• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah dengan lokasi penelitian

mencakup Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini terletak pada koordinat 104 48’ 00”

BT - 108 48’ 00” BT dan 5 50’ 00” LS - 7 50’ 00” LS dengan ibukota di Bandung. Luas wilayah 3.709.530 Ha dan jumlah penduduk sebanyak 43.021.826 jiwa pada tahun 2010. Saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 592 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi lahan pertanian yang berpotensi menjadi KP2B, LP2B, dan LCP2B di lokasi penelitian menggunakan kriteria yang tersedia. Hasil identifikasi adalah sebaran kawasan potensial untuk KP2B dan indikasi luas lahan potensial untuk LP2B dan LCP2B di Provinsi Jawa Barat. Peta sebaran kawasan potensial untuk KP2B ini merupakan salah satu komponen dalam RTRW provinsi. Untuk wilayah provinsi, skala yang digunakan adalah 1:250.000 sesuai dengan RTRW provinsi. Dengan skala peta yang kecil tersebut, maka data dan informasi yang ditampilkan tidak detil. Kawasan P2B provinsi yang dipetakan ini merupakan delineasi untuk LP2B dan LCP2B. Untuk kedua komponen P2B yang diluar kawasan, tidak dirincikan dalam peta tersebut. LP2B dan LCP2B yang berada di luar KP2B masuk dalam kawasan budi daya. Peta KP2B tingkat provinsi ini memang digunakan sebagai acuan bagi kabupaten untuk menyusun peta kawasan yang detil.

Untuk skala detil, dilakukan penelitian di Kabupaten Garut. Skala yang digunakan adalah 1:50.000. Namun karena data-data spasial dengan skala 1:50.000 sangat terbatas maka sebagai penelitian skala detil dilakukan di DAS Cimanuk Hulu yang wilayahnya berada di Kabupaten Garut. DAS ini diasumsikan mampu menyediakan lahan sawah untuk pemenuhan kebutuhan pangan kabupaten tersebut. Penelitian pada skala detil dilakukan untuk mengetahui sebaran kawasan potensial untuk KP2B Kabupaten, dan indikasi luas ketiga komponen LP2B. Implementasi PLP2B ini dilakukan di tingkat kabupaten sehingga data dan informasi yang dibutuhkan akan lebih detil. Penelitian dilakukan selama 4 bulan yaitu bulan September – Desember 2010.

(2)

Gambar 4. Lokasi Penelitian Tingkat Provinsi di Provinsi Jawa Barat

Gambar 5. Lokasi Penelitian Tingkat Kabupaten di DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut

(3)

31

Bahan dan Alat

Bahan penelitian berupa data sekunder yaitu data tabular dan data spasial. Secara umum data spasial yang digunakan adalah Peta Penutup/Penggunaan Lahan, Peta Kesesuaian Lahan Basah, Peta Status Irigasi, Peta Intensitas Pertanaman untuk Provinsi Jawa Barat dan DAS Cimanuk Hulu Kabupaten

Garut. Peralatan yang digunakan adalah Personal Computer (PC) yang

dilengkapi perangkat lunak MS Window Vista, pengolah data spasial dan tabular.

Cara Pengumpulan Data

Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait sebagaimana pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Jenis Data yang Dibutuhkan

Tingkat Jenis Data Skala Tahun Bentuk Data

Sumber Data

Provinsi Peta Penutup/Penggunaan

Lahan

1:250.000 2009 Digital Kemenhut

Peta Kesesuaian Lahan 1:250.000 1987 Digital RePPProT

Peta Status Irigasi 1:250.000 2002 Digital KemenPU

Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat

1:250.000 2003 Digital Kemenhut

Peta Intensitas Pertanaman 1:250.000 2002 Digital Kementan

Jumlah Penduduk, Produksi, Produktivitas, Luas Panen dan Luas Tanam

- 2000 –

2010

Tabular Kementan,

BPS

Kabupaten Peta Penutup/Penggunaan

Lahan

1:50.000 2009 Digital Firdian (2011)

Peta Status Irigasi 1:250.000 2002 Digital KemenPU

Peta Intensitas Pertanaman 1:250.000 2002 Digital Kementan

Peta Kesesuaian Lahan 1:50.000 - Digital IPB

Jumlah Penduduk, Produksi, Produktivitas, Luas Panen, Luas Tanam

- 2003 –

2009

Tabular BPS, Distan

Kab. Garut

Data dan informasi yang digunakan berbeda untuk masing-masing tingkatan wilayah. Perbedaaan data dan informasi yang digunakan di tingkat provinsi dan kabupaten adalah kedetilan data dan informasi tersebut. Data yang digunakan untuk tingkat provinsi antara lain kesesuaian lahan (S, V, N), kawasan hutan dan bukan hutan, ada tidaknya jaringan irigasi, intensitas pertanaman (IP), produksi, produktivitas, jumlah penduduk per kabupaten. Di

(4)

tingkat kabupaten, data dan informasi yang lebih detil seperti kesesuaian lahan (S1, S2, S3, N1, N2), jaringan irigasi berisi status irigasi yaitu irigasi teknis, semi teknis, sederhana. Kedetilan data yang digunakan sebagaimana Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Kedetilan Informasi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten

Jenis Data Provinsi Kabupaten

Ketersediaan Lahan (A) - Lahan Tersedia (A1)

- Lahan Tidak Tersedia (A2)

- Lahan Tersedia (A1)

- Lahan Tidak Tersedia (A2)

Kesesuaian Lahan (S) - Sesuai/S (S1)

- Sesuai Bersyarat/V (S2) - Tidak Sesuai/N (S3) - S1 (S1) - S2 (S2) - S3 (S3) - N1(S4) - N2(S5)

Status Irigasi (I) - Irigasi (I1)

- Non Irigasi (I2)

- Irigasi Teknis (I1)

- Irigasi Semi Teknis (I2)

- Irigasi Sederhana (I3)

- Non Irigasi (I4)

Intensitas Pertanaman

(CI)

- > 1 kali tanam/tahun (CI1)

- ≤ 1 kali tanam/tahun (CI2)

- 2 kali tanam/tahun (CI1) - 1 kali tanam/tahun (CI2) - 0 (CI3) Analisis Data

Analisis data meliputi a) Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah, b) Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B dan LCP2B, dan c) Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Potensial untuk KP2B. Analisis ini dilakukan untuk tingkat provinsi dengan skala 1:250.000 dan kabupaten dengan skala 1:50.000. Diagram alir penelitian di tingkat provinsi disajikan di Gambar 6 sementara Gambar 7 menunjukkan diagram alir penelitian di tingkat kabupaten.

