• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adhitya Kartika Poundrianagari, Yeni Salma Barlinti, Aad Rusyad Nurdin. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adhitya Kartika Poundrianagari, Yeni Salma Barlinti, Aad Rusyad Nurdin. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAN DAN FUNGSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH

DALAM MENGAWASI PENANGANAN PEMBIAYAAN

MURABAHAH

BERMASALAH DI PT BANK MUAMALAT INDONESIA TBK DAN PT

BANK MEGA SYARIAH

Adhitya Kartika Poundrianagari, Yeni Salma Barlinti, Aad Rusyad Nurdin

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia

adhitya.kartika@ui.ac.id

Abstrak

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat salah satunya karena pelaksanaannya didasarkan dengan prinsip syariah. Salah satu produk yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah pembiayaan dengan prinsip murabahah. Prinsip syariah dalam kegiatan bank syariah harus selalu dipenuhi dan membutuhkan pengawasan khusus agar kesyariahan produk, kegiatan, dan jasa bank tetap terjaga. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah mekanisme pengawasan perbankan syariah oleh Dewan Pengawas Syariah, bagaimanakah tugas dan fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam penanganan pembiayaan bermasalah, dan bagaimanakah peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan PT Bank Mega Syariah.Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggunakan penelitian normatif terhadap data sekunder dan hasil wawancara. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa dalam melakukan pengawasan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah Dewan Pengawas Syariah hanya bertanggung jawab di awal pemeriksaan pedoman dan tidak terlibat secara teknis. Peran Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan opini dan melakukan review berkala terhadap bank yang diawasinya. Dewan Pengawas Syariah dibantu oleh Departemen

Sharia Compliance dan auditor syariah dalam melaksanakan tugasnya. Dalam struktur organisasi bank secara umum peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah di Bank Muamalat dan Bank Mega Syariah telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia. Namun, kualitas dari pengawasan dalam pelaksanaan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah tersebut masih belum sesuai yang diharapkan.

Analysis on Role and Function of Sharia Supervisory Board at Supervising Murabahah

Non Performing Financing Recovery on Bank Muamalat Indonesia and Bank Mega Syariah

(2)

Abstract

The development of Islamic Bank in Indonesia has progressed rapidly either because the implementation based on sharia principle. One of product that widely used by the public is financing with murabahah principle. Sharia principle in banking activities must always be filled and needs special supervision so that the sharia principle in product, activities, and service stay fulfilled. The problems of this phenomenom are how is the mechanism of sharia bank supervision by Sharia Supervisory Board, how are the duties and function of Sharia Supervisory Board at supervising Non Performing Financing rescue , and how is the role and function of Sharia Supervisory Board at supervising Murabahah Non Performing Financing rescue in PT Bank Muamalat Indonesia Tbk and PT Bank Mega Syariah. This research is done by qualitative method with used normative-juridical toward secondary data and interviews. The analysis shows that in supervising Murabahah Non Performing Financing rescue, Sharia Supervisory Board has only responsibility at the beginning of SOP (Standard Operational Procedure) examination and technically not involved. The roles of Sharia Supervisory Board are giving opinion and do the periodic reviews. Sharia Supervisory Board was helped by Sharia Compliance Department and Sharia Auditor in performing their duties. In general, role and function of Sharia Supervisory Board on PT Bank Muamalat Indonesia Tbk and PT Bank Mega Syariah was already compliance with Bank Indonesia’s Regulation. However, the quality of supervision at implementation of Murabahah Non Performing Financing handling is still not expected.

Keywords: Sharia Supervisory Board, Islamic Bank, Murabahah, Murabahah Non Performing Financing

Pendahuluan

Perbankan merupakan lembaga yang memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian sebuah negara karena peranannya sebagai lembaga intermediasi. Salah satu peranan bank adalah membantu kelancaran arus dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana sehingga roda perekonomian dapat berjalan dengan lancar dan seimbang. Di Indonesia terdapat dua jenis bank yaitu bank konvensional dan bank syariah yang akan menjadi bahasan dalam tulisan ini. Pekembangan perbankan syariah di Indonesia dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil dan tidak mengenal bunga atau riba dimana hal ini bertolak belakang dengan perbankan konvensional yang menggunakan sistem bunga dalam menjalankan kegiatan usahanya. Prinsip syariah dalam ajaran Islam salah satunya adalah tidak menyulitkan seseorang yang memiliki utang seperti bunyi dalam QS al-Baqarah [2] : 280 “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan...”.1 Ajaran tersebut diaplikasikan ke dalam sistem operasional perbankan                                                                                                                          

(3)

syariah yang berarti akan berdampak terdapat perbedaan dalam menangani masalah kredit nasabah antara bank konvensional dengan bank syariah. Maka terdapat mekanisme tertentu bagi penyelesaian pembiayaan bermasalah di perbankan syariah yang tentunya harus sesuai dengan prinsip syariah. Karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh perbankan syariah tersebut, masyarakat Indonesia perlahan mulai beralih ke perbankan syariah salah satunya untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam pengadaan barang melalui akad murabahah.

