Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Yustia Umamah
NIM: 1110015000007
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok”. Skripsi. Program Studi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial antara anak jalanan dengan anak jalanan, anak jalanan dengan guru atau tutor dan anak jalanan dengan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri yang terletak di Jalan Margonda Raya No.58 Pancoran Mas Terminal Terpadu Kota Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yakni mendeskripsikan tentang fenomena-fenomena yang ada. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa, pertama, bentuk-bentuk interaksi sosial anak jalanan dengan anak jalanan adalah bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif dan disosiatif yang meliputi kerja sama, akomodasi diantaranya (toleransi, mediasi ) dan pertikaian. kedua, bentuk interaksi sosial anak jalanan dengan guru atau tutor adalah bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif dalam bentuk kerja sama. Dan ketiga, interaksi sosial anak jalanan dengan masyarakat dalam bentuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang harus melibatkan anak-anak jalanan dengan masyarakat sekitarnya hanya pada waktu-waktu tertentu saja.
ii
ABSTRACT
Yustia Umamah, 1110015000007 "Social Interaction Street Children in Shelter Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok". Thesis. IPS Education Studies Program, Faculty of MT and Teaching, State Islamic University in Jakarta, 2015.
The purpose of this research is used for understanding the forms of social interaction between street children with street children, street children by teachers or tutors and their society. This Thesis is held in Master Shelter Home Yayasan Bina Insan Mandiri, located at Jalan Raya 58 Jewel Mas Margonda Integrated Terminal Depok. The method used in this research is descriptive qualitative, which describe the phenomena that exist. The data collection techniques using observation, interviews, and documentation.
Based on the results of the study found that : first, the forms of social interaction with the street children street children is a form of social interaction which is associative and dissociative which includes cooperation, including accommodation (tolerance, mediation) and contention. second, forms of social interaction street children with the teacher or tutor is a form of social interaction which is associative in the form of cooperation. And third, the social interaction with the community of street children in the form of cooperation in certain activities should involve street children in the surrounding community only at certain times only.
iii
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tiada kata yang paling indah dan bermakna selain untaian kata syukur
kehadirat Allah SWT, atas berkat nikmat sehat, karunia serta ridho-Nya. Shalawat
dan salam penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi rahmat
bagi seluruh alam, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis
bersyukur karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pendidikan (S.Pd) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan
dorongan serta jasa dari seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya,MA , selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Iwan Purwanto M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Drs.
Syaripulloh selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah
memberikan layanan akademik selama penulis menempuh perkuliahan.
3. Drs. Nurrochim M.M selaku dosen pembimbing skrispsi yang telah
memberikan motivasi dan meluangkan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk
membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Seluruh Bapak/Ibu dosen program studi Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah
mendidik, mengajar, dan melatih dengan memberikan ilmu dan
pengetahuannya selama perkuliahan.
5. Kedua orang tua tercinta Mad Usin dan Atih yang tidak lelah mendidik penulis sampai saat ini, curahan kasih sayang yang tulus, do’a-do’a yang tiada henti mengalir, nasihat, motivasi serta dukungan moril maupun materil yang
selalu diberikan selama ini. Dan tak lupa keluarga tercinta, Adik-adiku, Kakek
dan Nenek tercinta H. Jahari dan Hj. Anoy, atas segala doa dan dukungannya
iv
7. Keluarga Terlalu Cantik Farida Hasanah, Muhammad Fakih S.Pd, Dara
Rahmita Dewi S.Pd, Desstia Loveacna, S.Pd, dan Lesehan koceku ( Mimih
dan Ayah).
8. Keluarga Ciwis Mutia Muqri,SS, Reni Cahaya Mufidah S.Pdi, Khairunnisa
S.Pdi, Amanah Khairiyah SS dan Siti Nadiyah S.Kep yang terus memberikan
motivasi dan kebersamaannya selama 12 Tahun ini.
9. Keluarga kece tercinta Nur Amalia S.Pd, Annisa Nur Afifah S.Pd, Amirah
Nasution S.Sos.I, Minda Wh Yassin S.Sos.I , yang terus saling memotivasi
dan atas kebersamaannya selama ini.
10. Teman-teman seperjuangan Penddidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2010, Sosiologi Antropologi 2010, ATK Fam’s, sahabat-sahabatku Novi Mela Yuliani, Irot Rosita, Diah Yuniardi, Nur Aini, Bunga Anzelia, Putri Ridhania,
Fitri Amalia Azzahro, Rizka Nurazizah, Prihartini, Nisrina Augustama, Wildati Auli Sya’bani, Ibnu Mustaqim serta Misbahudin. Atas kebersamaan dan canda tawa yang selalu tercipta selama masa perkuliahan.
11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Bogor (Himabo), Himpunan
Mahasiswa Islam ( HMI) Komisariat Tarbiyah serta Himpunan Mahaswiwa
Jurusan IPS (HMJ-IPS) .
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga
seluruh kebaikan, jasa, dan doanya yang telah diberikan kepada penulis
menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang oleh Allah SWT di dunia dan
di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi khazanah ilmu pengetahuan.
