• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEUANGAN NEGARA dan PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEUANGAN NEGARA dan PAJAK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

(2)

A. Pengertian , Fungsi , Tujuan APBN dan APBD 1. Pengertian APBN dan APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu merupakan daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran

negara selama satu tahun.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu merupakan daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran daerah selama satu tahun.

2. Fungsi APBN dan APBD

Dalam UU No.17 Tahun 2003, pasal 3 ayat (4) , dijelaskan beberapa fungsi yang diemban oleh APBN, sebagai berikut:

a. Fungsi otorisasi, yaitu bahwa anggaran negara/daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

b. Fungsi perencanaan, artinya bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut.

c. Fungsi pengawasan,berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. d. Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran negara/daerah harus diarahkan untuk

mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

e. Fungsi distribusi, yaitu bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

f. Fungsi stabilisasi, artinya bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

3. Tujuan APBN dan APBD

Yaitu mengatur pembelanjaan negara dan daerah dari penerimaan yang direncanakan supaya dapat mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.

Penyusunan Anggaran a. Prinsip Penyusunan APBN

1) Berdasarkan Aspek Pendapatan

• Intensifikasi penerimaan anggaran dalam hal jumlah dan kecepatan penyetoran • Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara

• Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda 2) Berdasarkan Aspek Pengeluaran

• Hemat, efisien dan sesuai dengan kebutuhan

• Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan

• Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional

b. Azas Penyusunan APBN

• Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri • Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktifitas

• Penajaman prioritas pembangunan c. Landasan Hukum APBN

• UUD 1945 pasal 23 ayat 1 tentang APBN yang ditetapkan setiap tahun

• Undang-undang yang ditetapkan setiap tahun tentang pendapatan dan belanja negara • Keputusan Presiden yang ditetapkan setiap tahun tentang pelaksanaan APBN

(3)

d. Cara Penyusunan APBN

• Presiden dibantu para menterinya menyusun RAPBN dalam bentuk nota keuangan yang kemudian disampaikan kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk disidangkan. RAPBN biasanya disampaikan sebelum tahun anggaran berjalan.

• RAPBN yang diajukan presiden kepada DPR akan disidangkan dan dibahas oleh DPR mengenai kelayakannya.

• Jika disetujui oleh DPR, RAPBN tersebut akan menjadi APBN. APBN ini akan dikembalikan kepada pemerintah untuk dilaksanakan

• Apabila RAPBN tersebut ditolak DPR, pemerintah harus menggunakan kembali APBN tahun lalu tanpa perubahan.

4. Siklus Penyusunan APBN

5. Asumsi dasar penyusunan APBN

Indikator makro yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan APBN yaitu: a. Produk Domestik Bruto (miliar Rp)

b. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) c. Inflasi tahunan (%)

d. Nilai tukar rupiah per US $ e. Suku bunga SBI (%)

f. Harga minyak dunia (US $/barel)

(4)

B. Sumber –sumber Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah 1. Sumber APBN

Terdiri dari dua sumber :

a. Penerimaan dalam negeri, yaitu penerimaan yang sumbernya berasal dari kemampuan dalam negeri.

1) Penerimaan Perpajakan

Pajak dalam negeri, misalnya: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai

Pajak Perdagangan Internasional, misalnya: bea masuk dan pajak/pungutan ekspor 2) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan SDA Bagian Laba BUMN PNBP lainnya Pendapatan BLU

b. Hibah, sumbernya berasal dari hadiah luar negeri 2. Sumber APBD

Sumber-sumber pelaksanaan pembangunan daerah terdiri atas : a. Pendapatan Asli Daerah

Merupakan pendapatan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang berlaku. Yang termasuk Pendapatan Asli Daerah, yaitu :

• hasil pajak daerah • hasil retribusi daerah

• hasil perusahaan milik daerah

• hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan • lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

b. Dana Perimbangan

Merupakan alokasi dana yang disetujui secara bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Yang termasuk Dana Perimbangan, yaitu :

• Bagian daerah dari dana PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan Sumber Daya Alam.