(5)

33 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Nasional Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Jawa Barat Proyeksi Kebutuhan Pangan Nasional Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Nasional Optimis (139,15 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi Jabar terhadap Nasional Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Jabar terhadap Nasional Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Jabar terhadap Nasional Pesimis

TAHAP 1: PROYEKSI KEBUTUHAN LAHAN SAWAH

Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi terhadap Nasional Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Jabar terhadap Nasional Optimis Luas Gagal Panen Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Jabar terhadap Nasional Optimis Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Optimis (105,65 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficientl Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Optimis Luas Gagal Panen Rata-rata Produksi Jabar terhadap Nasional Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Optimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi

Kontribusi Jabar terhadap Nasional Sufficient Jabar

TAHAP 3: IDENTIFIKASI LAHAN POTENSIAL UNTUK LP2B

LP2B Provinsi 1 Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Intensitas Pertanaman (CI) Status Irigasi (I) Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama (1a) Biaya Rehabilitasi/ Pembangunan (1b) Pengkelasan 1a Pengkelasan 1b Sorting 1a Sorting 1b Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Pemilihan Lahan Terbaik Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1 TAHAP 2: IDENTIFIKASI LAHAN POTENSIAL UNTUK LCP2B

Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Kesesuaian Lahan Basah Intersect Lahan Potensial untuk LCP2B Provinsi LP2B Provinsi 2 Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Status Irigasi (I) Intensitas Pertanam an (CI) Kawasan Hutan Penutupan/ penggunaan lahan Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama (2a) Biaya Rehabilitasi/ Pembangunan (2b) Data empirik (2c) Pengkelasan 2a Pengkelasan 2b Pengkelasan 2c Sorting 2a Sorting 2c Sorting 2b Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 2 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Pemilihan Lahan Terbaik LP2B Provinsi 2

· Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 2

· Lahan Potensial untuk LCP2B

· Lahan Sawah Nonpotensial LP2B

· Penggunaan Lahan lain

Union Delineasi Visual Kawasan Potensial untuk KP2B Provinsi 2

· Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1

· Lahan Potensial untuk LCP2B

· Lahan Sawah Nonpotensial LP2B

· Penggunaan Lahan lain

Union Delineasi Visual Kawasan Potensial untuk KP2B Provinsi 1 KP2B Provinsi 2 KP2B Provinsi 1

TAHAP 4: IDENTIFIKASI KAWASAN POTENSIAL UNTUK KP2B

Spatial Contiguity Spatial Contiguity

(6)

Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Jabar Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Jawa Barat Proyeksi Kebutuhan Pangan Jabar Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Jabar Optimis (105,65 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi Garut terhadap Provinsi Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Garut terhadap Provinsi Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Garut terhadap Provinsil Pesimis

TAHAP 1: PROYEKSI KEBUTUHAN LAHAN SAWAH

Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi Garut terhadap Provinsi Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Garut terhadap Provinsi Optimis Luas Gagal Panen Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Garut terhadap Provinsi Optimis Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Optimis (105,65 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficientl Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Optimis Luas Gagal Panen Rata-rata Produksi Garut terhadap Provinsi Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Optimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten

Kontribusi Garut terhadap Provinsi Sufficient Jabar

TAHAP 3: IDENTIFIKASI LAHAN POTENSIAL UNTUK LP2B

LP2B Kabupaten 1 Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Intensitas Pertanaman (CI) Status Irigasi (I) Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama Pengkelasan Sorting Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1 TAHAP 2: IDENTIFIKASI LAHAN POTENSIAL UNTUK LCP2B

Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Kesesuaian Lahan Basah Intersect Lahan Potensial untuk LCP2B Kabupaten LP2B Provinsi 2 Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Status Irigasi (I) Intensitas Pertanam an (CI) Kawasan Hutan Penutupan/ penggunaan lahan Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama (2a) Data empirik (2b) Pengkelasan 2a Pengkelasan 2b Sorting 2a Sorting 2b Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 2 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pemilihan Lahan Terbaik LP2B Kabupaten 2

· Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 2

· Lahan Potensial untuk LCP2B

· Lahan Sawah Nonpotensial LP2B

· Penggunaan Lahan lain

Union Delineasi Visual Kawasan Potensial untuk KP2B Kabupaten 2

· Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1

· Lahan Potensial untuk LCP2B

· Lahan Sawah Nonpotensial LP2B

· Penggunaan Lahan lain

Union Delineasi Visual Kawasan Potensial untuk KP2B Kabupaten 1 KP2B Kabupaten 2 KP2B Kabupaten 1

TAHAP 4: IDENTIFIKASI KAWASAN POTENSIAL UNTUK KP2B

Spatial Contiguity

Spatial Contiguity

(7)

1) Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah

Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah digunakan untuk mengetahui kebutuhan lahan sawah dalam jangka waktu tertentu di wilayah tertentu juga. Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan usulan perencanaan LP2B. Jangka waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah tahunan, menengah dan panjang. Untuk rentang waktunya jangka menengah adalah 5 tahun sementara panjang adalah 20 tahun sesuai dengan penyusunan RTRW. Dalam penelitian ini, perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan didasarkan pada:

a. Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk. b. Pertumbuhan produktivitas.

c. Kebutuhan pangan nasional.

d. Kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan.

