• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. taksonomi Bloom. Seseorang dikatatakan telah memahami suatu informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. taksonomi Bloom. Seseorang dikatatakan telah memahami suatu informasi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pemahaman Bacaan

1. Definisi Pemahaman Bacaan

Pemahaman merupakan bagian dari domain kognitif yang ada pada taksonomi Bloom. Seseorang dikatatakan telah memahami suatu informasi apabila dapat menerangkannya kembali dengan kalimat sendiri. Memori kerja memainkan peran penting selama membaca, terutama karena memori kerja memiliki kapasitas terbatas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembaca yang memiliki rentang memori kerja yang relatif besar dapat memproses kalimat ambigu dengan cepat. Individu yang bisa mempertahankan banyak item dalam memori akan sangat cepat dan akurat dalam memahami kalimat yang kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan membaca sangat tergantung pada kemampuan kognitif (Matlin, 2005).

Menurut Snow (2002), pemahaman bacaan adalah sebuah proses yang secara bersamaan menggali dan membangun makna melalui interaksi dan keterlibatan melalui bahasa tulis. Hal ini didukung oleh Sardjono (Snow, 2002), pemahaman bacaan adalah proses menghubungkan bahan tertulis dengan apa yang telah diketahui dan ingin diketahui pembaca.

Pemahaman bacaan adalah kesanggupan pembaca menyebutkan kembali isi bacaan argumentasi, eksposisi, atau bacaan deskripsi tentang suatu topik tertentu (dalam Razak, 2001). Pemahaman bacaan (reading comprehension)

(2)

adalah kegiatan membaca yang berupaya menafsirkan pengalaman; menghubungkan informasi baru dengan yang telah diketahui; menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kogntif dari bahan tertulis (dalam Tarigan, 1991).

Menurut Yoakam, pemahaman bacaan melibatkan kebenaran mengasosiasikan makna dengan simbol-simbol kata, mengevaluasi makna yang disarankan dalam konteks, pemilihan makna yang benar, mengatur ide-ide dari bacaan, mengingat ide-ide tersebut, dan penggunaannya dalam beberapa aktivitas sekarang atau masa depan (dalam Ahuja, 2007). Pemahaman bacaan adalah pencarian makna bacaan dengan menggunakan unsur-unsur dalam bacaan, misalnya kata kunci, pengorganisasian gagasan, judul, subjudul, dan sebagainya, dan diarahkan oleh latar belakang pengetahuan umum pembaca dan pengetahuannya tentang topik yang sedang dihadapi (dalam Djiwatampu, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan pemahaman bacaan adalah suatu kegiatan yang menggali dan membangun makna dari setiap kata sehingga memunculkan informasi yang baru bagi pembaca dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kognitif pembaca dari bahan tertulis.

2. Elemen-Elemen Pemahaman Bacaan

Menurut Snow (2002), pemahaman membaca terdiri dari tiga elemen. Ketiga elemen ini dipengaruhi oleh konteks dan sosiokultural. Perbedaan antara pembaca dapat ditelusuri ke berbagai lingkungan sosiokultural dimana anak-anak

(3)

tinggal dan belajar membaca. Jika komunitas pendidikan adalah untuk memastikan keberhasilan universal pemahaman bacaan, pengajar harus memahami penuh berbagai perbedaan sosial budaya dalam praktik komunikatif. Elemen-elemen pemahaman bacaan tersebut, yaitu:

a. The Reader (Pembaca)

Pembaca harus memiliki berbagai kapasitas dan kemampuan dalam pemahaman, meliputi kemampuan kognitif (seperti, perhatian, memori, kemampuan menganalisis kritis, kemampuan visualisasi, membuat kesimpulan), motivasi (tujuan membaca, minat terhadap konten yang sedang dibaca, self eficacy pembaca), dan berbagai jenis pengetahuan (kosakata, pengetahuan tentang topik atau domain/bidang, pengetahuan wacana dan linguistik, pengetahuan tentang strategi pemahaman tertentu). Kapasitas kognitif, motivasi, dan kapasitas linguistik serta pengetahuan dasar yang disebut dalam berbagai tindakan pemahaman bacaan bergantung pada teks yang digunakan dan aktivitas spesifik dimana seorang pembaca terlibat.

b. The Text (Teks)

Fitur teks memiliki pengaruh yang besar terhadap pemahaman. Pemahaman tidak hanya dengan menggali makna dari teks. Pembaca akan membangun representasi yang berbeda dari teks yang penting untuk pemahaman. Representasi ini mencakup, surface code (kata-kata yang tepat dari teks), thetext base (unit-unit pikiran yang mewakili makna), dan sebuah representasi dari mental model yang tertanam di dalam teks.