Murabahah merupakan jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan dimana bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up atau keuntungan yang sebelumnya dirundingkan dan ditentukan di muka oleh bank dan nasabah yang bersangkutan.2

Guna menjaga dan memastikan agar operasional perbankan syariah selalu patuh dan berjalan sesuai ajaran syariah maka diperlukan lembaga independen yang bertugas mengawasi secara khusus jalannya kegiatan usaha dalam perbankan syariah. Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa bank syariah harus memiliki pengawas yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada tiap-tiap lembaga keuangan syariah termasuk perbankan syariah. Berkaitan dengan salah satu produk perbankan syariah yang berkembang di masyarakat, yaitu transaksi murabahah

dimana pembayarannya dilakukan dengan cicilan, pada kenyataannya tidak semua nasabah dalam membayar cicilannya berjalan lancar tanpa masalah. Tentunya terdapat prosedur tersendiri pada perbankan syariah untuk menangani pembiayaan bermasalah tersebut. Namun, dalam menangani pembiayaan bermasalah tersebut tentunya tetap membutuhkan peranan lembaga pengawas agar dalam menangani pembiayaan bermasalah tersebut tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat sehingga tidak menyimpang dari yang seharusnya. Fenomena yang terjadi saat ini dalam praktik pengawasan syariah di bank-bank syariah di Indonesia adalah peran vital Dewan Pengawas Syariah belum berjalan secara optimal, bahkan sangat jauh dari peran yang semestinya mereka jalankan. Sebagaimana diketahui bahwa Dewan Pengawas Syariah harus mengawasi dan memeriksa format serta akad dalam bank, bagaimana bank syariah menjalankan restrukturisasi, reschedule, cara penetapan marjin, dan lain                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            

1 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: DSN MUI dan BI, 2001), hlm. 22.

2 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia,

(4)

sebagainya.3 Bank syariah dalam menjalankan usahanya harus bekerja sebaik mungkin sesuai dengan prinsip syariah, untuk itu penting adanya peran Dewan Pengawas Syariah yang dapat mengawasi kegiatan operasional bank syariah sehari-hari.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah:

1. Bagaimanakah mekanisme pengawasan perbankan syariah oleh Dewan Pengawas Syariah ?

2. Bagaimanakah tugas dan fungsi Dewan Pengawas Syariah di perbankan syariah Indonesia dalam penanganan pembiayaan bermasalah ?

3. Bagaimanakah peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di PT PT Bank Muamalat Tbk Indonesia Tbk dan PT PT Bank Mega Syariah?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui mekanisme pengawasan perbankan syariah oleh Dewan Pengawas Syariah di Indonesia.

2. Mengetahui tugas dan fungsi Dewan Pengawas Syariah di perbankan syariah Indonesia dalam penanganan pembiayaan bermasalah.

3. Mengetahui dan mengevaluasi peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di PT Bank Muamalat Tbk dan PT Bank Mega Syariah.

Tinjauan Teoritis

Perbedaan mendasar antara bank konvensional dan bank syariah yang tidak menggunakan prinsip bunga dalam menjalankan kegiatan usahanya membuat sistem pengawasan dalam perbankan syariah menjadi berbeda dengan sistem pengawasan di bank konvensional. Adanya prinsip-prinsip syariah yang harus selalu dipatuhi membuat perbankan syariah membutuhkan pengawasan lebih hati-hati dalam setiap kegiatan usahanya dan jangan

                                                                                                                         

3Agustianto, Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah,

(5)

sampai berbenturan dengan prinsip-prinsip syariah. Pengawasan perbankan syariah pada dasarnya memiliki dua sistem yaitu sebagai berikut :4

1. Pengawasan dari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara umum dan prinsip kehati-hatian bank.

2. Pengawasan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank.

Jika mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan

Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, maka diatur bahwa tugas dari Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut :

1. Memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.

2. Menilai dan memastikan pemenuhan pinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.

3. Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia.

4. Meminta fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru bank yang belum ada fatwanya.

5. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan dasar bank.

6. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

7. Menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara

semesteran paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semesteran berakhir. Sedangkan untuk fungsi dari Dewan Pengawas Syariah antara lain adalah sebagai berikut.

1. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan syariah.

2. Sebagai mediator antara bank dengan Dewan Syariah Nasional dalam

mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional.

                                                                                                                         

4 Wirdyaningsih et al, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006),hlm.

(6)

3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada bank syariah. Dewan Pengawas Syariah wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.5

Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yaitu usaha untuk menganalisis serta mengadakan konstruksi secara metodologis, sistematis, dan konsisten.6 Dalam penelitian diperlukan adanya metode dan teknik-teknik tertentu untuk menambah kemampuan peneliti guna melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap, memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan mengenai masyarakat, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui.7 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hal terkait pengawasan Dewan Pengawas Syariah dalam penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di bank syariah untuk meneliti hal yang belum diketahui. Bentuk penelitian yang akan dipakai oleh penulis adalah bentuk penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang dilakukan terhadap perturan atau hukum positif tertulis.8 Penyusunan metode yang dipergunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah didasarkan pada studi dokumen dan melakukan wawancara karena dilakukan dengan meneliti berbagai dokumen seperti peraturan terkait dengan perbankan syariah dan Dewan Pengawas Syariah, Fatwa DSN-MUI terkait, buku-buku terkait, dan dokumen terkait perbankan syariah lainnya.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif                                                                                                                          

5Ibid., hlm. 85.

         6  Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010), hlm. 3.

7Ibid., hlm. 7.

8Sri Mamudji. et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

(7)

analitis. Deskriptif analitis dalam hal penelitian ini yaitu menggambarkan bagaimana peran dan fungsi dari Dewan Pengawas Syariah pada penanganan pembiayaan murabahah

bermasalah pada bank syariah. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan dari peraturan yang ada dengan hasil data dan wawancara yang didapatkan oleh penulis kemudian disimpulkan.

Pembahasan

1. Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah

Suatu pembiayaan diberikan atas dasar kepercayaan yang berarti prestasi yang diberikan benar-benar harus diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Dalam sebuah pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut :9

1. Adanya dua pihak, yaitu pemberi pembiayaan (shahibul mal) dan penerima pembiayaan (mudharib). Hubungan pemberi dan penerima pembiayaan merupakan kerja sama yang saling menguntungkan yang diartika sebagai kehidupan tolong-menolong.

2. Adanya kepercayaan antara pemberi dan penerima pembiayaan yang didasari atas prestasi dan potensi penerima pembiayaan.

3. Adanya persetujuan berupa kesepakatan dan janji membayar dari penerima kepada pemberi pembiayaan. Janji membayar tersebut dapat berupa lisan, tertulis (akad pembiayaan), atau berupa instrumen.

4. Adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kepada penerima pembiayaan.

5. Adanya unsur waktu sebagai unsur esensial pembiayaan bahwa pembiayaan diberikan pada masa sekarang untuk konsumsi di masa yang akan datang.

6. Adanya unsur risiko di kedua pihak yang dapat berupa gagal bayar dari penerima pembiayaan atau kecurangan yang dapat dilakukan oleh pemberi pembiayaan.

                                                                                                                         

(8)

Pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian, atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss (macet), sehingga dapat diartikan bahwa pembiayaan murabahah bermasalah adalah pelanggaran terhadap perjanjian pembiayaan murabahah yang berakibat tertundanya jadwal pengembalian pembiayaan murabahah sehingga menimbulkan kerugian bagi bank dan untuk menyelesaikannya dapat dilakukan tindakan-tindakan tertentu termasuk tindakan hukum. Pembiayaan murabahah merupakan perjanjian pembiayaan berdasarkan jual beli dimana bank membiayai atau membelikan kebutuhan akan barang modal untuk kelancaran usaha nasabah, dimana barang tersebut dijual dengan harga pokok ditambah dengan margin keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama. Pembiayaan ini diberikan kepada nasabah yang membutuhkan barang modal untuk usahanya tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk membelinya secara tunai. Pembayaran fasilitas pembiayaan murabahah ini dengan cara ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu atau dicicil.

Terdapat dua jenis aturan yang mengatur mengenai penyelamatan pembiayaan murabahah

bermasalah yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dan jenis aturan lainnya adalah fatwa Dewan Syariah Nasional terkait murabahah. Pengaturan mengenai restrukturisasi dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 diperuntukkan bagi nasabah untuk membantunya agar dapat menyelesaikan kewajibannya dengan melakukan rescheduling yaitu penjadwalan kembali terkait jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, reconditioning yaitu dengan merubah sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang wajib dibayar, dan restructuring atau penataan kembali dengan merubah persyaratan pembiayaan yang meliputi penambahan dana fasilitas pembiayaan bank, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah, dan/atau konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah.