Ciputat, 15 Januari 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis ... 9
vi
BAB II KAJIAN TEORI
A. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial ... 11
2. Prinsip-Prinsip Dasar Interaksionalisme Simbolik a. Kemampuan untuk berfikir ... 15
b. Berpikir dan Berinteraksi ... 16
c. Pembelajaran Makna Simbol-simbol ... 16
d. Aksi dan Interaksi ... 16
e. Diri atau Self ... 17
f. Kelompok-kelompok dan Masyarakat ... 17
3. Ciri-ciri Interaksi Sosial ... 17
4. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 17
a. Adanya Kontak Sosial ... 18
b. Adanya Komunikasi ... 20
5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 24
a. Bentuk Proses Sosial Asosiatif ... 24
b. Bentuk Proses Sosial Disosiatif ... 28
B. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan ... 30
2. Faktor Penyebab Anak Jalanan ... 33
a. Tingkat Mikro ... 34
b. Tingkat Messo ... 34
c. Tingkat Makro ... 35
3. Karakteristik Anak Jalanan ... 36
a. Anak Jalanan Yang Hidup Di Jalanan ... 36
b. Anak Jalanan Yang Bekerja Di Jalanan ... 37
vii
4. Model Pembinaan Terhadap Anak Jalanan ... 42
a. Model Rumah Singgah ... 42
b. Model Mobil Sahabat Anak ... 42
c. Model Boarding House atau Pemondokan ... 43
C. Rumah Singgah 1. Pengertian Rumah Singgah ... 43
2. Tujuan Rumah Singgah ... 44
3. Fungsi Rumah Singgah ... 45
D. Penelitian Yang Relevan ... 47
E. Kerangka Berfikir... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50
C. Metode Penelitian... 51
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 53
1. Data Primer ... 53
2. Data Sekunder ... 53
E. Teknik Pengumpulan Data ... 54
1. Observasi ... 54
2. Wawancara ... 55
3. Dokumentasi ... 56
F. Instrumen Penelitian... 56
G. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data ... 59
H. Pengecekan Keabsahan Data... 60
viii
2. Visi dan Misi Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri ... 68
3. Keadaan Guru dan Siswa ... 69
a. Keadaan Guru... 69
b. Keadaan Siswa ... 74
4. Kurikulum Pembelajaran ... 74
5. Sarana dan Prasarana... 76
6. Struktur Pengurus Yayasan Bina Insan Mandiri ... 79
B. Deskripsi Data a. Interaksi Sosial Anak Jalanan di Rumah Singgah Master ... 81
b. Interaksi Sosial Anak Jalanan Terhadap Sesama Anak Jalanan ... 85
c. Interaksi Sosial Anak Jalanan Terhadap Guru atau Tutor ... 91
d. Interaksi Sosial Anak Jalanan Terhadap Masyarakat ... 94
di Sekitar Rumah Singgah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 98
B. IMPLIKASI ... 99
C. SARAN ... 100
DAFTAR PUSTAKA
ix
[image:14.595.115.513.205.592.2]Tabel 2.1 Ciri Fisik dan Psikis Anak Jalanan ... 41
Tabel 2.2 Pendekatan dan Penanganan Anak Jalanan ... 44
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 52
Tabel 3.2 Instrumen Wawancara Kepala Rumah Singgah... 59
Tabel 3.3 Instrumen Wawancara Guru atau Tutor ... 60
Tabel 3.4 Instrumen Wawancara Anak Jalanan ... 60
Tabel 3.5 Instrumen Wawancara Masyarakat ... 61
Tabel 4.1 Jumlah Guru atau Tutor di Rumah Singgah Master ... 72
Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Tutor Rumah Singgah Master ... 73
Tabel 4.3 Jadwal Belajar PKBM di Rumah Singgah Master ... 79
x
Lampiran2 Hasil Kegiatan Observasi
Lampiran3 Instrumen Wawancara
Lampiran4 Hasil Wawancara
Lampiran5 Dokumentasi
Lampiran6 Data Responden
Lampiran7 Lembar Uji Referensi
Lampiran8 Surat Izin Penelitian Dari Fakultas
Lampiran9 Surat Izin Yayasan Bina Insan Mandiri Depok
1
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya manusia dilahirkan seorang diri, namun demikian
mengapa manusia harus hidup bermasyarakat? Karena manusia tanpa
manusia lainnya pasti akan mati karena pada dasarnya manusia adalah
makhluk sosial. Dari sejak lahir misalnya pada saat kita masih bayi harus
diajari makan, berjalan, berlari, bermain-main dan lain sebagainya. Sudah
terlihat jelas dari lahir pun manusia memang membutuhkan pertolongan
manusia lainnya, begitu pun ketika dewasa harus saling berhubungan
dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Soerjono Soekanto, “ketika dilahirkan, manusia diberikan dua hasrat atau keinginan pokok yaitu keinginan untuk menjadi satu
dengan manusia lain disekelilingnya (yaitu masyarakat) dan Keinginan
untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya”.1 Untuk dapat
menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut,
manusia menggunakan fikiran, perasaan dan kehendaknya. Jadi, sejak
dalam kehidupan manusia di permukaan bumi ini, sebagai seorang
manusia yang normal dan berfikir pasti melaksanakan ikatan batin dengan
cara berhubungan satu dengan yang lainnya. Baik sejenis maupun lawan
jenis, kelompok dengan kelompok tetapi rasa ikatan dengan dasar
kekeluargaan itu pasti ada. Maka mereka itu akan hidup secara bersama
dan bekerjasama pula dalam mewujudkan cita-cita mereka.
Menurut Henry l Tischloer dalam Gatut Murniatmo, “interaksi
sosial terjadi akibat adanya tindakan seseorang yang berhubungan dengan
seseorang atau mempunyai tujuan-tujuan tertentu dengan
bermacam-macam motivasi atau alasan-alasan yang mendukung”.2 Adanya motivasi
1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1994), h.124 2
Salamun dan Taryati, Interaksi Sosial Penduduk Perumnas Condong Catur dengan
dan tujuan dalam melakukan interaksi antara individu dengan yang
lainnya, supaya tindakan dari interaksi yang dilakukan sesuai de ngan
tujuan yang akan dicapai oleh masing-masing individu tersebut.
Sedangkan Interaksi Sosial menurut Soerjono Soekanto adalah
“hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.3 Interaksi
sosial sangat berguna untuk memperlihatkan dan mempelajari berbagai
masalah yang ada di masyarakat.
Menurut Syarbani Syarial, “suatu interaksi sosial dimungkinkan
terjadi karena dua hal yaitu, adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi(communication)”.4 Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya
yang ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Dan kontak sosial
merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan rohaniah. Kontak sosial
dapat bersifat primer (berjumpa face to face) dan dapat sekunder (berhubungan melalui media komunikasi, baik perantara orang maupun
media benda, surat kabar, televisi, radio). Komunikasi merupakan proses
pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang atau
lebih. Dengan komunikasi setiap individu dapat menyampaikan informasi,
opini, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap perbuatan dan sebagainya
kepada sesamanya secara timbal balik. Tanpa komunikasi tidak mungkin
terjadi proses interaksi sosial.
Menurut R Linton yang dikutip oleh Ishaq Isjoni, “jika manusia
hidup dan bekerjasama dengan manusia yang lainnya dalam kelompok dan
dalam waktu yang cukup lama, sehingga akhirnya mereka dapat
mengorganisasikan dirinya dan berfikir mengenai dirinya sebagai satuan
sosial yang mempunyai batas-batas tertentu. Maka kelompok itu menjadi
3
masyarakat”.5
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
masyarakat adalah “suatu kumpulan manusia dalam arti seluas-luasnya
dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama”.6 Maka
pada dasarnya masyarakat itu adalah hubungan manusia dengan manusia
yang lainnya. Antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya
saling melengkapi sesuai dengan tujuan dan motivasinya untuk melakukan
hubungan interaksi sosial tersebut.
Masyarakat merupakan sebuah fenomena kehidupan sosial yang
dinamis. Kedinamisan masyarakat itu sendiri yang menjadi sebuah entitas
majemuk yang terdiri dari berbagai macam golongan atau kelompok yang
masing-masing memiliki ciri-ciri atau identitas tersendiri. Ciri-ciri yang
dimiliki tiap-tiap kelompok tersebut dapat terlihat melalui berbagai hal
seperti atribut, kebiasaan, nilai, ritual yang muncul pada saat berinteraksi
di dalam lingkungan sosial.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin
kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan sosial
terhadap anak yang merupakan hak asasi manusia. Setiap anak berhak
mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak
mulia.