Keempat dasar perencanaan ini digunakan untuk menghitung kebutuhan luas sawah di Kabupaten Garut, dan Provinsi Jawa Barat. Kebutuhan lahan sawah ini dihitung selain untuk memenuhi kebutuhan pangan wilayahnya sendiri maupun kontribusi wilayah tersebut terhadap wilayah yang lebih luas, untuk provinsi kebutuhan harus dihitung kontribusi terhadap penyediaan beras nasional sementara bagi Kabupaten Garut dihitung untuk kontribusi terhadap provinsi. Diagram alir proyeksi kebutuhan lahan sawah tingkat provinsi sebagaimana Gambar 8 dan tingkat kabupaten Gambar 9. Perhitungan kebutuhan lahan ini menggunakan 2 skenario yaitu skenario pesimis dan optimis. Asumsi yang digunakan adalah :

a. Skenario Pesimis

- Konsumsi beras per kapita yang digunakan adalah 140 kg/kapita per tahun.

Angka ini didasarkan kepada standar kebutuhan kalori 2.200

kkal/orang/hari. - Produktivitas tetap

(8)

b. Skenario Optimis

- Konsumsi beras nasional menggunakan kelayakan tingkat konsumsi beras standar nasional saat ini yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 139,15 kg/kapita/tahun sementara Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut 105,65 kg/kapita/tahun sesuai dengan data yang digunakan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat.

- Produktivitas naik sesuai rata-rata kenaikan 10 tahun terakhir. - Intensitas pertanaman naik 1% per tahun

Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Nasional Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Jawa Barat Proyeksi Kebutuhan Pangan Nasional Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Nasional Optimis (139,15 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi Jabar terhadap Nasional Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Jabar terhadap Nasional Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Jabar terhadap Nasional Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi terhadap Nasional Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Jabar terhadap Nasional Optimis Luas Gagal Panen Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Jabar terhadap Nasional Optimis Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Optimis (105,65 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficientl Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Optimis Luas Gagal Panen Rata-rata Produksi Jabar terhadap Nasional Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Optimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi

Kontribusi Jabar terhadap Nasional Sufficient Jabar

(9)

37 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Jabar Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Jawa Barat Proyeksi Kebutuhan Pangan Jabar Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Jabar Optimis (105,65 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi Garut terhadap Provinsi Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Garut terhadap Provinsi Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Garut terhadap Provinsil Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Kontribusi Garut terhadap Provinsi Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Kontribusi Garut terhadap Provinsi Optimis Luas Gagal Panen Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kontribusi Garut terhadap Provinsi Optimis Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Pesimis (140 kg/ kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Pangan Sufficient Optimis (105,65 kg/kapita/thn) Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Panen Sufficientl Optimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Luas Tanam Sufficient Optimis Luas Gagal Panen Rata-rata Produksi Garut terhadap Provinsi Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Optimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Sufficient Pesimis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten

Kontribusi Garut terhadap Provinsi Sufficient Jabar

Gambar 9. Diagram Alir Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten

Proyeksi Jumlah Penduduk (y)

Penghitungan proyeksi jumlah penduduk menggunakan model saturasi yaitu:

)

*

exp(

1

(

)

*

exp(

*

x

b

x

b

w

y

...(1) Dimana:

y = prediksi jumlah penduduk (jiwa)

x = jumlah penduduk tahun dasar (2010) (jiwa) w= jumlah maksimal penduduk (jiwa)

b = laju pertumbuhan penduduk (%)

Data yang digunakan untuk proyeksi pertumbuhan penduduk tingkat nasional adalah data jumlah penduduk selama tahun 1971-2010 yang berasal dari World Bank dan BPS. Untuk provinsi, data yang digunakan berasal dari BPS Provinsi Jawa Barat tahun 1971-2010 sedangkan Kabupaten Garut data berasal

(10)

dari BPS Kabupaten Garut 1971-2010. Tahun dasar perhitungan (x) untuk tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten adalah jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Penghitungan dengan rumus ini dibantu dengan perangkat lunak Statistica 8 sehingga didapat nilai masing-masing komponen.

Kebutuhan Pangan (Kp)

Kebutuhan pangan adalah perkalian dari konsumsi beras per kapita dengan jumlah penduduk pada tahun tertentu. Persamaannya sebagai berikut:

Kp = Kb*yt *62,74% ... (2) Dimana :

Kp = kebutuhan pangan dalam GKG (kg) Kb = konsumsi beras (kg/kapita/tahun) yt = jumlah penduduk tahun ke-t (jiwa)

Kb atau konsumsi beras per kapita untuk skenario pesimis menggunakan nilai 140 kg/kapita/tahun didasarkan kepada kebutuhan energi sebesar 2.200 kkal/hari sementara skenario optimis untuk tingkat nasional menggunakan standar yang ditetapkan yaitu 139,15 kg/kapita/tahun dan 105,65 kg/kapita/tahun untuk provinsi dan kabupaten sesuai standar yang digunakan oleh Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Nilai 62,74% adalah faktor konversi beras ke GKG berdasarkan pada hasil survei susut panen dan pasca panen gabah beras kerjasama BPS dan Kementan (2009).

Kebutuhan Luas Panen (Klp)

Kebutuhan luas panen adalah kebutuhan pangan dibagi dengan produktivitas. Persamaannya sebagai berikut:

Klp = Kp/p ...(3) Dimana :

p = produktivitas (ton/Ha)

Produktivitas berasal dari produktivitas tahun 2010 sementara

pertumbuhan produktivitas per tahun untuk provinsi berdasar pada rata-rata pertumbuhan produktivitas 2000-2010 sedangkan kabupaten berdasar rata-rata pertumbuhan produktivitas 2003-2010.

