• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH YAYASAN BINA INSAN MANDIRI KOTA DEPOK TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH YAYASAN BINA INSAN MANDIRI KOTA DEPOK TAHUN 2013"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV PADA REMAJA JALANAN

DI RUMAH SINGGAH YAYASAN BINA INSAN MANDIRI KOTA

DEPOK TAHUN 2013

Nurlaela, Agustin Kusumayati

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Abstrak

AIDS (Acquired lmmuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus). Sejak di temukan kasus HIV pada tahun 1987 sampai dengan Desember 2012 jumlah kumulatif penderita HIV berdasarkan kelompok umur, umur 20-29 tahun merupakan kelompok yang paling besar proporsinya yaitu 35,2%, Karena AIDS baru menunjukkan gejala di masa 3 sampai 10 tahun setelah infeksi, maka diperkirakan infeksi HIV telah terjadi pada usia di bawah 20-29 tahun atau pada masa remaja. Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan, sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan adalah masalah perilaku remaja yaitu kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA, seks bebas dan masalah kesehatan reproduksi seperti Infeksi menular seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok tahun 2013. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang terhadap 72 responden yang merupakan anak jalanan usia 10-19 tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri.

Kata Kunci:

Infeksi HIV/AIDS, Perilaku Berisiko, Remaja jalanan

1. Pendahuluan

Di Indonesia kasus AIDS Pertama kali dilaporkan di Bali pada tahun 1987, hingga kini telah menyebar keseluruh Indonesia dan menjadi salah satu masalah

(2)

kesehatan masyarakat yang memerlukan tindakan yang agresif dan komprehensif (Kemenkes, 2012). Meskipun telah dilakukan berbagai upaya preventif jumlah penderita HIV di Indonesia dari tahun ke tahun secara kumulatif cenderung meningkat. Menurut laporan perkembangan AIDS di Indonesia oleh Kemenkes RI Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (PP & PL) pada tahun 2012 yaitu sejak di temukan kasus HIV pada tahun 1987 sampai dengan Desember 2012 jumlah kumulatif penderita HIV sebanyak 98.390 kasus sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 42.887 kasus. Kelompok umur 20-29 tahun merupakan kelompok yang paling besar proporsinya yaitu 35,2%, Karena AIDS baru menunjukkan gejala di masa 3 sampai 10 tahun setelah infeksi, maka diperkirakan infeksi HIV telah terjadi pada usia di bawah 20-29 tahun atau pada masa remaja. Kelompok umur 30-39 tahun sebesar 33,1%, kemudian kelompok umur 40-49 tahun sebesar 11,4% dan kelompok umur 15-19 tahun sebesar 4,0% (Ditjen PP & PL Kemenkes, 2012). Ditinjau dari proses penularan HIV/AIDS secara global terlihat bahwa 70-80% menyebar melalui hubungan seksual (heteroseksual/homoseksual), pecandu obat bius/narkotika dengan suntikan 5-10%, transfusi darah 5-10% (WHO, 2005). Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di Indonesia dimana saat ini penyebaran melalui hubungan heteroseksual merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 77,4% dan melalui jarum suntik oleh pengguna narkoba suntik sebesar 12,4% (Ditjen PP & PL Kemenkes, 2012).

Berdasarkan cara penularan HIV/AIDS diatas dapat disimpulkan bahwa mudahnya penyebaran HIV/AIDS sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia sendiri dimana perilaku tersebut berisiko tinggi untuk tertular dan menularkan virus yang sangat berbahaya tersebut. Oleh karena itu semua manusia memiliki potensi untuk tertular dan menularkan virus ini termasuk sub populasi kaum remaja, yang berdasarkan beberapa survey yang dilakukan diluar negri dan di Indonesia remaja memperlihatkan kecenderungan yang tinggi dalam melakukan aktifitas seksual mereka (Afifah, 2011). Center for Desease Control and Prepention (CDC) Amerika Serikat tahun 2009, menyatakan bahwa perilaku seksual berisiko menempatkan remaja pada risiko terinfeksi HIV, infeksi menular seksual, dan kehamilan tidak diinginkan. Diperkirakan 8.300 anak muda usia 13-24 tahun terinfeksi HIV pada 40 negara yang melaporkan ke CDC.

