penyekat pada sebagian specimen

yang tidak dikarburasi.

3. Bubuk arang tempurung kelapa dengan diameter 0.25

mm, sebagai penghasil karbon aktif dan ditambahkan BaCaO (Barium Karbonat).

4. Kalsium karbonat, sebagai penguat tanah liat agar

tidak terjadi keretakan pada saat proses karburasi.

5. Ampelas, digunakan untuk menghaluskan dan

menghilangkan kotoran-kotoran pada specimen selama proses dilakukan. Ampelas yang digunakan no. 100, 250, 600, 800 sampai no 1000.

6. Asam Nital, sebagai larutan yang digunakan untuk

membersihkan hasil pengetsaan agar struktur mikronya dapat dilihat pada mikroskop.

- Peralatan yang digunakan

1. Oven Listrik, untuk memanaskan specimen pada

proses karburasi. Temperatur Pemanasan yang

digunakan adalah 9000C.

2. Mesin las,untuk membuat kotak karburasi.

3. Jangka sorong, untuk mengukur ketinggian specimen

yang terkarburasi dan mengukur besarnya retakan pada penyekat setelah proses karburasi.

4. Mesin Uji Kekerasan Rockwell, untuk mengukur

kekerasan spesimen sebelum dan sesudah proses karburasi.

5. Mesin poles, untuk menghaluskan specimen sebelum

pengujian strukturmikro.

6. Mikroskop, untuk melihat dan mendokumentasikan

struktur mikro specimen.

C. Hasil Pengujian dan Pembahasan

1. Nilai Kekerasan Raw Material - Baja Karbon Rendah 4.4 skala HRC. - Baja Karbon Menengah 13.7 skala HRC. 2. Analisa Komposisi Kimia Raw Material

No Unsur Komposisi (% Berat)

Baja Karbon Rendah Baja Karbon Menengah 1 Fe 98.559 98.509 2 C 0.140 0.470 3 Si 0.001 0.089 4 Mn 0.633 0.511 5 P 0.015 0.028 6 S 0.100 0.090 7 Ni 0.11 0.059 8 Cr 0.071 0.112 9 Mo 0.009 0.007 3. Nilai Kekerasan

Gambar 6. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan VS Jarak dari Penyekat (Waktu Tahan 1 Jam)

(14)

Gambar 7. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan VS Jarak dari Penyekat (Waktu Tahan 2 Jam)

Gambar 8. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan VS Jarak

dari Penyekat (Waktu Tahan 3 Jam)

D. Pengujian Struktur Mikro 1. Raw Material

Gambar 9. Struktur mikro Raw Material

2. Waktu tahan 1 Jam - Baja Karbon Rendah

Gambar 10. Difusi karbon waktu tahan 1 jam (0.14 %C)

- Baja Karbon Menengah

Gambar 11. Difusi karbon pada waktu tahan 1 jam (0.47 % C)

3. Waktu Tahan 2 Jam - Baja Karbon Rendah

Gambar 12. Difusi karbon pada waktu tahan 2 jam (0.14 %C)

- Baja Karbon Menengah

IV.

Gambar 13. Difusi karbon pada waktu tahan 2 jam (0.47 %C)

4. Waktu Tahan 3 Jam - Baja Karbon rendah

(a) 0.14% C (b) 0.47% C

(a) 12 HRC (b) 4.7 HRC

(a) 14.2 HRC (b) 13.7 HRC

(a) 20.4 HRC (b) 4.9 HRC

(a) 19.1 HRC

(15)

Gambar 14. Difusi karbon pada waktu tahan 3 jam (0.14 %C)

- Baja karbon menengah

Gambar 15. Difusi karbon pada waktu tahan 3 jam (0.47 %C) E. Kedalaman Difusi

Dari diagram Fe-Fe3C diperoleh persentase karbon tertinggi

yang dapat dicapai oleh specimen pada suhu 9000 C sebesar

1.2 %. Persentase karbon pada raw material = 0.14 % untuk baja karbon rendah, dan 0.47 % untuk baja karbon menengah. Dengan menggunakan persamaan 2.3,

dan dengan menggunakan tabel 2.2 (Konstanta Difusifitas

Atom) pada temperatur 9000C diperoleh D = 5.9 x 10-12m2/s

atau 5.9 x 10-6 mm2/s, dan dengan Tabel 2.3 (Nilai Fungsi

Kesalahan Gauss (erf)),dimana nilai untuk erf (x/2Dt) =

erf (y), diperoleh kedalaman difusi dan persentase karbon pada

setiap x (mm) dari permukaan baja karbon adalah sebagai berikut;

