• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN GENOM FENETIK KULTIVAR PISANG YANG TUMBUH DI KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN GENOM FENETIK KULTIVAR PISANG YANG TUMBUH DI KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN GENOM FENETIK KULTIVAR PISANG YANG TUMBUH DI KALIMANTAN SELATAN

(Banana Cultivar Genome Phenetic Determination that Grows in South Kalimantan)

Chatimatun Nisa1 Badruzsaufari2, dan Ervina Wijaya3

1

Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat

2

Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat

3

Alumni Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRACT

Relatedness data either phylogenetic or phenetic banana cultivars in South Kalimantan bit. For that we need research on phylogenetic analysis, which requires the availability of taxonomic information as a first step. This taxonomic information associated with identification (description), the classification and nomenclature. This information is used to know the relatedness or similarity among cultivars of banana based phenetic (morphology) of bananas. Nine cultivars of banana that grows in South Kalimantan by the phenetic, as a first step marfologi directly observed as many as 48 important characters. Prediction genomes of nine banana cultivars was determined using three methods ie key determination and scoring system. The results based on key method of determination of Stover and Simmonds (1987) that the nine cultivars were classified into 4 groups namely AA genome (“Pisang Mauli”), AB (“Pisang Kapas”), AAA (Pisang Talas Gunung”, “Pisang Jaranang Merah”, “Pisang Ambon Lumut”, and “Pisang Nangka”), and ABB (“Pisang Menurun”, “Pisang Raja” and “Pisang Awak”). While the scoring method of Silayoi and Camchalow (1987), that nine banana cultivars were classified into 5 groups of AA genome (“Pisang Mauli”), AB (“Pisang Awak”), AAA (“Pisang Talas Gunug”, “Pisang Jaranang Merah” and “Pisang Nangka”), AAB (“Pisang Kapas”, “Pisang Raja” dan “Pisang Ambon Lumut”) and ABB (“Pisang Menurun”).

Keywords: banana, relatedness, phenetic, determination, scoring, genome

PENDAHULUAN

Di Indonesia banyak terdapat kultivar pisang. Pisang-pisang tersebut mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka mencukupi kebutuhan buah masyarakat . Selain itu pengembangan tersebut juga dimaksudkan untuk memenuhi bahan baku agroindustri, kegiatan agrowisata dan sosial lainnya seperti hari keagamaan dan upacara adat tradisional (Cahyono,1995). Sebagai buah yang memiliki potensi gizi tinggi serta peran sosial-ekonomi penting bagi masyarakat, maka perlu adanya usaha

pemuliaan pisang untuk mendapatkan tanaman penghasil buah yang berkualitas. Di Kalimantan Selatan pemuliaan pisang belum banyak dilakukan karena sifat partenokarpi

dan sterilitas bunga yang tinggi. Selain itu hama dan penyakit pada pisang menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas.

Hama yang sering menghambat pertumbuhan pisang di Kalimantan Selatan adalah ulat gulung yaitu ulat Erionata thrax

yang menyebabkan daun terpotong-potong membentuk gulungan-gulungan sehingga tinggal tulang-tulang daun saja, dan ngengat buah ( Nicolcia octacema) yang menyerang

(2)

bunga dan buah muda sehingga ukuran dan bentuk buah tidak sempurna, gejala ini nampak pada kulit buah seperti kudis dan kasar (Cahyono, 1995).

Sedangkan penyakit yang sering dijumpai adalah Antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum musae dan

Gloelosporium musarum menyerang daun, buah muda, dan buah matang di dalam penyimpanan (Cahyono, 1995) termasuk penyakit busuk buah yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum.

Penyakit akibat Ralstonia ini berkembang pesat dan meluas dalam lima tahun terakhir di Kalimantan Selatan, khususnya disentra penghasil pisang seperti Kecamatan Pengaron dan Simpang Empat, Kabupaten Banjar (Adi, 2003).