Dalam kenyataannya masih banyak ditemukan anak-anak yang
terlantar yang hidup dijalanan. Fenomena anak yang berada di jalanan
semakin meningkat, terutama banyak ditemukan di kota-kota besar seperti
di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang ( Jabotabek) bukan hanya
dari aspek kuantitas tetapi aktivitas yang mereka lakukan. Peningkatan ini
bukan hanya saat Indonesia mengalami krisis tetapi beberapa tahun
sebelumnya juga sudah terlihat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
diantara faktor kemiskinan, pendidikan dan keluarga.
5
Ishaq, isjoni, Masyarakat dan Perubahan Sosial, Uni press, h.07
6
Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
“Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,07 juta orang atau 11,37% dari jumlah penduduk di
Indonesia”.7 Kemiskinan mengakibatkan rendahnya daya beli, keluarga
miskin tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan sosial dasar, seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan. Dengan
kata lain, keluarga miskin tidak mempunyai dana yang cukup untuk
membeli makanan, menyekolahkan anak dan memelihara serta
meningkatkan status kesehatannya. Dampak dari kemiskinan
menimbulkan berbagai masalah sosial. Kesejahteraan keluarga semakin
menurun sehingga menimbulkan banyak anak-anak yang terpisah dari
[image:19.595.111.514.125.614.2]orang tuanya.
Gambar 1.1
Sumber: Data Susenas BPS8
7
Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013), h. 1.
8
Berdasarkan tabel hasil survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2009
memperlihatkan bahwa jumlah anak terlantar secara nasional berjumlah
3.176.462 anak. Dua tahun kemudian, tahun 2011, angka tersebut
mengalami penurunan 60.685 anak menjadi 3.115.777 anak. Sedangkan
anak jalanan yang sudah di tampung di Lembaga Kesejahteraan Sosial
(LKS) berjumlah 10.126 anak dari 88 LKS. Pada tahun yang sama anak
yang tergolong rawan menjadi anak terlantar berjumlah 7.175.189 anak
dari populasi anak Indonesia yaitu 58.171.746 anak anak usia 6 - 18 tahun.
Sedangkan jumlah anak terlantar di DKI Jakarta tahun 2012
sebanyak 60.336 anak. Panti Sosial Asuhan Anak yang diselenggarakan
pemerintah maupun masyarakat berjumlah 30 panti dengan daya tampung
5.989 anak, sedangkan 54.347 anak belum tersentuh pelayanan pemerintah
maupun organisasi sosial atau LSM. Angka tersebut menunjukan bahwa
kualitas hidup anak kita memprihatinkan yang mengancam masa depan
mereka, padahal mereka adalah aset, investasi Sumber Daya Manusia dan
sekaligus tumpuan masa depan bangsa.
Pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah, sehingga para orang tua tidak mampu untuk
menyekolahkan anak-anaknya. Selain itu juga dikarenakan oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan tidak adanya kepedulian orang tua terhadap nasib
pendidikan anak-anaknya, sehingga banyak anak turun ke jalan untuk
membantu orang tuanya dalam mempertahankan hidup. Munculnya
fenomena anak jalanan ini merupakan bukti tidak terpenuhinya
perlindungan dan kebutuhan baik jasamani, rohani, maupun sosial yang
menjadi hak anak seperti yang tercantum dalam konvensi hak-hak anak
yang disadur dalam Undang-undang Perserikatan Bangsa-bangsa, yang
selanjutnya tertuang dalam Undang-Undang perlindungan anak Republik
Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945
terlantar dipelihara oleh Negara”.9
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak
Nurohim bahwa :
Anak jalanan ada yang tinggal di kota Depok, Bogor, Jakarta, Tangerang maupun Bekasi. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada juga anak jalanan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang sudah terpisah akan tetapi sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tidak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada yang tidak pernah mengenal sama sekali keluarganya.10
Oleh karena itu anak-anak jalanan yang tinggal di rumah singgah
Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok ini memiliki banyak latar
belakang keadaan yang membuat anak-anak jalanan memilih hidup
tinggal terpisah dari orang tuanya.
Menurut Abudin Nata, “keharmonisan keluarga antara Bapak dan Ibu mempunyai pengaruh besar terhadap tingkah laku anak. Sekian banyak
penyakit moral anak : egois, anarkis, hilangnya rasa percaya diri,
sombong, dan tidak bertanggung jawab merupakan sumber awal dari
suasana kehidupan keluarga”.11
Perilaku anak jalanan selalu berada dalam
situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial, bahkan
nyawa sekalipun. Melalui stimulasi tindakan kekerasan terus menerus,
terbentuklah sebuah nilai-nilai baru yang cenderung mengedepankan
kekerasan sebagai cara untuk mempertahakan hidup.
Di samping itu, anak jalanan dengan keunikan kerangka
budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda didalam
masyarakat. Perilaku sosial anak jalanan yang berada di masyarakat
terlihat dari cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara
9
Anak Jalanan dan Terlantar, Tanggung Jawab Siapa? Majalah Societa, ( Jakarta:
Kementrian Sosial RI edisi II/2011) h.7. 10
Hasil Wawancara dengan Nurrochim Pendiri Yayasan Bina Insan Mandiri, Depok 11
Abudin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits,( Ciputat: UIN
yang buruk, gaya bahasa, pakaian yang tid12ak rapi, rambut yang di
warnai membuat masyarakat tidak senang dengan anak jalanan.
Dari kondisi tersebut, diperlukan suatu tempat atau lembaga untuk
menampung dan memberikan pemenuhan kebutuhan pendidikan. Dalam
khasanah penanganan anak jalanan dikenal dengan tiga pendekatan, yakni
“street based (berpusat di jalanan), centre based (berpusat dipanti), dan community based (berpusat di masyarakat). Setiap pendekatan tersebut mempunyai ciri khas dari segi pelayanan, strategi, dan sasaran
programnya”.
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk penanganan anak
jalanan yaitu pendekatan centre based (berpusat dipanti) dalam bentuk rumah singgah. Rumah singgah merupakan Lembaga Sosial Masyarakat
yang memberikan solusi alternatif dengan memberikan pelayanan sosial
kepada anak-anak yang kurang beruntung. Dimana bagi mereka disediakan
rumah penampungan dan pendidikan yang berfungsi sebagai tempat
bernaung dan media pendidikan non formal yang dapat membawa
perubahan bagi anak jalanan. Selain itu mempertahankan kemampuan
anak dimana penanganannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang
dimiliki anak. Para pekerja sosial dalam bekerja lebih banyak berprinsip
pertemanan dalam pendampingan yang sejajar sebagai seorang sahabat.
Penyediaan rumah singgah merupakan upaya agar hak-hak anak dari para
anak jalanan dapat terpenuhi.
