i
EFEK PENGAMPLASAN DENGAN SERBUK KARBON
TERHADAP
KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA THERMAL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
Nama : ANTONIUS DONY CAHYADI
NIM : 025214001
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
to Obtain the
Sarjana Teknik
Degree
in Mechanical Engineering
by
ANTONIUS DONY CAHYADI
Student Number : 025214001
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta,
5
Oktober
2007
Penulis
vi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengamplasan dan
serbuk karbon dengan variasi waktu dan kekasaran amplas, terhadap absorptivitas dan
emisivitas suatu bahan. Bahan yang dipakai adalah pelat aluminium dengan tebal 2
mm.
Dalam pembuatan spesimen ada 6 variasi waktu dan pengamplasan yaitu :
variasi A pengamplasan pelat aluminium menggunakan amplas ukuran 1500. Variasi
B pengamplasan pelat aluminium menggunakan amplas ukuran 2000. Untuk setiap
variasi ukuran amplas dibagi lagi pengerjaannya berdasarkan waktu pengamplasan,
yaitu : 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. Setelah dilakukan pengamplasan, kemudian
dilakukan pengujian radiasi untuk mengetahui besar absorptivitas surya dan
emisivitas termal serta suhu yang diserap oleh aluminium yang telah mengalami
pengamplasan
Dari pengujian absorptivitas dan emisivitas dengan metode mekanik
(permukaan dihaluskan
dengan cara diamplas) dapat meningkatkan absorptivitas 7 -
9 kali lipat, emisivitas juga meningkat 2 - 4 kali lipat serta kenaikan suhu yang
diserap benda uji 7 ºC - 12 ºC. Dalam pengujian ini semakin lama waktu
pengamplasan tidak berpengaruh secara signifikan tehadap besar kecilnya nilai
absorptivitas dan emisivitas serta suhu yang diserap benda uji.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan bagi Dia Nama diatas segala nama dan Raja
diatas segala raja, Yesus Kristus yang telah memberikan kasih karunianya yang besar,
yang senantiasa selalu menuntun langkah demi langkah hingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang merupakan salah satu syarat yang harus
ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana Teknik di jurusan Teknik Mesin Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih atas
segala bantuan yang berupa moril maupun materiil dari semua pihak terutama
kepada:
1.
Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.
Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3.
Laboran Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Perpindahan
Panas Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.
4.
Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FST-USD yang telah
membantu dan selalu membimbing dalam masa-masa kuliah.
5.
Kedua orang tuaku yang sangat kusayangi, ayahanda (Sukamta Y.B.) dan
ibunda (Srini M.M) terima kasih untuk semuanya.
viii
memberkati dan membalas segala kebaikan anda semua.
Demikian usaha yang telah penulis lakukan sudah semaksimal mungkin,
namun penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati menerima saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi kemajuan yang akan datang.
Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan wawasan
lebih tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi semua pembaca.
Yogyakarta,
5
Oktober
2007
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pengaruh Radiasi Datang ... 9
Gambar 2.2. Refleksi Spekular dan Refleksi Baur ... 10
Gambar 2.3. Sudut Azimut dan Sudut Polar ... 11
Gambar 2.4. Bagian-bagian Kolektor surya Termal ... 12
Gambar 3.1. Bentuk Spesimen Benda Uji ... 32
Gambar 3.2. Peletakkan Benda Uji ... 33
Gambar 3.3. Mesin Amplas M-2500 ... 33
Gambar 3.4. Alat Penguji Absorptivitas ... 36
Gambar 3.5. Pemasangan Spesimen ... 37
Gambar 3.6. Panel Indikator ... 39
Gambar 3.7. Pemasangan Spesimen ... 41
Gambar 4.1. Diagram pengaruh pengamplasan pada absorptivitas ... 45
Gambar 4.2. Diagram pengaruh pengamplasan pada emisivitas ... 49
Gambar 4.3. Diagram pengaruh pengamplasan pada suhu yang diserap... 49
Gambar 4.4. Diagram pengaruh pengamplasan pada suhu yang diserap... 50
Gambar 4.5. Foto Permukaan Aluminium Pengamplasan 1500 + karbon... 54
x
Tabel 2.1. Sifat-sifat fisik Aluminium ... 22
Tabel 2.2. Sifat-sifat mekanik Aluminium... 30
Tabel 4.1. Data Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal ... 42
Tabel 4.2. Data Pengujian Absorptivitas Surya Dicat Hitam ... 42
Tabel 4.3. Data Pengujian Absorptivitas Surya Amplas 1500 + karbon ... 42
Tabel 4.4. Data Pengujian Absorptivitas Surya Amplas 2000 + karbon ... 43
Tabel 4.5. Data Pengujian Emisivitas Termal Material Awal ... 45
Tabel 4.6. Data Pengujian Emisivitas Termal Dicat Hitam ... 46
Tabel 4.7. Data Pengujian Emisivitas Termal Amplas 1500 + Karbon ... 46
Tabel 4.8. Data Pengujian Emisivitas Termal Amplas 2000 + Karbon ... 47
Tabel 4.9. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Matahari ... 50
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...
i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ...
ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN...
iv
HALAMAN PERNYATAAN ...
v
INTISARI...
vi
KATA PENGANTAR ...
vii
DAFTAR GAMBAR ...
ix
DAFTAR TABEL...
x
DAFTAR ISI...
xi
BAB I
PENDAHULUAN...
1
1.1.
Latar Belakang ...
1
1.2.
Batasan Masalah...
3
1.3.
Tujuan penelitian...
4
1.4.
Cara Penelitian ...
4
1.5.
Sisematika Penulisan...
5
BAB II
DASAR TEORI...
6
xii
2.2.1. Perpindahan Kalor Konduksi ...
7
2.2.2. Perpindahan Kalor Konveksi ...
8
2.2.3. Perpindahan Kalor Radiasi...
8
2.3. Pelat Absorber ...
14
2.3.1. Sifat-sifat Pelat Absorber ...
14
2.3.2. Pembuatan Permukaan Selektif...
15
2.3.3. Bahan Pelat Absorber...
17
2.4. Aluminium...
17
2.4.1. Sifat-sifat Aluminium...
20
2.4.2. Pengaruh Unsur-unsur Logam Paduan Aluminium ..
22
2.5. Bahan Abrasif...
24
2.5.1. Amplas (
Sandpaper
) ... 24
2.5.2.
Karbon... 28
BAB III
METODE PENELITIAN ...
30
3.1. Skema Penelitian ...
30
3.2. Cara Penelitian ...
31
3.3. Proses Pembuatan Benda Uji ...
32
3.4.
Proses
Pengamplasan ...
32
3.5.
Amplas...
34
3.6. Pengujian Bahan...
35
xiii
3.6.2. Pengujian Emisivitas Termal ...
37
3.6.3. Pengujian Sinar Matahari ...
40
BAB IV
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
42
4.1. Analisis Pengujian Absorptivitas ...
42
4.2. Analisis Pengujian Emisivitas ...
45
4.3. Analisis Pengujian Dengan Sinar Matahari...
49
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP...
56
5.1.
Kesimpulan...
56
5.2.
Penutup ...
57
5.3.
Saran ...
57
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan salah satu faktor pendukung kehidupan manusia yang paling vital karena tanpa adanya energi semua aspek kehidupan di muka bumi ini tidak akan tercipta. Energi yang paling banyak digunakan terutama dalam hal teknologi sekarang ini adalah energi yang tidak dapat diperbaharui yang sewaktu-waktu dapat habis, misalnya energi yang dihasilkan dari minyak bumi, gas, batu bara, dan lain-lain. Seiring perkembangan jaman dan pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat maka kebutuhan akan energi semakin banyak pula dan itu memaksa untuk menggali dan mengambil energi dari perut bumi secara besar-besaran. Sementara jumlah energi yang ada di dasar perut bumi ini kian hari berkurang dan tidak menutup kemungkinan akan habis.