(11)

39

Kebutuhan Luas Tanam (Kt)

Kebutuhan luas tanam adalah kebutuhan luas panen ditambah dengan luas resiko gagal panen. Persamaannya sebagai berikut:

Kt = Klp + Lgp ...(4) Dimana :

Klp = Kebutuhan luas panen (Ha) Lgp = Luas resiko gagal panen (Ha)

Luas gagal panen (puso) didasarkan kepada luas gagal panen nasional pada tahun 2003-2008 yaitu 1% dari luas panen. Data ini digunakan karena data luas gagal panen provinsi dan kabupaten tidak tersedia.

Kebutuhan Lahan Baku Sawah (Ks)

Kebutuhan lahan baku sawah adalah luas tanam dibagi intensitas pertanaman. Persamaannya sebagai berikut:

Ks= Kt/IP * 100...(5) Dimana:

Ks = kebutuhan lahan (Ha) Kt = kebutuhan luas tanam (Ha) IP = Intensitas Pertanaman (%)

Untuk menghitung kontribusi yang harus diberikan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut terhadap nasional dan provinsi dilakukan dengan menghitung kontribusi produksi GKG masing-masing wilayah selama 10 tahun terakhir. Hal ini dilakukan agar kontribusi yang harus diberikan tidak membebani wilayah lumbung padi. Kontribusi produksi ini kemudian dijadikan dasar dalam menghitung kebutuhan lahan sawah dengan kondisi seperti produktivitas, IP yang disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian.

Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini menggunakan beberapa asumsi: (1) luas sawah yang didelineasi tidak mengalami perubahan; (2) tidak terjadi degradasi lahan dan lingkungan; dan (3) luas gagal panen (puso) adalah 1 % dari luas panen.

2) Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk LCP2B dan LP2B

Lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan (LCP2B) didefinisikan sebagai lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang. Pemetaan LCP2B potensial ini juga menggunakan basis model SIG (Gambar 10). Model SIG ini

(12)

dibangun melalui proses overlay dalam perangkat lunak ArcGIS dari layer

penutup/penggunaan lahan, kawasan hutan, dan kesesuaian lahan basah/padi

sawah. Untuk skala kecil setiap layer menggunakan skala 1:250.000 sementara

skala besar/detil setiap layernya menggunakan skala 1:50.000. Kriteria yang

digunakan untuk pemilihan lahan potensial untuk LCP2B sesuai dengan Tabel 5

(provinsi) dan Tabel 6 (kabupaten). Pada tingkat kabupaten

penutup/penggunaan lahan yang sesuai sebagai lahan potensial untuk LCP2B sudah berada di luar kawasan hutan.

Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Kesesuaian Lahan Basah Intersect Lahan Potensial untuk LCP2B LCP2B

Gambar 10. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LCP2B Tabel 5. Kriteria Penilaian Lahan Potensial untuk LCP2B Provinsi

Penutup/Penggunaan Lahan Kesesuaian Lahan

Status Kawasan Hasil Penilaian

Semak Belukar, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, dan Tanah Terbuka

S, V Bukan Hutan Lahan

Potensial Semak Belukar, Pertanian Lahan

Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, dan Tanah Terbuka

S, V Hutan Tidak

Semak Belukar, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, dan Tanah Terbuka

N Hutan, dan bukan hutan Tidak

Sawah, Pemukiman, Hutan,

Tubuh Air, Tambak

S, V, N Hutan, dan bukan hutan Tidak

Tabel 6. Kriteria Penilaian Lahan Potensial untuk LCP2B Kabupaten

Penutup/Penggunaan Lahan Kesesuaian Lahan Hasil

Penilaian Padang Rumput, Pertanian Lahan

Kering, Tanah Terbuka

S1, S2, S3 Lahan

potensial Padang Rumput, Pertanian Lahan

Kering, Tanah Terbuka

N1, N2 Tidak

Permukiman, Hutan, Pertambangan, Sawah, Tubuh Air

S1, S2, S3, N1, N2 Tidak

Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B menggunakan

(13)

41

perangkat lunak ArcGIS. Pada proses analisis selanjutnya dilakukan proses pembobotan untuk mengetahui metode identifikasi terbaik pada kriteria teknis yang tersedia. Berdasar UU No. 41 tahun 2009, LP2B harus memiliki kriteria yaitu kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan dan/atau luasan kesatuan hamparan lahan. Untuk kesesuaian lahan, LP2B harus memilki kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan agak sesuai (S3).

Pada penelitian ini penentuan lokasi lahan potensial untuk LP2B dilakukan dengan 4 (empat) kriteria yaitu ketersediaan lahan, kesesuaian lahan, status irigasi, dan intensitas pertanaman. Hanya ada empat kriteria yang digunakan disebabkan oleh ketersediaan data spasial dan skala data yang terbatas, serta data spasial yang tersebar di berbagai instansi sehingga sulit untuk mengumpulkannya. Namun empat kriteria diatas dianggap mampu memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam UU tersebut.

Pemetaan dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) model SIG sementara

untuk menentukan metode identifikasi terbaik menggunakan metode

pembobotan. Pemetaan dan pembobotan ini berlaku untuk tingkat provinsi dan kabupaten.

Metode pembobotan untuk model 1 menggunakan persamaan berikut:

TS = (A*Ai) + (S*Si) + (I*Ii) + (CI*CIi) ...(6) A+S+I+CI=1

Metode pembobotan untuk model 2 menggunakan persamaan berikut:

TS = (S*Si) + (I*Ii) + (CI*CIi) ...(7) S+I+CI=1

Dimana

A1+ A2 +A3 +....Ai = A S1+ S2 +S3 +....Si = S I1+ I2 +I3 +....Ii = I

CI1+ CI2 + CI3 +....CIi = CI TS = Total Skor

A = Bobot Lahan Tersedia (Availability) S = Bobot Kesesuaian Lahan (Suitability) I = Bobot Irigasi (Irrigation)

CI = Bobot Intensitas Pertanaman (Crop Intensity)

(14)

Si = Skor Kesesuaian Lahan Ii = Skor Irigasi

CIi = Skor Intensitas Pertanaman

- Tingkat Provinsi

Kriteria teknis yang digunakan pada tingkat ini adalah penutup/penggunaan lahan, kesesuaian lahan basah/padi sawah, status irigasi dan kawasan hutan. Peta penutup/penggunaan lahan menggunakan peta dari Kementerian

Kehutanan tahun 2009 yang telah diperbaiki dengan hasil ground check dan citra

Landsat. Basis data penutup/penggunaan lahan memiliki atribut ketersediaan lahan aktual yang diklasifikasikan sebagai lahan sawah aktual, dan lahan bukan sawah. Lahan sawah aktual adalah sawah yang ada. Lahan bukan sawah terdiri dari semak/belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, dan tanah kosong permukiman, hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman industri (HTI), perkebunan, bandara, hutan mangrove sekunder dan tubuh air.