• Dana alokasi umum, yaitu jumlah alokasi umum untuk propinsi dan kabupaten/kota, antara lain dana transmigrasi, dana pembangunan prasarana baru dan dana reboisasi.

c. Pinjaman Daerah Pendamping

Merupakan dana pinjaman dari pihak luar selain modal dan pendapatan daerah. Berikut yang termasuk Pinjaman Daerah Pendamping :

• Pinjaman dari Sumber Dalam Negeri merupakan pinjaman yang bersumber dari pemerintah pusat, lembaga komersial dan penerbitan obligasi daerah.

• Pinjaman dari Sumber Luar Negeri merupakan pinjaman dari negara lain yang disalurkan melalui pemerintah pusat.

d. Lain-lain Penerimaan yang Sah

Merupakan penerimaan yang berasal dari hibah, dana darurat dan penerimaan lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengaruh APBN dan APBD terhadap perekonomian

a. Apabila suatu negara dalam APBN-nya menunjukkan prioritas dalam bidang industri, perekonomiannya cenderung mengarah kepada peningkatan di bidang industri.

b. Jika di dalam APBN suatu negara memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana, perekonomian negara tersebut ingin memotivasi para investor baru untuk membuka dan meningkatkan investasi.

c. Jika APBN dikaji dari segi moneter, pengaruhnya akan tampak pada gejala-gejala penyakit ekonomi, yaitu inflasi dan deflasi. Hal ini bisa terjadi apabila suatu negara menganut salah satu

(5)

asas penyusunan APBN defisit dan surplus. Jika menganut APBN defisit, artinya pengeluaran negara lebih besar daripada penerimaan negara. Biasanya negara yang menganut APBN defisit, dalam mengatasi kekurangan penerimaannya akan melakukan pencetakan uang baru demi terhindar dari pinjaman luar negeri yang terlalu besar. Pencetakan uang baru ini akan menyebabkan jumlah uang yang beredar makin banyak, suku bunga turun dan harga-harga barang naik. Gejala inilah yang disebut penyakit ekonomi inflasi. Jika suatu negara menganut APBN surplus, pengeluaran negara lebih kecil daripada penerimaannya. Hal ini berarti pengeluaran-pengeluaran negara menjadi sedikit yang akan menyebabkan jumlah uang beredar menjadi berkurang. Akibatnya, tingkat suku bunga akan naik dan harga-harga barang akan turun. Inilah yang disebut deflasi.

d. Apabila suatu negara menganut APBN berimbang, artinya pengeluaran negara sama dengan penerimaan negara sehingga diharapkan negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil, terutama di bidang moneter.

C. Jenis-jenis Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Belanja Negara

Terdiri atas:

1. Anggaran belanja pemerintah pusat Terdiri dari :

a. Belanja Kementrian/Lembaga (K/L)

b. Belanja Non K/L, antara lain: • Pembayaran bunga utang • Subsidi

Subsidi energi (BBM dan Listrik) Subsidi Non Energi

• Belanja lain-lain 2. Transfer ke daerah

Terdiri dari:

a. Dana Perimbangan, misalnya Dana Bagi Hasil

Ditujukan untuk menghilangkan kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.Bersumber dari pajak dan sumber daya alam

Sumber Dana Bagi Hasil dari Pajak terdiri dari: • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

• Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan(BPHTB)

• Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 WP orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21

Sumber Dana Bagi Hasil dari SDA terdiri dari • Kehutanan

• Pertambangan Umum • Perikanan

• Pertambangan minyak bumi • Pertambangan gas bumi • Pertambangan panas bumi Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU dialokasikan untuk tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah sehingga perbedaan antara daerah maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil (horizontal fiscal imbalance)

(6)

Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah dan untuk menanggulangi keadaan mendesak, seperti bencana alam

b. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2008 dan 2009 (dalam triliun rupiah)

Sumber Penerimaan 2008 2009

A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri

1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri i. PPh

ii. PPN iii. PBB iv. BPHTB v. Cukai

vi. Pajak Lainnya

b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea Masuk

ii. Bea Keluar

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan Sumber Daya Alam

i. Migas ii. Non-Migas a.Bagian Laba BUMN b. PNBP lainnya c.Pendapatan BLU II. Hibah

B. Belanja Negara

I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja K/L

2. Belanja Non-K/L, a.l:

a. Pembayaran bunga utang b. Subsidi

II. Belanja Ke Daerah 1. Dana perimbangan

2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. Keseimbangan Primer

D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) E. Pembiayaan ( I + II )