Upaya penanganan anak jalanan melalui Rumah Singgah di Kota
Depok khususnya yang dilakukan Rumah Singgah Master Yayasan Bina
Insan Mandiri Depok merupakan yayasan yang berperan di bidang sosial,
yang peduli dengan permasalahan sosial anak jalanan dengan melalui
pendidikan luar sekolah, didalamnya memuat berbagai kegiatan antara
lain: pembinaan keterampilan, sekolah terbuka, pendidikan nonformal,
12
bimbingan mental dan spiritual dan lain sebagainya. Pembinaan seperti ini
merupakan pemenuhan hak anak dalam memperoleh pendidikan, karena
pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar pendidikan anak-anak,
namun terkadang kebutuhan itu tidak dapat terpenuhi dan banyak anak
putus sekolah karena faktor kemiskinan sehingga anak di tuntut untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, situasi ini membawa konsekuensi banyak
diantara mereka yang tidak pernah merasakan pendidikan.
Pada masyarakat luas kehidupan sosial anak jalanan saat ini
memberikan gambaran yang negatif. Dalam penelitian ini peneliti ingin
mengetahui bagaimana perilaku dan interaksi sosial anak-anak jalanan,
terutama di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.
Interaksi sosial yang dilakukan meliputi bagaimana dalam kehidupan
sehari-hari anak-anak melakukan interaksi dengan teman-teman sebaya,
guru atau tutor dan masyarakat di Rumah Singgah Master Yayasan Bina
Insan Mandiri.
B. Identifikasi Masalah
1. Adanya keberadaan anak jalanan yang berasal dari berbagai wilayah
seperti Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
2. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi interaksi sosial pada
masing-masing anak jalanan di Rumah Singgah Master Yayasan Bina
Insan Mandiri Depok.
3. Adanya bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh anak-anak jalanan
di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok
C. Pembatasan Masalah
Penelitian disini hanya akan dibatasi pada cara berinteraksi anak
jalanan tingkatan pendidikan sekolah setara Sekolah Dasar terhadap teman
sebaya, guru atau tutor dan masyarakat yang berada disekitar Rumah
D. Perumusan Masalah
Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk Interaksi sosial anak jalanan terhadap sesama anak
jalanan di rumah singgah yayasan bina insan mandiri Depok?
2. Bagaimana bentuk interaksi sosial anak jalanan terhadap guru atau
tutor di rumah singgah yayasan bina insan mandiri Depok?
3. Bagaimana bentuk interaksi sosial anak jalanan terhadap masyarakat
disekitar rumah singgah yayasan bina insane mandiri Depok?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menggambarkan cara berinteraksi sosial anak-anak jalanan terhadap
sesama teman, guru/tutor dan masyarakat yang berada di sekitar Rumah
Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan dan wawasan serta bahan dalam penerapan
metode penelitian khususnya mengenai interaksi sosial pada kehidupan
anak jalanan di rumah singgah.
a. Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan ilmu menambah pengetahuan teori yang
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat mengetahui bentuk interaksi sosial yang terjadi pada
c. Bagi masyarakat
Dapat dijadikan khazanah keilmuan dan referensi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Dapat dijadikan sebagai rujukan dalam mengetahui bentuk-bentuk
interaksi anak jalanan yang dijalan dengan anak jalanan yang tinggal di
rumah singgah.
a. Bagi Penelitian
Dapat memberikan informasi tentang bentuk interaksi sosial
anak-anak jalanan di rumah singgah.
b. Bagi Institusi Pendidikan (Yayasan) dan Masyarakat
Dapat dijadikan rujukan dalam penerapan cara berinteraksi
anak-anak jalanan di rumah singgah. Dan untuk masyarakat Dapat
dijadikan rujukan untuk mengetahui cara berinteraksi anak-anak
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial,
sebagai makhluk individu manusia memiliki dorongan atau motif
untuk mengadakan interaksi dengan dirinya sendiri, sedangkan
manusia sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain yang ada pada lingkungan
sekitarnya. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia,
maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan
atau mengadakan interaksi sosial. Dengan demikian akan terjadi
interaksi sosial antara manusia dengan manusia yang lain. Interaksi
sosial berupa hubungan pengaruh yang tampak dalam pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat.
Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama
dengan manusia lainnya. Dalam hidup bersama antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok
tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan
maksud, tujuan dan keinginannya masing-masing. Sedangkan untuk
mencapai keinginan tersebut harus diwujudkan dengan tindakan
melalui hubungan timbal balik.
Tanpa adanya interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan
masyarakat. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka
tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok
sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang
perorangan atau kelompok dengan kelompok manusia saling bekerja
mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Maka, dapat
dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial,
yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Menurut Basrowi “Interaksi Sosial adalah hubungan dinamis
yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan
kelompok maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak
hanya bersifat kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk persaingan,
pertikaian dan sejenisnya”.1
Jadi interaksi sosial merupakan hubungan
yang mempertemukan seorang individu dengan individu lainnya atau
inividu dengan kelompok, dalam bentuk interaksi sosial yang dibangun
diantaranya tidak hanya sebuah kerja sama akan tetapi terlibat dengan
persaiangan dan pertikanan juga. Sedangkan interaksi sosial menurut
para tokoh antara lain :
a. Kimball Young, interaksi sosial adalah kontak timbal balik antar dua orang atau lebih.
b. Bonner, mengatakan bahwa interaksi sosial ialah suatu hubungan antara dua orang atau lebihs sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, merubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya.2
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa,
interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu
dengan individu, kelompok dengan kelompok ataupun individu dengan
kelompok. Hubungan yang dilakukan tidak hanya dalam bentuk kerja
sama untuk saling memenuhi kebutuhan dari masing-masing individu
atau kelompok tetapi juga dalam bentuk persaingan dan pertikaian.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena
pada dasarnya manusia itu merupakan makhluk sosial yang tidak dapat
hidup secara individu dan memerlukan adanya hubungan antara
sesama makhluk individu yang lain. Dalam interaksi sosial dan
tindakan sosial dipengaruhi oleh dua macam orientasi.
1
Basowi,Pengantar Sosiologi,( Bogor: PT. Ghalia Indonesia,2005) h.138
2
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif
Menurut Talcott Parsons yang dikutip oleh Yusran Razak, Orientasi tindakan dan interaksi sosial yang pertama adalah motivasional yaitu orientasi bersifat pribadi yang menunjuk pada keinginan individu yang bertindak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang kedua adalah orientasi nilai-nilai yang bersifat sosial, yakni orientasi yang menunjuk pada standar-standar normatif, seperti wujud agama dan tradisi setempat.3
Oleh karena itu tindakan dan interaksi sosial memperlihatkan
dengan jelas bahwa keduanya memiliki hubungan yang tidak
terpisahkan. Karena tindakan sosial merupakan perbuatan yang
dipengaruhi oleh orang lain untuk mencapai maksud dan tujuan
tertentu, sedangkan interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik
yang disebabkan oleh adanya tindakan atau reaksi dari kedua belah
pihak. manusia tidak bisa menghindar dari keharusan berinteraksi
dengan orang lain karena manusia adalah makhluk sosial yang
keberadaan dirinya sangat ditentukan oleh orang lain.
