• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang

difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi

barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto

(PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk

daerah, baik Tingkat I maupun Tingkat II. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan

sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya

jumlah faktor produksi. Budiono (1992) menyatakan bahwa Pertumbuhan

ekonomi menurutnya adalah suatu sumber kenaikan output.

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka

dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat

kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan

berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan

menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Oleh

karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan

ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang

terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap

(2)

masyarakat itu sendiri. Keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak diukur

dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur

perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya

dapat meningkatakan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Salah satu komponen yang mempengaruhi kenaikan output tersebut adalah

pengeluaran pemerintah. Adi (2006) menyatakan bahwa untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah

mengusahakan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh propinsi (daerah)

yang bersangkutan, mengingat potensi masing-masing daerah bervariasi maka

sebaiknya masing-masing daerah harus menentukan kegiatan sektor ungulan.

Peran pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi mulai

di pandang sebagai suatu hal yang penting ketika mekanisme pasar sebagai motor

pergerakan mengalami kegagalan. Mangkoesoebroto (1999) menyatakan dalam

perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3

golongan besar, yaitu; 1) peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam

alokasi sumber-sumber ekonomi; 2) peranan distribusi, dan; 3) peranan

stabilisasi. Pada kebanyakan negara berkembang pelaksanaan 3 peran pemerintah

ini banyak menghadapi kendala dan permasalahan dalam rangka akselerasi

pertumbuhan ekonomi, terutama apabila dihadapkan pada masalah pembangunan

daerah. Salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi regional tercermin pada

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Menyadari keterbatasan anggaran yang bersumber dari dana pemerintah

guna memacu peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka

(3)

lebih penting lagi adalah intensifikasi dan ekstesifikasi penggalian potensi dana

yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Otonomi daerah yang mulai dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1

Januari 2001, merupakan kebijakan sangat demokratis dalam rangka memenuhi

semua aspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Perubahan

paradigma pemerintahan ditandai dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor

22 Tahun 1999, selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

yang telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

disamping beberapa peraturan lainnya. Konsekuensi logis perubahan tersebut

berdampak positif atau telah membawa suatu perubahan sangat mendasar dalam

hubungan tatanan pemerintahan dan pengelolaan keuangan dalam

penyelenggaraan otonomi daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

Kewenangan yang luas sebagai konsekuensi otonomi daerah menuntut

setiap daerah untuk mendayagunakan berbagai potensi sumberdaya ekonomi

secara optimal dan berkelanjutan. Daerah harus kreatif dan inovatif menggali

peluang-peluang ekonomi dan sumberdaya keuangan guna membiayai kegiatan

pembangunan dan penye-lenggaraan pemerintahan sekaligus meningkatkan

pelayanan publik berkualitas, ekonomis, efektif, dan efisien. Hal ini cukup

beralasan mengingat Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan,

tidak hanya pendanaan dari pemerintah pusat sesuai urusan pemerintahan yang

diserahkan, namun jauh lebih penting diberi hak mengoptimalkan sumber-sumber

(4)

berlaku, hak untuk mengelola kekayaan daerah, mendapatkan samber pendapatan

lain yang sah, dan sumber-sumber pembiayaan.

Sebagaimana tersirat dalam UU No-32 tahun 2004, sumber pendapatan

daerah terdiri atas, pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain

pendapatan daerah yang sah. Meskipun diakui pemerintah pusat setiap tahunnya

mengalokasikan dana perimbangan sebagai wujud hubungan antara pemerintah

pusat dan daerah, namun PAD tetap merupakan unsur terpenting sebagai sumber

pembiayaan pembangunan daerah. PAD merupakan akumulasi dana yang berhasil

dihimpun daerah sesuai dengan kewenangan yang diserahkan pemerintah pusat.

Atau, dengan kata lain, besar kecilnya PAD dapat mencerminkan tingkat

kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber

pendapatan daerah yang dominan di tiga kabupaten Aceh wilayah timur, oleh

karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Berdasarkan alur pikir teori

keuangan daerah, penerimaan pajak pada umumnya digunakan untuk membiayai

jasa layanan yang bersifat murni publik (publik goods), sedangkan penerimaan

retribusi umumnya digunakan untuk membiayai jasa pelayanan yang bersifat semi

publik (semi public goods) di mana komponen manfaat individunya relatif lebih

besar.

Demikian pula halnya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kota

Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang yang telah berupaya terus menerus

meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan berbagai cara seperti

memperluas cakupan pungutan pajak dan retribusi kota, efisiensi biaya

(5)

Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus

beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan

dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber

Pendapatan Asli Daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi

semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal

rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah

daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan

salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk

pembagunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.