Gambar 16. Grafik Hubungan Kedalaman Difusi Vs Persentase Karbon (Waktu Tahan 1 Jam)

Gambar 17. Grafik Hubungan Kedalaman Difusi Vs Persentase Karbon (Waktu Tahan 2 Jam)

Gambar 18. Grafik Hubungan Kedalaman Difusi Vs Persentase Karbon (Waktu Tahan 3 Jam)

F. Pembahasan

Untuk waktu tahan 1 jam, peningkatan kekerasan terjadi pada baja karbon rendah sebesar 12.5 HRC. Pada batas penyekatan masih terjadi difusi pada spesimen yaitu dengan meningkatnya kekerasan dititik 0 setelah batas penyekatan sebesar 8.5 HRC dan mulai menurun kekerasannya dititik 0.5 mm yaitu 4.7 HRC. Hal ini terjadi dikarenakan persentase carbon setelah batas penyekatan lebih sedikit dibandingkan pada daerah yang terkarburasi sempurna. Untuk baja karbon menengah, peningkatan kekerasan kurang tinggi, dikarenakan kandungan karbon pada baja karbon menengah mengurangi ruang interstisi dari karbon aktif untuk berdifusi pada permukaan spesimen. Nilai kekerasan tertinggi sebesar 14.4 HRC dan 13.9 HRC pada batas penyekatannya.

Untuk waktu tahan 2 jam, pada specimen baja karbon rendah terdapat kenaikan nilai kekerasannya yaitu pada kisaran 20.4 skala HRC dan mulai menurun nilainya didaerah penyekatan. Pada batas penyekat nilai kekerasan masih tinggi sekitar 17.8 HRC. Setelah jarak 1 mm setelah penyekat nilai kekerasannya sama dengan kekerasan sebelum diberikan

(a) 35.3 HRC (b)5.0 HRC

(16)

perlakuan. Untuk baja karbon menengah, juga terjadi peningkatan nilai kekerasan sebesar 19.1 HRC, sampai pada batas penyekatan sejauh 0.5 mm nilai kekerasannya mulai

menurun sebesar 13.8 HRC. Beberapa hal yang

mempengaruhi kenaikan nilai kekerasannya adalah adanya kecukupan energi untuk atom karbon berdifusi pada permukaan specimen.

Setelah waktu tahan 3 jam, diperoleh nilai kekerasan tertinggi pada baja karbon rendah yaitu pada kisaran 35.3 skala HRC. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya waktu tahan, energi yang lebih besar dapat diperoleh sehingga atom karbon dapat berdifusi lebih dalam pada permukaan material. Sedangkan difusi atom masih terjadi setelah jarak 2 mm setelah batas penyekatan. Untuk baja karbon menengah terjadi kenaikan nilai kekerasan sampai 28.5 HRC. Difusi masih terjadi sejauh 1 mm setelah batas penyekatan.

E. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

- Untuk Baja Karbon Rendah

Nilai kekerasan untuk waktu tahan 1 jam sebesar 12.3 skala HRC pada daerah yang terkarburasi dan nilai kekerasan 4.7 HRC pada titik 0.5 mm setelah batas penyekatan. Untuk waktu tahan 2 jam sebesar 20.5 HRC dan 4.9 HRC pada titik 1 mm setelah batas penyekatan. Sedangkan untuk waktu tahan 3 jam diperoleh nilai

kekerasan tertinggi sebesar 35.4 HRC dan 5.0 HRC pada titik 2.5 mm setelah batas penyekatan, dimana titik ini merupakan titik terjauh pada penelitian ini dimana karbon masih berdifusi.