Layer ini kemudian dioverlay dengan kawasan hutan untuk mengetahui lahan

tersedia yaitu lahan sawah yang tidak terletak dalam kawasan hutan. Hasil

overlay ini menghasilkan peta ketersediaan lahan yang berisi lahan tersedia dan

tidak tersedia.

Peta kesesuaian lahan basah menggunakan data RePPProT yang kelas kesesuaiannya S (Sesuai), V (Sesuai Bersyarat) dan N (Tidak Sesuai). Basis data status irigasi terdapat data status irigasi teknis, semi teknis, sederhana, dan tidak ada irigasi. Untuk tingkat provinsi data tersebut terlalu detil karena operasional perlindungan LP2B ini di tingkat kabupaten. Data yang detil untuk skala kecil akan menyulitkan penyusunan rencana selanjutnya pada skala yang lebih besar. Untuk itu, pada skala 1:250.000 ini data status irigasi dibuat lebih umum lagi dengan mengekstrak atribut menjadi daerah yang ada irigasi dan tidak ada irigasi.

Hal tersebut juga dilakukan untuk peta intensitas pertanaman, atribut yang ada pada peta tersebut dibuat lebih umum dengan mengekstrak atribut >1 kali

tanam/tahun dan ≤1 kali tanam/tahun. Rata-rata intensitas pertanaman di

Indonesia masih 189 % sehingga hanya pada daerah tertentu saja yang memiliki IP > 200. Analisis ini menggunakan basis model SIG. Model SIG ini dibangun

melalui proses overlay dalam perangkat lunak ArcGIS dari layer

penutup/penggunaan lahan, kesesuaian lahan basah/padi sawah, status irigasi, IP, kawasan hutan, dan batas administrasi.

(15)

43

Ada dua model SIG yang digunakan dan masing-masing model mempunyai nilai pembobot sendiri. Pembobotan model provinsi 1 berdasarkan kepada: 1) nilai pembobot berimbang/sama, dan 2) berdasarkan biaya pembangunan/rehabilitasi sedangkan model provinsi 2 berdasarkan kepada: 1)

nilai pembobot berimbang/sama, 2) berdasarkan biaya

pembangunan/rehabilitasi, dan 3) berdasarkan beberapa data empirik. Model SIG tersebut adalah provinsi 1 (Gambar 11) dan provinsi 2 (Gambar 12).

LP2B Provinsi 1 Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Intensitas Pertanaman (CI) Status Irigasi (I) Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama (1a) Biaya Rehabilitasi/ Pembangunan (1b) Pengkelasan 1a Pengkelasan 1b Sorting 1a Sorting 1b Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Pemilihan Lahan Terbaik Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1

Gambar 11. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1 Pembobotan dilakukan dengan menggunakan 2 nilai pembobot yaitu: a) nilai pembobot sama atau A=S=I=CI=0,250

Tabel 7. Pembobot LP2B Provinsi 1a

Kriteria Pembobot Dasar

Bobot Skor Ketersediaan Lahan (A) 1 0,250

- Tersedia (A1) 1 0,250 - Tidak Tersedia (A2) 0 0,000 Kesesuaian Lahan (S) 1 0,250 - Sesuai/S (S1) 2 0,167 - Sesuai Bersyarat/V (S2) 1 0,083 - Tidak Sesuai/N (S3) 0 0,000

Status Irigasi (I) 1 0,250

- Irigasi (I1) 1 0,250

- NonIrigasi (I2) 0 0,000

Intensitas Pertanaman (CI) 1 0,250

- > 1 kali tanam/thn(CI1) 1 0,250

- ≤ 1 kali tanam/thn(CI2) 0 0,000

(16)

b) berdasarkan biaya pembangunan/rehabilitasi atau A=0,092; S=0,104; I=0,432; CI=0,372.

Tabel 8. Pembobot LP2B Provinsi 1b

Kriteria Biaya (Rp) Bobot Skor Keterangan Ketersediaan Lahan (A) 7.500.000 0,092 Cetak Sawah Wilayah Barat

- Tersedia (A1) 7.500.000 0,092

- Tidak Tersedia (A2) 0 0,000

Kesesuaian Lahan (S) 8.500.000

0,104 Resiko kehilangan terbesar

- Sesuai/S (S1) 8.500.000 0,068 Optimasi dan Konservasi Lahan

- Sesuai Bersyarat/V (S2) 4.500.000 0,036 Optimasi Lahan

- Tidak Sesuai/N (S3) 0 0,000

Status Irigasi (I) 35.333.333 0,432 Biaya pembangunan irigasi dan

- Irigasi (I1) 35.333.333 0,432 Biaya operasional dan pemeli-

- NonIrigasi (I2) 0 0,000 haraan DI Cimandiri Sukabumi

Intensitas Pertanaman (CI) 30.465.600 0,372 Resiko kehilangan terbesar

- > 1 kali tanam/thn (CI2) 30.465.600 0,248 apabila terjadi gagal panen

- ≤ 1 kali tanam/thn (CI2) 15.232.800 0,124 HPP x produktivitas rata-rata

Jumlah 81,798,933 1,000 LP2B Provinsi 2 Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Status Irigasi (I) Intensitas Pertanam an (CI) Kawasan Hutan Penutupan/ penggunaan lahan Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama (2a) Biaya Rehabilitasi/ Pembangunan (2b) Data empirik (2c) Pengkelasan 2a Pengkelasan 2b Pengkelasan 2c Sorting 2a Sorting 2c Sorting 2b Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 2 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Pemilihan Lahan Terbaik