2
memilih salah satu energi alternatif yang cocok untuk digunakan yaitu menggunakan energi surya. Energi surya selain hemat juga ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan potensi energi tersebut maka dapat digunakan teknologi radiasi termal (thermal radiation) yaitu radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu benda maka sebagian dari radiasi itu akan dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi). Ada dua macam fenomena yang bisa diamati jika radiasi tersebut menimpa permukaan suatu benda. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi maka dikatakan refleksi itu spekular, apabila berkas yang jatuh itu tersebar secara merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut baur (diffuse). Untuk mengambil panas dari surya, dapat digunakan alat penerima atau pengumpul yang disebut kolektor yang berfungsi untuk mengumpulkan radiasi surya sebanyak mungkin dan mengalirkan energi yang didapat ke fluida kerja.
bertemperatur lebih tinggi dari benda sekitar akan memancarkan energi secara radiasi.
Pengaruh kekasaran permukaan terhadap sifat-sifat radiasi termal bahan merupakan masalah yang akan menjadi bahan penelitian. Biasanya permukaan benda yang kasar lebih menunjukan sifat baur dari pada permukaan benda yang halus (mengkilap). Untuk mendapatkan sifat kasar atau halus dapat diperoleh dengan beberapa metode diantaranya vacuum evaporation, vacuum sputtering, ionexchange, chemical vapour disposition,
chemical oxidation, dipping in chemical baths, electroplating, spraying,
screen printing, brass painting, mekanik, dan lain-lain.
1.2 Batasan Masalah
1. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelat alumunium dengan tebal 2 mm.
2. Metode peningkatan absorptivitas termal pelat yang digunakan adalah secara mekanik (pengamplasan).
3. Dengan metode mekanik (pengamplasan) benda uji permukaannya dihaluskan menggunakan amplas dengan variasi ukuran butiran amplas dan waktu pemakanan.
4
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui absorptivitas dan emisivitas termal pada pelat aluminium yang telah diamplas.
2. Mencari metode pengamplasan yang menghasilkan absorptivitas termal paling tinggi.
3. Mencari data untuk mendukung pengadaan energi alternatif yang lebih hemat dan bermanfaat.
1.4. Cara penelitian
1. Literatur
Mencari buku-buku literatur dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Konsultasi
Melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang menguasai materi ini misal dosen atau mahasiswa yang memiliki pengetahuan di bidang ini. 3. Pembuatan spesimen
Di dalam penelitian yang dilakukan ini pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium Teknologi Mekanik, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma.
4. Pengujian Spesimen
Perpindahan Panas, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Analisis Data
Data yang telah didapat dari penelitian kemudian dianalisa sesuai dengan aturan yang ditetapkan untuk mendapatkan kesimpulan terakhir yang sesuai dengan tujuan penelitian.
1.5 Sistematika Penulisan
6
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pendahuluan
Di dalam perancangan peralatan konversi energi surya, sebuah
kolektor berperan sangat penting untuk menentukan besar kecilnya energi
yang diserap, dipantulkan dan yang diteruskan. Selain itu yang sangat
menentukan pula besar atau kecilnya energi yang dikonversi adalah aliran
fluidanya. Pada umunya peralatan seperti ini menggunakan fluida cairan,
karena koefisien aliran laminer dan koefisien perpindahan panas dalam pipa
sama. Untuk memperbesar perpindahan panas biasanya aliran laminer dibuat
supaya menjadi turbulensi dengan memberikan gangguan pada aliran itu.
Energi surya pada sebuah kolektor menggunakan prinsip perpindahan
panas radiasi, konveksi, dan konduksi. Panas yang diserap oleh pelat
penyerap secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah
yang bertemperatur rendah dialirkan sepanjang pelat tersebut dan melalui
dinding saluran, kemudian panas dialirkan ke fluida dalam saluran secara
konveksi. Selanjutnya pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke
pelat penutup kaca (umumnya menutupi kolektor) secara radiasi. Yang
terpenting dalam sebuah kolektor surya adalah bagaimana cara
menggunakan energi surya itu secara optimal, yaitu dengan mengatur
kedudukan permukaan kolektor pada berbagai sudut terhadap bidang
2.2 Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor (heat transfer) adalah ilmu untuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara
benda atau material. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan tiga
modus perpindahan kalor, yaitu konduksi atau hantaran, konveksi atau ilian
dan radiasi atau pancaran.
2.2.1 Perpindahan Kalor Konduksi
Perpindahan energi terjadi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian
yang bersuhu rendah. Kita katakan bahwa energi berpindah secara
konduksi atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding
dengan gradien suhu normal :
x T A q
∂ ∂
≈ ...(2.1)
Jika dimasukan konstanta proporsionalitas (proportionality constant)
∂ ∂ =
x T kA
q ...(2.2)
Di mana :
q = Laju perpindahan kalor, watt
K = konduktivitas termal, W/(m.K)
A = luas penampang tegak lurus pada aliran panas, m2
x T
∂ ∂
8
2.3.1 Perpindahan Kalor Konveksi
Perpindahan panas dapat terjadi secara tak langsung/tanpa media
penghantar, seperti halnya udara yang mengalir di atas suatu permukaan
panas kemudian permukaan lain menjadi panas. Apabila aliran
udara/fluida disebabkan oleh sebuah blower maka disebut konveksi
paksa. Dalam perancangan sebuah kolektor surya, biasanya perpindahan
panas konveksi dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton, yaitu :
) T T ( hA
q= w - ...(2.3)
Yang diketahui di mana :
h = koefisisen konveksi, W/(m2.K) A = luas permukaan, m2
Tw = temperatur dinding T = temperatur fluida, K
Di sini laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu
menyeluruh antara dinding dan fluida, dan luas permukaan A. Besaran h
disebut koefesien perpindahan kalor konveksi (convection heat transfer
coefficient). Dari pembahasan di atas, diharapkan bahwa perpindahan
kalor konveksi bergantung pada viskositas fluida disamping
ketergantungannya kepada sifat-sifat termal fluida tersebut.
2.2.3 Perpindahan Kalor Radiasi
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana
perpindahan energi terjadi melalui bahan antara, kalor juga dapat
pancaran atau radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu
benda karena suhunya. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu
benda, maka sebagian dari radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian
diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi), seperti
digambarkan pada Gambar 2.1. Fraksi yang dipantulkan kita namakan
reflektivitas (ρ), fraksi yang diserap absorptivitas (α) fraksi yang
diteruskan transmisivitas( τ), maka :
α + ρ+ τ = 1 ...(2.4)
Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal, sehingga
transmisivitas dapat dianggap nol,
α + ρ = 1 ...(2.5)
Radiasi datang Refleksi
Absorpsi
Transmisi
Gambar 2.1Pengaruh radiasi datang
Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa
suatu permukaan, dapat dilihat pada Gambar 2.2. Jika sudut jatuhnya
sama dengan sudut refleksi maka dikatakan refleksi itu spekular
10
kesegala arah sesudah refleksi, maka refleksi itu disebut baur (diffuse).
Biasanya permukaan yang kasar lebih menunjukan sifat baur dari pada
permukaan yang diupam mengkilap. Demikian pula permukaan yang
diupam lebih spekular dari pada permukan kasar. Pengaruh kekasaran
permukaan terhadap sifat-sifat radiasi termal bahan sangat besar
peranannya, sehingga hal ini yang perlu dipelajari lebih dalam.