(4)

Tingkat kesulitan teks tergantung pada faktor-faktor yang melekat dalam teks, seperti hubungan antara teks dan pengetahuan serta kemampuan dari pembaca, dan kegiatan yang melibatkan pembaca. Selain konten, beban kosakata dari teks dan struktur bahasa, gaya tulisan, dan aliran bahasa juga berhubungan dengan pengetahuan pembaca. Jika terlalu banyak dari faktor-faktor ini tidak sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman pembaca, pengoptimalan pemahaman bacaan akan kurang karena teks terlalu sulit.

c. The Activity or Purpose for Reading (Aktivitas atau Tujuan Membaca)

Suatu aktivitas membaca melibatkan satu atau lebih tujuan. Sebelum membaca, pembaca memiliki tujuan, baik secara eksternal maupun internal. Tujuan dalam melakukan aktivitas membaca dipengaruhi oleh variabel motivasi, termasuk minat dan pengetahuan sebelumnya. Tujuan awal pembaca dalam membaca mungkin akan mengalami perubahan, ketika pembaca mendapatkan informasi yang menimbulkan pertanyaan baru. Selama membaca, pembaca memproses teks sesuai dengan tujuan. Pengolahan teks melibatkan, decoding, tingkat linguistik dan semantik yang tinggi dalam pengolahan dan pemantauan. Konsekuensi membaca merupakan bagian dari aktivitas. Beberapa aktivitas membaca menyebabkan peningkatan pengetahuan pembaca.

(5)

3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Bacaan

Menurut Nurhadi (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman bacaan terbagi menjadi dua faktor yang saling berkaitan, yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, motivasi, dan tujuan membaca. Proses membaca melibatkan faktor intelektual karena pada hakikatnya membaca adalah proses berpikir. Aspek-aspek berpikir yang terlibat dalam proses membaca seperti mengingat, memahami, membeda-bedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasi, dan menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan. Hal ini melibatkan tipe-tipe berpikir divergen (induktif), berpikir konvergen (deduktif), dan tipe berpikir abstrak. Aspek intelektual yang lain adalah minat dan tujuan membaca. Seseorang yang mempunyai minat dan perhatian yang tinggi terhadap bacaan tertentu, dapat dipastikan akan memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap topik tersebut. Sedangkan perubahan tujuan membaca berakibat terjadinya perubahan dalam gerakan mata yang berimplikasi pada kecepatan membaca.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal dalam bentuk sarana membaca, tingkat kesulitan teks bacaan, faktor lingkungan, faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi membaca. Pada sarana membaca, penerangan yang jelek akan mempengaruhi hasil membaca. Faktor latar belakang sosial

(6)

ekonomi, status sosial ekonomi yang tinggi cenderung dilimpahi kemudahan sarana membaca yang memadai, sehingga terbentuk tradisi atau kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca akan mempengaruhi kemampuan dan latihan membaca.

Menurut Tiatri (dalam Gunarsa, 2007), pemahaman bacaan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ada 5 faktor yang penting, yaitu:

a. Kemahiran dalam proses decoding

Cukup banyak penelitian yang menunjuk pengaruh ini terhadap pemahaman bacaan. Dengan lancar membaca, energi kognitif seorang anak bisa dicurahkan untuk melakukan kegiatan kognitif lainnya.

b. Pengetahuan terdahulu

Faktor ini turut membekali seseorang dalam belajar membaca. Faktor-faktor tersebut meliputi pengetahuan mengenai kosa kata (vocabulary knowledge); pengetahuan dasar (background knowledge); dan pengetahuan mengenai struktur teks.

c. Motivasi atau ketekunan

Kegiatan membaca yang terus menerus dilakukan merupakan latihan dan pengalaman yang baik untuk memperoleh keuntungan dari membaca. Kesuksesan siswa dalam membaca dapat mengalami peningkatan motivasi untuk membaca lainnya, sedangkan siswa yang mengalami kesulitan tidak merasakan kenikmatan membaca sehingga motivasinya untuk membaca pun berkurang. Stanovich menjelaskan bahwa pengembangan keterampilan membaca dipengaruhi oleh volume pengalaman membaca

(7)

karena pengetahuan kosakata secara mendasar dapat meningkatkan pemahaman bacaan (dalam Gunarsa, 2007).

d. Keterampilan kognitif tingkat tinggi

Faktor ini termasuk strategi-strategi yang dilakukan selama proses membaca. Penelitian menunjukkan bahwa pembaca yang baik akan aktif sejak pertama kali membaca dan pada akhirnya mampu melaporkan kesimpulan mengenai kondisi karakter-karakter dalam bacaan atau situasi yang tergambar di dalam teks. Pembaca yang baik dapat dengan mudah menentukan hal yang penting dan mengabaikan hal yang kurang penting. Pembaca yang baik lebih efisien dalam mengabaikan pengertian (makna) yang kurang relevan (ambigu) dengan materi yang dibaca.

e. Metakognisi

Para pembaca yang baik akan melakukan pemonitoran terhadap pemahamannya. Mereka menggunakan strategi tertentu ketika membaca, misalnya menggunakan overview (pemahaman umum), menyeleksi bacaan, merangkum, dan mengulang informasi yang perlu diingat. Pembaca yang kurang baik kurang menggunakan strategi; ini mungkin karena kurangnya kesadaran dan pengertian atas variabel-variabel yang mempengaruhi kegiatan membaca.