LP2B Provinsi 2

(17)

45

a) nilai bobot berimbang/sama yaitu S=I=CI=0,333

Tabel 9. Pembobotan LP2B Provinsi 2a

Kriteria Pembobot

Dasar Bobot Skor

Kesesuaian Lahan (S) 1 0,333

- Sesuai/S (S1) 2 0,222

- Sesuai Bersyarat/V (S2) 1 0,111

- Tidak Sesuai/N (S3) 0 0,000

Status Irigasi (I) 1 0,333

- Irigasi (I1) 1 0,333

- NonIrigasi (I2) 0 0,000

Intensitas Pertanaman (CI) 1 0,333

- > 1 kali tanam/thn (CI1) 1 0,333

- ≤ 1 kali tanam/thn (CI2) 0 0,000

Jumlah 3 1,000

b) berdasarkan biaya pembangunan/rehabilitasi yaitu S=0,114; I=0,476;

CI=0,410.

Tabel 10. Pembobotan LP2B Provinsi 2b

Kriteria Biaya (Rp) Bobot Skor Keterangan Kesesuaian Lahan (S) 8.500.000 0,114 Resiko kehilangan terbesar

- Sesuai/S (S1) 8.500.000 0,075 Optimasi dan Konservasi

Lahan

- Sesuai Bersyarat/V (S2) 4.500.000 0,039 Optimasi Lahan

- Tidak Sesuai/N (S3) 0 0,000

Status Irigasi (I) 35.333.333 0,476

- Irigasi (I1) 35.333.333 0,476

- NonIrigasi (I2) 0 0,000

Intensitas Pertanaman (CI) 30.465.600 0,410 Resiko kehilangan terbesar

- > 1 kali tanam/thn (CI1) 30.465.600 0,273 apabila terjadi gagal panen

- ≤ 1 kali tanam/thn (CI2) 15.232.800 0,137 HPP x produktivitas rata-rata

Jumlah 74.298.933 1,000

c) berdasarkan beberapa data empirik atau S=0,280; I=0,360; CI=0,360

Penelitian pemilihan prioritas kriteria penetapan LP2B belum pernah dilakukan, termasuk perbandingan kriteria teknis seperti yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk itu, dalam penyusunan pembobotan ini, dibuat dasar pembandingnya yaitu pengaruh masing-masing kriteria terhadap produktivitas lahan. Data pengaruh kriteria yang digunakan pada penelitian ini berasal dari berbagai sumber. Hal ini disebabkan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada terhadap produktivitas lahan dilakukan secara terpisah oleh peneliti yang berbeda dan lokasi yang berbeda.

(18)

Pada model 1 tidak ada nilai pembobot karena penelitian mengenai pengaruh penambahan areal garapan terhadap produktivitas belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Widayat (1992) pada daerah proyek irigasi desa baru menyebutkan bahwa penambahan 1% luas lahan dapat meningkatkan produksi sebesar 0,6089% namun tidak menyatakan kenaikan atau penurunan produktivitas lahan. Penelitian Hendra (2006) juga menyatakan bahwa penambahan areal seluas 30% akan menaikkan produksi sebesar 49,56% tetapi tidak menyebutkan mengenai produktivitas. Faktor produksi yang berpengaruh dalam menentukan tingkat produksi padi adalah air, pupuk, bibit padi unggul dan obat-obatan.

Tabel 11. Pembobotan LP2B Provinsi 2c

Kriteria Produktivitas Bobot Skor Keterangan

Kesesuaian Lahan (S) 0,206 0,280 Kontribusi pupuk 0,7 ton/ha (total 3,4 ton/ha) atau 0,206%

- Sesuai/S (S1) 0,900 0,140 (% S1+%S2)/2

- Sesuai Bersyarat/V (S2) 0,500 0,093 (% S3+%N1)/2

- Tidak Sesuai/N (S3) 0,100 0,047 (%N2)/2

Status Irigasi (I) 0,265 0,360 Kontribusi pupuk 0,7 ton/ha (total 3,4 ton/ha) atau 0,265%

- Irigasi (I1) 4,840 0,219

- NonIrigasi (I2) 3,110 0,141

Intensitas Pertanaman (CI) 0,265 0,360 Irigasi meningkatkan IP 100%

- > 1 kali tanam/thn (CI1) 4,840 0,219 sehingga kontribusi

IP=Air=0,265%

- ≤ 1 kali tanam/thn (CI2) 3,110 0,141

Jumlah 0,735 1,000

Untuk irigasi dan intensitas pertanaman, nilai pembobot didasarkan pada Pasandaran (1991) dalam Asmuti (1995) yang menyatakan data tahun 1985 di Indonesia menunjukkan sawah beririgasi mempunyai intensitas tanam rata-rata 1,7 dan produktivitas lahan 4,84 ton/ha sedangkan sawah tadah hujan mempunyai intensitas rata-rata 1,11 dan produktivitas lahan 3,11 ton/ha. Beberapa parameter efektifitas dan efisiensi dalam pemanfaatan irigasi baru dinilai dari perbedaan nilai produktivitas, pendapatan, dan serapan tenaga kerja antara lahan sawah dan lahan kering.