Di Indonesia populasi remaja usia 10-24 tahun berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia per provinsi tahun 2010-2015 adalah sekitar 62.541.100 jiwa

(3)

dari total penduduk Indonesia 234.181.400 jiwa (BPS, 2010). Namun tidak seluruh remaja Indonesia berada dalam kondisi yang baik, diantaranya adalah remaja jalanan atau lebih dikenal dengan anak jalanan. Anak jalanan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak secara umumnya karena kontak sosial mereka terbatas pada lingkungan jalanan. Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan (usia 14-18 tahun), sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan adalah masalah perilaku remaja yaitu kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA, seks bebas dan masalah kesehatan reproduksi seperti Infeksi menular seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS (Kemenkes, 2010).

Penelitian yang dilakukan Sedyaningsih dkk, tahun 2000 tentang perilaku seksual anak jalanan menunjukkan bahwa 22,3% diantara mereka sudah berhubungan seksual, dengan umur rata-rata waktu pertama kali hubungan adalah 15 tahun dengan rentang usia 7-18 tahun. Dari kelompok ini sepertiganya melakukan aktifitas seksual hampir setiap hari dan sebagian besar tidak menggunakan kondom yaitu sebesar 85%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual mereka sangat berisiko terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV AIDS.

Belakangan anak yang hidup di jalan pengidap HIV/AIDS kian memprihatinkan. Pada tahun 2008 Dari 144.889 orang anak jalanan, 8.581 diantaranya terinfeksi HIV. Gaya hidup bebas dan terbatasnya informasi mengenai seks aman bagi mereka menyebabkan penyebaran HIV/AIDS kian tidak terkendali. Sayangnya anak-anak ini terpisah dari orang tua sehingga mempersulit dalam upaya pencegahan dan pembinaan. Terlebih, kurangnya pemahaman mereka mengenai seks aman untuk menghindari timbulnya berbagai penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS (Mujiran, 2009). Fenomena anak jalanan di Indonesia merupakan isu lain yang memerlukan perhatian khusus semua elemen masyarakat dan dibutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak dalam menangani masalah dan dampak yang ditimbulkan akibat banyaknya anak jalanan. Pada tahun 2011 terdapat 4507 anak jalanan di Jawa Barat, sedangkan di kota Depok terdapat 417 anak jalanan laki-laki dan 316 anak jalanan perempuan yang tersebar diseluruh kota depok (http://www.dissosjabar.go.id diunduh tanggal 15 April 2013). Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) berada di terminal kota depok, merupakan salah satu bentuk partisipasi kepedulian masyarakat terhadap anak jalanan dalam mewujudkan

(4)

YABIM terdapat lima warga YABIM yang meninggal karena HIV/AIDS dari tahun 2006-2011.

Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) Kota Depok tahun 2013.

2. Tinjauan Teori

AIDS (Acquired lmmuno Deficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus) yang termasuk famili retroviride (Djoerban Z & Djauzi S, 2006).

AIDS adalah terminologi sindroma penyakit yang pertama kali digunakan oleh para ahli epidemiologi terhadap sekelompok orang dewasa yang kehilangan imunitas seluler tanpa sebab yang jelas pada tahun 1981. Sindroma ini menggambarkan tahap klinis akhir dari infeksi HIV. Beberapa minggu hingga beberapa bulan sesudah terinfeksi, sebagian orang akan mengalami penyakit self-limited mononucleosis-like akut yang akan berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Orang yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan tanda atau simptom selama beberapa bulan atau tahun sebelum manifestasi klinis lain muncul. Berat ringannya infeksi "opportunistic" atau munculnya kanker setelah terinfeksi HIV, secara umum terkait langsung dengan derajat kerusakan sistem kekebalan yang diakibatkannya (Chin J, 2009).