Seorang manusia tidak bisa lepas dari kelompok
masyarakatnya. Dia membutuhkan berbagai hal yang hanya dapat
dipenuhi apabila berinteraksi dengan orang lain. Menurut Douglas
yang dikutip oleh Kamanto Sunarto mengatakan bahwa “dalam
mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang
dikenal dengan interactionist perspective”4. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan dalam interaksi sosial, dijumpai
pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionalisme simbolik
(syimbolic interactionism). Sasaran yang digunakan dalam pendekatan ini adalah interaksi sosial dan simbolik yang mengacu kepada
penggunaan simbol-simbol dalam kegiatan interaksi. Perspektif
interaksionalisme simbolik ini memusatkan perhatiannya pada analisa
hubungan antar-pribadi. Individu dipandang sebagai pe laku yang
menafsirkan, menilai, mendefinisikan dan bertindak.
3
Ibid, h.58 4
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Interaksionalisme simbolik menurut George Herbert Mead
yang dikutip oleh Bernard Ravo, SVD “menekankan tentang Mind, Self, dan Society”.5 Mead memandang akal budi (mind) bukan sebagai satu benda, melainkan satu proses sosial. Akal budi manusia secara
kualitatif berbeda dengan binatang. Kebanyakan tindakan manudia
melibatkan suatu proses mental. Artinya antara aksi dan reaksi terdapat
suatu proses yang melibatkan pikiran atau kegiatan mental. Herbert
Mead menekankan pentingnya fleksibilitas dari akalbudi (mind) itu. Selain menghayati simbol-simbol yang sama dengan arti yang sama,
fleksibilitas memungkinkan interaksi biarpun dalam situasi tertentu
orang tidak mengerti arti dari stimulus atau simbol yang diberikan.
Herbert Mead juga menekankan bahwa “simbol-simbol verbal
(bahasa) penting karena kita selalu dapat mendengarkan diri sendiri
walaupun kita mungkin tidak selalu bisa melihat tanda-tanda
gerak-gerik fisik kita”.6
Apa yang kita katakan selalu mempengaruhi diri kita
sendiri dan orang-orang lain yang mendengarkan perkataan itu. Jadi,
ketika kita sedang berbicara, dan sebelum lawan bicara kita
memberikan reaksi atau tanggapan atas perkataan kita, kita dapat
memutuskan apakah hal yang kita bicarakan membangkitkan reaksi
yang kita inginkan atau tidak.
Setelah konsep akal budi yang ditekankan oleh Mead,
selanjutnya konsep tentang self (diri). Bagi Mead, “kemampuan untuk memberi jawaban kepada diri sendiri sebagaimana ia memberi
jawaban terhadap orang lain, merupakan kondisi-kondisi penting
dalam perkembangan akal budi itu sendiri”.7 Akal budi yang dimiliki
setiap individu memiliki persepi yang berbeda-beda dalam
menafsirkan segala sesuatu yang ada dihadapannya. Dan konsep yang
5
Bernard Ravo,SVD Teori Sosiologi Modern, ( Jakarta: Prestasi Pustakaraya,2007),
cet,pertama. h.99 6Ibid,
101 7
terakhir adalah society (masyarakat) pandangan Mead tentang masyarakat ialah “bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses
mental atau proses berpikir muncul dari masyarakat”.8
2. Prinsip-prinsip Dasar Interaksionalisme Simbolik
Ada beberapa prinsip dasar pada interaksionalisme simbolik
diantaranya adalah, kemampuan untuk berpikir, berpikir dan
berinteraksi dan pembelajaran makna simbol-simbol, aksi dan
interaksi, membuat pilihan-pilihan, diri atau self, kelompok-kelompok dan masyarakat. Adapun Penjelasan dari prinsip-prinsip tersebut
adalah:
a. Kemampuan Untuk Berpikir
Menurut Herbert Blummer,asumsi penting dari kemampuan
berpikir bahwa, “Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir
membedakan interaksionalisme simbolik dari akarnya
behaviorisme”.9 Kemampuan untuk berpikir itu berada di dalam
akal budi tetapi interaksionalisme simbolik memahami akal budi
secara lain. Akal budi berbeda dengan otak.
Interaksionalisme simbolik juga tidak melihat akal budi
sebagai benda atau struktur fisis melainkan suatu proses yang
berkesinambungan. Proses itu adalah bagian dari proses yang lebih
luas aksi dan reaksi. Akal budi berhubungan erat dengan
konsep-konsep lain di dalam interaksionalisme simbolik termasuk
sosialisasi, arti, simbol interaksi dan masyarakat.
Jadi dalam kegiatan interaksi sosial yang berlangsung pada
seorang individu harus mampu berpikir untuk memahami dan
memberikan aksi reaksi kepada individu yang lain terhadap
simbol-simbol dan makna yang diberikan dalam keberlangsungan
interaksi sosial, Karena akal budi yang dimiliki manusia harus
mampu untuk digunakan secara baik agar aksi-reaksi yang
8 Ibid
,106 9
diberikan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pada interaksi
sosial.
b. Berpikir dan Berinteraksi
Orang memiliki hanya kemampuan untuk berpikir yang
bersifat umum. Kemampuan ini dibentuk dalam proses interaksi
sosial. Interaksi sosial adalah suatu proses dimana kemampuan
untuk berpikir dikembangkan dan diungkapkan. Segala macam
interaksi menyaring kemampuan untuk berpikir. Lebih dari itu
berpikir mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku.
Dalam kebanyakan tingkah laku, seseorang harus
memperhatikan dan memperhitungkan orang lain dalam
memutuskan bagaimana ia harus bertingkah laku supaya sesuai
dengan orang-orang lain. Namun demikian tidak semua proses
interaksi sosial melibatkan proses berpikir.
c. Pembelajaran Makna Simbol-simbol
Dalam interaksi sosial, seseorang belajar simbol-simbol
dan arti-arti. Kalau orang memberikan reaksi terhadap tanda-tanda
tanpa berpikir panjang maka dalam memberikan reaksi kepada
simbol-simbol, seseorang harus terlebih dahulu berpikir. Tanda
memiliki arti di dalam diri mereka. Orang-orang menggunakan
simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang mereka.