I. Pembiayaan dalam Negeri 1. Perbankan dalam Negeri 2. Non-Perbankan dalam Negeri

II. Pembiayaan Luar Negeri

1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN

895,0 892,0 609,2 580,2 305,0 195,5 25,3 5,4 45,7 3,4 29,0 17,8 11,2 282,8 192,8 182,9 9,8 31,2 53,7 5,1 2,9 989,5 697,1 290,0 407,0 94,8 234,4 292,4 278.4 14,0 0,3 -94,5 94,5 107,6 -11,7 119,3 -13,1 48,1 -61,3 985,7 984,8 725,8 697,3 357,4 249,5 28,9 7,8 49,5 4,3 28,5 19,2 9,3 258,9 173,5 162,1 11,4 30,8 49,2 5,4 0,9 1037,1 716,4 322,3 394,1 101,7 166,7 320,7 297,0 23,7 50,3 -51,3 51,3 60,8 16,6 44,2 -9,4 52,2 -61,6 Sumber: fiskal.depkeu.go.id

(7)

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Uraian Jumlah

I. Penerimaan

1. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun yang Lalu 2. Pendapatan Asli Daerah

a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah

c. Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

3. Dana Perimbangan

a. Bagian Daerah dari Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum

c. Dana Alokasi Khusus 4. Lain-lain Pendapatan yang Sah

xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx II. Pengeluaran 1. Pengeluaran Belanja a. Belanja Rutin 1) Administrasi Umum a) Belanja Pegawai b) Belanja Barang

c) Belanja Perjalanan Dinas d) Belanja Pemeliharaan

2) Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum b. Belanja Investasi

1) Publik 2) Aparatur 2. Pengeluaran Transfer

a. Angsuran Pinjaman dan Bunga b. Bantuan

c. Dana Cadangan 3. Pengeluaran Tak Terduga

Xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

III. Surplus/Defisit Anggaran Xxx

IV. Pembiayaan 1. Dalam Negeri 2. Luar Negeri Xxx xxx xxx

D. Kebijakan Pemerintah di Bidang Fiskal Kebijakan Fiskal

1. Pengertian

Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi yang bertujuan untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara guna mencapai kestabilan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan umum.

2. Tujuan Kebijakan Fiskal

Kebijakan yang diambil pemerintah di bidang fiskal punya beberapa tujuan, yakni : a. menciptakan stabilitas perekonomian

b. memacu atau mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi c. memperluas dan menciptakan lapangan kerja

d. menciptakan terwujudnya keadilan sosial bagi masyarakat e. mewujudkan pendistribusian dan pemerataan pendapatan

(8)

3. Macam-macam Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal ada dua jenis yaitu :

1. Kebijakan fiskal ekspansioner (expansionary fiscal policy)

Kebijakan ini dilakukan apabila kondisi perekonomian lesu dan angka pengangguran tinggi sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka pengangguran. Kebijakan ini dapat dijalankan dengan cara meningkatkan pengeluaran/belanja pemerintah dan/ menurunkan pajak.

2. Kebijakan fiskal Kontraksioner

Kebijakan ini dilakukan apabila kondisi perekonomian dalam keadaan inflasi tinggi . Kebijakan ini dilaksanakan dengan cara menurunkan pengeluaran/belanja pemerintah dan / menaikkan pajak Kebijakan fiskal sering juga disebut kebijakan anggaran. Hal ini disebabkan kebijakan ini memang berhubungan erat dengan anggaran pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Secara teoritis kebijakan anggaran dapat dijalankan melalui empat jenis pembiayaan yaitu :

a. Pembiayaan fungsional (Functional Finance)

b. Dalam hal ini, pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat tidak langsung yang ditimbulkan terhadap pendapatan nasional terutama untuk peningkatan kesempatan kerja. Penerimaan pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah. Sementara pinjaman pemerintah. Sementara itu pinjaman pemerintah dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang tersedia dalam masyarakat.

c. Pengelolaan anggaran ( The Managed Budget Approach)

Dalam pendekatan ini, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak dan pinjaman pemerintah dimaksudkan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih mantap. Dalam pendekatan ini selalu diusahakan anggaran belanja yang seimbang.

d. Stabilisasi Anggaran Otomatis (The Stabilizing Budget)

e. Dalam stabilisasi anggaran ini diharapkan atau dengan sendirinya terdapat keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran tanpa campur tangan pemerintah yang disengaja.

f. Anggaran belanja seimbang ( Balanced Budget Approach)

g. Anggaran yang disesuaikan dengan keadaan, tujuannya adalah tercapainya anggaran berimbang dalam jangka panjang.

