• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

3) Orientasi bangunan harus menghadap tepi air dengan mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan angin.

4) Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk tepi air serta variabel lainnya yang menentukan penerapannya.

5) Warna bangunan dibatasi pada warna-warna alami.

6) Tampak bangunan didominasi oleh permainan bidang transparan seperti tampilan elemen teras, jendela dan pintu.

7) Fasilitas yang dapat dikembangkan pada area sempadan tepi air berupa taman atau ruang rekreasi adalah area bermain, tempat duduk, atau sarana olah raga.

8) Bangunan yang ada di area sempadan tepi air hanya berupa tempat ibadah, bangunan fasilitas umum (MCK), bangunan penjaga sungai/ pantai, bangunan tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m2/unit.

9) Tidak dilakukan pemagaran pada area terbangun. Bila pemagaran diperlukan maka tinggi pagar yang diijinkan maksimum 1 meter dengan menggunakan pagar transparan atau dengan tanaman hidup.

Gambar 8. Ilustrasi Penataan Kawasan Tepi Air Perkotaan Berdasarkan Peraturan Bangunan Tepi Air Perkotaan

Sumber: Dirjen Cipta Karya, 2000 dan PP RI No. 47 Tahun 1997

(2)

5.1. Kondisi Tapak

Sungai Kelayan merupakan cabang dari Sungai Martapura yang memiliki pola aliran sungai pasang surut dan merupakan salah satu kategori sungai kecil di kota Banjarmasin. Sungai ini memiliki panjang 4.400 m, lebar 16 m, dan kedalaman 5 m.

Keberadaan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin yang melintas di tengah kota digunakan oleh beberapa wilayah kelurahan sebagai batas wilayah administratif. Kelurahan Kelayan Barat, Kelayan Luar, Kelayan Tengah, Kelayan Dalam, Kelayan Timur, Tanjung Pagar dan Murung Raya adalah kelurahan-kelurahan yang dilalui dan menggunakan Sungai Kelayan sebagai batas wilayah administratif. Penggunaan lahan yang terdapat di sekitar Sungai Kelayan menurut urutan luasan terbesar adalah pemukiman, perniagaan, gedung-gedung umum, pasar dan industri kayu. Pemukiman penduduk berupa rumah panggung yang badan rumahnya mengambil ruang sungai, sehingga secara fisik badan sungai menjadi sempit. Pengunaan lahan untuk perniagaan berupa pasar, warung atau kios-kios, dan pertokoan atau rumah toko.

Keberadaan Sungai Kelayan mempunyai arti penting bagi masyarakat Kelayan, baik sebagai lanskap alami yang masih bertahan di tengah pesatnya pembangunan kota dan sebagai daerah tangkapan air. Vegetasi alami masih ditemui di beberapa titik di tepian sungai. Dalam hal aspek sejarah, Sungai Kelayan merupakan salah satu bagian terpenting bagi perkembangan kota Banjarmasin, yaitu merupakan sarana transportasi air untuk mendukung kegiatan perniagaan pada awal perkembangan kota.

Saat ini Sungai Kelayan secara umum merupakan tempat buangan akhir limbah penduduk. Arus urbanisasi yang tinggi menyebabkan fungsi tepian sungai berubah yang semula sebagai pengaman sungai menjadi pemukiman ilegal dengan kualitas visual rendah. Selain itu akibat dari urbanisasi menjadikan kawasan Sungai Kelayan sebagai salah satu kawasan terpadat di kota Banjarmasin. Hal ini terlihat dari komposisi bangunan yang sangat rapat, tidak adanya ruang terbuka, dan okupasi badan sungai secara besar-besaran. Penduduk yang berada di tepian Sungai Kelayan memanfaatkan sungai untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK), sedangkan untuk minum penduduk sudah menggunan air PDAM yang di sediakan

(3)

oleh pemerintah (Gambar 9). Namun masih banyak juga penduduk yang memanfaatkan air sungai untuk minum ataupun memasak walaupun secara fisik dan fisiologis air sungai sudah tak layak pakai.