Menurut Bernard Ravo, Simbol-simbol menjadi penting karena memungkinkan manusia untuk bertindak secara sungguh-sungguh manusiawi. Oleh karena simbol-simbol, manusia tidak memberikan reaksi secara pasif kepada kenyataan yang dialaminya melainkan memberi arti kepadanya dan bertindak seturut arti yang diberikannya itu.10
d. Aksi dan Interaksi
Perhatian utama dari interaksionalisme simbolik adalah
dampak dari art-arti dan simbol-simbol dalam aksi dan interaksi
manusia. Arti dan simbol-simbol memberikan aksi dan interaksi
10
sosial suatu kekhasan. Arti dan simbol yang dilakukan dalam
interaksi sosial akan menimbulkan tindakan sosial yang sesuai
dengan apa yang ada di dalam pikirannya.
e. Diri atau Self
Diri atau self adalah konsep yang teramat penting bagi interaksionalisme simbolik. Guna memahami konsep diri dari apa
yang dimaksudkan oleh Mead adalah memahami ide yang
menjadi gagasan Ide Looking glass self. Adapun yang dimaksud dengan Looking Glass Self yang dikembangkan oleh Charles Horton Cooley yaitu diantaranya adalah “pertama, kita
membayangkan bagaimana kita menampakkan diri kepada orang
lain. kedua,penampilan kita dan yang ketiga, kita membayangkan
bagaimana penilaian mereka terhadap semacam perasaan tertentu
sebagai akibat dari bayangan kita tentang penilaian orang itu”.11
Self menjadi gambaran tentang perkembangan diri sendiri. Bagaimana diri sendiri melihat dan menilai apa yang menjadi
tindakannya dihadapan masyarakat banyak, karena diri sendiri
yang menjadi objek utama atas segala bentuk interaksi yang
dilakukannya pada kehidupan di lingkungan sekitarnya.
f. Kelompok-kelompok dan Masyarakat
Kehidupan kelompok adalah keseluruhan tindakan yang
sedang berlangsung. Namun demikian masyarakat tidak terbuat
dari tindakan yang terisolasi. Disana ada tindakan yang bersifat
kolektif yang melibatkan individu-individu untuk menyesuaikan
tindakan mereka terhadap satu sama lain. Kelompok-kelompok
dan masyarakat.
3. Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Menurut Basrowi Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang.
11
b. Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
c. Ada dimensi waktu ( masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung. d. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan
tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat.12
Dari ciri-ciri di atas interaksi sosial hanya akan terjadi jika
dilakukan oleh dua orang atau lebih, hubungan tersebut dapat berupa
individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok
dengan kelompok. Memiliki dimensi waktu dari pelaku interaksi yang
dilakukan yang di dalam kegiatan interaksi memiliki tujuan-tujuan
yang akan dicapai oleh pelaku interaksi sosial untuk memenuhi
kebutuhannya.
4. Mengacu pada ciri-ciri interaksi sosial, terdapat pula dua syarat
terjadinya interaksi sosial yaitu:
a. Adanya kontak sosial
Menurut Bambang Pranowo “Kata kontak berasal dari
bahasa latin, yaitu con atau cum ( bersama-sama) dan tango (menyentuh) jadi artinya bersama-sama menyentuh”.13 Kontak
sosial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung antara
satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial secara tidak
langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai
media perantara, misalnya melalui telepon, radio, surat dan
lain-lain. Sedangkan kontak sosial langsung merupakan kontak yang
dilakukan secara langsung melalui suatu pertemuan dengan
bertatap muka dan berdialog di antara kedua belah pihak tersebut.
Dalam hubungan kontak sosial, dapat terjadi hubungan
yang positif dan hubungan yang negatif. Kontak sosial positif
terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak terdapat
12
Basrowi,op.cit., h.139. 13
Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi
saling pengertian, di samping menguntungkan masing-masing
pihak tersebut, sehingga biasanya hubungan dapat berlangsung
lebih lama, atau mungkin dapat berulang-ulang dan mengarah pada
suatu kerja sama. Sedangkan pada kontak negatif terjadi oleh
karena hubungan antar kedua belah pihak tidak melahirkan saling
pengertian, mungkin merugikan masing-masing atau salah satu,
sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau perselisihan.
Menurut Soedjono yang dikutip oleh Abdul Syani, Kontak sosial mempunyai dua sifat yang pertama sifat primer, artinya terjadi apabila hubungan diadakan secara langsung yang berhadapan muka. Yang kedua bersifat sekunder artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara. Kontak sosial dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama adalah verbal/gestural, yaitu kontak yang terjadi melalui saling menyapa, saling berbicara, dan berjabat tangan. Cara kedua adalah non-verbal/ non gestural yaitu kontak yang tidak mempergunakan kata-kata atau bahasa melainkan dengan isyarat. Misalnya, adalah bau minyak wangi, lambaian tangan dan sebagainya.14
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu:
1) Antara perorangan, misalnya apabila anak kecil mempelajari
kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Menurut Kingsley
Davis “Proses demikian melalui sosialiasai (socialization), yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari
norma-norma dan nilai-nilai di masyarakat”.15
2) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa
tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma
masyarakat atau apabila suatu partai politik memaksa
14
Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan ( Jakarta: PT. Bumi Aksara,
Cet. Ke IV, 2002) h. 154.
15
Kingsley Davis: Human Society,Cetakan ke-13, The Macmillan Company, New
anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan ideologi
programnya.
3) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia
lainnya. Umpanya, dua partai politik mengadakan kerja sama
untuk mengalahkan partai politik yang ketiga di dalam
pemilihan umum.
Kontak sosial yang terjadi tidak semata-mata oleh karena
adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok dari
kontak sosial yaitu adanya tanggapan dari lawan kontak sosial.
Karena kontak badaniah bukan merupakan syarat utama dalam
melakukan kontak sosial.
b. Adanya Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses saling memberikan tafsiran
kepada atau perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku
sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan
oleh pihak lain itu. Komunikasi dapat diwujudkan dengan
pembicaraan, gerak-gerik fisik maupun perasaan. Selanjutnya, dari
sini timbul sikap dan ungkapan perasaan, seperti senang,
ragu-ragu, takut atau menolak, bersahabat, dan sebagainya yang
merupakan reaksi atas pesan ( message) yang diterima. Saat ada aksi dan reaksi itulah terjadi komunikasi.
Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Basrowi
“komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada
perikelakuan orang lain ( yang berwujud apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut) orang yang ingin disampaikan
oleh orang lain tersebut”.16
Dengan adanya sekelompok orang,
dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang itu sekelompok
lain. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi
komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling
16
memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan
demikian, tidak terjadi kontak sosial.
Dalam komunikasi terdapat banyak sekali tafsiran terhadap
perilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang
berhubungan, ini halnya jabatan tangan dapat ditafsirkan sebagai
kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan, dan
lain-lain.
Dari uraian di atas tampak bahwa komunikasi hampir sama
dengan kontak. Namun, adanya kontak belum tentu berarti
komunikasi telah terjadi. Komunikasi menuntut adanya
pemahaman makna atas suatu pesan dan tujuan bersama antara
masing-masing pihak. Misalnya, orang Flores bertemu dan berjabat
tangan dengan orang Madura, lalu dia berbicara dalam bahasa
Flores, padahal si orang Madura itu sama sekali tidak mengerti
bahasa Flores. Di sini, kontak sebagai isyarat pertama telah terjadi,
tetapi komunikasi belum terjadi karena kedua orang itu tidak saling
mengerti dan interaksi sosial pun tidak terjadi.