- Untuk Baja Karbon Menengah

Nilai kekerasan untuk waktu tahan 1 jam sebesar 14.3 HRC dan 13.9 HRC pada batas penyekatan. Untuk waktu tahan 2 jam diperoleh nilai kekerasannya sebesar 20.5 HRC dan 13.8 pada titik 0.5 mm setelah batas penyekatan. Sedangkan untuk waktu tahan 3 jam nilai kekerasannya mencapai 28.4 HRC dan 14.0 HRC pada titik 1 mm setelah batas penyekatan.

DAFTARPUSTAKA

[1] Lawrence H. Van Vlack . 2004. ”Elemen-elemen Ilmu dan

Rekayasa Material”.6thEdition PT. Erlangga, Jakarta.

[2] R.E Smallman, R.J. Bishop . 1999. ”Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material”.PT. Erlangga, Jakarta.

[3] Lawrence H. Van Vlack . 1990. ”Ilmu dan Teknologi Bahan”.4thEdition PT. Erlangga, Jakarta.

[4] B.J.M. Beumer. 1994. ”Ilmu Bahan Logam Jilid I, II, III”.

Bhratara, Jakarta.

[5] Saito, Shinroki., Surdia Tata, 1999, ”Pengetahuan Bahan Teknik”.. PT. Pradnya Paramita, Jakarta ipschitz-Hankel type involving products of Bessel functions,”Phil. Trans. Roy. Soc. London, vol. A247, pp. 529–551, April 1955. (references)

(17)

Distribusi Kekerasan Baja Karbon Rendah Setelah

Pack Carburizing

Pack Carburizing dengan Variasi Media Carburizing dan Media Pendingin

Dewa Ngakan Ketut Putra Negara

Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknik Universitas Udayana

Badung-Bali, Indonesia [email protected]

Dewa Made Krishna Muku

Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknik

Universitas Udayana Badung-Bali, Indonesia [email protected]

Abstract—Machinery components such as shaft, gear, and crankshaft require the high hardness on the surface but remain ductile in the core. These properties are generally obtained with a surface hardening treatments, one of which is a pack carburizing method. There are several parameters affecting the process. This research investigated the effek of different carburizing and colling mediums upon the distribution and effective case depth of low carbon steel after pack carburizing. Two compositions of carburizing mediums were applied, there were 20% BaCO3+80% goat bone charcoal and 20% BaCO3+80% bamboo charcoal. The process was carried out at a temperature of 9500C, holding time for 4 hours and cooled in the water, oil and air. Hardness was measured by the Vikers method. The results showed that the closer to the core the lower hardness was obtained. Composition of 20% BaCO3+80% of goat bone charcoal and cooled in the water produced the highest hardness (VHN 789.273) at 0.2 mm from the surface and effective case depth of 0.525 mm. The highest of effective case depth (0.772 mm) was gained by use of 20% BaCO3+80% bamboo charcoal and the same cooling medium. Index Term: Pack carburizing, surface hardening, vikers,

effective case depth

I.INTRODUCTION

Pada komponen-komponen mesin yang meluncur atau bergesekan seperti poros, gear, crankshaft sering dijumpai permasalahan berupa laju keausan yang tinggi dan umur pendek. Hal ini disebabkan karena kurang kerasnya permukaan komponen tersebut. Kegagalan yang sering dijumpai karena kekerasan permukaan komponen yang rendah adalah keausan, deformasi, sobek dan pecah [1]. Kegagalan yang terjadi dimulai dari permukaan atau bidang kontak [2]. Namun di sisi lain, kekerasan yang terlalu tinggi berimpilkasi bahan tersebut rapuh dan mudah retak. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kombinasi sifat keras pada permukaan sedangkan tetap ductile pada bagian inti. Solusinya adalah pemberian pengerasan permukaan yang salah satunya adalah proses pack carburizing. Setelah proses pack carburizing diharapkan baja memiliki kekerasan yang tinggi, ketahanan aus yang cukup dan ketangguhan terhadap beban kejut yang memadai yang pada akhirnya akan memberikan life time yang lebih lama [3]