Dalam suatu pembiayaan murabahah jika suatu saat pihak nasabah bangkrut dalam arti dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, maka menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali atau berdasarkan kesepakatan. Namun, penundaan pembayaran tersebut tidak dibenarkan jika nasabah memiliki kemampuan dalam membayar

(9)

utang. Jika terjadi perbuatan menunda-nunda dengan sengaja oleh nasabah, atau salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka dapat dilakukan musyawarah terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan apabila tidak dapat selesai dengan cara musyawarah maka dapat diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah.

Sedangkan dalam hal suatu pembiayaan murabahah mengalami masalah dalam pembayaran cicilannya seperti nasabah tidak bisa melunasi atau menyelesaikan pembiayaannya sesuai waktu yang telah disepakati, maka dapat dilakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah. Dewan Syariah Nasional mengeluarkan aturan mengenai penjadwalan kembali tagihan murabahah melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 48/DSN-MUI/II/2005 dimana ketentuannya adalah suatu Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan atau melunasi pembiayaan sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati dengan ketentuan bahwa tidak diperkenankan menambah tagihan jumlah tagihan yang tersisa dan pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil, serta perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan dua belah pihak. Mekanisme lain yang dapat ditempuh oleh bank ketika nasabah tidak mampu menyelesaikan atau melunasi pembiayaan murabahah yang ia miliki adalah dengan melalui konversi akad. Hal ini diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 49/DSN-MUI/II/2005. Konversi akad

murabahah ini dilakukan jika nasabah tidak mampu menyelesaikan pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati namun nasabah tersebut masih prospektif sehingga dilakukan konversi dengan menghentikan akad murabahah dengan menjual obyek

murabahah kemudian membuat akad baru dengan pilihan akad Ijarah Muntahiya bit Tamlik, akad Mudharabah, atau akad Musyarakah.

2. Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah di PT Bank Muamalat Tbk dan PT Bank Mega Syariah

Peran dan fungsi dari Dewan Pengawas Syariah di suatu bank syariah secara umum adalah untuk mengawasi kegiatan operasional bank dan produk yang dikeluarkan bank serta mengawasi mengenai kepatuhan syariah yang harus dijalani oleh suatu bank syariah, termasuk di dalamnya adalah dalam hal menangani penanganan pembiayaan bermasalah di suatu bank syariah. Dalam suatu bank syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang beranggotakan setidaknya 3 (tiga) orang. Dewan Pengawas Syariah berkantor di bank syariah dimana mereka menjadi pengawas, namun tidak datang setiap hari seperti layaknya karyawan lainnya. Oleh karena itu, karena Dewan Pengawas Syariah merupakan bagian internal dari

(10)

suatu bank syariah maka mengenai hal tentang honorarium menjadi tanggung jawab bank syariah yang bersangkutan.

Dari penjelasan yang diberikan oleh pihak PT Bank Muamalat Indonesia Tbk khususnya dari bagian Syariah Compliance Department didapatkan bahwa Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh divisi-divisi di bawahnya yang artinya tidak semua hal mengenai pengawasan kegiatan maupun produk bank syariah dapat ditangani secara langsung oleh Dewan Pengawas Syariah, begitu juga dalam hal penanganan pembiayaan bermasalah, khususnya pembiayaan murabahah bermasalah dalam hal ini. Dalam hal penanganan terhadap pembiayaan murabahah bermasalah, Dewan Pengawas Syariah tidak campur tangan secara langsung karena hal ini merupakan tugas yang bersifat harian atau daily activities