HIV dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi (baik homo maupun heteroseksual), penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi kontak dengan kulit yang lecet dengan sekret atau bahan infeksius, transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi; transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV. Sementara virus kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin dan sekret bronkial, penularan sesudah kontak dengan sekret ini belum pernah dilaporkan (Chin J, 2009).

Menurut WHO, remaja adalah masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Remaja dapat didefinisikan berdasarkan umur

(5)

kronologisnya. WHO (World Health Organization), mendefinisikan remaja (adolescent) bila telah mencapai usia 10-19 tahun.

Menurut Departemen Sosial RI anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Sedangkan menurut UNICEF : anak jalanan merupakan anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya.

Perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan terdiri dari faktor predisposisi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, dan sikap terhadap HIV sedangkan faktor penguat meliputi keterpaparan informasi dan pengaruh teman sebaya.

Bagan 1 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi • Umur • Jenis kelamin • Pendidikan • Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan pencegahannya • Sikap terhadap HIV/AIDS Faktor penguat • Keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS • Pengaruh teman sebaya terhadap perilaku berisiko terinfeksi HIV Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV pada Remaja Jalanan

(6)

3. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang, dimana melihat masalah atau keadaan objek baik dari variabel dependen dan variabel independen pada saat yang bersamaan guna melihat hubungan antara faktor predisposisi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, sikap terhadap HIV/AIDS), faktor penguat (keterpaparan media tentang HIV/AIDS dan pengaruh teman sebaya) dengan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak jalanan yang berusia 10-19 tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri tahun 2013. Sampel dari penelitian ini adalah total dari populasi yaitu seluruh anak jalanan usia 10-19 yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri berjumlah 72 responden. Instrumen dari penelitian ini berupa kuesioner. Pertanyaan yang ada merupakan hasil pengembangan variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Data dikumpulkan menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan metode self administered quetioner (kuesioner yang diisi sendiri oleh responden) dan ditunggu oleh peneliti agar jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti dapat langsung ditanyakan. Pengolahan data yang dilakukan meliputi editing, coding, entry dan cleaning. Analisis data yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan analisi univariat da analisis bivariat.

4. Hasil Penelitian

Perilaku berisiko tertular HIV pada remaja jalanan diukur dengan beberapa pertanyaan berkaitan dengan tindakan yang pernah dilakukan oleh responden yang mempunyai potensi/risiko untuk tertular HIV/AIDS. Responden mempunyai perilaku berisiko terinfeksi HIV apabila mereka pernah menggunakan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian dengan teman sesama pengguna narkoba suntik tanpa disterilkan dulu, melakukan tindik dan tattoo menggunakan jarum yang tidak steril dan bergantian dengan teman, melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan tanpa menggunakan kondom, melakukan hubungan seks dengan PSK

(7)

tanpa menggunakan kondom, dan melakukan hubungan seksual melalui anus/dubur Perilaku responden berisiko terinfeksi HIV dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota

Depok Tahun 2013

Perilaku n %

Berisiko 39 54,2

Tidak Berisiko 33 45,8

Total 72 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 72 orang remaja jalanan usia 10-19 tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri terdapat 54,2% responden memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV.

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013

(N=72) Variabel n % Umur < 15 tahun ≥ 15 tahun 26 46 36,1 63,9 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 56 16 77,8 22,2 Pendidikan < 9 tahun ≥ 9 tahun 48 24 66,7 33,3

Tabel 2 menunjukan bahwa responden lebih banyak pada usia > 15 tahun, laki-laki dan berpendidikan < 9 tahun.

(8)

Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Sikap terhadap HIV/AIDS Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 (N=72)

Variabel n % Pengetahuan Kurang Baik 35 37 48,6 51,4 Sikap Negatif Positif 31 41 43,1 56,9

Tabel 3 menunjukan bahwa responden lebih banyak yang memiliki pengetahuan baik dan bersikap positif tehadap HIV

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Informasi Tentang HIV/AIDS Dan Pengaruh Teman Sebaya Pada Remaja Jalanan Di Rumah

Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013

Variabel n % Keterpaparan Informasi Tidak terpapar 33 45, 8 Terpapar 39 54,2 Pengaruh teman Tidak dipengaruhi 29 40,3 Dipengaruhi 43 59,7

Tabel 3 menunjukan bahwa responden lebih banyak yang terpapar inormasi tentang HIV/AIDS dan Dipengaruhi oleh teman sebaya.