Pack carburizing merupakan proses pengerasan permukaan baja dengan mengubah komposisi kimia permukaan baja untuk memperkaya unsur karbon pada permukaan baja [1]. Proses ini dipengaruhi beberapa parameter yaitu, temperatur

pemanasan, socked time (holding time), media pendingin dan media karburasi yang digunakan [4]. Pack carburizing menggunakan material carburizing padat sebagai sumber carbon. Pack carburizing komersial menggunakan energizer dalam pengerasan permukaan baja. Berbagai jenis energizer digunakan bersama dengan media karburasi untuk meningkatkan potensi karbon dari media carburasi [5]. Energizer yang umum digunakan adalah dengan Na2CO3, CaCO3 atau BaCO3 dengan komposisi 0-40 % [6]. Beberapa peneliti telah menggunakan sumber carbon dari beberapa jenis material. Campuran 60% Arang kayu - 40% arang tulang sapi merupakan sumber carbon yang memberikan hasil yang baik pada pack carburising [5]. Material cangkang telor, sekam padi, limbah plastik + polyethylene, bunga aracaceae juga merupakan sumber karbon sebagai media karburasi [8]. Pada penelitian ini digunakan dua jenis media karburasi dengan sumber karbon dari tulang kambing dan pohon bambu.

Pack Carburizing

Pada gambar 1 ditunjukkan ilustrasi proses pack carburizing.

Gambar 1. Pack carburizing

Baja yang akan dikeraskan dimasukkan kedalam suatu kotak baja yang berisi campuran sumber karbon dan energizer. Untuk menghindari adanya udara masuk ke dalam wadah, antara wadah dan penutup diisi seal berupa tanah liat [7]. Wadah kemudian dimasukkan ke dalam dapur pemanas dan dipanaskan sampai temperatur austenite (850 – 9500C), ditahan pada suhu tersebut untuk beberapa lama kemudian didinginkan dengan media tertentu. Penambahan energizer, misalnya BaCO3, pada media arang aktif berfungsi

(18)

mempercepat proses carburizing. Pada temperatur tinggi barium carbonate terurai menjadi BaO dan CO2. Karbon dioksida hasil penguraian tersebut bereaksi dengan karbon dalam arang membentuk carbon monoxide (CO). Carbon monoxide yang menempel pada permukaan baja akan bereaksi dengan Fe dan selanjutnya terjadi proses difusi atom karbon ke dalam besi (Fe). Gas CO2 sisa hasil reaksi difusi akan segera bereaksi kembali dengan C dari arang dan kembali membentuk CO. Proses reaksi ini berlagsung terus menerus. Reaksi selengkapnya ditunjukkan pada persamaan (1), (2) dan (3). BaCO3BaO+CO2 (1) CO2 + C  2 CO (2) 2CO+Fe-Fe(C)+CO2 (3) II.METODE Material

Material yang digunakan adalah baja karbon rendah dengan komposisi: C (0,17-0,19%), P (0,23-0,29%), Ca (0,29-0,309%), Sc (0,1-0,11%), Cr (0,22-0,23%), Mn (0,62-0,63%), Fe (95,71-96,21%), Ni (1,19-1,21%), Cu (0,28-0,32%), Zn (0,02-0,04%), Br (0,44-0,5%), Rb (0,49-0,5%), La (0,07-0,09%) dan Re (0,14-0,26%). Spesimen uji ditunjukkan seperti gambar 2. Jumlah sepesimen uji dibuat sebanyak 18 buah, masing-masing tiga spesimen untuk kombinasi dua media karburasi dan tiga media pendingin dan 3 spesimen tanpa perlakuan. Sebagai sumber karbon digunakan arang tulang kambing dan arang bambu lempung dengan kandungan karbon sebesar 18,95% untuk arang tulang kambing dan 66,4 % untuk arang bambu. Dua jenis media karburasi yang digunakan adalah campuran arang tulang kambing, arang bambu dan energizer BaCO3 dengan komposisi seperti ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi media carburizing Media karburizing Kode Komposisi ATK AB 20% BaCO3 + 80% ATK 20% BaCO3 + 80% AB Ktr: ATK = arang tulang kambing, AB=arang bambu Alat

Pemanasan dilakukan menggunakan electric Furnace Nabertherm (0-13000C) buatan tahun 2006. Alat ukur kekerasan yang digunakan adalah Vikers Testing Hardness, Zwicle (0,1-10kg).