sehingga yang secara langsung mengawasi adalah Syariah Compliance Department. Namun, meskipun Dewan Pengawas Syariah tidak secara langsung campur tangan, mekanisme dari penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk sudah ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah karena suatu panduan penanganan pembiayaan bermasalah harus disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah terlebih dahulu. Sehingga urutan prosedurnya adalah pertama mekanisme penanganan pembiayaan bermasalah akan dibuat oleh divisi yang bertugas, kemudian akan dikaji oleh Syariah Compliance Department dan setelah itu hasil kajiannya akan diberikan kepada Dewan Pengawas Syariah untuk dilihat dapat diberikan persetujuan atau tidak. Setelah mendapat persetujuan, maka implementasi dari mekanisme tersebut akan diawasi oleh Syariah Compliance Department pada pelaksanaannya sehari-hari. Sedangkan dari hasil wawancara dengan Kanny Hidaya Y, S.E., M.A. yang merupakan Wakil Sekretaris Badan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional sekaligus anggota Dewan Pengawas Syariah di PT Bank Mega Syariah, Dewan Pengawas Syariah dalam suatu bank syariah hanya melakukan tugas pengawasan dalam hal pemenuhan prinsip syariah. Dalam hal penanganan pembiayaan bermasalah sudah bukan lagi lingkup kerja Dewan Pengawas Syariah, hal ini dikarenakan Dewan Pengawas Syariah tidak tahu menahu mengenai suatu pembiayaan bermasalah sejak awal nasabah mengajukan maupun prosesnya. Namun meskipun Dewan Pengawas Syariah tidak campur tangan dalam hal pembiayaan bermasalah, Dewan Pengawas Syariah tetap dapat memberikan opini jika bagian bank syariah yang menangani pembiayaan bermasalah meminta nasihat dari Dewan Pengawas Syariah sebelum mengambil langkah dalam penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah terkait dengan prinsip syariah.

(11)

Peran Dewan Pengawas Syariah yang lainnya adalah seperti peringatan untuk tidak lagi bekerja sama dengan debt collector yang kurang baik sikapnya dan harus memilih bekerja sama dengan penagih yang santun dimana saat ini telah banyak tersedia agar penagih pembiayaan bank syariah tidak lagi kasar seperti anggapan yang ada di masyarakat kepada bank konvensional. Kemudian dalam hal terdapat pengaduan nasabah yang sampai kepada Dewan Pengawas Syariah dan dirasa memang perlu diluruskan terkait pemenuhan prinsip syariahnya, maka Dewan Pengawas Syariah dapat menyampaikan opini atau rekomendasi kepada direksi bank syariah. Jika benar terjadi penyimpangan dalam aktivitas dan produk suatu bank syariah, maka yang akan memberi sanksi kepada bank syariah adalah Otoritas Jasa Keuangan berupa pencabutan dan penggantian direksi bank syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah hanya berwenang memberikan peringatan atau rekomendasi dan tidak berwenang untuk memberikan sanksi, bahkan Dewan Syariah Nasional pun tidak memiliki kewenangan tersebut. Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional hanya memberikan hasil laporan pengawasaannya sedangkan kewenangan memberi sanksi ada di otoritas perbankan yang lebih tinggi yaitu Otoritas Jasa Keuangan.

3. Analisis Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam Penanganan Pembiayaan

Murabahah Bermasalah di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan PT Bank Mega Syariah

Kegiatan usaha bank syariah yang dimaksud di antaranya meliputi penghimpunan dana, penyaluran dana, dan jasa yang diatur dalam di Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Salah satu kegiatan usaha yang diatur tersebut adalah menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah. Dalam hal pelaksanaannya, jika merupakan bagian yang teknis, Dewan Pengawas Syariah tidak turut campur dalam pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan. Dewan Pengawas Syariah hanya bertugas di awal tidak sampai akhir, dimana tugas awal yang dimaksud tersebut adalah menilai dan memastikan pedoman produk, operasional, dan jasa dari bank syariah yang diawasinya sudah memenuhi kepatuhan dan prinsip syariah. Sesuai dengan pemaparan tugas Dewan Pengawas Syariah yang diatur dalam PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di atas, terkait tugas di poin 1, 2, 5, 6, dan 7, meskipun tidak berperan di bagian teknis penanganan pembiayaan

murabahah bermasalah, Dewan Pengawas Syariah tetap memiliki tugas dan peran dalam mengawasi yaitu menilai dan memastikan pemenuhan syariah terkait pedoman operasional untuk penanganan pembiayaan murabahah bermasalah agar sesuai dengan fatwa Dewan

(12)

Syariah Nasional yang berkaitan dengan murabahah. Setelah itu Dewan Pengawas Syariah juga wajib melakukan review berkala terkait pemenuhan prinsip syariah dalam operasional bank syariah.

Tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah yang sebatas menilai pedoman saja menurut penulis masih kurang karena dalam suatu pengawasan seharusnya tanggung jawab dibebankan dari awal hingga akhir. Dimana suatu pembiayaan harus mendapatkan pemantauan atau pengawasan dari awal diajukan hingga selesai sampai lunas dalam kegiatan penyaluran dana bank. Hal ini berkaitan dengan potensi munculnya pengaduan dari nasabah terkait pelanggaran aspek syariah yang mungkin dilakukan oleh bank. Pertanggungjawaban akan dimintakan kepada pihak yang telah memastikan aspek kesyariahan bank, yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dalam melakukan pengawasannya, dalam setahun Dewan Pengawas Syariah akan melakukan pemeriksaan yang disebut dengan “uji petik”. Uji petik tersebut dilakukan terhadap berkas terkait akad produk dan operasional di beberapa cabang bank. Dewan Pengawas Syariah di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan PT Bank Mega Syariah secara umum berperan dalam menjalankan tugasnya terutama di bidang pengawasan produk dan kegiatan usaha. Namun, yang perlu diamati adalah peran Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan pelaksanaan produk bank syariah tersebut baru akan digunakan ketika pihak bank memberi laporan dan meminta opini kepada Dewan Pengawas Syariah dan ketika dilakukan pemeriksaan lapangan di beberapa cabang saja. Artinya dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah masih kurang aktif dalam melakukan pengawasan karena bersifat menunggu laporan dan memberi opini jika diminta.

Dalam proses penanganan pembiayaan murabahah bermasalah, baik di Bank Mumalat maupun PT Bank Mega Syariah, jika bagian bisnis (business) pembiayaan membutuhkan saran atau opini mengenai penanganan pembiayaan murabahah bermasalah, maka akan diserahkan kepada bagian sharia compliance yang kemudian akan mengkaji masalah tersebut dan jika belum ada opini yang mengatur hal tersebut baru masalah akan dilaporkan kepada Dewan Pengawas Syariah untuk dimintakan opini atau dilanjutkan ke Dewan Syariah Nasional jika belum ada fatwa yang mengaturnya. Opini atau pendapat tersebut biasanya diminta ketika tahap penyelesaian terkait eksekusi jaminan dimana penjualan jaminan harus sesuai dengan harga pasar. Tahap eksekusi jaminan secara umum berada pada tahap penyelesaian pembiayaan macet bukan lagi kategori pembiayaan bermasalah, meskipun ada kemungkinan penjualan objek pembiayaan atau jaminan dalam tahapan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah jika dilakukan konversi akad. Jika dilihat dari tahapan

(13)

penanganan pembiayaan murabahah bermasalah maka tidak banyak peran Dewan Pengawas Syariah yang dapat kita lihat.

Dapat disimpulkan bahwa peran Dewan Pengawas Syariah pada pembiayaan murabahah

bermasalah sesuai dengan aturan tugasnya adalah hanya sebatas penilaian dan pemeriksaan aspek syariah dari seluruh pedoman produk, operasional, dan jasa. Kemudian peran berikutnya adalah melakukan review berkala dan uji petik terhadap beberapa cabang bank dengan memeriksa data dan informasi terkait aspek syariah. Meskipun ketika sudah terkait pembiayaan bermasalah bukan lagi tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah, namun pihak bank dan satuan kerja bank tetap dapat meminta pendapat atau opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah terkait pelaksanaan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Dilihat dari penjelasan di atas, peran Dewan Pengawas Syariah terlihat bersifat pasif dan terkesan hanya memiliki peranan yang sedikit. Dewan Pengawas Syariah berperan di awal untuk memastikan semua pedoman produk dan pelaksanaan sesuai dengan prinsip syariah dan ketika diminta opininya serta ketika terdapat pengaduan langsung kepadanya. Kemudian untuk pembiayaan murabahah bermasalah, karena tahap penanganannya bersifat teknis dan masih dapat diusahakan bantuan untuk mengatasinya, maka sangat sedikit peran Dewan Pengawas Syariah dalam hal ini. Menurut penulis, meskipun penanganan bersifat teknis, dalam tahapan seperti reconditioning, misalnya, dimana dilakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, Dewan Pengawas Syariah perlu melakukan pengawasan mengenai kewajiban untuk tidak menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. Hal ini justru sangat memerlukan pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah, karena ketika persyaratan diubah atau jumlah cicilan per bulan dilakukan perubahan, perlu dipastikan bahwa total sisa utang nasabah tidak bertambah. Sangat dimungkinkan terdapat potensi munculnya riba dalam hal penanganan dengan mengubah jumlah cicilan. Penanganan lainnya adalah restructuring atau penataan kembali dimana salah satunya dapat dilakukan konversi akad dengan menjual objek atau jaminan pembiayaan. Dalam hal ini diharapkan Dewan Pengawas Syariah dapat memastikan apakah harga pembelian atau penjualan sesuai dengan harga pasar, bukan hanya sekedar memberikan opini ketika pihak bank meminta opini. Sedangkan pada pembiayaan macet, peran Dewan Pengawas Syariah lebih kepada pemberian opini terhadap cara penyelesaian dan penjualan objek atau jaminan pembiayaan.