(9)

Tabel 5 Hasil Uji Bivariat Antara Faktor-Faktor Predisposisi Dan Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 Variabel Perilaku Nilai P OR 95% CI Berisiko Tidak berisiko

n % n % Umur - < 15 tahun 12 46,2 14 53,8 0,305 0,603 - ≥ 15 tahun 27 58,7 19 41,3 0,229 - 1,590 Jenis kelamin - Laki-laki 34 60,7 22 39,3 0,036 3,4 - Perempuan 5 31,3 11 68,8 1,039 - 11,124 Pendidikan - < 9 tahun 29 60,4 19 39,6 0,132 2,137 - ≥ 9 tahun 10 41,7 14 58,3 0,789 - 5,789 Pengetahuan - Kurang 25 71,4 10 28,6 0,004 4,107 - Baik 14 37,8 23 62,2 1,527 – 11,048 Sikap - Negatif 21 67,7 10 32,3 0,043 2,683 - Positif 18 43,9 23 56,1 1,543 – 7,103

Tabel 5 hasil analisis bivariat variabel umur responden dapat disimpulkan bahwa responden berisiko terinfeksi HIV lebih banyak pada umur ≥ 15 tahun yaitu 58,7% dibandingkan dengan responden yang berumur < 15 tahun yaitu 46,2%. Tetapi hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,305).

Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV didapatkan 60,7% responden laki-laki dan 31,3% respoden perempuan berisiko

(10)

terinfeksi HIV. Responden berjenis kelamin laki-laki memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV lebih tinggi dari pada responden berjenis kelamin perempuan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,036). Responden laki-laki memiliki peluang 3,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan responden perempuan.

Hasil analisis variabel pendidikan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV pada tabel 5.14 disimpulkan bahwa responden berpendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak 60,4% memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan responden yang berpendidikan ≥ 9 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi HIV (Nilai P= 0,132).

Hasil analisis bivariat antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku pencegahan infeksi HIV disimpulkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang lebih banyak yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV yaitu 71,4%, dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,004). Responden yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan yang memiliki pengetahuan baik.

Hasil analisis bivariat antara sikap terhadap pencegahan infeksi HIV dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV disimpulkan bahwa responden yang bersikap negatif lebih banyak yang melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV sebesar 67,7%, dibandingkan dengan responden yang bersikap positif. Hasil uiji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,122). Responden yang bersikap negatif memiliki peluang 3 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan responden yang bersikap positif.

(11)

Tabel 6Hasil Uji Bivariat Antara Faktor Penguat Dan Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan

Mandiri Kota Depok Tahun 2013

Variabel Perilaku Nilai P OR

95% CI Berisiko Tidak berisiko n % n % Keterpaparan Informasi - Tidak terpapar 20 60,6 13 39,4 0,312 1,619 - Terpapar 19 48,7 20 51,3 0,633 - 4,142

Pengaruh teman sebaya

- Dipengaruhi 24 55,8 19 44,2 0,043 2,683

- Kurang dipengaruhi 9 31,1 20 69,0 1,014 - 7,103

Tabel 6 Hasil analisis bivariat disimpulkan bahwa responden yang tidak terpapar informasi tentang HIV/AIDS lebih banyak yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV sebesar 60,6% dibandingkan dengan responden yang terpapar informasi tentang HIV/AIDS . Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara paparan informasi tentang HIV/AIDS dengan perilaku pencegahan infeksi HIV (Nilai P= 0,312).