Sungai Kelayan ini diapit oleh dua jalan lokal yang menghubungkan kelurahan-kelurahan yang ada di kawasan ini. Untuk menghubungkan kedua jalan tersebut dibuatlah jembatan yang melintasi Sungai Kelayan. Dari hasil pengamatan di tapak, di sepanjang Sungai Kelayan terdapat 4 buah jembatan yang dapat dilalui oleh kendaraan dan 3 jembatan yang hanya dapat dilalui oleh manusia (Gambar 10). Jembatan yang dapat dilalui kendaraan memilki kontruksi dari beton sedangkan untuk jembatan yang hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki terbuat dari pasangan kayu ulin. Jembatan yang dapat dilalui kendaraan terdapat pada Segmen Kelayan Barat-Kelayan Luar, Segmen Kelayan Tengah-Kelayan Dalam dan Segmen Kelayan Timur-Murung Raya. Jembatan yang hanya dapat dilalui pejalan kaki ketiga-tiga terdapat pada Segmen Tanjung Pagar-Murung Raya.

Gambar 9. Warga yang Memanfaatkan Air Sungai untuk MCK (b) Warga sedang mandi (a) Warga sedang mencuci

(4)

Pada Gambar 11 diperlihatkan kondisi eksisting tapak dimana pada gambar tersebut didapat informasi mengenai penutupan lahan eksisting yang didominasi oleh ruang terbangun dengan komposisi yang sangat padat.

(a) Jalan lokal (b) Jembatan

(5)

43 1 2 3 4 5 6 7

11

Sunga i   Martap ura  

(6)

5.2. Aspek Biofisik Sungai Kelayan 5.2.1. Iklim

Iklim adalah gabungan dari keadaan cuaca yang diamati dalam jangka waktu yang lama dan meliputi daerah yang luas. Pengamatan terhadap iklim dalam perencanaan suatu lanskap dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi aktivitas di luar ruangan (Brooks, 1988). Dalam studi ini yang menjadi parameter elemen iklim yang dikaji adalah Curah hujan.

Curah hujan tahunan di kawasan perencanan rata-rata mencapai 2.400-3.500 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600–2.400-3.500 mm. Berdasarkan kriteria dan parameter perencanaan lanskap sungai (Soedjoko dan Fandeli, 2009), curah hujan di tapak tergolong sangat bagus (skor 5). Kondisi iklim ini berlaku untuk semua segmen mengingat kondisi iklimnya sama pada masing-masing segmen. Curah hujan yang tinggi merupakan potensi di dalam tapak, karena air hujan adalah salah satu sumber air dalam tapak. Curah hujan menambah ketersediaan air dalam tanah bagi tapak. Perubahan tata guna lahan di sepanjang tepian sungai mempengaruhi kemampuan tanah menyerap dan mengalirkan air hujan. Permukaan berupa perkerasan yang mendominasi kawasan pemukiman menyebabkan berkurangnya tempat peresapan air. Air hujan yang jatuh akan cepat mengalir meninggalkan lahan. Pergerakan cepat ini akan menyebabkan berkurangnya sumber air cadangan dalam tanah dan erosi tepian sungai. Untuk itu struktur/ perkerasan harus dikurangi sehingga tersedia areal bagi peresapan air.

Tingginya persentase ruang terbangun mengakibatkan berkurangnya tempat persesapan air. Air hujan yang turun akan cepat mengalir meninggalkan tapak. Masalah-masalah yang timbul akibat kurangnya peresapan (misalnya banjir) harus diatasi dengan cara menekan terjadinya penguapan oleh transpirasi (Hanafiah dalam Adriana, 1992). Usaha-usaha yang dilakukan diarahkan untuk menahan air hujan langsung masuk ke sungai. Usaha-usaha tersebut diantaranya dengan mengurangi pembangunan struktur/perkerasan, membuat saluran penampungan air hujan pada masing-masing rumah (lubang biopori/sumur resapan), pembuatan saluran drainase dengan koefisien gesekan yang tinggi dan penanaman vegetasi.

(7)

5.2.2 Daerah Genangan Banjir

Kawasan ini terletak di bawah permukaan laut rata-rata 0,16 m (dpl) dengan tingkat kemiringan lereng 0–2%. Namun, ketinggian di bawah permukaan laut menyebabkan sebagian besar wilayah pada tapak merupakan rawa tergenang yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air.

Secara hidrologi (terutama air permukaan), tapak dikelilingi oleh sungai-sungai besar beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir dan membentuk pola aliran mendaun (dendritic drainage patern). Sungai utama yang besar adalah Sungai Barito dengan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak dan sebagainya. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kota dan apabila air laut pasang sebagian wilayah digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (–0,16 dpl) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin di musim kemarau, karena terjadi intrusi air laut.