Sumber Sumber
Sinar refleksi
Bayangan cermin Sumber
(a) (b)
Gambar 2.2 (a)Refleksi spekular dan (b) refleksi baur
Hukum Kirchoff mengatakan bahwa suatu benda yang berada dalam
kesetimbangan termodinamik akan mempunyai absorptivitas (α) yang sama
dengan emisivitas (ε) pada suatu panjang gelombang tertentu atau dapat
dinyatakan dengan persamaan :
ελ= αλ ...(2.6)
Persamaan di atas hanya berlaku untuk permukaan yang tidak bergantung pada
sudut azimut Φ dan sudut polar µ seperti terlihat pada Gambar 2.3, maka
persamaan di atas akan menjadi :
ελ( µ ,Φ)= αλ( µ ,Φ) ...(2.7)
W
E N
S Perm ukaan
horisontal
Sudut azim ut F A
µ Sudut polar Z
P
Gambar 2.3 Sudut azimut dan sudut polar
Untuk permukaan yang tidak transparan (opaque) maka radiasi hanya akan
diserap dan dipantulkan karena permukaan yang tidak transparan tidak
meneruskan radiasi (τ = 0) sehingga persamaan menjadi :
αλ + ρλ = ελ + ρλ = 1 ...(2.8)
atau secara umum :
ελ( µ ,Φ) = αλ( µ ,Φ) = 1- ρλ( µi ,Φi) ...(2.9)
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan emisivitas dan absorptivitas dapat
diketahui jika reflektivitas diketahui.
Efisiensi kolektor dalam mengkonversikan energi surya menjadi energi
termal tergantung pada :
12
2. Emisivitas termal pelat absorber pada panjang gelombang yang panjang.
3. Kerugian panas karena konduksi, konveksi dan radiasi. Selain itu bahan
pelat absorber harus memiliki konduktivitas termal yang baik dan panas
jenis yang kecil.
Efisiensi sebuah kolektor dapat dinyatakan dengan persamaan :
(
)
-=
T a i L R
R G
T T U F τα F
η ...(2.10)
dengan :
FR : faktor pelepasan panas
(τα) : faktor transmitan-absorpan kolektor
UL : koefisien kerugian (W/(m2.K)) Ti : temperatur fluida masuk kolektor (K) Ta : temperatur sekitar (K)
GT : radiasi yang datang (W/m2)
Gambar 2.4 Contoh penggunaan pelat absorber pada kolektor surya termal
Dari persamaan efisiensi terlihat bahwa jika faktor absorptivitas surya (α)
merupakan fungsi beberapa faktor diantaranya emisivitas termal (ε). Jika
emisivitas termal membesar maka koefisien kerugian membesar, sehingga
efisiensi akan berkurang. Idealnya pelat absorber memiliki faktor absorptivitas
surya yang besar dan emisivitas termal yang rendah. Dari beberapa metode
peningkatan efisiensi kolektor, penggunaan permukaan selektif merupakan cara
yang paling efektif dan ekonomis. Dari beberapa penelitian yang dilakukan
ternyata peningkatan harga faktor absorptivitas surya memberikan pengaruh
yang lebih besar dibandingkan penurunan faktor emisivitas termal terhadap
peningkatan efisiensi kolektor. Faktor lain yang mempengaruhi koefisien
kerugian adalah kualitas isolasi, makin baik isolasi maka makin kecil harga
koefisien kerugian.
Perolehan panas berguna dari kolektor dapat dinyatakan dengan persamaan :
) (W/m G
. η
qu= T 2 ...(2.11)
Dari persamaan di atas ini terlihat bahwa jumlah panas berguna tergantung dari
efisiensi kolektor.
Emisivitas termal adalah perbandingan total energi yang dipancarkan suatu
permukaan dengan total energi yang dipancarkan benda hitam pada temperatur
yang sama. Pada permukaan nyata emisivitas termal merupakan fungsi panjang
gelombang radiasi, sudut datang, temperatur permukaan dan keadaan
permukaan (kekasaran, warna, bahan, dll). Menurut Stefan-Boltzmann energi
yang dipancarkan suatu permukaan dinyatakan dengan:
(
4)
A 4 S T
T σ ε
q= - ...(2.12)
14
q : energi yang dipancarkan (W/m2)
ε : emisivitas termal
σ : konstanta Stefan Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4)
TS : temperatur permukaan (K) TA : temperatur sekitar (K)
Untuk benda hitam faktor emisivitas termal (ε) = 1, sehingga persamaan
menjadi :
(
4)
A 4 S b σ T T
q = - ...(2.13)
dan :
b
q q
ε= ...(2.14)
Pada penelitian ini energi yang dipancarkan (q) diukur dengan radiometer
sehingga emisivitas temal (ε) dapat diketahui.
2.3 Pelat Absorber
2.3.1 Sifat-sifat Pelat Absorber
Bila ditinjau dari bahan pelat absorber yang digunakan ,perlu
diperhatikan sifat-sifatnya, karena merupakan salah satu faktor
penentu efisiensi pemanfaatan energi surya. Sifat-sifat pelat absorber
yang perlu diperhatikan adalah:
1. Faktor absorptivitas yang besar (mendekati satu).
3. Transisi spectral yang tajam antara absorptivitas yang tinggi
dengan emisivitas termal yang rendah.
4. Sifat optik dan fisik yang stabil.
5. Kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik.
6. Mudah diaplikasikan.
7. Proses pelapisan permukaan selektif yang murah dan tidak
merusak lingkungan (Pandey dan Banerjee, 1998).
2.3.2 Pembuatan Permukaan Selektif
Dalam proses pembuatan permukaan selektif ini, ada banyak
cara untuk memperolehnya. Namun yang memerlukan perhatian
lebih adalah bagaimana cara memperoleh permukaan selektif yang
ideal dengan proses yang ada. Dimana dari hasil permukaan selektif
yang diperoleh harus memiliki faktor absorptivitas surya (α) yang
besar berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin
mendekati 1 (satu) akan semakin baik, dan faktor emisivitas termal
(ε) yang kecil berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin
mendekati 0 (nol) semakin baik. Dari beberapa percobaan dan
penelitian yang pernah ada, diantaranya seperti berikut :
a. Permukaan selektif dengan lapisan oksida tembaga.
Lapisan oksida tembaga dibentuk dengan konversi kimia, yaitu
dengan mencelupkan pelat tembaga yang telah dibersihkan dan
16
panas selama waktu tertentu. Faktor absorptivitas surya (α) yang
didapatkan sebesar 0,89 dan faktor emisivitas termal (ε) yang
didpatkan sebesar 0,17 (Choudhury, 2002).
b. Permukaan selektif oksida cobalt.
Dapat dibuat dengan metode electroplating pada pelat baja-nikel,
dengan metode ini didapatkan faktor absorptivitas surya (α) antara
0,87 – 0,92 dan faktor emisivitas termal (ε) antara 0,07 – 0,08
(Choudhury, 2002).
c. Permukaan selektif dengan metode sputtering.
Dengan mengganti lapisan anti korosi dari nickel-chromium
menjadi copper-nickel. Dengan metode ini dapat menaikkan
absorptivitas surya (α) dari 0,89 – 0,91 menjadi 0,97, dan
menurunkan faktor emisivitas termal dari 0,12 menjadi 0,06
(Gelin, 2004).
d. Permukaan selektif dengan metode elektrokimia.
Dengan oksidasi alumunium dan pigmentasi nikel, dapat
menghasilkan absorptivitas surya (α) sebesar 0,91 dan emisivitas
termal sebesar 0,17 (Kadirgan et al, 1999).
e. Permukaan selektif dengan metode grinding.
Untuk memperoleh permukann selektif dengan metode grinding
ini, menggunakan kekasaran permukaaan 1µm - 2µm.
Absorptivitas surya (α) yang dihasilkan sebesar 0,90 dan emisivitas
Namun dengan metode grinding ini, setelah diuji dengan
mikrostruktur terdapat variasi pada penggunaan komposisi dan
struktur dari alat grinding. Penggunaan komposisi dan struktur
yang tepat dapat mempengaruhi hasil absorptivitas surya (α)
sampai di atas 0,94.