Hasil analisis bivariat didapatkan bahwa perilaku berisiko terinfeksi HIV yang lebih banyak pada responden yang dipengaruhi oleh teman sebayanya (55,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak dipengaruhi oleh teman sebaya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,043) responden yang dipengaruhi oleh teman sebayannya memiliki peluang 2,683 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan dengan responden yang tidak dipengaruhi oleh teman sebayanya.

(12)

5. Diskusi

Perilaku berisiko terinfeksi HIV

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Perilaku merupakan faktor terbesar setelah lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok, ataupun masyarakat (Blum, 1947).

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dari 72 orang remaja jalanan usia 10-19 tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri terdapat 54,2% responden memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pada diri remaja jalanan terutama lingkungan dan pengaruh teman sebayanya, menurut Skinner (1938), dalam Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku terbentuk karena proses dan interaksi dengan lingkungannya. Selain itu remaja jalanan tidak tinggal bersama dengan orang tua/keluarga. Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja. Karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja.

Umur

Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan (Notoatmodjo, 2003) Dari 72 responden yang diteliti sebagian besar responden berumur ≥ 15 tahun yaitu sebesar 63,9% dan sisanya, 36,1% < 15 tahun. Hasil. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Hayati (2008) menunjukkan bahwa umur tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku risiko remaja. Dengan demikian umur bukan merupakan salah satu faktor yang menentukan seseorang untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Responden yang lebih banyak melakukan perilaku berisiko adalah yang berumur ≥

15 tahun, padahal seharusnya semakin bertambah umur, semakin banyak pengalaman seseorang sehingga dapat lebih bijaksana dalam menentukan hidupnya untuk tidak berbuat sesuatu dalam menentukan masa depannya.

(13)

Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan sifat atau ciri yang dapat membedakan antara laki dan perempuan. Dari hasil penelitian ini ditemukan lebih banyak responden laki-laki sebanyak 56 responden atau 77,8% dibandingkan responden perempuan yaitu sebanyak 16 responden atau 22,2%. Hal ini dikarenakan banyaknya anak jalanan perempuan yang sudah tidak tinggal di rumah singgah, selain itu pada umumnya tempat tinggal mereka tidak jauh dari rumah singgah sehingga mereka akan lebih memilih tinggal dirumah mereka dibandingkan tinggal dirumah singgah.

Sebagian besar responden yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV adalah laki-laki yaitu 46,2% sedangkan perempuan 31,3% hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara perilaku berisiko terinfeksi HIV dengan jenis kelamin laki-laki dan perempun. Responden laki - laki memiliki peluang 3,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV.

Menurut Nurulitasari (2004) dalam Hayati (2008) jenis kelamin laki-laki lebih berani melakukan perilaku berisiko karena didorong oleh sifat agresifnya dan suka tantangan. serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitawati (2005) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko dimana laki-laki lebih berisiko dalam perilaku seksual dan mempunyai kecenderungan perilaku seksual yang lebih agresif, gigih dan sulit menahan diri dibandingkan dengan perempuan.

Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai responden (Riskesdas, 2010). Dari hasil univariat diperoleh responden berpendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak 60,4% memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan responden yang berpendidikan ≥ 9 tahun sebanyak 41,7%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Hal ini kemungkinan karena semakin tinggi pendidikan maka akan semakin bertambah pengalaman dan pengetahuan yang didapat, sehingga berpengaruh kedalam pola pikir dan sikap remaja. menurut Sarwono (2003) bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih besar kepeduliannya terhadap masalah-masalah kesehatan, peningkatan pendidikan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga

(14)

Warnomena (2009) dalam Afifah (2011) menyatakan bahwa pendidikan dan pengetahuan yang rendah mempengaruhi cara berfikir seseorang. responden dengan pendidikan rendah cenderung memiiki cara berfikir yang sempit serta penyerapan informasi informasi yang kurang, hanya memikirkan kesenangan sesaat dan kurang memikirkan bahaya atau akibat yang akan ditimbulkan dari perilaku mereka.