Pelaksanaan penelitian

Sembilan spesimen uji dengan panjang 50 mm dan diameter 20 mm dimasukkan kedalam kotak baja dan diisi media carburising ATK dengan jarak antar specimen minimal 3 mm. Kotak baja ditutup rapat kemudian dimasukan kedalam dapur pemanas (furnace) dan dipanaskan pada temperatur 9500C ditahan selama 4 jam. Wadah baja dikeluarkan dari dapur pemanas, spesimen dikeluarkan dan didinginkan dengan air, oli dan udara. Spesimen kemudian dipotong menjadi dua dengan panjang 25 mm, dipolishing, dan dietsa. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekerasan pada penampang

melintangnya dengan penambahan jarak titik pengukuran 0,2 mm dari permukaan ke inti. Langkah yang sama dilakukan untuk campuran media karburasi AB.

Gambar 2. Spesimen uji

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekerasan spesimen tanpa perlakuan diperoleh sebesar 183,609 VHN. Bahan spesimen ini sama dengan bahan yang digunakan dalam penelitian Nanse H. Pattiasina, dkk [11], dimana kekerasan yang diperoleh sebesar 12,6 HRC (± 184 VHN) mendekati kekerasan bahan pada penelitian ini. Sedangkan untuk distribusi kekerasan dengan variasi campuran media carburizing dan media pendingin disajikan pada gambar 3. Dari gambar 3 terlihat bahwa semakin jauh dari permukaan semakin rendah kekerasan. Ini merupakan tipikal profil dari semua baja yang dicarburizing [8][9]. Pendinginan dengan air untuk kedua jenis media carburizing yang digunakan menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan media karburasi oli dan udara. Kekeraan tertinggi (789,273 VHN) diperoleh pada jarak 0,2 mm dari permukaan dengan menggunakan media karburizing ATK dan pendinginan dengan air. Kekerasan tertinggi yang dicapai ini meningkat sekitar 329 % dibandingkan kekerasan raw material. Setelah jarak 0,4 mm kekerasan dengan menggunakan media ATK pendinginan air lebih rendah dibandingkan kekerasan dengan menggunkan media AB. Bahkan pada jarak 0,6 – 1,2 mm kekeraan yang dicapai lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan media ATK dan AB dengan pendinginan oli sekalipun. Besarnya effective case depth yang dicapai ditunjukkan pada tabel 2.

Gambar 3. Grafik distribusi kekerasan dengan variasi media karburasi 0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 900,000 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 K e k e ra s a n [H V 1 ]

Jarak dari permukaan [mm]

Raw Material Air (ATK) Air (AB) Oli (ATK) Oli (AB) Udara (ATK) Udara (AB)

Gambar

Gambar 14. Difusi karbon pada waktu tahan 3 jam (0.14 %C) - Baja karbon menengah
Gambar 2. Spesimen uji
Gambar 1. Diagram Fasa Fe-Fe 3 C.[6]
Tabel 3. Waktu pendinginan baja AISI 1045 dengan kuens air No Temperatur HT ( 0 C) Q 1 (detik) Q 2 (detik)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas genteng beton dengan bahan tambah serbuk gergaji kayu jati terhadap beban lentur, rembesan air,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik, bending, serap bunyi dan mendeskripsikan foto makro hasil dari pengujian tarik dan bending komposit dengan penguat

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat mekanik (Kekuatan tarik, perpanjangan putus, Modulus elastisitas, Kekerasan, Kuat sobek) serta sifat morfologi dari

keropos/berkarat dan pudarnya warna cat pelapis pada genteng.Tujuan penelitian adalah mengetahui kekuatan tarik specimen dengan standar ASTM D 638-02, kekuatan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dan kekerasan serta struktur mikro terhadap pengaruh tempering dengan variasi holding time pada baja AAR

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai kekuatan tarik, kekerasan serta struktur mikro terhadap pengaruh normalizing berulang pada baja AAR

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pengawetan kayu terhadap kekuatan lentur balok kayu.Balok kayu direncanakan berukuran 75 mm x 100 mm x 2000

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dan kekerasan serta struktur mikro terhadap pengaruh tempering dengan variasi holding time pada baja AAR