Sementara itu berlangsungnya suatu interaksi sosial dapat
didasarkan pada berbagai faktor sekalipun dalam bentuknya
sederhana, ternyata interaksi merupakan proses yang kompleks.
Menurut Sitorus dalam buku Pengantar Sosiologi yang dikutip oleh
Basrowi mengatakan”berlangsungnya interaksi sosial dapat didasarkan pada berbagai faktor, antara lain imitasi,sugesti,
identifikasi, dan simpati”.17 Faktor-faktor tersebut dapat bergerak
dengan sendiri-sendiri secara terisah ataupun saling berkaitan
antara yang satu dengan yang lain.
1) Faktor imitasi
Imitasi adalah suatu proses belajat dengan cara meniru
atau mengikuti perilaku orang lain. Dalam interaksi sosial,
imitasi dapat bersifat positif, artinya imitasi tersebut
17
mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah nilai
yang berlaku. Namun, imitasi juga dapat berpengaruh negatif
apabila yang dicontoh itu adalah perilaku-perilaku
menyimpang. Selain itu, imitasi juga melemahkan atau
mematikan pengembangan daya kreativitas seseorang.
2) Faktor Sugesti
Sugesti adalah cara pemberian suatu pandangan atau
pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara
tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau
pengaruh tersebut tanpa berfikir panjang. Sugesti terjadi karena
pihak yang menerima saran tersebut tergugah secara emosional
dan biasanya emosi ini menghambat daya pikir rasionalnya.
Proses sugesti lebih mudah terjadi apabila orang yang
memberikan pandangan itu adalah orang yang berwibawa dan
bersifat otoriter. Kiranya mungkin pula bahwa sugesti terjadi
oleh sebab yang memberikan pandangan atau sikap merupakan
bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan, atau
masyarakat.
3) Faktor Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan
kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang
untuk menjadi menjadi sama dengan pihak lain. Sifat
identifikasi lebih mendalam daripada imitasi, karena
kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya
(secara tidak sadar), maupun dengan disengaja karena sering
kali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam
proses kehidupannya. Walaupun dapat berlangsung dengan
sendirinya, proses identfikasi benar-benar mengenal pihak lain
kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak lain tadi dapat
melembaga dan bahwak menjiwainya. Nyatalah bahwa
berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya
pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam ketimbang proses
imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan bahwa pada
mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan atau
sugesti.
4) Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan “tertarik” yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya merasa seolah-olah berada
dalam keadaan orang lain. Proses ini seseorang merasa tertarik
pada pihak lain dan perasaan memegang peranan penting,
walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk
memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
Inilah perbedaan utamanya dengan identifikasi yang didorong
oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap
kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena
mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan
tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati akan dapat
berkembang di dalam suatu keadaan di mana faktor saling
mengerti terjamin.
Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor
minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses
interaksi sosial, walaupun dalam kenyataannya proses tadi
memang sangat kompleks, sehingga kadang-kadang sulit untuk
mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut,
akan tetapi dari keempat faktor interaksi di atas mereka saling
memiliki keterkaitan antara faktor yang satu dengan faktor
5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama
(cooperation), persaingan (competition), dan bahkan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin penyelesaian pertikaian
tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu.
Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial menurut para tokoh
adalah sebagai berikut yang dikutip oleh Soerjono Soekanto:
a. Gillin dan Gillin, bentuk interaksi sosial adalah proses- proses yang asosiatif adalah (akomodasi, asimilasi, dan akulturasi). Dan proses-proses yang disosiatif adalah (persaingan, pertentangan).
b. Menurut Kimball Young, bentuk interaksi sosial adalah : 1) Oposisi (Persaingan dan pertentangan)
2) Kerja sama yang menghasilkan akomodasi
3) Diferensiasi (tiap individu mempunyai hak dan kewajiban atas dasar perbedaan usia, seks, dan pekerjaan)18
Bentuk-bentuk interaksi sosial menurut para tokoh terdapat
beberapa perbedaan. Namun perbedaan-perbedaan itu hanya tampak
kecil karena masing-masing sistematika tersebut apabila digabungkan
diharapkan akan dapat menghasilkan gambaran yang jelas tentang
bentuk-bentuk interaksi sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat
sosial. Bentuk-bentuk pokok interaksi sosial tersebut tidak merupakan
suatu kesinambungan tergantung pada suatu kondisi dan situasi
tertentu.
a. Bentuk-bentuk Proses Sosial yang Asosiatif
1) Kerja Sama
Kerja sama merupakan interaksi sosial yang paling
penting. Pada dasarnya, setiap manusia melakukan interaksi
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kerja sama timbul
18
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta : PT. Raja Grafindo
karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya
(yaitu in-group nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group nya).
Menurut Charles Hurton Cooley yang dikutip dalam buku Pengantar Sosiologi Oleh Basrowi mengatakan kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadao diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerja sama, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.19
Sehubungan dengan kerja sama menurut Soerjono
Soekanto ada tiga bentuk kerja sama yaitu “bargaining, cooptation, dan coalication”.20 Ketiga bentuk kerja sama yang pertama adalah bargaining, yaitu pelaksanaan mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi
atau lebih. Jadi bentuk kerja sama ini melakukan perjanjian
terlebih dahulu sebelum akhirnya melakukan kerja sama antara
individu atau kelompok dengan kesepakatan bersama. Kedua,
Cooptation, yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu menghindari terjadinya guncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan. Dan yang ketiga yaitu
coalication, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunya tujuan-tujuan yang sama.
2) Akomodasi
Menurut Basrowi,“Akomodasi adalah suatu keadaan
hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan
19
Basrowi, Pengantar Sosiologi, h.145-146
20
Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan,(Jakarta: PT. Bumi
keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma
sosial yang berlaku dalam masyarakat”21.
Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada
usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu
usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Akomodasi
sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga
lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Menurut Soedjono yang dikutip oleh Abdul Syani
mengatakan bahwa “Akomodasi adalah suatu keadaan di mana suatu pertikaian atau konflik, mendapat penyelesaian, sehingga
terjalin kerja sama yang baik kembali”.22 Dengan demikian,
kepribadian masing-masing yang bertikai tetap terjaga dengan
baik. Akomodasi sebagai suatu proses memiliki berbagai
bentuk diantaranya:
a) Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilakukan oleh karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak
berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan
dengan pihak lawan.
b) Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya
agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang
ada.
c) Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya.