2.3.3 Bahan Pelat Absorber
Dalam pemilihan bahan pelat absorber ditentukan dengan
pertimbangan, harus memiliki faktor absorptivitas surya yang besar
(mendekati satu), emisivitas termal yang kecil (mendekati nol),
transisi spektral yang tajam antara absorptivitas surya yang tinggi
dengan emisivitas termal yang rendah, sifat optik dan fisik yang
stabil, kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik dan
mudah diaplikasikan. Maka dari itu, dipilih aluminium sebagai bahan
pelat absorber karena tidak beracun, relatif murah dan mudah
didapatkan di pasaran serta memiliki sifat dasar yang baik sebagai
pelat absorber.
2.4 Aluminium
Aluminium adalah unsur logam yang dapat dijumpai dalam kerak
bumi dan terdapat dalam batuan seperti felspar dan mika. Aluminium juga
merupakan logam yang keras, kuat, ringan dan berwarna putih meskipun
sangat elektropositif bagaimanapun juga tahan terhadap korosi karena
18
banyak lagi sifat-sifat baik lainnya sebagai sifat logam. Akan tetapi
aluminium murni juga memiliki sifat mampu cor dan mekanis yang kurang
baik. Oleh karena itu untuk mendapatkan sifat-sifat mekanis yang lebih baik
dan yang sesuai dengan kebutuhan produksi biasanya aluminium dapat
dipadukan dengan logam-logam lainnya seperti dengan penambahan Cu,
Mg, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama-sama. Penggunaan
Aluminium sebagai logam setiap tahunnya berada pada urutan kedua setelah
besi dan baja, dan tertinggi diantara logam non-ferous lainnya. Hal ini
disebabkan oleh sifat-sifat Aluminium yang antara lain:
- Kuat
- Ringan
- Tahan korosi
- Mudah dibentuk
Tabel 2.1 Sifat – sifat fisik Aluminium
Kemurnian Al (%) Sifat - sifat
99,996 >99,0
Massa jenis (20o C) 2,6989 2,71
Titik cair 660,2 653-657
Panas jenis (cal/g.oC) (100oC) 0,2226 0,2297
Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)
Tahanan listrik koefisien temperatur
(oC)
0,00429 0,0115
Koefisien pemuaian (20-100oC)
23,86
x
10-6 23,5x
10 -6Jenis kristal, konstanta kisi fcc fcc
Tabel 2.2 Sifat – sifat mekanik Aluminium.
Kemurnian Al (%)
99,996 > 99,0
Sifat - sifat
Dianil 75 % dirol dingin Dianil H18
Kekuatan tarik (kg/mm2) 4,9 11,6 9,3 16,9
Kekuatan mulur (0,2%) (kg/mm2) 1,3 11,0 3,5 14,8
Perpanjangan (%) 48,8 5,5 35 5
20
2.4.1 Sifat-sifat Aluminium
Aluminium merupakan logam non-ferous yang banyak
digunakan karena memiliki sifat-sifat :
1. Kerapatan (density)
Aluminium mempunyai berat jenis rendah yaitu sebesar 2700
kg/m3 (dibandingkan baja yang mempunyai kerapatan 7770 kg/m3)
2. Tahan terhadap korosi
Untuk logam non-ferous dapat dikatakan bahwa makin besar
kerapatannya maka makin baik daya tahan korosinya, tetapi
Aluminium merupakan pengecualian. Walaupun Aluminium
mempunyai daya senyawa tinggi terhadap oksigen (O2) atau logam aktif dan oleh sebab itu dikatakan bahwa Aluminium
sangat mudah sekali teroksidasi (korosi), tetapi dalam kenyataan
Aluminium mempunyai daya tahan yang baik terhadap korosi.
Hal ini disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida
transparan diseluruh permukaannya. Selaput ini mengendalikan
laju korosi dan melindungi lapisan di bawahnya dari serangan
atmosfir berikutnya.
3. Sifat mekanis
Aluminium mempunyai kekuatan tarik, kekerasan dan sifat
mekanis lain sebanding paduan bukan besi (non-ferous alloys)
4. Penghantar arus listrik yang baik
Selain mempunyai daya tahan yang baik terhadap korosi,
Aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi.
Daya hantar listrik aluminium murni sekitar 60% dari daya
hantar listrik Tembaga.
5. Tidak beracun
Aluminium dapat digunakan sebagai bahan pembungkus atau
kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan karena reaksi
kimia antara makanan dan minuman tersebut dengan Aluminium
tidak menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan
manusia
6. Sifat mampu bentuk (formability)
Aluminium dapat dibentuk dengan mudah. Aluminium
mempunyai sifat mudah ditempa (malleability) yang
memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.
7. Titik lebur rendah (melting point)
Titik lebur Aluminium relatif rendah (660 oC) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif
singkat dan biaya operasi akan lebih murah.
Selain itu sifat-sifat lain yang dimiliki aluminium adalah : anti
magnetik, refleksifitas tinggi, nilai arsitektur dan dekoratif,
22
2.4.2 Pengaruh unsur-unsur logam pada paduan aluminium
antara lain :
1. Si
Keuntungannya :
- Mempermudah di dalam pengecoran.
- Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
- Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.
- Menurunkan penyusutan hasil coran.
Kerugiannya :
- Penurunan kekuatan terhadap beban kejut.
- Hasil coran akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.
2. Cu
Keuntungan :
- Meningkatkan kekerasan.
- Memperbaiki kekuatan tarik.
- Mempermudah pengerjaan dengan mesin.
Kerugian :
- Menurunkan ketahanan bahan terhadap korosi.
- Mengurangi keuletan bahan.
- Menurunkan mampu bentuk dan mampu rol.
3. Mn
- Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi.
- Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
- Mengurangi pengaruh buruk unsur Fe.
Kerugian :
- Menurunkan kemampuan penuangan.
- Kekerasan butiran partikel meningkat.
4. Mg
Keuntungan :
- Mempermudah di dalam penuangan.
- Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.
- Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
- Meningkatkan kekuatan mekanis.
- Menghaluskan butiran kristal secara efektif.
- Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impack.
Kerugian :
- meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil coran.
5. Ni
Keuntungan :
- Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur
tinggi.
- Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
24
6. Zn
Keuntungan :
- Meningkatkan sifat mampu cor.
- Meningkatkan sifat mampu mesin.
- Mempermudah pembentukan.
- Meningkatkan keuletan bahan.
- Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut (impack).
Kerugian :
- Menurunkan ketahanan korosi.
- Menurunkan pengaruh baik pada unsur besi.
- Bila kadar Zn terlalu tinggi dapat menyebabkan cacat rongga
udara.
2.5 Bahan Abrasif
Dalam hal ini bahan arasif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah amplas.
2.5.1 Amplas (Sandpaper)
Amplas terdiri dari bahan dasar, kertas atau kain, abrasif dan
perekat. Amplas dibuat dalam bentuk lembaran, gulungan, pita
ban, piringan, dan lain sebagainya. Ada berbagai variasi yang dapat
diperoleh yang ditentukan oleh kombinasi abrasif dalam berbagai
dasar (kain atau kertas), perekat biasa atau resin fenol, dan lain
sebagainya. Di samping itu ada jenis amplas basah dan kering.
Ada beberapa ukuran standar amplas. Yang paling sering
digunakan adalah ukuran standar CAMI (Coated Abrasives
Manufacturer's Institute) dan ukuran standar FEPA (Federation of
European Producers of Abrasives). Kedua sistem pengukuran
amplas tersebut, tidak dapat diperbandingkan secara tepat, karena
FEPA lebih mendefinisikan mengenai ukuran antar partikel
minimal dan partikel maksimal yang digunakan, sedangkan CAMI
lebih mendefinisikan mengenai ukuran rata-rata partikel. Dalam
penelitian ini amplas yang digunakan berdasar pada ukuran standar
FEPA, karena amplas yang dijual di pasaran menggunakan ukuran
standar FEPA.