Selain itu, berikut ini adalah macam-macam anggaran yang biasa ditempuh beberapa negara dalam mencapai manfaat tertingi dalam mengelola anggaran.

1) Kebijakan Anggaran Defisit

Adalah kebijakan anggaran dimana pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dalam satu tahun anggaran. Contoh kebijakan anggaran defisit adalah APBN tahun 2000.

Selisih akibat lebih besarnya pengeluaran pemerintah ini diatasi dengan melakukan pinjaman kepada :

a. Individu, perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan dalam sektor swasta melalui penjualan obligasi pemerintah dengan bunga yang tinggi agar para kreditur tersebut tertarik untuk membeli obligasi pemerintah.

b. Sektor luar negeri melelui penjualan surat-surat berharga pemerintah. Hal ini akan berdampak terhadap neraca pembayaran.

c. Sektor perbankan komersial meleui penerbitan surat-surat berharga keuangan pada bank-bank komersial tersebut.

2) Kebijakan Anggaran Surplus

Adalah kebalikan dari kebijakan anggaran defisit. Kebijakan ini menyatakan penerimaan pemerintah lebih besar dari pengeluaran pemerintah.

3) Kebijakan Anggaran Berimbang

Kebijakan ini menyatakn suatu keadaan penerimaan pemerintah sama besar dengan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini sering dipakai oleh pemerintah orde baru.

(9)

4) Kebijakan Anggaran Dinamis Adalah suatu bentuk anggaran 4. Pajak

a. Pengertian

Pajak adalah iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi kembali (balas jasa) secara langsung. Berdasarkan pengertian tersebut pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Pungutan pajak berdasarkan undang-undang.

2) Wajib pajak tidak mendapatkan balas jasa secara langsung.

3) Pihak yang berwenang memungut pajak adalah pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4) Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan (undang-undang yang berlaku).

5) Pendapatan pajak digunakan untuk pembelanjaan negara dan pembiayaan investasi masyarakat.

6) Pajak dapat digunakan sebagai alat unruk mengatur pemerataan pendapatan.

7) Pajak merupakan iuran wajib kepada negara atau pemerintah.

8) Pembayar pajak disebut wajib pajak.

b. Pungutan Resmi selain Pajak

Pungutan resmi selain pajak adalah sebagai berikut :

1) Bea ekspor dan bea impor

Bea ekspor adalah pungutan resmi kepada eksportir yang akan mengekspor barang dagangannya ke luar negeri.

2) Bea impor adalah pungutan terhadap importir saat mengimpor barang dari luar negeri. Besar kecilnya pungutan diatur dengan peraturan pemerintah.

3) Cukai

Adalah pungutan resmi yang harus dibayar oleh pengusaha atau produsen kepada pemerintah yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah. Contohnya : cukai tembakau, minyak wangi dan minuman beralkohol.

4) Retribusi

Adalah pungutan yang harus dibayar oleh wajib pajak kepada pemerintah

karena wajib pajak telah menerima atau mendapatkan imbalan jasa secara langsung. Retribusi dapat berarti bahwa wajib bayar telah memperoleh fasilitas secara langsung. Contohnya : bea parkir, sewa pasar dan bea pungutan sampah.

5) Ipeda dan Ireda

Pungutan ini diatur dengan peraturan daerah atau perda. Baik Ipeda maupun Ireda merupakan sumber pendapatan daerah. Saat ini nama tersebut lebih dikenal dengan PBB (pajak bumi dan bangunan).

(10)

Perbedaan pajak dengan pungutan resmi lainnya :

Indikator Pajak Pungutan resmi

lainnya 1. Imbalan jasa (kontraprestasi) 2. Dasar pemungutan 3. Cara perhitungan 4. Jatuh tempo 5. Sanksi hukum 6. Surat ketetapan (kohir) 7. Sifat pemungutan

Tidak diterima secara langsung

Menurut undang-undang Dihitung sendiri oleh wajib

pajak

Sesuai tahun pajak

Ada dalam undang-undang

Ada surat ketetapan pajaknya

Bayar paksa

Diterima secara langsung PP, Kepmen, Kep. Daerah Aparatur pemerintah Sesuai pemakaian

Sesuai kebijakan pemerintah Tidak ada kohirnya

Sesuai kebijaksanaan pemerintah

c. Asas-asas Pajak

Berikut ini asas-asas pajak menurut beberapa tokoh: Adam Smith

Adam Smith mengemukakan asas-asas sebagai berikut : 1) Ability to Pay

Adalah asas perpajakan yangdidasarkan atas kemampuan membayar para wajib pajak. Asas ini memperhitungkan kondisi wajib pajak.