21
Basrowi, Op. Cit, h. 150 22
d) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal
perselisihan yang ada.
e) Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya suatu persetujuan bersama.
f) Toleration juga sering dinamakan sebagai tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
g) Stalemate merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang
seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam
melakukan pertentangan.
h) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
3) Asimilasi ( Assimilation)
Menurut Basrowi Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia di tandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok dengan kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.23
Asimilasi dilakukan apabila orang-orang yang
melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau
masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan
kelompok tersebut yang mengakibatkan dirinya dianggap
sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka
mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan
serta tujuan-tujuan kelompok. Proses asimilasi ditandai dengan
23
pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala
bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan,
atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi,
pikiran, dan tindakan.
Dari uraian di atas jelas bahwa proses asimilai terkait
erat dengan pengembangan sikap-sikap dan cita-cita yang
sama. Sehingga perbedaan-perbedaan yang ada dapat melebur
menjadi satu karena adanya kepentingan-kepentingan dan
tujuan-tujuan dari kelompok.
b. Proses-proses Disosiatif
Menurut Soerjono Soekanto “Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai Oppositional processes, yang persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat,
walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan
sistem sosial masyarakat yang bersangkutan”24
. Suatu oposisi dapat
diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Proses-proses disosiatif diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Persaingan
Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk
mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya. Sesuatu itu
bisa berbentuk harta benda atau suatu popularitas tertentu.
Persaingan biasanya bersifat individu, apabila hasil dari
persaingan itu dianggap cukup untuk memenuhi kepentingan
pribadi. Menurut Basrowi “Bentuk kegiatan persaingan ini
biasanya didorong oleh motivasi berikut ini untuk mendapatkan
status sosial, memperoleh jodoh, mendapatkan kekuasaan,
mendapatkan nama baik, mendapatkan kekuasaan dan
lain-lain”.25
24
Soerjono Soekanto, Op.cit. h.82 25
Dengan kata lain adanya persaingan oleh karena ada
perasaan atau anggapan bahwa seseorang itu lebih beruntung
jika tidak bekerja sama dengan orang lain. Karena persaingan
merupakan suatu upaya untuk mencapai suatu tujuan dengan
bersaing terhadap yang lain.
2. Kontravensi
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk
proses sosial yang berada antara persaingan dengan
pertentangan atau pertikaian. kontravensi dtitandai oleh
gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau
suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan,
kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.
Kontravensi ini dalam bentuknya seperti keengganan,
kebencian, penolakan, perlawanan, protes, gangguan-gangguan
lain, dan bahkan rencana untuk menghalangi pihak lain agar itu
tidak terjadi.
Kontravensi apabila dibandingakan dengan persaingan
dan pertentangan atau pertikaian, bersifat agak tertutup atau
rahasia. Perang dingin, misalnya merupakan bentuk
kontravensi karena tujuannya adalah untuk membuat lawan
tidak tenang. Dalam hal ini, pihak lawan tidak diserang secara
fisik, akan tetapi secara psikologis.
3. Pertikaian atau Pertentangan
Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang
secara negatif, artinya di satu pihak bermaksud untuk
mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan
pihak lainnya. Menurut Soerjono Soekanto “ada beberapa hal
yang menjadi penyebab dari pertikaian atau pertentangan
kebudayaan, perbedaan kepentingan dan adanya perubahan
sosia”.26
Perbedaan-perbedaan ada di antara masyarakat yang
kemudian berkembang menjadi sebuah pertikaian atau
pertentangan, akan tetapi tidak semua bentuk pertikaian disertai
dengan tindak kekerasan. Karena pertikaian atau pertentangan
dapat memungkinkan untuk melakukan penyesuaian diri
kembali jika fungsi-fungsi nilai dan norma sosial dan toleransi
pribadi masih cukup kuat.
Pertikaian akan dapat diselesaikan jika di antara
masing-masing pihak yang bertikai dapat mengintropeksi diri,
berusaha dan mau menyadari kesalahan dan kelemahan
masing-masing. Alternatif yang terjadi kemudian diantara yang
bertikai dapat hidup berdampingan dengan bekerja sama atau
masing-masing menjauhkan diri secara tegas karena tidak
mungkin dilakukan kerja sama.
B. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak Jalanan
Ada beberapa pengertian anak jalanan yang dikemukakan oleh
berbagai pihak, antara lain:
a. Anak Jalanan menurut Rano Karno tatkala ia menjabat sebagai Duta Besar UNICEF, yang dikutip oleh Bagong Suyanto mengatakan bahwa, Anak Jalanan sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teraliensi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat.27 Jadi anak jalanan adalah anak yang teraliensi dari perlakukan kasih sayang, sehingga ia sejak usia anak-anak sudah terlibat dengan dunia dan lingkungan kota dan jalanan.
26
Soerjono Soekanto, op. cit. , h.91. 27
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak,( Jakarta : PT. Kencana Prenada Media
b. Menurut Soedijar (1989) dalam buku “Anak Jalanan dan
Kekerasan” dikemukakan bahwa, “Anak jalanan adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum
lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan
orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya”.28
c. Menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial
RI, “Anak jalanan adalah anak berusia antara 5 tahun sampai
dengan 21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk mencari nafkah, berkeliaran di jalanan maupun di
tempat-tempat umum”.29
d. Dalam Jurnal Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan yang disusun
oleh Armai Arief dikemukakan bahwa: UNICEF memberikan
batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga,
sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam
kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya.30
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa anak
jalanan merupakan anak yang berusia di bawah 21 tahun, yang
menggunakan sebagian waktunya di jalanan atau di tempat-tempat
umum lainnya. Aktivitas anak jalanan bukan hanya yang bertujuan
mencari uang atau mencari nafkah, tetapi juga aktivitas lain seperti
bermain, istirahat, tidur, atau belajar.
28Heru Prasadja, Murniati Agustian, “Anak Jalanan & Kekerasan”’ (Jakarta: PKMP Unika Atma Jaya bekerjasama dengan Depsos, 2000), h. 4.
29Murdiyanto, “Pengaruh Penyuluhan dan Bimbingan Sosial, terhadap Persepsi
Stakeholder pada Anak Jalanan di Palembang” (Yogyakarta: Citra Media, 2008), cet 1, h. 14. 30
Armai Arief, Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan,2013
Di berbagai sudut kota, sering terjadi anak jalanan harus
bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau
bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekedar untuk
menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu
keluarganya. Tidak jarang mereka pula dicap sebagai pengganggu
ketertiban dan membuat kota menjadi kotor dengan keberadaan
mereka.
Menurut Bagong “Marginal, rentan, dan eksploitatif adalah
istilah-istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan
anak jalanan”.31 Anak Jalanan dikatakan marginal karena anak-anak
jalanan melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas dengan jenjang
kariernya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak menjanjikan
prospek apapun di masa depan. Mereka juga rentan dengan resiko
yang harus ditanggung akibat dari jam kerja yang sangat panjang
benar-benar dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Dan
adapun makna dari eksploitatif karena biasanya anak