Secara umum, tipe pasang surut yang ada di tapak sama dengan Kota Banjarmasin yaitu tipe diurnal, dimana dalam 24 jam terjadi gelombang pasang 1 kali pasang dan 1 kali surut. Lama pasang rata-rata 5–6 jam dalam satu hari. Selama waktu pasang, air di Sungai Barito dan Sungai Martapura tidak dapat keluar akibat terbendung oleh naiknya muka air laut. Kondisi ini tetap aman selama tidak ada penambahan air oleh curah hujan tinggi. Namun di beberapa segmen berdasarkan pengamatan di lapang dan wawancara dengan masyarakat setempat dan Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase terdapat genangan banjir pada saat terjadi gelombang pasang air laut yang mana luasannya dapat dilihat pada Tabel 5. Peta daerah genangan banjir pada tapak disajikan pada Gambar 12. Keadaan seperti ini disebabkan karena tidak berfungsinya kantong-kantong air di sekitar kawasan tersebut dan matinya Sungai Pekapuran yang merupakan daerah hulu Sungai Kelayan. Selain itu juga disebabkan karena terjadinya pendangkalan di sungai yang disebabkan oleh sampah, pemukiman, erosi, dan tumbuhan-tumbuhan air yang memperlambat arus sungai serta tidak adanya saluran drainase di samping kanan kiri jalan.

(8)

Tabel 5. Luas Daerah Genangan Banjir Pada Tapak

Sumber: Survey Lapang dan Interpretasi Peta Citra Kota Banjarmasin Tahun 2009

No. Nama Segmen

Luas Total

Daerah Genangan Banjir

Skor Luas (ha) Luas (ha) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur Segmen Tanjung Pagar

0,92 1,11 1,37 1,22 2,35 2,09 1,74 0,53 0,32 0,19 0,12 0,13 0,30 0,09 57,14 28,83 13,67 10,21 5,53 14,35 5,17 1 1 2 3 4 2 4 Jumlah 10,80

(9)

12

1 2 3 4 5 6 7 47

(10)

Dari data daerah genangan banjir pada tapak tersebut akan dianalisis dengan cara membandingkannya dengan parameter perencanaan (Soedjoko dan Fandeli, 2009). Dari hasil analisis akan didapat Peta Analisis Daerah Genangan Banjir yang diperlihatkan pada Gambar 13. Pada Gambar 13 diperlihatkan bahwa pada Segmen Kelayan Luar dan Kelayan Barat tergolong sangat kritis (skor 1) sedangkan pada Segmen Kelayan Dalam dan Kelayan Timur tergolong kritis (skor 2). Segmen Kelayan Tengah tergolong sedang (skor 3) dan Tanjung Pagar tergolong bagus (skor 4).

Kondisi kritis terjadi pada saat muka air pasang tertinggi waktunya bersamaan dengan curah hujan maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang menyebabkan debit air sungai naik dan menyebar ke daerah-daerah resapan, debitnya akan mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah resapan tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan meluap ke daerah-daerah permukiman dan jalan. Pada keadaan seperti ini, hampir seluruh tapak terendam air.

Hal ini merupakan kendala yang harus dipecahkan. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah memfungsikan kembali kantong-kantong air yang ada di sekitar tapak dan normalisasi Sungai Pekapuran, melakukan pengerukan dasar sungai, merelokasi rumah-rumah penduduk yang berada di bantaran sungai dan memberlakukan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi sungai.

       

(11)

13

49 1 2 3 4 5 6 7

(12)

5.2.2.Penutupan Lahan

Secara umum di masing-masing segmen berdasarkan pengamatan dan identifikasi dengan menggunakan peta citra, penutupan lahan di daerah studi merupakan daerah terbangun yang didominasi oleh pemukiman dengan kerapatan bangunan yang sangat rapat dan sedikit ruang terbuka. Pola penutupan lahan pemukiman dengan KDB tinggi (80-100%) mendominasi pada Segmen Kelayan Luar, Kelayan Barat, Kelayan Dalam, Kelayan Tengah, Kelayan Timur dan Murung Raya. Semakin menjauhi muara tersebut kerapatan bangunan semakin renggang, hal ini dapat dilihat pada Segmen Tanjung Pagar. Penutupan lahan oleh pemukiman di sempadan sungai dapat menyebabkan kualitas lingkungan di sungai menjadi turun, yang akan berimbas pada keberlangsungan kehidupan ekosistem yang ada. Oleh karena itu perlu adanya relokasi terhadap rumah-rumah penduduk dan perbaikan kualitas lingkungan di kawasan sungai.