2) Asas Kepastian (Certainty)

Untuk memungut pajak pemerintah harus memberikan jaminan / kepastian terhadap pungutan tersebut. Artinya, aturan pungutan harus pasti dan jelas.

3) Asas Kesenangan (Convenience)

Sebaiknya pajak dipungut pada saat wajib pajak baru menerima uang (penghasilan / gaji) dan waktunya tidak mendadak / tiba-tiba.

4) Asas Ekonomi (Economy)

Pungutan pajak diupayakan seefektif dan seefisien mungkin dengan mengacu agar beban / biaya pemungutan pajak ditekan sekecil mungkin.

WJ. Langen

WJ. Langen mengemukakan asas-asas sebagai berikut : 1) Asas Kesamaan

Asas ini mengandung makna bahwa pungutan pajak dikenakan bagi semua warga tanpa ada pengecualian sehingga pemungutan pajak dirasakan adil.

2) Asas Daya Pikul

Beban pajak didasarkan pada kemampuan wajib pajak, sehingga masyarakat yang penghasilannya besar akan dikenakan pajak yang besar dan masyarakat yang penghasilannya kecil beban pajaknya rendah.

3) Asas Manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa selain pungutan pajak didasarkan atas barang dan jasa yang dinikmati wajib pajak, juga mengandung arti bahwa hasil pungutan pajak yang telah diterima pemerintah hendaknya dapat dibelanjakan untuk pembelanjaan atau pengeluaran yang benar-benar bermanfaat bagi kemajuan perekonomian masyarakat.

4) Asas Kesejahteraan

Pungutan pajak yang diterima pemerintah dapat dibelanjakan sesuai dengan pos yang telah ditetapkan, dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5) Asas Beban Sekecil-kecilnya

(11)

6) Asas Istimewa

Asas ini khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang mendapatkan penghasilan secara istuimewa 7) Asas Pelaksaan

Pelaksanaan pungutan pajak diusahakan sebaik mungkin meskipun sering terjadi hambatan dan keluhan dari para wajib pajak.

Adolf Wagner

Adolf Wagner mengemukakan asas-asas sebagai berikut : 1) Asas Politik Potensial

Asas ini berisikan bahwa pungutan pajak mempunyai dua sasaran, yaitu : a) pungutan pajak harus bersifat dinamis

b) perolehan hasil pungutan pajak jumlahnya memadai 2) Asas Ekonomis

Sasaran penarikan pajak harus tepat, antara lain terhadap pendapatan, penanaman modal, barang mewah dan sebagainya.

3) Asas Keadilan

Asas ini mengandung pengertian :

a) pungutan pajak hendaknya bersifat umum dan universal b) terhadap obyek pajak yang sama harus ada kesamaan beban 4) Asas Administrasi

Asas ini berisikan pengertian :

a) pungutan pajak harus disertai dasar pungutan yang pasti (undang-undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah.

b) cara pemungutan atau penagihan harus fleksibel atau luwes dan tidak memaksa atau tidak ada unsur tekanan.

c) biaya pemungutan pajak diusahakan sekecil mungkin. 5) Asas Yuridis

Asas ini mengandung makna :

a) pungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang yang berlaku

b) penafsiran kata pada undang-undang harus seragam dan punya pengertian yang sama d. Pembagian Pajak

1) Berdasarkan golongan

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya : pajak penghasilan.

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain, contoh : PPN dan PPnBM.

2) Berdasarkan wewenang pemungut pajak

Pajak pusat atau pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat atau negara meleui Dirjen Pajak, contoh : PPh dan PBB.