Perkembangan PAD Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang selama

9 tahun terakhir (2003-2011) cendrung berfluktuatif. Pada Tahun 2003, 2004,

2005, dan 2006 jumlah pendapatan asli daerah secara bertahap melonjak,

walaupun tidak begitu drastis. Tahun 2007, PAD Kota Langsa mencapai

Rp. 10,88 milyar. Tahun berikutnya, dengan upaya keras dari Pemerintah Kota

Langsa dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah, kontribusi PAD

melonjak drastis pada tahun 2008 hingga mencapai Rp. 17,13 milyar dibanding

tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2009 dan 2010 tercatat, PAD Kota Langsa

mengalami penurunan Rp. 12,84 milyar dan Rp. 14,45 milyar. Memasuki tahun

2011, PAD Kota Langsa telah mencapai Rp. 21,61 milyar, jauh lebih tinggi

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selama tahun 2007-2011, pertumbuhan

rata-rata PAD tergolong tinggi, yaitu hampir 13,37 persen setiap tahunnya. Dilihat

dari sumbernya, lebih dari setengah atau hampir 67,03 persen (paling kurang Rp.

14,48 milyar) disumbangkan dari retribusi daerah. Itu artinya, objek-objek

(6)

Kota Langsa. Selebihnya berasal dari pos pajak daerah, lain-lain PAD yang sah,

dan hasil pengelolaan kekayaan daerah/BUMD.

Perkembangan PAD Aceh Timur apabila dilihat dari data yang ada maka

dapat diketahui jumlah perkembangannya masih relatif lamban dan tidak stabil

dibandingkan dengan Kota Langsa. Pada tahun 2003 PAD yang terealisasi sebasar

Rp. 6,23 milyar, tahun 2004 turun menjadi Rp. 3,82 milyar, tahun 2005 jauh

merosot hingga 1.957.088.167 milyar, tahun 2006 pemerintah daerah Aceh Timur

berusaha mengupayakan semaksimal mungkin pendapatan asli daerah yang ada

hingga mencapai Rp. 7,15 milyar. Pada tahun 2007 PAD yang terealisasi Rp. 7,15

milyar, pada tahun 2008 PAD Aceh Timur meningkat dengan drastis hingga

mencapai Rp. 14.41 milyar, sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 kembali terjadi

penurunan pendapatan yaitu Rp. 8,50 milyar dan Rp. 8.93 milyar. Memasuki

tahun 2011 akhirnya Kabupaten Aceh Timur berhasil menaikkan Pendapatan Asli

Daerah menjadi Rp. 13,66 milyar.

Tidak Jauh berbeda dengan Kota Langsa dan Aceh Timur, dari tahun

2003-2011 jumlah pendapatan asli daerah Aceh Tamiang juga mengalami

perubahan, ada yang mengalami penurunan pendapatan dan ada pula yang

melonjak drastis seperti yang terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 20,81

milyar, hal ini terjadi karena upaya keras dari Pemerintah Aceh Tamiang dalam

memungut pajak daerah dan retribusi daerah, serta menggali potensi-potensi

(7)

Tabel 1.1. Data Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

2003 1.372.950.300 4.952.380.201 5.607.654.100 2004 3.721.469.250 6.604.062.629 7.166.810.800 2005 6.319.577.643 2.592.113.880 10.852.700.654 2006 9.474.561.450 5.888.686.993 14.424.505.186 2007 16.610.316.787 13.115.396.105 29.484.511.029 2008 22.219.100.000 27.369.898.164 26.045.117.936 2009 27.441.900.000 45.647.552.884 21.574.603.228 2010 24.969.857.280 46.780.572.647 34.129.135.887 2011 36.310.437.019 58.609.231.264 28.624.412.135

Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011

Gambar 1.1. Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

0 10.000.000.000 20.000.000.000 30.000.000.000 40.000.000.000 50.000.000.000 60.000.000.000 70.000.000.000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(8)

Tabel 1.2. Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

2003 1.808.467.310 6.233.649.347 2.583.405.400 2004 3.947.116.831 3.828.431.764 4.212.117.016 2005 6.074.372.454 1.957.088.167 7.075.397.560 2006 9.742.984.665 7.157.361.669 12.906.535.216 2007 10.887.025.267 7.151.859.577 15.220.314.101 2008 17.134.694.644 14.411.181.053 12.099.716.686 2009 12.848.795.460 8.508.371.906 9.670.172.925 2010 14.457.507.970 8.935.449.601 20.813.147.511 2011 21.612.909.830 13.667.862.972 14.923.079.308

Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011

Gambar 1.2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(9)

Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan ekonomi

seyogyanya dapat memperlihatkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun.

Melihat pertumbuhan ekonomi sebagaimana tergambar dalam PDRB Kota

Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang periode

2003-2011 mengalami perkembangan yang berfluktuasi dan cenderung mengalami

kenaikan dari tahun ketahun. Berikut adalah ini adalah data perkembangannya :

Tabel 1.3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

2003 821.026,50 1.548.447,58 1.326.980,08 2004 914.703,23 1.707.295,07 1.438.688,89 2005 1.001.539,66 1.890.553,96 1.553.982,73 2006 1.105.664,01 2.076.375,51 1.895.181,58 2007 1.222.245,17 2.120.662,91 1.899.823,09 2008 1.429.001,87 2.439.129,61 2.083.685,07 2009 1.640.923,03 2.370.619,33 2.133.531,06 2010 1.838.075,40 2.426.644,00 2.331.418,35 2011 1.998.214,87 2.483.120,70 2.502.786,62

(10)

Gambar 1.3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Indikator PDRB lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan

ekonomi dibandingkan indikator yang lain seperti jumlah ekspor ataupun tingkat

inflasi dikarenakan PDRB lebih menekankan pada kemampuan daerah untuk

meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.

Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang

terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan

penduduk.

Penggunaan variabel Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi dengan alasan PAD merupakan sumber pembelanjaan

daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah

akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga

pemerintah daerah akan berinesiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah

dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara

0,00 500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 3.000.000,00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(11)

berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah

tersebut.

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan merangsang pemerintah

daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga

tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan

meningkatnya pendapatan per Kapita.

Namun berdasarkan data yang ada, misalkan pada tahun 2011 : Realisai

PAD Kabupaten Aceh Tamiang mengalami penurunan pendapatan, padahal

pendapatan dari PDRB Aceh Tamiang pada tahun tersebut meningkat. Hal ini

tentu menjadi sebuah masalah karena hubungan antara PDRB dengan PAD

merupakan hubungan secara fungsional, karena pajak daerah merupakan fungsi

dari PDRB, yaitu dengan meningkatnya PDRB akan menambah penerimaan

pemerintah dari pajak daerah. Selanjutnya dengan bertambahnya penerimaan

pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah kepada

masyarakat yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kembali.

Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan per kapita masyarakat, maka akan mendorong kemampuan

masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya.

Berdasarkan fenomena di atas, penelitian ini akan mencoba menganalisis

Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang)”, dengan melihat besaran koefisien detirminasinya sehingga

(12)

dapat diukur nilai potensi pendapatan asli daerah yang mampu memberikan

kontribusi terhadap peningkatan PDRB atau pertumbuhan ekonomi daerah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ada rumusan

masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan.

Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan

masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan pada akhir

penulisan tesis, antara lain :

1. Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh

positif terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa,

Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

2. Apakah ada perbedaan Perekonomian dari wilayah bagian Aceh Timur (Kota

Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3. Apakah Potensi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap

perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh

Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini

adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi

Hasil terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa,

(13)

2. Untuk menganalisis perbedaan Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur

(Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3. Untuk menganalisis pengaruh Potensi Pendapatan Asli Daerah terhadap

perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh

Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

acuan untuk digunakan sebagai berikut:

1. Secara akademis hasil peneliatian ini diharapkan berguna sebagai suatu

penelitian yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan

sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupaun pihak

lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharap dapat bermanfaat dalam

memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah Kota Langsa, Aceh Timur

dan Aceh Tamiang dalam pelaksanaan perekonomiaan daerah terutama dalam

upaya meningkatkan dan menggali potensi pendapatan asli daerah yang ada

di Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

3. Bagi penulis, sebagai bahan informasi ilmiah dan wawasan ilmu pengetahuan

mengenai potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian daerah,

selain itu menambah pengetahuan penulis mengenai metode analisis regresi

panel dalam eviews dan Least Dummy Variabel dalam spss. Sehingga dari

pengetahuan-pengetahuan yang penulis peroleh dalam penelitian ini

Gambar

Gambar 1.1.  Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan        Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011
Gambar 1.2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur    dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011
Gambar 1.3.  Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh      Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Referensi

Dokumen terkait

• Window Period adalah Interval dari tiap windownya • Schedule at Window adalah Snapshot sebelumnya • Schedule at Finish adalah Snapshot yang dicari.. Melakukan perbandingan

Sumber daya (waktu, tenaga, biaya) yang digunakan untuk menjalankan tanggung jawab tersebut di atas, tidak boleh menyebabkan tugas utama Internal Audit, yaitu

Penulis melihat bahawa konsep bidadari ini perlu dikaji melalui lafaz-lafaz yang menggambarkan sifat-sifatnya dengan kajian yang terperinci untuk mengetahui

penelitian ini yaitu “ Pengaruh Bimbingan Orang Tua dengan pendekatan humanistik terhadap Kemandirian Belajar Peserta Didik kelas VIII di MTs NU. Al-F alah Jekulo Kudus”

Mengenal Magnet, Medan Magnet, cara membuat magnet, benda-benda yang dapat dijadikan bahan membuat magnet dan benda-benda yang tidak bisa dijadikan bahan

Wave data was collected by a submerged pressure gage at 10 m water depth at a project site.. The annual maximum values are

Motif b~afIliasi, proses pembelajaran secara sendiri-scndiri maupun secara bersama- sarna mempunyai hubungan positif dan kontribusi yans berarti terhadap tingkat

Penelitian studi tunggal ini dilakukan untuk mendeskripsikan isi dari 12 karangan narasi Miko, dilihat dari aspek kebahasaan, kognitif, dan afektif anak. Miko merupakan Gifted