Ruang terbuka sedikit ditemukan di bagian ujung sungai di Segmen Kelayan Timur, Murung Raya dan Tanjung Pagar. Ruang terbuka tersebut berupa halaman rumah dan sedikit tegalan. Adanya ruang terbuka hijau yang berupa tegalan/halaman rumah dan sawah ini merupakan potensi yang harus dikembangkan dan dilestarikan. Keberadaan ruang terbuka hijau di tapak studi masih sangatlah kurang, oleh karena itu perlu penambahan jumlah area ruang terbuka hijau. Penutupan lahan di tapak studi dapat dilihat pada Gambar 14.

(13)

14

1 2 3 4 5 6 7 51  

(14)

Dalam proses analisis dari Peta Penutupan Lahan tersebut akan dihitung luasan lahan yang bervegetasi pada masing-masing segmen. Hal ini dilakukan untuk menentukan nilai Indeks Penutupan Lahan (IPL) pada tapak yang mana untuk rumusan perhitungannya sudah disebutkan dalam metodologi studi. Tabel 6 menjelaskan komposisi luasan lahan bervegetasi pada masing-masing segmen beserta persentase Indeks Penutupan Lahan (IPL).

Tabel 6. Penutupan Lahan di Tapak Tahun 2009

Sumber: Interpretasi Peta Citra Kota Banjarmasin Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa IPL tertinggi yakni 32,18% yang terdapat pada Segmen Tanjung Pagar. Hal ini mengindikasikan bahwa berdasarkan analisis penggunaan lahan yang di bandingkan dengan parameter dalam penskalaan kualitatas, indikator dan parameter perencanaan lanskap sungai pada segmen ini tergolong sedang (skor 3). Sedangkan IPL terendah terdapat pada Segmen Kelayan Barat, dimana tergolong kritis (skor 2). Gambar 15 mengilustrasikan peta analisis penutupan lahan pada tapak.

No Nama Segmen Luas

Total (ha) Luas Lahan Bervegetasi (ha) IPL (%) Skor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur Segmen Tanjung Pagar

0,92 1,11 1,37 1,22 2,35 2,09 1,74 0,10 0,09 0,20 0,12 0,40 0,25 0,56 10,87 8,11 14,60 9,84 17,02 11,96 32,18 2 2 2 2 2 2 3 Jumlah 10,80

(15)

15

53 1 2 3 4 5 6 7

(16)

5.2.3. Satwa

Satwa liar di sekitar Sungai Kelayan sangat jarang ditemui. Satwa liar yang dijumpai di sungai berdasarkan pengamatan lapang dan wawancara dengan penduduk sekitar misalnya beberapa jenis ikan yaitu ikan lele, sapu-sapu, patin, gabus, wader, sepat dan beberapa jenis serangga (belalang dan capung) serta ular air. Satwa di lingkungan selain sungai umumnya merupakan satwa budidaya seperti bermacam-macam jenis burung (jalak, merpati, kakak tua, elang putih dan parkit), anjing, kucing dan ayam. Keberadaan satwa perairan di tapak ini tergolong sedang. Hal ini perlu dijaga dan dikembangkan habitat-habitatnya agar keberadaan satwa perairan ini tetap lestari dan berkembang biak.

Keberadaan unsur air merupakan potensi bagi habitat satwa, terutama burung dan satwa-satwa air lainnya. Burung adalah salah satu satwa yang dapat hidup berdampingan dengan manusia di kota. Introduksi jenis burung yang sesuai dengan kondisi di tapak juga dapat dilakukan untuk menembah keanekaragaman hayati pada tapak. Keberadaan satwa-satwa ini harus dipertahan dan terus ditingkatkan untuk menjaga keanekaragaman hayati yang ada di tapak. Usaha-usaha yang dapat dilakukan diantaranya adalah mempertahankan atau menyediakan habitat burung, penataan tata hijau diarahkan pada penyediaan vegetasi tempat hidup atau sumber makanan satwa tersebut.