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang dalam hal ini ditangani oleh Dinas Pendapatan Daerah, yaitu antara lain:

Propinsi; Pajak Kendaraan Bermotor, Bea balik Nama kendaraan bermotor, Pajak bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah tanah dan air Permukaan

Kabupaten; Pajak hotel, pajak reklame, pajak restoran, pajak hiburan, pajak penerangan jalan

3) Berdasarkan sifat

Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi wajib pajak yang akan dikenakan pajak.

(12)

Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan obyek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian dicari subyeknya, baik pribadi atau badan.

e. Fungsi Pajak

1) Fungsi anggaran

Maksudnya bahwa pajak adalah andalan pendapatan negara. Fungsi ini menjelaskan bahwa pajak merupakan bagian dari pendapatan negara yang sangat penting.

2) Fungsi mengatur

Pajak dapat berfungsi sebagai alat pendistribusian pendapatan masyarakat dan sekaligus sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat.

3) Fungsi stabilisasi

Dengan pendapatan dari pajak, pemerintah dapat membelanjai pengeluaran-pengeluarannya, baik rutin maupun pengeluaran pembangunan. Bila pemerintah dapat membelanjai pengeluaran-pengeluarannya sesuai dengan anggaran belanja yang telah ditetapkan berarti tidak akan terjadi fluktuasi, hambatan ataupun keresahan di dalam penyelenggaraan perekonomian negara yang berarti stabilitas ekonomi dapat terjamin.

f. Pajak Penghasilan (PPh) Subyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut : 1) Orang pribadi.

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

3) Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun dan bentuk badan usaha lainnya.

4) Bentuk usaha tetap.

Subyek pajak ini terdiri dari subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri. Yang dimaksud subyek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut :

1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia.

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Yang dimaksud subyek pajak luar negeri adalah sebagai berikut :

1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

(13)

Perbedaan perlakuan pengenaan PPh antara Wajib pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri

Keterangan Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib pajak Luar negeri Objek pajak Penghasilan baik yang diterima

atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia

Penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia Dasar Pengenaan

Pajak

Penghasilan Netto Penghasilan Bruto

Tarif Pasal 17 UU PPh Pasal 26 UU PPh

Pelaporan Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

Tidak Wajib menyampaikan SPT

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa :

1) tempat kedudukan manajemen 2) cabang perusahaan

3) kantor perwakilan 4) gedung kantor 5) pabrik

6) bengkel

7) pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang digunakan eksplorasi pertambangan.

8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan.

9) Proyek konstruksi, instalasi atau perakitan oleh orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

10)Orang atau badan yang berlaku sebagai agen yang kedudukannya tidak bebas.

11)Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. Yang tidak termasuk subyek pajak adalah sebagai berikut :

1) Badan perwakilan negara asing

2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukankepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberi perlakuan timbal balik.

3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :

a) Indonesia menjadi organisasi tersebut

b) Tidak menjalankan usaha atau tuntutan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain yang memperoleh penghasilan dari Indonesia

4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat:

i. Bukan warga negara Indonesia

ii. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

(14)

Obyek Pajak

Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.

2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. 3) Laba usaha.

4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi.

8) Royalti.

9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10)Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11)Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

12)Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13)Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14)Premi asuransi.

15)Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16)Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan belum dikenakan pajak. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Menurut UU Pajak No.36 tahun 2008, besarnya PTKP adalah sebagai berikut: PTKP setahun diberikan sebesar :

1) Rp 15.840.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi. 2) Rp 1.320.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.

3) Rp 15.840.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1)

4) Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan sekeluarga, semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Penetapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penyesuaian besarnya PTKP ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

Tarif Pajak Penghasilan

Tarif pajakPasal 17 UU Pajak Penghasilan yang diterapkan adalah sebagai berikut : 1) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri

a) Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000,00, tarif pajak 5 %.

b) Penghasilan di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00, tarif pajak 15 %

c) Penghasilan di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00, tarif pajak 25 % d) Penghasilan di atas Rp500.000.000,00, tarif pajak 30 %

(15)

Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk wajib pajak orang pribadi: Jumlah penghasilan kena pajak Rp 700.000.000,00

Pajak penghasilan yang terutang:

5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 30% x Rp 200.000.000,00 = Rp 60.000.000,00 Rp155.000.000,00

g. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) I. PPN

PPN diatur dengan UU Nomor 18 Tahun 2000.

1. Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Obyek dari PPN adalah :

(a) Penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik barang berwujud maupun tidak berwujud dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. (b) Impor dan ekspor BKP oleh PKP.

(c) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

(d) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain

(e) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (bukan inventory) oleh PKP, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dikreditkan

2. Jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN

Menurut UU No. 18 Tahun 2000 jenis barang yang tidak dikenakan PPN yaitu:

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi: minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket batu bara, bijih ( timah, besi, nikel, perak, bauksit)

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu: segala jenis beras dan gabah, segala jenis jagung, sagu, segala jenis kedelai, garam, makanan dan minuman (tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga), uang, emas batangan dan surat-surat berharga

3. Pengecualian JKP berdasarkan peraturan pemerintah tidak dikenakan PPN adalah kelompok jasa sebagai berikut:

• Jasa di bidang kesehatan medis • Jasa di bidang pelayanan sosial

• Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko

• Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan dengan hak opsi • Jasa di bidang keagamaan

• Jasa di bidang pendidikan

• Jasa di bidang tenaga kerja dan bidang yang dilaksanakan instansi pemerintah 4. Cara Kerja Sistem Pajak Pertambahan Nilai

PPN dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh PKP. Pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pajak berganda.

II. PPnBM

PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah. PPnBM hanya dikenakan satu kali pada sumbernya, yaitu pabrikan atau

(16)

saat impor dan tidak dapat dikreditkan. PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa PPN. Jadi penarikan PPnBM harus selalu bersama PPN.

Subyek PPnBM adalah PKP yang menghasilkan barang mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

Obyek PPnBM adalah penyerahan barang berwujud yang tergolong mewah dan impor barang yang tergolong mewah, seperti sedan built-up, komputer dan lain-lain barang berwujud yang tergolong mewah sebagaimana ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

Tarif PPN dan PPnBM Tarif PPN adalah 10%

Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 75% h. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB diatur melalui UU no 12 tahun 1994. Pajak ini dikenakan pada bumi atau tanah dan bangunan yang dibangun pada tanah atau bumi tersebut. Ketentuan perhitungan pungutan PBB adalah 0,5 % dari 20 % nilai jual obyek pajak. Nilai jual obyek pajak adalah taksiran nilai jual bumi dan bangunan dikurangi dengan bangunan tidak kena pajak (BTKP). BTKP bagi tiap-tiap wajib pajak sebesar Rp 8.000.000,00. Bagi seorang wajib pajak yang memiliki tanah dan bangunan lebih dari satu buah, maka BTKP hanya diberikan pada satu bangunan saja.

1. Obyek Pajak

a) Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan.

b) Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh menteri keuangan. 2. Obyek Pajak yang tidak Dikenakan PBB

a) Obyek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah obyek pajak yang :

• Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

• digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

• merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak • digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh

menteri keuangan.

b) Obyek pajak yang digunakan oleh pemerintah untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.

c) Batas nilai jual Bangunan Tidak Kena Pajak akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

3. Subyek Pajak

Adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. 4. NJOP

Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang rejadi secara wajar 5. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Adalah surat yang digunakan oleh wajib pakjak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan undang-undang pajak bumi dan bangunan

6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Adalah surat yang digunakan oleh DJP untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak

7. Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5 %. 8. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak

a) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual kena pajak (NJKP)

• 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan dengan NJOP sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,00.

(17)

b) Nilai Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Mulai 1 Januari 2001 NJOPTKP untuk setiap daerah ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 untuk tiap wajib pajak

7. Dasar perhitungan PBB

Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut:

Objek pajak perkebunan adalah 40% Objek pajak kehutanan adalah 40% Objek pajak pertambangan adalah 40% Objek pajaklainnya (pedesaan dan perkotaan):

• Apabila NJOP-nya lebih besar atau sama dengan Rp 1.000.000.000,00 adalah 40% • Apabila NJOP-nya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 adalah 20%

Contoh soal.

Manohara memiliki sebidang tanah seluas 300 m2. Di atas tanah tersebut berdiri sebuah bangunan seluas 150 m2. taksiran harga tanah per m2 Rp 160.000,00 dan taksiran nilai jual bangunan per m2 Rp 180.000,00. Hitunglah besar PBB yang harus dibayar oleh Manohara !