Pada industri amplas, ukuran partikel sering disebut dengan
mikron, penyebutan singkat dari mikrometer. Tetapi, CGPM
(Conference Generale des Poids et Mesures) sebagai pemegang
kontrol untuk satuan SI, menyebutkan bahwa mikron harus disebut
26
Ukuran standar
CAMI
Ukuran standar
FEPA Grit Deskripsi
Ukuran rata-rata parikel dalam mikron
(inch)
4½ 1842(0,07174)
P12 1815
P16 1324
16 4 1320(0,05148)
P20 1000(0,03838)
20 3½ 905(0,03530)
P24 764(0,02886)
24 3
Sangat kasar
715(0,02789)
30 2½ 638(0,02488)
P30 642(0,02426)
36 2 535(0,02087)
P36 538(0,02044)
40 1½ 428(0,01669)
P40 425(0,01601)
50 1 351(0,01369)
P50
kasar
336(0,01271)
60 ½ 268(0,01045)
P60 269(0,01014)
P80 201(0,00768)
80 0 192(0,00749)
P100 162(0,00608)
100 2/0
medium
141(0,05500)
P120 125(0,00495)
120 3/0 116(0,00452)
P150 100(0,00378)
150 4/0 93(0,00363)
180 5/0 78(0,00304)
P180
halus
82
220 6/0 66(0,00257)
P220 Sangat halus 68(0,00254)
Bagian atas disebut makrogrit, bagian bawah disebut mikrogrit
P240 58,5 ± 2,0(0,00230)
240 7/0 53,5(0,00209)
P280 52,2 ± 2,0(0,00204)
P320 46,2 ± 1,5(0,00180)
280 8/0
Sangat halus
44(0,00172)
320 9/0 36(0,00140)
P400 35,0 ± 1,5(0,00137)
P500 30,2 ± 1,5(0,00120)
360 extra halus
Ukuran standar CAMI
Ukuran standar FEPA
Grit Deskripsi Ukuran rata-rata parikel
dalam mikron (inch)
P600 25,8 ± 1,0(0,00100
400 10/0 Extra halus 23,6(0,00092)
P800 21,8 ± 1,0(0,00085)
500 19,7(0,00077)
P1000 18,3 ± 1,0(0,00071)
600 16,0(0,00062)
P1200
Super halus
15,3 ± 1,0(0,00060) Pada tabel bagian bawah ini,(amplas ukuran 800-2500) paling banyak digunakan
dalam industri pengecatan dan logam, terutama pada proses finishing
P1500 12,6 ± 1,0
800 12,2(0,00048)
P2000 10,3 ± 0,8
1000 9,2(0,00036)
P2500 8,4 ± 0,5
1200 6,5(0,00026)
1500 3?
2000 Super halus
1?
Material yang digunakan sebagai bahan abrasif dari amplas
itu antara lain:
Silikon karbida
Silikon karbida adalah material yang sering
digunakan dalam industri amplas. Penggunaan yang
paling utama adalah sebagai materi bubuk abrasif
untuk materi ampas yang halus sampai super halus.
Proses pembentukannya dari pencampuran bubuk
silica dan karbon pada suhu antar 1600-2500oC. Pada proses pengamplasan ini yang digunakan adalah
28
Flint
Flint adalah jenis batuan yang sangat keras, salah satu
penyusunnya adalah kuarsa. Flint ini bentukan dari
sedimentasi cryptocrystalline silicate atau yang secara
umum dikenal sebagi silica. Flint biasanya berwarna
abu-abu, biru, coklat atau hitam.
Emery
Emery adalah jenis batuan yang sangat keras,
digunakan untuk membuat serbuk abrasif. Warnanya
hitam atau abu-abu, dan memiliki berat jenis antara
3,5-3,8kg/m3.
Serbuk abrasif direkatkan pada permukaan amplas dengan
menggunakan lem, resin, atau campuran dari keduanya. Lembaran
yang ditempeli serbuk abrasif ada berbagai macam, antara lain,
kertas, kain, atau bahan sintetis lainnya.
2.5.2 Karbon
Karbon merupakan unsur non-logam. Karbon terdapat di dalam
semua makhluk hidup dan merupakan dasar kimia organik. Unsur
ini juga memiliki keunikan dalam kemampuannya untuk
membentuk ikatan kimia dengan sesama karbon maupun banyak
Ada beberapa jenis karbon dalam keadaan amorf dan juga
berbagai keadaan tengah, antara keadaan amorf dan keadaan
kristal. Secara morfologi ada dalam berbagai bentuk, bubuk karbon
aktif, pelumas padat dan karbon seperti gelas yang terlihat seperti
gelas hitam yang sangat keras. Warna karbon pada umumnya
adalah hitam tetapi untuk jenis intan tidak berwarna Karbon
memiliki konduktivitas thermal 119–165 W/(m·K) untuk grafit
pada suhu 300 K dan 900–2320 W/(m·K) untuk intan 300 K.
Dalam penelitian ini karbon yang digunakan adalah karbon yang
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dibahas tentang metode yang digunakan dalam penelitian,
bahan yang digunakan adalah pelat aluminium, karbon dan amplas dengan variasi
ukuran 1500 dan 2000.
3.1 Skema Penelitian
Bahan Pelat Aluminium
Pembuatan Spesimen
Al diamplas dengan ukuran 1500 ditambah
serbuk karbon
Al diamplas dengan ukuran 2000 ditambah
serbuk karbon
Kesimpulan Pengujian
absorptivitas surya
Pengujian emisivitas thermal
Analisis Data
Pembahasan Al
dicat hitam Al
3.2 Cara Penelitian
Berikut di bawah ini langkah yang dibutuhkan dalam penelitian :
1. Literatur
Mencari dan mempelajari literatur yang berhubungan dengan penelitian
ini.
2. Konsultasi
Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan
pengetahuan tentang penulisan ini, misalnya dosen, mahasiswa yang
memiliki pengetahuan di bidang ini.
3. Pembuatan spesimen
Dalam penelitian ini spesimen dibuat di laboratorium Ilmu Teknologi
Mekanik, jurusan Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
4. Pengujian spesimen
Pengujian spesimen yang dilakukan adalah pengujian absorptivitas dan
emisivitas termal, yang dilakukan di laboratorium Perpindahan Panas,
jurusan Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Analisis data
Dari hasil pengujian selanjutnya akan dianalisa dan disesuaikan dengan
aturan yang telah ditetapkan untuk mendapatkan kesimpulan akhir yang
32
3.3 Proses Pembuatan Benda Uji
Benda uji yang akan diuji, harus dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapannya
sebagai berikut : sebelum permukaan pelat diamplas, pelat diukur dan
dipotong sesuai dimensi yang diinginkan yaitu panjang 50 mm dan lebar 30
mm dengan tebal 2mm, seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Bentuk benda uji
3.4 Proses Pengamplasan
Proses pengamplasan dilakukan pada spesimen dengan beberapa tahap
sebagai berikut :
¾ Spesimen yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran dibersihkan dari
berbagai macam kotoran sisa yang menempel pada spesimen saat proses
pembuatan.
¾ Spesimen diletakkan pada kotak kaca dan ditempel perekat agar pada saat
Gambar 3.2 Peletakan benda uji
¾ Mesin amplasM-2500 (Gambar 3.3) dan amplas disiapkan sebelum
melakukan pengamplasan spesimen.
Gambar 3.3. Mesin amplas M-2500
¾ Spesimen diamplas dengan menggunakan mesin amplas untuk meratakan
dan membersihkan kotoran pada permukaan pelat aluminium. Pada proses
ini amplas yang digunakan adalah amplas ukuran 600 dan dilanjutkan
dengan amplas ukuran 1000.