Satwa Sungai Kelayan yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah ikan sapu-sapu (Pantodon bucholzi). Makanan satwa ini adalah limbah organik, apabila air sungai mulai tercemar zat-zat kimia berbahaya maka satwa ini akan mati, oleh karena itu zat-zat kimia yang masuk ke sungai harus dikurangi untuk menjaga kelestarian satwa tersebut dan satwa-satwa air lainnya.

(17)

5.2.4. Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di lapang, vegetasi yang ditemui di tepian Sungai Kelayan tergolong kritis. Vegetasi alami yang hidup di tepian sungai hanya di temukan di beberapa titik lokasi yang keberadaannya juga tidak terlalu banyak seperti yang terlihat pada peta kontinyuitas vegetasi. Hal ini dikarenakan terjadi okupasi sempadan dan badan sungai untuk dijadikan rumah. Sempadan yang dulunya ditanami tanaman sebagai sabuk hijau sungai, seiring dengan tingkat urbanisasi yang tinggi akhirnya sempadan sungai tersebut berubah menjadi bangunan rumah yang kualitas visualnya sangat rendah. Tabel 7 menunjukan jenis vegetasi yang terdapat di tapak. Peta kontinyuitas vegetasi dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 8 menunjukkan luasan area vegetasi pada masing-masing segmen.

Tabel 7. Daftar Nama Vegetasi yang Berada di Tapak

No Nama Lokal Nama Latin Habitat

Sungai Daratan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Angsana Akasia Bakau Bakung * Eceng gondok Jambu air Jambu biji Ketapang Mahoni Mangga Nipah* Pepaya Petai Rambutan Sukun Rambai* Pandan* Kayu Galam* Kayu Ulin* Pterocarpus indicus Acacia auriculiformis Rhizophora mucronata Ipomoea sp. Eichhornia crassipes Syzigium aquaeum Psidium guajava Terminalia catappa Switenia mahagoni Mangifera indica Nypa fructicans Carica papaya Parkia speciosa Nephelium lappaceum Artocarpus communis Sonneratia alba Pandanus sp. Melaleuca cajuputi Eusideroxyloan zwageri √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Keterangan: * Tanaman lokal

(18)

56 1 2 3 4 5 6 7

(19)

Tabel 8. Luasan Penutupan Lahan oleh Vegetasi

Sumber: Interpretasi Peta Citra Kota Banjarmasin Tahun 2009

Vegetasi di tepian sungai merupakan potensi yang perlu dipertahankan karena mempunyai fungsi antara lain (Adriana, 1992):

1. Pengaman bantaran sungai

2. Penyejuk udara sekitar karena vegetasi tersebut menurunkan suhu panas di siang hari

3. Pengarah angin sistem koridor yang berhembus di atas sungai 4. Habitat satwa liar perkotaan.

Di kawasan pemukiman yang didominasi oleh rumah dan perkerasan jarang ditemui vegetasi alami. Vegetasi yang sering dijumpai adalah vegetasi budidaya terutama jenis tanaman hias. Suhu yang panas di siang hari di kawasan pemukiman antara lain disebabkan karena kurangnya vegetasi, hal ini merupakan kendala bagi tapak yang mana hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna tapak.

Di dalam peta kontinyuitas vegetasi diperlihatkan bahwa jumlah area vegetasi terbanyak terdapat di Segmen Tanjung Pagar yakni sebesar 32,18% dari luas segmen tersebut. Sedangkan jumlah area vegetasi paling sedikit terdapat di Segmen Kelayan Barat yakni sebesar 8,11% dari luas segmen tersebut. Gambar 17 menggambarkan peta analisis kontinyuitas vegetasi di tapak.

No. Nama Segmen

Ruang Terbuka Hijau Luas Total Skor Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) 1 2 3 4 5 6 7

Segmen Kelayan Luar Segmen Kelayan Barat Segmen Kelayan Dalam Segmen Kelayan Tengah Segmen Murung Raya Segmen Kelayan Timur Segmen Tanjung Pagar

0,10 0,09 0,20 0,12 0,40 0,25 0,56 10,87 8,11 14,60 9,84 17,02 11,96 32,18 0,92 1,11 1,37 1,22 2,35 2,09 1,74 2 2 2 2 2 2 3 Jumlah 10,80

(20)

58 1 2 3 4 5 6 7

(21)

Dari Gambar 17 diperlihatkan bahwa dari ketujuh segmen hanya segmen Tanjung Pagar yang masih tergolong sedang, sedangkan 6 segmen sisanya tergolong kritis. Hal ini terjadi karena pada Segmen Tanjung Pagar okupasi bantaran sungai tidak separah pada segmen-segmen lainnya sehingga ruang untuk tumbuh vegetasi yang berfungsi sebagai sabuk hijau sungai masih ada.