Jawab :

Nilai jual tanah/bumi = 300 X Rp 160.000,00 Rp 48.000.000,00 Nilai jual bangunan = 150 X Rp 180.000,00 Rp 27.000.000,00 Taksiran nilai jual bumi dan bangunan Rp 75.000.000,00

NJOPTKP (Rp 12.000.000,00)

Nilai jual obyek pajak Rp 63.000.000,00

Nilai jual kena pajak 20 % X Rp 63.000.000,00 = Rp 12.600.000,00 Besarnya PBB = 0,5 % x Rp 12.600.000,00 = Rp 63.000,00

i. Pajak Ekspor dan Impor

Pajak ekspor adalah pajak yang dikenakan pada barang yang akan diekspor ke luar negeri. Yang menghitung besar kecilnya pajak ekspor adalah petugas pabean. Pajak impor adalah pajak yang dikenakan pada barang yang diimpor dari luar negeri.

j. Pajak Kendaraan Bermotor

Merupakan pendapatan daerah, sehingga tidak dimasukkan dalam APBN. Pajak ini dipungut dimana kendaraan bermotor tersebut berdomisili. Besar kecilnya pajak didasarkan pada jenis, bahan bakar, kekuatan (cc), bobot dan tahun pembuatan.

k. Bea Materai

Tarif bea materai ada dua, yaitu Rp 6.000,00 dan Rp 3.000,00, yang penggunaannya sebagai berikut 1) Tarif bea materai Rp 6.000,00

• Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata • Akta – akta notaris termasuk salinannya

• Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya

(18)

2) Tarif bea materai Rp 3.000,00

• Dokumen yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00 sampai dengan Rp 1.000.000,00

• Cek dan bilyet giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal • Efek

l. Tarif Pajak 1. Tarif tunggal

a) Tarif tetap, tarif yang jumlahnya tetap, tidak bergantung kepada besar kecilnya objek pajak. b) Tarif proporsional, yaitu tarif pajak yang menggunakan persentase tetap, berapapun jumlah objek pajak.

2. Tarif tidak tunggal a) Sistem Progresif

Pajak progresif adalah pajak yang dikenakan semakin besar kepada wajib pajak yang mempunyai pendapatan semakin tinggi. Contoh : pajak penghasilan.

b) Sistem Degresif

Adalah kebalikan dari sistem progresif., dimana persentase pajak yang dikenakan akan semakin besar jika pendapatan semakin rendah dan akan semakin kecil jika pendapatan semakin besar. l. Sistem Pemungutan Pajak

a) Official Assesment System (OAS)

Yaitu cara pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak

b) Self Assesment System (SAS)

Yaitu cara pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang

c) Semi Self Assesment System (SSAS) dan With Holding System (WHS)

Semi self Assesment System yaitu cara pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak dan fiskus untuk sama-sama menentukan besarnya pajak terutang.

With Holding System adalah cara pemungutan pajak yang tidak memberikan wewenang kepada wajib pajak dan fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang, tetapi diserahkan kepada pihak ketiga yang ditunjuk.

Referensi

Dokumen terkait

English Department, Universitas Andalas, in collaboration with University of Social Science and Humanities, Vietnam, University Kebangsaan Malaysia, and University

Pelajaran sejarah yang terangkum dalam mata pelajaran Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) menjadi salah satu mata pelajaran yang diikutkan dalam ujian nasional tingkat SMP sehingga sangat

PENGGUNAAN STRATEGI IMAJINASI DENGAN EKSPLORASI BENDA DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Analisis ini dilakukan menggunakan 2 (dua) metode dalam melakukan analisis tekan pada kolom. Walaupun banyak ahli dibidang struktur baja beranggapan bahwa metode

Laporan Akhir yang lengkap dengan syor dan ulasan Pegawai Pengawal hendaklah dikemukakan untuk pertimbangan dan kelulusan Kuasa Melulus dalam tempoh empat (4)

terpenuhinya syarat penilaian kompetensi kinerja tenaga kependidikan dan layanan kinerja tenaga kependidikan; (3) Tingkat kualitas sekolah berdasarkan indikator pencapaian

Apabila terjadi hasil skor yang sama antara 2 atau lebih peserta, maka akan dilakukan pengulangan lomba untuk peserta yang memiliki skor yang sama tadi6. Juri

melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Konservasi dan Pengendalian Daya Rusak Air sesuai dengan bidang tugasnya. Pasal