Dampak yang mungkin ditimbulkan jika Dewan Pengawas Syariah hanya fokus pada pengawasan di awal yaitu pemeriksaan pedoman bank syariah adalah kemungkinan

(14)

munculnya masalah-masalah terkait aspek syariah ke depan akan semakin bermunculan. Hal ini disebabkan dalam pelaksanaan dari pedoman bank tersebut sangat membutuhkan pengawasan, terutama dalam hal pembiayaan. Pembiayaan merupakan salah satu bisnis utama dari bank syariah, sehingga kurangnya pengawasan dapat berpotensi mengakibatkan nasabah salah paham dan akhirnya muncul pikiran yang kurang baik terhadap bank syariah. Dengan adanya pengaduan nasabah seperti yang telah diuraikan pada bahasan sebelumnya, menggambarkan bahwa memang pelaksanaan dalam praktiknya tidak berjalan dengan mulus meskipun aturannya sudah dinilai benar. Sehingga peran Dewan Pengawas Syariah sangat dibutuhkan dalam mengawasi proses penanganan pembiayaan bermasalah.

Meskipun banyak kasus dan aduan yang bermunculan, dalam hal ini kita juga harus melihat dari sisi yang lain, karena tidak selalu kasus yang muncul ke publik adalah kesalahan dari pihak bank syariah. Terkadang kesalahan itu muncul dari pihak nasabah sendiri yang kemudian merugikan pihak bank syariah. Sehingga tidak serta merta dapat menghakimi bank syariah dengan melihat suatu kasus secara sekilas. Baik hal tersebut di atas terjadi karena salah paham nasabah atau memang kesalahan dari pihak bank, rasanya perlu dipertimbangkan kembali mengenai fokus pengawasan Dewan Pengawas Syariah yang hanya di awal saat memeriksa pedoman. Karena dalam syariah sangat dimungkinkan terjadinya kecurangan sehingga bank syariah membutuhkan perhatian lebih dalam pengawasannya

Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah diberikan di bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Mekanisme pengawasan perbankan syariah oleh Dewan Pengawas Syariah dilihat dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Surat Edaran Bank Indonesia no. 12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Goverment bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999 tentang

(15)

Pembentukan Dewan Syariah Nasional, maka mekanisme pengawasan perbankan syariah adalah sebagai berikut :

a. Satuan kerja bank yang telah membuat pedoman kerja atau Standard Operating Procedure terkait produk, operasional, dan jasa bank menyerahkan pedoman tersebut kepada Dewan Pengawas Syariah untuk dinilai dan diperiksa kesesuaiannya dengan aspek syariah. Dewan Pengawas Syariah juga bisa secara aktif meminta pedoman tersebut jika belum diserahkan.

b. Terkait produk bank, sebelum diluncurkan ke masyarakat, Dewan Pengawas Syariah memberikan opini terhadap produk baru tersebut. Peran Dewan Pengawas Syariah dalam hal ini bersifat pasif karena menunggu permintaan opini dari pihak bank saat sebelum produk diluncurkan dan saat produk bank menuai masalah di masyarakat.

c. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek syariah oleh Dewan Pengawas Syariah dilakukan melalui uji petik dengan mengambil sampel data beberapa cabang bank untuk diperiksa. Data dan informasi yang diperoleh Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan uji petik sebelumnya telah direview oleh Auditor Syariah.

d. Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan turun lapangan ke beberapa cabang untuk memeriksa keadaan dan pemenuhan aspek syariah. Hal ini tidak diatur harus berapa kali dilakukan, namun dari keterangan narasumber minimal sekali dalam setahun.

2. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan pembiayaan

bermasalah tidak cukup banyak. Dewan Pengawas Syariah tidak memiliki peran yang cukup banyak karena tidak terlibat secara teknis, tanggung jawab dari Dewan Pengawas Syariah hanya sampai pada menilai dan memastikan pedoman yang digunakan dalam bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Dalam praktiknya, peran tersebut diimplementasikan dengan menilai pedoman kerja bank, memberikan opini ketika diminta oleh pihak bank terkait dengan penjualan objek atau jaminan pembiayaan dalam hal konversi akad atau memberikan peringatan terhadap direksi terkait dengan pengaduan nasabah yang sampai kepadanya. Sehingga peran Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan penanganan pembiayaan bermasalah masih kurang aktif dan perlu peningkatan aktifitas dalam pengawasannya.