¾ Karbon dimasukkan ke dalam kotak kaca sampai seluruh permukaan
34
¾ Spesimen diamplas dengan variasi ukuran dan jangka waktu tertentu, ada
dua variasi ukuran pengamplasan yaitu :
9 Amplas ukuran 1500
9 Amplas ukuran 2000
¾ Setelah spesimen diamplas dalam waktu yang diinginkan lalu diangkat
menggunakan lap dan dibiarkan dingin.
3.5 Amplas
Pengamplasan pada spesimen untuk tiap variasi permukaan :
1. Variasi A, Pengamplasan dengan ukuran amplas 1500 ditambah serbuk
karbon.
Diketahui:
A1 waktu pengamplasan = 10 menit
A2 waktu pengamplasan = 20 menit
A3 waktu pengamplasan = 30 menit
2. Variasi B, Pengamplasan dengan ukuran amplas 2000 ditambah serbuk
karbon.
Diketahui:
B1 waktu pengamplasan = 10 menit
B2 waktu pengamplasan = 20 menit
3.6 Pengujian Bahan
Pengujian yang meliputi pengujian absorptivitas dan emisivitas termal,
ini ditujukan terhadap spesimen yang sudah diamplas.
3.6.1 Pengujian Absorptivitas Surya
Pengujian absorptivitas surya ini, mencari besar energi yang diserap
oleh aluminium yang telah diamplas. Tujuan pengujian absorptivitas
surya:
1. Untuk mengetahui kemampuan suatu bahan dalam menyerap
panas.
2. Untuk menentukan proses pembuatan permukaan.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan kotak yang terbuat
dari kertas tebal berbentuk siku yang tidak dapat tertembus cahaya
luar dan dilengkapi dengan lampu halogen 150 W sebagai sumber
radiasi gelombang panjang, seperti pada Gambar 3.4. Sebagai alat
pembaca radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh
permukaan pelat aluminium digunakan solar cell. Setelah itu output
dari solar cell dibaca dengan multimeter yang dinyatakan dalam
36
Lampu Halogen
Solar Cell Aluminium
Gambar 3.4. Alat Penguji Absorptivitas
Setelah besar energi yang dipantulkan diketahui, maka besar
energi yang diserap oleh aluminium dapat diketahui dengan
persamaan, yaitu:
αλ+ ρλ = 1
αλ = absorptivitas surya pada suatu panjang gelombang
tertentu.
ρλ = reflektivitas surya pada suatu panjang gelombang tertentu.
3.6.2 Pengujian Emisivitas Termal
Tujuan pengujian emisivitas termal ini adalah:
1. Mengetahui besar panas yang dilepas oleh suatu bahan.
2. Mengetahui cara mengurangi pelepasan panas suatu bahan.
Pada pengujian emisivitas termal ini digunakan alat penguji radiasi
termal.
Langkah penelitian yang dilakukan sebagai berikut:
a. Mempersiapkan benda uji
Bahan uji dipasang pada pemegangnya yang telah dipersiapkan
sebelumnya sesuai bentuk dan dimensi benda uji. Langkah
pemasangan spesimen dapat dilihat pada Gambar 3.5.
38
b. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Perpindahan
Panas Universitas Sanata Dharma. Dengan menggunakan alat
penguji radiasi termal, kita dapat meneliti kemampuan radiasi
suatu bahan bila diberi panas. Selanjutnya, setelah benda uji
terpasang dengan benar, begitu juga dengan thermocouple dan
radiometer, maka source (sumber panas) dihidupkan dengan
memasang daya pada skala 4,5 strip. Pemasangan benda uji
berjarak 50 mm dari source dan 60 mm dari radiometer dengan
posisi seperti pada Gambar 3.5. Semua pengambilan data
berdasarkan sebuah data dengan kondisi awal sebagai berikut:
TS1 = suhu awal permukaan aluminium (° C)
= 31° C
TS2 = suhu akhir permukaan aluminium (° C)
TA = suhu sekitar (° C)
= 27,5° C
R0 = radiasi awal
= 2
R1 = radiasi akhir
t = waktu pemberian panas (menit)
Alat untuk membaca data suhu dan radiasi bisa dilihat pada
Gambar 3.6 di bawah ini.
Gambar 3.6 Panel indikator
Setelah diketahui nilai radiasi akhir (R1) dan suhu akhir (TS), maka
dapat diketahui nilai emisivitas termalnya dengan persamaan
berikut:
(
4)
A 4 S TT σ ε
q=
-di mana :
q : energi yang dipancarkan (W/m2)
: 5,59 × R1
ε : emisivitas termal
σ : konstanta Stefan boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4)
40
TA : temperatur sekitar (K)
3.6.3. Pengujian sinar matahari
Dalam pengujian ini menggunakan sinar matahari secara
langsung. Untuk pengujian yang satu ini, spesimen yang
digunakan berukuran 160cm x 80cm. Ukuran spesimen dalam
pengujian sinar matahari ini dibuat lebih besar daripada spesimen
pada pengujian absorptivitas ataupun emisivitas dengan tujuan
agar sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan benda dapat
ditampung lebih banyak. Tujuan pengujian sinar matahari adalah
mengukur berapa panas yang bisa diserap oleh aluminium
(spesimen) setelah diamplas dengan variasi waktu tertentu.
Langkah penelitian :
a. Alat uji
Alat uji menggunakan sinar matahari secara langsung.
b. Mempersiapkan benda uji
Benda uji dari aluminium (spesimen) tadi dimasukan pada
sebuah penampang yang terbuat dari kaca transparan dengan
tujuan panas dari sinar matahari yang dipancarkan ke
spesimen dapat masuk dari berbagai sudut dan panas tersebut
tidak mudah keluar atau hilang ke udara bebas, sehingga
Gambar 3.7. Pemasangan Spesimen
c. Pelaksanaan penelitian
Setelah spesimen tadi terpasang, kemudian spesimen tadi
dijemur di bawah sinar matahari langsung, tetapi sebelum
dijemur di ukur terlebih dahulu suhu awal spesimen dengan
menggunakan thermokopel. Setelah menentukan suhu awal,
benda di jemur hingga mendapatkan suhu panas yang
maksimal dengan menggunakan thermokopel.
42
BAB IV
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Pengujian Absorptivitas
Pengujian absorptivitas ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
setiap spesimen menyerap energi panas setelah diamplas.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Tanpa Perlakuan
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal yang Sudah Dicat warna Hitam
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Amplas 1500 ditambah serbuk karbon.