Untuk intensitas pertanaman dan status irigasi dianggap mempunyai dampak yang sama terhadap peningkatan produktivitas lahan. Berdasar pada hasil penelitian Lidya (1983) di pembangunan proyek irigasi Bah Balon Kabupaten Asahan menunjukkan dengan pembangunan irigasi telah mendorong

(19)

47

peningkatan intensitas pola tanam dari satu kali setahun menjadi dua kali setahun serta terjadi peningkatan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dibandingkan usaha tani yang tidak menggunakan irigasi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Hutagaol (1985) yang menunjukkan bahwa proyek irigasi pompa pada sawah tadah hujan di Kabupaten Subang, Jawa Barat telah mengubah pola tanam dari padi-bera menjadi padi-kedele-kedele dan berhasil meningkatkan intensitas tanam sebesar 100 persen.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan tahun 1991 oleh Pusat Penelitian Padi Internasional (IRRI) dalam Hendra (2006) menunjukkan rata-rata produksi padi sebesar 3,4 ton gabah/ha air memberikan kontribusi sebesar 0,9 ton/ha, pupuk sebesar 0,7 ton/ha dan faktor lainnya seperti bibit, pestisida, tenaga kerja memberikan kontribusi sebesar 1,8 ton/ha.

Berdasarkan Sutaatmadja (2005), kisaran produksi tanaman ditetapkan dari masing-masing tipe penggunaan lahan untuk setiap kelas kesesuaian lahan ditetapkan berdasarkan indeks produksi yang mengacu kepada FAO (1983) dan Wood dan Dent (1983). Kelas kesesesuaian lahan terbagi dalam 5 kelas yang dihubungkan dengan indeks produksi yaitu sangat sesuai (S1, >80% dari produksi optimal), cukup sesuai (S2, 60-80%), agak sesuai (S3, 40-59%), tidak sesuai saat ini (N1, 20-39%) dan tidak sesuai permanen (N1, <20%). Pada penelitian ini untuk lebih mempermudah pengitungan maka untuk S1 diasumsikan berproduksi optimal atau 100%.

- Tingkat Kabupaten

Kriteria teknis yang digunakan pada tingkat ini adalah penutup/penggunaan lahan, kesesuaian padi sawah, dan status irigasi. Peta penutup/penggunaan lahan tahun 2009 menggunakan peta hasil penelitian Firdian (2011). Basis data

penutup/penggunaan lahan memiliki atribut ketersediaan lahan yang

diklasifikasikan sebagai lahan tersedia, dan lahan tidak tersedia. Lahan tersedia adalah lahan sawah yang berada di luar kawasan hutan. Lahan tidak tersedia terdiri dari lahan dengan penutup lahan Padang Rumput, Pertanian Lahan Kering, Tanah Terbuka, Permukiman, Hutan, Pertambangan, dan Tubuh Air.

Peta kesesuaian lahan untuk Padi menggunakan peta kesesuaian lahan hasil Studi Penggunaan Lahan DAS Cimanuk Hulu, Proyek Konservasi dan Pengelolaan DAS oleh Tim Studi LP IPB tahun 1999. Hasil penelitian kesesuaian lahan tersebut menunjukkan hampir separuh dari daerah penelitian tidak sesuai

(20)

untuk budidaya padi sawah, terutama karena lerengnya yang terlalu curam (s), temperatur yang terlalu rendah (t), dan media perakaran yang tidak menunjang (r). Dari lahan-lahan yang tergolong sesuai, tidak dijumpai yang tergolong sangat sesuai (S1) dan hanya sebagian kecil saja yang tergolong sebagai cukup sesuai (S2), sedangkan sebagian besar adalah sesuai marjinal (S3).

Pada pemetaan ini, layer status irigasi dan intensitas penanaman skala 1:

250.000. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan data spasial yang ada.

Penggunaan layer ini dengan beberapa modifikasi yaitu dengan menambah data

dan informasi pada atribut. Untuk status irigasi, ditambahkan atribut jenis irigasinya yaitu irigasi teknis, irigasi setengah teknis, dan irigasi sederhana sementara untuk layer intensitas pertanaman atributnya menjadi 2 kali/tahun, 1 kali/tahun dan 0 kali/tahun. Ada dua model SIG yang digunakan dan masing-masing model mempunyai nilai pembobot sendiri. Untuk Kabupaten 1 (Gambar 13) hanya menggunakan 1 nilai pembobot yaitu nilai bobot sama sementara Kabupaten 2 (Gambar 14) menggunakan 2 nilai pembobot yaitu bobot nilai sama dan bobot nilai berdasarkan beberapa data empirik. Nilai bobot berdasarkan biaya pembangunan/rehabilitasi tidak digunakan pada tingkat kabupaten. Ini disebabkan oleh biaya rehabilitasi kelas kesesuaian lahan N2, N1, S3, S2 tidak ada nilai standarnya demikian pula pembangunan irigasi teknis, semi teknis, sederhana. Biaya-biaya tersebut didasarkan pada kondisi lahan yang akan diolah/dibangun.

(21)

49 LP2B Kabupaten 1 Penutupan/ penggunaan lahan Kawasan Hutan Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Intensitas Pertanaman (CI) Status Irigasi (I) Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama Pengkelasan Sorting Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1

Gambar 13. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1 Pembobotan yang digunakan dalam model ini adalah bilai bobot sama yaitu nilai pembobot sama atau A=S=I=CI=0,250.