6.2.1 Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Pengetahuan merupakan proses pengalaman dari tidak tahu menjadi tahu yang terjadi melalui penginderaan terhadap suatu objek. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan responden dinilai dari beberapa aspek yang mencakup pengetahuan mengenai penyebab, pengertian, cara penularan, test, pengobatan dan cara pencegahan HIV/AIDS. Pada penelitian ini ditemukan bahwa lebih banyak responden yang berpengetahuan baik daripada yang berpengetahuan kurang namu jika dilihat dari nilai rata 6,61, yang artinya rata-rata responden hanya menjawab benar 7 dari 18 pertanyaan. Responden yang memiliki pengetahuan kurang terutama mengenai penyebab HIV serta pada cara penularan dan pencegahan HIV.

Pengetahuan merupakan dasar utuk dapat memahami suatu permasalahan, meski tidak selalu berkaitan langsung dengan upaya yang diambil dan cara yang ditempuh untuk menghindari penularan IMS atau HIV /AIDS. Mengetahui tentang cara menghindar dan kemana mencari pertolongan terkait terserang infeksi menular seksual (IMS), merupakan hal yang perlu diketahui oleh setiap orang, apalagi terhadap orang yang berisiko tinggi terhadap IMS termasuk HIV (BPS, 2005) dalam solehah (2008). Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Untuk berperilaku kesehatan, diperlukan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang manfaat perilaku tersebut baik bagi dirinya maupun orang lain.

Sikap Terhadap HIV/AIDS

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dari analisis

(15)

univariat ditemukan sebesar 43,1% responden bersikap negatif dan 56,9% bersikap positif.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap HIV/AIDS dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Responden yang bersikap negatif cenderung melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV 3 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang bersikap positif. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sitawati (2005) dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku seksual berisiko pada anak jalanan. hal ini kemungkinan karena sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dari pembelajaran sehari-hari. Sikap muncul dan diawali dari pengalaman yang didapatkan seseorang. Sikap merupakan determinan dari perilaku namun sikap juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Sikap remaja untuk cenderung melakukan perilaku berisiko bisa juga disebabkan karena pengaruh dari lingkungan, misalnya dari teman-teman.

Keterpaparan informasi tentang HIV

Informasi merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012). Hasil penelitian diperoleh 60,0% responden yang tidak terpapar informasi mengenai HIV/AIDS memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV dan 51,3% responden yang terpapar informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku tidak berisiko. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS dengan perilaku pencegahan infeksi HIV. hal ini tidak sesuai dengan teori Kar (1983) dalam Notoatmodjo (2012) bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku.

Responden mendapatkan informasi tersebut 75% dari media cetak dan 72,2% dari media elektronik. Sesuai dengan SKRRI (2007) menunjukkan bahwa televisi merupakan jenis media yang paling banyak digunakan remaja untuk memperoleh informasi tentang HIV/AIDS (78% wanita dan 76% pria).

(16)

Pengaruh Teman Sebaya

Teman sebaya mempunyai peran yang penting dalam memberikan informasi karena biasanya remaja lebih terbuka kepada teman sebaya dibandingkan kepada orangtua (Afiffah 2011). Dari hasil univariat sebagian besar responden yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV dipengaruhi oleh teman sebaya yaitu sebesar 59,7%. Dimana hampir 90% responden pernah diajak teman untuk merokok, 73,6% minum-minuman keras, 66,7% membuat tattoo dan 61,1% melakukan tindik. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock, (1996) dalam Sovita, (2011) Teman sebaya dalam kehidupan pergaulan remaja sehari-hari cenderung berkelompok dan merasa aman dalam kelompok tersebut sehingga keterlibatan teman tersebut berpengaruh pada perilaku remaja baik itu sesuai dengan nilai norma maupun yang menyimpang tanpa berfikir akibat yang akan terjadi pada dirinya maupun keluarganya.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Responden yang dipengaruhi oleh teman sebayanya mamiliki peluang 2,7 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan dengan responden yang tidak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Penelitian Sovita (2011) menunjukkan hal yang sama bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko pada remaja.