Untuk menunjang usaha pemuliaan pisang misalnya dalam memperoleh tanaman yang tahan terhadap penyakit dan kualitas buah yang prima maka diantaranya diperlukan beberapa data dasar seperti sumber daya genetik dan taksonomi pisang, misalnya data filogenetik pisang. Data kekerabatan baik secara filogenetik maupun fenetik kultivar pisang yang ada di Kalimantan Selatan sedikit. Untuk itu perlu penelitian mengenai analisis kekerabatan yang memerlukan adanya ketersediaan informasi taksonomik sebagai langkah awal. Informasi taksonomik ini berkaitan dengan identifilkasi (deskripsi), klasifikasi dan tatanama ( Anonim, 1995). Informasi tersebut digunakan untuk menentukan kekerabatan atau kemiripan antar kultivar pisang berdasarkan fenetik (morfologi) pisang (Jumari dan Pudjorinto,2000)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan genom sembilan jenis pisang yang tumbuh di Kalimantan Selatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April sampai bulan Juni 2007, untuk pengamatan dilapangan

dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kota Banjarbaru.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultivar pisang dari Ilung (Talas Gunung) dan Banjarbaru (Mauli, Kapas, Menurun, Awak, Raja, Jaranang Merah, Ambon Lumut dan Nangka), alat ukur (meter), kamera digital, pisau, tangga lipat, tabel pengamatan 48 karakter IPGRI, colour chart, kunci determinasi (Stover & Simmonds), tabel pengamatan 15 karakter dan skor harapan (Simmonds& Shepherd), skor harapan (Silayoi & Camchalow) dan alat tulis.

Cara kerja pada penelitian ini meliputi tiga tahap, dimulai dari penentuan dan pengambilan sampel, pengamatan morfologi pisang hingga pendugaan genom.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data morfologi terhadap 48 karakter dari 9 kultivar pendugaan genom pisang dilakukan dengan tiga metode.

Metode pertama adalah menggunakan kunci determinasi Stover dan Simmonds (1987) disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan metode ini pisang tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 group kultivar pisang yakni AA(Pisang Mauli), AAA(Pisang Jaranang Merah, Ambon Lumut, Talas Gunung dan Nangka), AB (Pisang Kapas) dan ABB (Pisang Menurun , Awak dan Raja). Metode kedua penentuan genom pisang berdasarkan sistem skoring Simmonds dan Shepherd (1955) disajikan pada Tabel 2. Sedangkan menurut metode terakhir yakni metode skoring Silayoi dan Camchalow(1987) kesimpulannya dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan metode ini pisang tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 group kultivar pisang, yakni AA(Pisang Mauli), AAA (Pisang Jaranang Merah, Talas Gunung, dan Nangka), AAB ( Pisang Kapas, Raja dan Ambon Lumut), AB (Pisang Awak) dan ABB (Pisang Menurun).

(3)

Pada kedua sistem skoring yaitu Simmonds & Shepherd (1955) dan Silayoi & Camchalow (1987), genom yang diduga untuk pisang Mauli , Kapas , Menurun dan Ambon Lumut adalah sama. Namun jika dibandingkan dengan metode kunci determinasi Stover dan Simmonds (1987) terlihat adanya perbedaan. Perbedaan ini disebabkan karakter penentu genom pada masing- masing metode. Metode kunci determinasi menggunakan 7 karakter penentu genom yaitu pada penentuan group, sedangkan sistem skoring menggunakan 15 karakter penentu genom.

Penduagaan genom pisang yang diperoleh dengan metode skoring Simmonds dan Shepherd (1995) dan metode skoring Silayoi dan Camchalow (1987) berbeda. Perbedaan dalam pendugaan Group ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan rentang skor yang berbeda. Akibatnya adalah pisang Awak, Raja, Jaranang Merah, Talas Gunung, dan Nangka pada metode skoring Simmonds dan Shepherd (1995) tidak mempunyai group

karena skor yang diperoleh tidak memenuhi nilai skor yang ditentukan. Genom dugaan pada skoring Silayoi dan Camchalow (1987) lebih baik karena genom dugaan yang diperoleh lebih lengkap dibanding skoring Simmonds dan Shepherd (1995).