Tabel 12. Pembobotan LP2B Kabupaten 1

Kriteria Pembobot Dasar Bobot Skor Ketersediaan Lahan (A) 1 0,250

- Tersedia (A1) 1 0,250 - Tidak Tersedia (A2) 0 0,000 Kesesuaian Lahan (S) 1 0,250 - S1 (S1) 4 0,100 - S2 (S2) 3 0,075 - S3 (S3) 2 0,050 - N1 (S4) 1 0,025 - N2 (S5) 0 0,000

Status Irigasi (I) 1 0,250

- Teknis (I1) 3 0,125

- Semi Teknis (I2) 2 0,083

- Sederhana (I3) 1 0,042

- NonIrigasi (I4) 0 0,000

Intensitas Pertanaman (CI) 1 0,250

- 2 kali tanam/thn (CI1) 2 0,167

- 1 kali tanam/thn (CI2) 1 0,083

- 0 kali tanam/thn (CI3) 0 0,000

(22)

LP2B Provinsi 2 Intersect Ketersediaan Lahan (A) Kesesuaian Lahan Basah (S) Status Irigasi (I) Intensitas Pertanam an (CI) Kawasan Hutan Penutupan/ penggunaan lahan Intersect Pembobotan Nilai Bobot Sama (2a) Data empirik (2b) Pengkelasan 2a Pengkelasan 2b Sorting 2a Sorting 2b Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 2 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pemilihan Lahan Terbaik LP2B Kabupaten 2

Gambar 14. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 2 Pada kabupaten 2 nilai-nilai bobotnya yaitu:

a) nilai bobot berimbang/sama yaitu S=I=CI=0,333

Tabel 13. Pembobotan LP2B Kabupaten 2a

Kriteria Pembobot Dasar Bobot Skor Kesesuaian Lahan (S) 1 0,333 - S1 (S1) 4 0,133 - S2 (S2) 3 0,100 - S3 (S3) 2 0,067 - N1 (S4) 1 0,033 - N2 (S5) 0 0,000

Status Irigasi (I) 1 0,333

- Teknis (I1) 3 0,167

- Semi Teknis (I2) 2 0,111

- Sederhana (I3) 1 0,056

- NonIrigasi (I4) 0 0,000

Intensitas Pertanaman (CI) 1 0,333

- 2 kali tanam/thn (CI1) 2 0,222

- 1 kali tanam/thn (CI2) 1 0,111

- 0 kali tanam/thn (CI3) 0 0 000

(23)

51

b) berdasarkan beberapa data empirik yaitu S=0,280; I=0,360; CI=0,360

Tabel 14. Pembobotan LP2B Kabupaten 2b

Kriteria Produktivitas Bobot Skor Keterangan Kesesuaian Lahan (S) 0,206 0,280

Kontribusi pupuk 0,7 ton/ha (total 3,4 ton/ha) atau 0,206%

- S1 (S1) 1,000 0,093 100 % produksi optimal

- S2 (S2) 0,800 0,075 80%

- S3 (S3) 0,600 0,056 60%

- N1 (S4) 0,400 0,037 40%

- N2 (S5) 0,200 0,067 20%

Status Irigasi (I) 0,265 0,360

Kontribusi pupuk 0,7 ton/ha (total 3,4 ton/ha)

- Teknis (I1) 5,150 0,105 atau 0,265%

- Semi Teknis (I2) 4,870 0,099

- Sederhana (I3) 4,500 0,092

- NonIrigasi (I4) 3,110 0,176

Intensitas Pertanaman (CI) 0,265 0,360 Irigasi meningkatkan IP 100%

- 2 kali tanam/thn (CI1) 4,840 0,219

sehingga kontribusi IP=Air=0,265%

- 1 kali tanam/thn (CI2) 3,110 0,141

- 0 kali tanam/thn (CI3) 0,000 0,000

Jumlah 0,735 1,000

Dasar pembobotan adalah produktivitas masing-masing kriteria teknis. Berdasarkan Pasandaran (1991) dalam Asmuti (1995), sawah irigasi teknis mempunyai intensitas pertanaman 1,82 dan produktivitas lahan 5,15 ton/Ha, sawah irigasi semi teknis mempunyai IP 1,69 dan produktivitas lahan 4,87 ton/Ha, sawah berigasi sederhana mempunyai IP 1,59 dan produktivitas lahan 4,5 ton/Ha, sedangkan sawah yang digolongkan beririgasi desa mempunyai IP 1,59 dan produktivitas 4,37 ton/Ha. Intesitas pertanaman menggunakan produktivitas lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan bukan sawah yaitu 4,84 ton/Ha, 3,11 ton/Ha dan 0.

3) Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Potensial untuk KP2B

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Pemetaan kawasan potensial untuk KP2B (Gambar 15) dilakukan berdasarkan

(24)

hasil proses sebelumnya dan prosesnya sama untuk tingkat kabupaten dan provinsi. Ilustrasi teknis pendelineasian KP2B tingkat provinsi dan kabupaten disajikan dalam Gambar 16 dan Gambar 17.

· Lahan Potensial untuk LP2B

· Lahan Potensial untuk LCP2B

· Lahan Sawah Nonpotensial LP2B

· Penggunaan Lahan lain

Union Delineasi Visual Kawasan Potensial untuk KP2B Spatial Contiguity KP2B

Gambar 15. Konsep Pemetaan Kawasan Potensial untuk KP2B

Gambar 16. Ilustrasi Pendelineasian KP2BP

Gambar

Gambar 4. Lokasi Penelitian Tingkat Provinsi di Provinsi Jawa Barat
Tabel 3. Jenis Data yang Dibutuhkan
Tabel 4. Perbedaan Kedetilan Informasi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten
Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Tingkat Provinsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

terhadap ringkasan Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Magelang tahun 2012-2016, maka diperoleh Share sebesar rata-rata 20,44% dan Growth

A pedagógiai szakmai beszélőközösség tipikus beszédhelyzeteiből kiemelt műfajelem- zés példája arra irányítja figyelmünket, hogy még továbbra is előttünk álló

Superkapasitor merupakan alat penyimpan energi yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan, kualitas produk dan harga terhadap kepuasan

membimbing kami dalam pembuatan Tugas Akhir ini dari awal

Faktor-faktor keterlambatan penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit dalam penelitian ini, yaitu ukuran perusahaan, debt to asset ratio, dan ukuran kantor

3.4 ruang puli ruang tertentu di dalam atau di luar ruang luncur, dimana roda puli ditempatkan 3.5 tali baja traksi sejumlah kawat baja yang dipilin, dan beberapa pilinan

Hati-hati menggunakan perintah ini apabila anda login sebagai root, karena root dengan mudah dapat menghapus seluruh file pada sistem dengan perintah di atas, tidak ada