Sp esi m en Varisasi waktu amplas (menit) Tegangan Solar Cell Pantulan
dari Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas Al
(ρAl) Absorptivitas Al (αAl)
Rata-rata Absorptivitas
A1a 2,42 3,16 0,765823 0,234177
A1b
10
2,45 3,16 0,775316 0,224684 0,23
A2a 2,52 3,16 0,797468 0,202532
A2b
20
2,52 3,16 0,797468 0,202532 0,20
A3a 2,52 3,16 0,797468 0,202532
A3b
30
2,52 3,16 0,810127 0,189873 0,20 N
o
Material
Awal Spesimen
Tegangan Solar Cell Pantulan dari
Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas Al( ρAl )
Absorptivitas Al (αAl)
Rata-rata Absorptivitas
1 3,06 3,16 0,968354 0,031646
1 Al
2 3,06 3,16 0,968354 0,031646 0,03
N o
Material
Awal Spesimen
Tegangan Solar Cell Pantulan dari
Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas Al( ρAl )
Absorptivitas Al (αAl)
Rata-rata Absorptivitas
1 2,24 3,16 0,708861 0,291139
1 Al
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya amplas 2000 ditambah serbuk karbon
Sp esi m en Varisasi waktu amplas (menit) Tegangan Solar Cell Pantulan
dari Al (volt)
Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Reflektivitas
Al (ρAl) Absorptivitas Al (αAl)
Rata-rata Absorptivitas
B1a 2,47 3,16 0,781646 0,218354
B1b
10
2,49 3,16 0,787975 0,212025 0,26
B2a 2,43 3,16 0,768987 0,231013
B2b
20
2,46 3,16 0,778481 0,221519 0,23
B3a 2,56 3,16 0,810127 0,189873
B3b
30
2,49 3,16 0,787975 0,212025 0,20
Penambahan waktu pengamplasan tidak berpengaruh secara signifikan
pada hasil pengujian absorptivitas. Di sini tidak dapat disimpulkan bahwa
semakin lama waktu pengamplasan semakin besar nilai absoptivitasnya atau
sebaliknya. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang kurang
sempurna antara lain :
- Proses pengamplasan
- Proses pemberian karbon
- Pembacaan multi meter
Walaupun demikian, hasil pengujian secara keseluruhan dapat mencapai
angka absorptivitas yang diharapkan lebih besar dari permukaan aluminium awal
atau tidak diproses. Dengan pengujian radiasi dapat diketahui besar angka
reflektivitas, yang besarnya berbanding terbalik dengan besar absorptivitas. Untuk
mencari besar absorptivitas melalui perbandingan besar tegangan solar cell
pantulan dari aluminium dengan besar tegangan langsung dari solar cell, dapat
44
αλ + ρλ= 1 ... ( 1 )
dengan keterangan:
αλ= absorptivitas surya
ρλ = reflektivitas surya
maka,
αλ= 1 - ρλ ... ... ( 2 )
= 1 -
cell Solar Tegangan Al Pantulan cell Solar Tegangan
Diagram Uji Absorptivitas
0,03 0,29 0,23 0,20 0,20 0,22 0,23 0,20 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
A B A1 A2 A3 B1 B2 B3
Spesimen
A
b
so
rptivitas
A = tanpa perlakuan, B = dicat hitam, A1 = amplas 1500 (selama 10 menit), A2 = amplas 1500 (selama 20 menit), A3 = amplas 1500 (selama 30 menit), B1 = amplas 2000 (selama 10 menit), B2 = amplas 2000 (selama 20 menit),
B3 = amplas 2000 (selama 30 menit)
4.2 Analisis Pengujian Emisivitas
Pengambilan data emisivitas ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar suatu bahan melepas energi panas dibanding penyerapannya.
Diketahui bahwa dengan menghaluskan permukaan suatu bahan
“Aluminium’ dengan cara diamplas dapat menyebabkan perubahan
emisivitas pada bahan tersebut. Data-data yang diambil dalam penelitian ini
adalah data emisivitas thermal, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Material Awal.
Thermocouple 1
Thermocouple 2
N
o Material
Awal Spesimen
Suhu Al (TS) (°C) Suhu Sekitar (TA) (°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan (q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(ε)
Rata-rata Emisivitas
1 39 27 4 22,36 0,29
1 Al
2 40 27 3 16,77 0,22
0,24
N
o Material
Awal Spesimen
Suhu Al (TS) (°C) Suhu Sekitar (TA) (°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan (q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(ε)
Rata-rata Emisivitas
1 39,1 27 4 22,36 0,2841
1 Al
46
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Material Awal Dicat Hitam
Thermocouple 1
Thermocouple 2
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal amplas 1500 ditambah serbuk karbon Thermocouple 1 Spesime Varisasi waktu amplas (menit) Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan
(q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(
ε
)Rata-rata Emisivitas
A1a 35,4 27 5 27,95 0,5211
A1b
10
39,7 27 5 27,95 0,3374 0,429
A2a 37,7 27 6 33,54 0,4853
A2b
20
37,9 27 6 33,54 0,4759 0,481
A3a 37,4 27 6 33,54 0,5000
A3b
30
37,5 27 6 33,54 0,4950 0,498
N
o Material
Awal Spesimen
Suhu Al (TS) (°C) Suhu Sekitar (TA) (°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancar kan (q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(ε)
Rata-rata Emisivitas
1 38 27 12 22,36 0,94
1 Al
2 37,2 27 11 16,77 0,94 0,939
N
o Material
Awal Spesimen
Suhu Al (TS) (°C) Suhu Sekitar (TA) (°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancar kan (q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(ε)
Rata-rata Emisivitas
1 39 27 12 22,36 0,8599
1 Al
Thermocouple 2(lanjutan Amplas 1500 ditambah serbuk karbon) S p esime Varisasi waktu amplas (menit) Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan
(q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(
ε
)Rata-rata Emisivitas
B1a 38 27 5 27,95 0,3928
B1b
10
40 27 5 27,95 0,3291 0,361
B2a 38 27 6 33,54 0,4714
B2b
20
43 27 6 33,54 0,3161
0,393
B3a 39 27 6 33,54 0,4299
B3b
30
41 27 6 33,54 0,3649 0,397
Tabel 4.8 Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal amplas 2000 ditambah serbuk karbon
Thermocouple 1
Sp
esi
m
e Varisasi
waktu amplas (menit)
Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan
(q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(
ε
)Rata-rata Emisivitas
A1a 38,6 27 7 39,13 0,5199
A1b
10
37,8 27 7 39,13 0,5607 0,540
A2a 38,6 27 7 39,13 0,5199
A2b
20
39,4 27 6 33,54 0,4152 0,468
A3a 36,8 27 6 33,54 0,5322
A3b
30
35,2 27 6 33,54 0,6412 0,587
Thermocouple 2 Sp es ime Varisasi waktu amplas (menit) Suhu Al (TS)
(°C)
Suhu Sekitar
(TA)
(°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan
(q) (W/m2)
Emisivitas Thermal
(
ε
)Rata-rata Emisivitas
B1a 39 27 7 39,13 0,5016
B1b
10
38 27 7 39,13 0,5499 0,526
B2a 39 27 7 39,13 0,5016
B2b
20
40 27 6 33,54 0,3949 0,448
B3a 37 27 6 33,54 0,5211
B3b
30
48
Dalam pengujian ini lamanya waktu pengamplasan juga tidak dapat
menentukan besar kecilnya nilai emisivitas benda uji, ini disebabkan beberapa
faktor yang hampir sama pada pengujian absorptivitas. Hal ini bisa juga terjadi
jika kurangnya pendinginan alat pemanas, yang mengakibatkan kondisi awal yang
berbeda pada saat pengukuran suhu dan radiasinya dan kondisi alat yng
mengalami kerusakan pada tampilan layer hasil keluaran suhu .