Perbedaan antara group genom kultivar pisang terletak pada karakter tertentu. Karakter pembeda antar group genom tadi antara lain perawakan tumbuhan, sifat daun, pigmentasi pada batang semu, dan helaian daun (Jumari & Pudjorinto, 2000). Jumari dan Pudjorinto (2000) melakukan pendugaaan genom menggunakan metode skoring Simmonds dan Sherpherd (1955), sedangkan Valmayor. et al (2000) melakukan pendugaan genom menggunakan metode Silayoi dan Camchalow (1987). Pada kunci determinasi dan sistem skoring pisang Mauli di Kalimantan Selatan termasuk group AA dan subgroup Pisang Mas (AA) karena dilihat dari karakteristik buah mirip dengan

subgroup Pisang Mas (AA) dibanding

subgroup Mauli yang bergenom AAA ( Jumari & Pudjorinto , 2000), hal ini didukung dengan teknik mikroskopik yang menunjukkan bahwa jumlah kromosomnya diploid yaitu 22 buah (Yulianty, 2005).

Pada kunci determinasi Pisang Kapas di Kalimantan Selatan diduga bergenom AB dengan sifat ciri daun-daun agak tegak dan terdapat pigmentasi kemerahan pada batang semu, ini seperti sifat ciri pada kultivar diploid genom AA. Tetapi perawakannya tidak langsing dan tinggi batang mencapai 3 meter, menyerupai sifat ciri tumbuhan triploid lainnya, Sedangkan pada sistim skoring pisang Kapas diduga bergenom AAB. Berbeda dengan laporan (Valmayor et al.,

2000) yang menyatakan bahwa pisang Kapas merupakan sinonim dari Pisang Alaswe berasal dari Filipina yang mempunyai genom AA. Pengamatan jumlah kromosom menunjukkan bahwa pisang Kapas mempunyai jumlah kromosom sebanyak 22 buah (Yulianty, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan genom berdasarkan skoring tidak tepat untuk pisang Kapas.

Pada kunci determinasi Awak diduga bergenom ABB. Hal ini sama dengan laporan Jumari dan Pudjorinto (2000), dan Valmayor.

et al (2000). Sedangkan pada sistem skoring Awak diduga bergenom AB. , hal ini menunjukkan bahwa pendugaan genom tidak tepat untuk pisaang Awak.

Pada kunci determinasi dan sistem skoring Manurun sinonim dengan Kepok Kuning diduga bergenom ABB sam a dengan laporan Jumari dan Pudjorinto (2000),, namun berbeda dengan laporan Valmayor. et al (2000) yang menyatakan Kepok Kuning bergenom BBB. Hal ini diduga kerana adanya variasi sifat ciri dari M. balbisiana (Sotto & Rabara, 2000). Selain itu adalah morfologi yang mirip antara Kepok yang bergenom ABB dan BBB sehingga masyarakat memberinya nama yang sama. Hasil serupa yang ditemui pada Pisang Raja yang didterminasi masuk ke dalam group

(4)

Stover dan Simmonds pisang Raja bergenom AAB subgroup Raja ( Jumari & Pudjorinto , 2000). Adanya perbedaan antara hasil pengamatan dengan pustaka menunjukkan bahwa sifat ciri yang bervariasi luas pada satu kultivar atau adanya kemiripan karakter antar kultivar berbeda group genom dapat menyebabkan pendugaan genom yang berbeda.