(16)

3. Pada PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Indonesia dan PT Bank Mega Syariah implementasi peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah sudah sesuai dengan peraturan yang ada, namun masih kurang maksimal karena peran dan fungsi tersebut masih belum mengakomodir berbagai kebutuhan pengawasan di bank syariah, dimana sebenarnya peran dan fungsi tersebut dapat dikembangkan secara aktif melalui inisiatif Dewan Pengawas Syariah sendiri. Kebutuhan pengawasan di bank syariah meliputi pemastian pemenuhan aspek syariah dalam memberikan kelapangan bagi nasabah yang mengalami kesulitan pembayaran dan juga memastikan apakah tindakan yang dilakukan oleh bank berpotensi memunculkan riba atau tidak. Selanjutnya, dalam pengawasan pembiayaan murabahah bermasalah peran Dewan Pengawas Syariah di kedua bank tersebut masih terbilang kurang aktif dan perlu lebih meningkatkan aktifitas pengawasannya karena pengawasan hanya berdasarkan laporan yang diberikan oleh pihak bank sendiri dan saat dilakukan uji petik dalam setahun ke beberapa cabang bank serta ketika ada permintaan opini. Sehingga pengaduan dari nasabah pembiayaan masih bermunculan dan tidak jarang bahwa Dewan Pengawas Syariah tidak tahu-menahu mengenai pengaduan tersebut ketika nasabah datang langsung kepada Dewan Pengawas Syariah.

Saran

1. Perlunya meningkatkan aktifitas pengawasan dan meningkatkan keaktifan bagi Dewan Pengawas Syariah dalam hal pengawasan terhadap penanganan pembiayaan bermasalah dan penyelesaian pembiayaan macet karena pembiayaan merupakan salah satu bisnis utama dari bank syariah dan jangan sampai kurangnya pengawasan menimbulkan kerugian berupa menurunnya kepercayaan nasabah terhadap bank syariah. Tentunya peningkatan aktifitas tersebut diimbangi dengan remunerasi yang sesuai dengan beban tugas Dewan Pengawas Syariah. Pada tahap perubahan jumlah cicilan utang dan perubahan jangka waktu pembayaran perlu dipastikan tidak ada penambahan jumlah sisa utang serta pada tahap penjualan objek pembiayaan. Kemudian pemilihan tindakan dengan bekerjasama dengan jasa debt collector juga perlu diperhatikan, jasa seperti apa yang diajak bekerjasama.

(17)

2. Mengingat dibolehkannya jabatan rangkap di dua Lembaga Keuangan Syariah untuk Dewan Pengawas Syariah, maka bagi Dewan Pengawas Syariah yang memiliki jabatan rangkap harus tetap fokus dan meluangkan waktunya untuk dapat meningkatkan keaktifan dalam pengawasan. Karena tugas pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah bukanlah tugas yang sederhana. Selain itu dalam rangkap jabatan juga harus selalu diperhatikan jangan sampai menimbulkan conflict of interest akibat dari rangkap jabatan di dua Lembaga Keuangan Syariah.

3. Pihak bank syariah diharapkan dapat mendukung Dewan Pengawas Syariah dalam mengembangkan diri dalam hal peningkatan kualitas menggunakan biaya yang disisihkan untuk strategi pemgembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

4. Pengawasan lapangan dan uji petik oleh Dewan Pengawas Syariah tidak hanya inspeksi ke cabang-cabang di kota besar, namun harus juga ke cabang-cabang di daerah, karena banyak terjadi kasus dan aduan di daerah-daerah terutama terkait pembiayaan. Kemudian, untuk mempermudah Dewan Pengawas Syariah dalam mengembangkan diri dalam pengawasan, auditor syariah dapat diletakkan di bawah Dewan Pengawas Syariah sebagai unit yang independen. Hal ini dapat mempermudah Dewan Pengawas Syariah dalam meminta data dan informasi dari hasil audit yang dilakukan auditor.

Daftar Referensi

Peraturan

Indonesia. Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867.

Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009.

Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011.

(18)

Sutan Remi Sjahdeini, (1999). Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia,

Cet. 1, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Wirdyaningsih. Et al, (2006). Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia (2001). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: DSN MUI dan BI.

Soerjono Soekanto, (2010). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sri Mamudji, dkk., (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Online Document

Agustianto, Optimalisasi Peranan Dewan Pengawas Syariah (2). http://www.agustiantocentre.com/?p=937

(19)

Referensi

Dokumen terkait