Dengan mengetahui suhu aluminium, suhu sekitar dan radiasi dapat
diketahui emisivitas thermal menggunakan persamaan sebagai berikut:
(
4)
A 4 S TT σ ε
q= - ... ( 3 )
dimana :
q : energi yang dipancarkan (W/m2)
: 5,59 × R
ε : emisivitas thermal
σ : konstanta Stefan Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4)
TS : temperatur akhir permukaan (K)
Diagram Uji Emisivitas 0,939 0,429 0,481 0,498 0,540 0,468 0,587 0,521 0,242 0,448 0,394 0,397 0,526 0,361 0,862 0.226 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900 1,000
A B A1 A2 A3 B1 B2 B3
Spesimen Em is iv it as Thermocouple 1 Thermocouple 2
A = tanpa perlakuan, B = dicat hitam, A1 = pengamplasan 10 menit (amplas 1500), A2 = pengamplasan 20 menit (amplas 1500),
A3 = pengamplasan 30 menit (amplas 1500), B1 = pengamplasan 10 menit (amplas 2000),
B2 = pengamplasan 20 menit (amplas 2000), B3 = pengamplasan 30 menit (amplas 2000)
Gambar 4.2 Diagram pengaruh pengamplasan pada emisivitas untuk seluruh spesimen
4.3 Analisis Pengujian dengan Sinar Matahari
Pengambilan data pada pengujian langsung dengan sinar matahari ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya suatu bahan menerima panas
matahari setelah menghaluskan permukaan suatu bahan “Aluminium’
dengan cara diamplas. Data-data yang diambil dalam penelitian ini adalah
50
Tabel 4.9 Data Hasil Pengujian dengan Sinar Matahari
Suhu Al Amplas 1500 (ºC)
Suhu Al Amplas 2000 (ºC) Waktu Penjemuran (menit) Suhu Al Tanpa Perlakuan Dicat hitam (ºC) 10 menit 20 menit 30 menit 10 menit 20 menit 30 menit
0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 5 57,7 59,0 59,0 57,1 59,0 56,4 56,1 10 77,3 73,3 75,7 74,1 78,6 76,7 76,2 15 80,8 75,4 79,1 76,6 82,0 80,4 80,9 20 71 70,0 73,9 71,5 75,3 73,4 73,6 25 80,5 77,6 80,4 77,3 82,2 80,9 81,3
30 84,7 80,0 84,3 80,8 86,0 84,5 85,5
35 86,7 82,6 87,0 82,4 89,6 86,9 88,0
40 76,4 73,3 76,6 76,0 78,9 78,7 79,0
45 70,1 69,4 73,2 71,6 74,1 73,0 72,8
Rata-rata 71,22 68,76 71,62 69,44 73,27 71,79 72,07
∆T 59,7 55,6 60,0 55,4 62,6 59,9 61,0
Dalam hal ini lamanya waktu pengamplasan tidak terlalu berpengaruh
pada hasil pengujian dengan sinar matahari untuk waktu yang sama. Tidak dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengamplasan maka semakin besar suhu
yang dicapai atau sebaliknya, tetapi dari data ini dapat dilihat adanya perubahan
peningkatan suhu antara Al tanpa pengamplasan dengan Al setelah mengalami
pengamplasan. Dari Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa pada waktu pemanasan 20,
40, dan 45 menit, suhu benda uji mengalai penurunan. Faktor ini disebabkan sinar
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
waktu pemanasan (menit)
S
uhu (ºC
)
dicat hitam amplas 1500 (10 menit) amplas 1500 (20 menit) amplas 1500 (30 menit)
amplas 2000 (10 menit) amplas 2000 (20 menit) amplas 2000 (30 menit)
52
Tabel 4.10 Data Hasil Pengujian dengan Sinar Halogen
Suhu Al Amplas 1500 (ºC)
Suhu Al Amplas 2000 (ºC) Waktu Penyinaran (menit) Suhu Al Tanpa Perlakuan (ºC) Suhu Al Tanpa Perlakuan Dicat hitam (ºC) 10 menit 20 menit 30 menit 10 menit 20 menit 30 menit
0 27 27 27 27 27 27 27 27
5 31 35,1 33,5 35,2 33,9 33,8 34 34,5 10 32,5 39,5 36,9 39,7 37,9 38 38,4 39 15 33,3 42,1 39 42 40,3 40,5 41,1 41,7 20 34 43,9 40 43,6 41,8 42 42,8 43,4 25 34,3 45,6 40,6 44,8 42,9 43 43,9 44,5 30 34,7 46,1 41 45,2 43,7 43,5 44,5 45,3 Rata-rata 32,4 39,9 36,9 39,8 38,3 38,3 38,8 39,3
∆T 7,4 19,1 13,1 17,1 16,1 16,4 17,5 18,4
Pengujian halogen ini pada prinsipnya hampir sama dengan pengujian
dengan menggunakan sinar matahari. Dalam hal ini lamanya waktu pengamplasan
tidak terlalu berpengaruh pada hasil pengujian dengan sinar halogen untuk waktu,
suhu ruang, dan jarak penyinaran yang sama. Tidak dapat disimpulkan bahwa
semakin lama waktu pengamplasan maka semakin besar suhu yang dicapai atau
sebaliknya, tetapi dari data ini dapat dilihat adanya perubahan peningkatan suhu
antara aluminium tanpa pengamplasan dengan aluminium setelah mengalami
pengamplasan. Gambar 4.4 menunjukkan peningkatan suhu spesimen akibat
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0 5 10 15 20 25 30
waktu pemanasan (menit)
Su
hu (ºC
)
tanpa perlakuan amplas 1500(10 menit) amplas 1500 (20 menit) amplas 1500 (30 menit)
amplas 2000 (10 menit) amplas 2000 (20 menit) amplas 2000 (30 menit) dicat hitam
54
Gambar 4.5 Foto Permukaan AluminiumPengamplasan 1500 + karbon
Al mula-mula Pengamplasan selama 10 menit
Gambar 4.6 Foto Permukaan Aluminium Pengamplasan 2000 + karbon
Al dicat hitam Pengamplasan selama 10 menit
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, pengujian dan analisis, maka dapat disimpulkan:
1. Dari pengujian absorptivitas dan emisivitas, disimpulkan dengan metode mekanik (permukaan dihaluskankan dengan cara diamplas) dapat meningkatkan absorptivitas 7 – 9 kali lipat dibanding spesimen tanpa perlakuan, sedangkan emisivitas juga meningkat 2 – 4 kali lipat dibandingkan dengan spesimen awal.
2. Dalam pengujian ini, absorptivitas tertinggi terjadi pada spesimen yang dicat hitam sebesar 0,29. Untuk Absorptivitas tertinggi pada metode pengamplasan, didapatkan pada pengamplasan dengan ukuran 1500, dengan variasi waktu 10 menit.
3. Dalam pengujian dengan sinar matahari suhu tertinggi adalah 89,6 ºC yang dicapai pada benda uji dengan waktu pengamplasan 2000 selama 10 menit. Pengujian halogen, suhu tertinggi adalah 46,1ºC yang dicapai pada benda uji dicat hitam. Kenaikan suhu yang diserap benda uji pada pengujian halogen meningkat antara 7 - 12ºC.
5.2 Penutup
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu selama proses penyusunan Bila terjadi ketidak akuratan data dalam tugas Akhir ini., disebabkan keterbatasan peralatan dan ketelitian dalam pengamatan. Kritik dan saran untuk kemajuan sangat penulis harapkan, sehingga dapat berguna bagi semua pihak.
5.3 Saran
Sebagai acuan penelitian berikutnya, perlu diperhatikan hal-hal berikut : 1. Variasi waktu yang digunakan sebaiknya lebih lama, dan kadar karbon
yang digunakan juga kecil untuk mengurangi pencemaran lingkungan. 2. Mengkalibrasi alat uji dan ukur dengan benar.
58
Daftar Pustaka
Holman, J. P. 1993. Perpindahan Kalor. Erlangga : Jakarta.
Jansen,Ted J. Teknologi Rekayasa Surya. Pradnya Paramita : Jakarta.
Konttinen, P.,Characterization and Aging Studies of Selective Solar C/Al2o3/Al Absorber Surface, hut, April 2004. Diakses 28 September 2007
http://www.hut.fi/Units/AES/
Surdia, T. 1991. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita : Jakarta.
_______________., Sandpaper, Wikipedia, the free encyclopedia. Media Wiki. September 2007. Diakses 26 September 2007
http://en.wikipedia.org/wiki/Sandpaper
_______________., Sandpaper(Coated Abrasives), seizes, September 2007. Diakses 26 September 2007
http://www.fepa-abrasives.org
_______________., Silicon Carbide, Wikipedia, the free encyclopedia. Media Wiki. September 2007. Diakses 26 September 2007
http://en.wikipedia.org/wiki/Silicon Carbide
_______________., Emery, Wikipedia, the free encyclopedia. Media Wiki. Agustus 2007. Diakses 26 September 2007
http://en.wikipedia.org/wiki/Emery
_______________.,Flint, Wikipedia, the free encyclopedia. Media Wiki. September 2007. Diakses 26 September 2007