Pisang Ambon Lumut berdasarkan kunci determinasi diduga bergenom AAA, hal ini sama dengan laporan Jumari dan Pudjorinto (2000) sedangkan pendugaaan berdasarkan skoring Silayoi dan Chamchalow pisang Ambon diduga bergenom AAB. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan genom berdasarkan skoring tidak tepat untuk pisang Ambon Lumut diduga karena adanya sifat ciri bervariasi meneyebabkan variasi skor pada sifat ciri fenetik kultivar yang sudah ditentukan seperti pada kanal tangkai daun , bulu tandan, ukuran tandan, bentuk braktea, ujung braktea, warna braktea, dan warna bunga jantan. Untuk memastikan pendugaan genom Ambon Lumut , maka perlu melakukan konfirmasi sepeti analisisis karyotipenya Chikmawati et al., 1997).

Pada kunci determinasi pisang Ambon Lumut dan Nangka bergenom AAA

subgroup Cavendish karena kulit buah masaknya hijau-kekuningan dan daging buah berwarna krim, sedangkan pisang Jaranang Merah dan Talas Gunung bergenom AAA

subgroup Potho karena penampang buah membulat dan daging buah kuning-orange.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan metode kunci determinasi Stover dan Simmonds (1987) sembilan kultivar pisang Kalimantan Selatan pisang Kalimantan Selatan dikelompokkan menjadi 4 kelompok genom yaitu AA (pisang Mauli), AB (pisang Kapas), AAA (pisang Talas Gunung, Jaranang Merah, Ambon Lumut, dan Nangka), dan ABB (pisang

Menurun, Raja dan Awak). Sedangkan pada metode skoring Silayoi dan Camchalow (1987) sembilan kultivar pisang Kalimantan Selatan dikelompokkan menjadi 5 kelompok genom yaitu AA ( pisang Mauli), AB (pisang Awak), AAA (pisang Talas Gunung, Jaranang Merah dan Nangka), AAB pisang Kapas, Raja dan Ambon Lumut) dan ABB (pisang Menurun).

Saran

Hasil penelitian memerlukan konfirmasi dari kariotipe masing-masing kultivar . Untuk itu, disarankan adanya penelitian lanjutan yang mempelajari teknik pewarnaan kromsom pisang-pisang tersebut yang dapat digunakan untuk analisis morfologi kromosomnya (analisis kariotipe).

DAFTAR PUSTAKA

Adi. 2003. Penyakit Layu Pisang Kembali Menyerang.

http://banjarmasinpost.co.id.html.

Diakses Tanggal 10 Januari 2008.

Anonim, 1995. Pembangunan Kebun Plasma Nutfah Pisang , Dinas Pertanian Kodya Daerah Tingkat II Yogyakarta. Cahyono, 1995. Budidaya Pisang dan

Analisis Usahatani. Kanisius Yogyakarta.

Jumari & A, Pudjorinto. 2000. Kekerabatan Fenetik Kultivar Pisang di Jawa. Biologi 2 (9) : 531-542.

Rismunandar. 2001. Bertanam Pisang, Sinar Baru Algensindo. Bandung.

Silayoi, B & N. Chamchalow. 1987. Cytotaxonomy and Morfologycal Studies of Thai Banana Cultivars . dalam Persleys, G. J. dan de Langhe, E.A. (Eds) : Proo Banana and

(5)

Plantain Breeding Strategies 157-159. ACIAR. Canbera.

Sotto, R. R. & Rabara, R. C. 2000. Morphological Diversity of Musa Balbisiana colla In The Phillippenes. Infomusa 9(2) : 28-30.

Valmayor, R. V., B. Silayoi , S. H. Jamaluddin, S. Kusumo, L.D. Danh, R.R. C. Espino & O.C. 2000. Banana Cultivar Names and Synonyms In Southeast Asia. INIBAB. Asia Pasifik. Los Banos. Laguna. Filipin

Yulianty, M. 2005. Analisis Kariotipe Pisang Mauli dan Pisang Pagat . Skripsi. Program Strata-1, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. (Tidak dipublikasikan).

Referensi

Dokumen terkait