Daerah tepi sungai adalah daerah yang potensial untuk dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau karena tanahnya yang subur. Daerah-daerah yang curam di tepi sungai sebaiknya dijadikan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai pengaman daerah bantaran sungai. Beberapa bagian tepi sungai yang landai, aman dan daya dukung tinggi dapat digunakan sebagai tempat rekreasi aktif atau pasif. Vegetasi yang banyak tumbuh liar di tepi sungai sebaiknya tetap dipertahankan dengan penataan kembali. Pemilihan vegetasi tepi sungai sebaiknya diarahkan pada fungsi pengaman lereng tepian sungai, yaitu dari jenis-jenis yang dapat mengurangi laju permukaan air (Surface Run Off), penahan tanah dari erosi, habitat dan sekaligus sumber makanan satwa perairan dan memperbaki struktur tanah agar tercapai kondisi infiltrasi yang baik (Adriana, 1992). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas biofisik kawasan sehingga kedepannya ekosistem yang dulunya pernah ada dapat terlahir kembali. Pada tebing sungai yang landai dan aman, penanaman vegetasi dapat dipilih dari jenis-jenis vegetasi yang produktif dan non produktif (konservatif).

5.2.5. Tata Guna Lahan

Pola penggunaan lahan di wilayah perencanaan lanskap Sungai Kelayan secara umum masih didominasi oleh daerah pemukiman yang padat dari hulu hingga hilir Sungai Kelayan. Penggunaan untuk fasilitas umum sekitar 6% dari jumlah total luas wilayah perencanaan yang berupa fasilitas ibadah. Penggunaan lahan untuk ruang terbuka hijau nyaris tidak ada, hanya ditemui di Segmen Murung Raya, Kelayan Timur dan Tanjung Pagar yang berupa halaman rumah/pekarangan dan tegalan. Sebelah kanan dan kiri sungai terdapat jalan lokal yang menghubungkan antar kelurahan tersebut dan menghubungkan ke jalan kolektor menuju arah Kota Banjarmasin.

Gambar

Gambar 8. Ilustrasi Penataan Kawasan Tepi Air Perkotaan Berdasarkan Peraturan  Bangunan Tepi Air Perkotaan
Gambar 9. Warga yang Memanfaatkan Air Sungai untuk MCK  (b) Warga sedang mandi (a) Warga sedang mencuci
Gambar 10. Jalur Sirkulasi pada Tapak
Tabel 5. Luas Daerah Genangan Banjir Pada Tapak
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan alat pembelah durian ini dirancang melalui beberapa tahapan, mulai dari observasi bagaimana proses pembelahan buah durian, kemudian melakukan perencanaan

Dari rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian (research question) adalah sebagai berikut:1) Berapa besar dampak konsumsi wisatawan baik wisnus maupun wisman

Martina Berto Tbk yang tergabung dalam Martha Tilaar Group ( MTG ) yang didirikan oleh Ibu Martha Tilaar tahun 1997 sebagai industri rumah dengan produk kosmetik

Terjadinya penurunan muka air tanah di beberapa bagian Kota Bandung salah satunya ialah Cicaheum yang terletak di bagian timur bandung, sering dikaitkan dengan semakin

Hasil pengukuran kelelahan kerja dengan ada pemberian makanan tambahan (extra fooding) sebelum bekerja yaitu 150,0-240,0 ml/dt termasuk kategori kelelahan normal sebanyak

Melemahnya peran DPR dalam mengartikulasikan kepentingan rakyat yang diwakilinya, semakin menempatkan rakyat jauh dari harapan untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya

Berdasarkan fenomena dan fakta yang telah diuraikan, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh brand community terhadap customer

Hal ini sesuai dengan penelitian Mardiah (2012) yang menyatakan bahwa kejadian phlebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi phlebitis dengan