6. Kesimpulan

Perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 lebih banyak responden yang memiliki perilaku Berisiko daripada Responden yang memiliki perilaku tidak berisiko. Perilaku Berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 menurut faktor predisposisi, hanya variabel Jenis Kelamin, pengetahuan tentang HIV/AIDS, dan sikap terhadap HIV/AIDS yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV sedangkan variabel umur dan pendidikan tidak mempunyai hubungan yang bermakna. Perilaku Berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 menurut faktor penguat, hanya variabel pengaruh teman sebaya yang mempunyai hubungan yang bermakna

(17)

dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV sedangkan variabel keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS.

7. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka penulis ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Mengingat jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan pengaruh teman sebaya memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV maka ke empat variabel tersebut menjadi faktor penting untuk pencegahan perilaku berisiko terinfeksi HIV sehingga pemberian informasi guna meningkatkan kesadaran dan perubahan perilaku dari berisiko menjadi tidak berisiko sebaiknya difokuskan pada remaja laki-laki.

2. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan perilaku berisiko terinfeksi paling banyak adalah penggunaan jarum tidak steril untuk tindik, tattoo dan narkoba suntik, maka perlu adanya kerjasama lintas sektor dan lintas program agar diadakan penyuluhan berkala mengenai HIV/AIDS dikalangan remaja jalanan (kerjasama antara petugas kesehatan, dan pembimbing rumah singgah) tidak hanya itu saja perlu kerjasama dengan pihak-pihak terkait (dinas kesehatan kota depok, dinas sosial, serta puskesmas wilayah setempat dengan Yayasan Bina Insan Mandiri) untuk penyediaan desinfektan untuk mensterilkan jarum serta meningkatkan penjangkauan program harm reduction pada anak jalanan di terminal depok. 3. Saran untuk peneliti selanjutnya, dikarenakan kalangan remaja jalanan memiliki

risiko tinggi terhadap penularan HIV maka perlu dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih besar dengan variabel yang lebih banyak lagi dan menggunakan metode penelitian kualitatif

8. Daftar Pustaka

Afifah, N F. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS dikalangan remaja SMA dan sederajat di kota Cilacap tahun 2011.

Tesis Mahasiswa FKM UI. Depok.

Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan RI. (2008) Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2007. Jakarta :BPS-Depkes.

(18)

CDC. (2011). Sexual Risk Behavior: HIV, STD, & Teen Pregnancy Prevention.

http://www.cdc.gov/healthyyouth/sexualbehaviors/index.htm di unduh tanggal

24 Februari 2013.

Chin, J. (2009). Manual Pemberantasan Penyakit Menular (I Nyoman Kandun) (Ed. 17). Jakarta: Infomedika.

Dzoerban, Z & Djauzi, S. (2006). Buku Ajar Penyakit Dalam (Ed. 4 Jilid 3). Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). (2010). Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010-2014.. Jakarta: KPAN

Kemenkes, RI. (2010). Pedoman Umum Perlindungan Kesehata Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Bina kesehatan Masyarakat.

Kemenkes, RI. (2012). Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia s.d 30 September 2012. Jakarta: Direktorat Pengendalian penyakit & Penyehatan Lingkungan.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

UNAIDS Report on the global AIDS epidemic. (2012). Global Report.

http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epidemiolog y/2012/gr2012/20121120_UNAIDS_Global_Report_2012_with_annexes_en.p df diunduh tanggal 30 januari 2013

Sedyaningsih, R Endang, et al (2000) prevalensi infeksi menular seksual, faktor risiko dan perilaku Di kalangan anak jalanan yang dibina lembaga swadaya Masyarakat di jakarta, tahun 2000. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 33 no.3 tahun 2005.

(19)

Gambar

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Berisiko Terinfeksi  HIV  Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Sikap  terhadap HIV/AIDS Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina
Tabel 5 Hasil Uji Bivariat Antara Faktor-Faktor Predisposisi Dan Perilaku  Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina
Tabel 6 Hasil Uji Bivariat Antara Faktor Penguat Dan Perilaku Berisiko  Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan

Referensi

Dokumen terkait