(8)

B. Minat Baca

1. Definisi Minat Baca

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2003). Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat (Slameto, 2003).

Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut (Slameto, 2003).

Menurut Farida Rahim (2008), minat baca adalah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Minat membaca yang kuat pada diri individu dapat dilihat dari kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadaran sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat baca adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada kegiatan membaca tanpa ada yang menyuruh. Perhatian yang besar terhadap ketersediaan bahan bacaan dan membacanya atas kemauan sendiri merupakan bentuk dari minat baca yang tinggi.

(9)

C. Metode Bercerita 1. Definisi Bercerita

Bercerita adalah pengalaman unik manusia yang memungkinkan individu untuk menyampaikannya melalui kata-kata yang merupakan aspek dari diri sendiri ataupun orang lain, dan dunia nyata ataupun imajinasi (dalam Alterio dan McDrury, 2004). Bercerita memungkinkan kita untuk mengenal dunia dan tempat tinggal individu, dimana setiap orang dibentuk oleh cerita sampai taraf tertentu baik cerita tentang diri sendiri, keluarga, teman, orang, budaya, dan sejarah tempat tinggal.

Van Manen berpendapat, bercerita merupakan bentuk teorisasi sehari-hari (dalam Alterio dan McDrury, 2004). Individu dapat membuat dan menyajikan catatan teoritis melalui cerita. Noddings dan Witherell menjelaskan metode bercerita dapat membantu kita dalam memahami sesuatu dengan cara membuat pondasi dasar yang dapat dicapai (dalam Alterio dan McDrury, 2004).

Menurut National Storytelling Association (NSA), 1997, bercerita adalah sebuah bentuk seni pertunjukan interaktif. Interaksi langsung antara pencerita dan penonton merupakan elemen penting dari metode bercerita. Penonton merespon kata-kata dari pencerita dan kegiatannya. Umumnya, pencerita meggunakan umpan balik non-verbal dengan segera, secara spontan, dan menyesuaikan nada secara improvisasi, kata-kata, dan kecepatan cerita untuk memenuhi kebutuhan para penonton. Bercerita adalah sebuah proses, media untuk berbagi, menafsirkan, menawarkan isi dan makna dari cerita kepada penonton (NSA, 1997). Bercerita adalah suatu jalur utama untuk menilai dan menafsirkan peristiwa, pengalaman,

(10)

dan konsep dari hal-hal yang kecil hingga besar dari kehidupan sehari-hari manusia (NSA, 1997).

Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah sebuah seni bahasa sebagai media untuk berbagi, menafsirkan, menawarkan isi dan makna dari cerita yang melibat interaksi langsung antara pencerita dan penonton yang merupakan elemen penting dari metode bercerita.

2. Teknik Bercerita

Menurut Gallets (2005), teknik bercerita dapat dibagi menjadi 2, antara lain:

a. Teknik membaca cerita (story reading)

Teknik membaca cerita adalah teknik penyampaian cerita secara lisan oleh seorang individu kepada seseorang atau kelompok dengan menggunakan buku cerita bergambar. Gerakan, efek suara, atau penggunaan alat peraga terkadang menyertai dalam penyampaian cerita. Namun, elemen-elemen ini umumnya kurang menonjol dalam teknik membaca cerita dibandingkan teknik mendongeng.

Membaca dengan suara keras pada anak-anak yang belum bisa membaca adalah hal yang penting. Anak-anak yang telah belajar sastra pada usia dini melalui cerita yang dibacakan akan menunjukkan minat dalam belajar membaca, mengembangkan pola bahasa, dan kaya akan informasi struktur bahasa (Henry, 1993). Routman mengklaim bahwa teknik membaca memiliki peran yang signifikan pada anak-anak untuk

(11)

menjadi pembaca yang sukses (Henry, 1993). Teknik membaca cerita dapat membantu anak-anak mengembangkan dan memperoleh kemampuan berbahasa.

Cullinan percaya bahwa guru merupakan model yang sangat efektif dan memainkan peran penting dalam mendorong antusiasme anak-anak untuk membaca (Henry, 1993). Teknik membaca cerita dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mendengar cerita dan memotivasi mereka ingin belajar membaca cerita sendiri. Guru berbagi kegembiraan ketika membacakan cerita kepada siswa sehingga termotivasi untuk belajar membaca. Holdaway menemukan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam membangun minat anak-anak membaca buku (Henry, 1993). Ketika guru membacakan cerita secara antusias, anak-anak akan menjadi lebih tertarik dan gembira dalam membaca.

Morrow menyatakan bahwa beberapa studi eksperimen menemukan efek dari membaca buku cerita kepada anak-anak sebagai rutinitas kelas sehari-hari, yaitu dapat menghasilkan skor yang lebih tinggi dalam bidang kosakata, pemahaman, dan dekoding. Menurut Salju, teknik membaca cerita adalah teknik yang paling banyak digunakan untuk belajar bahasa karena dapat membantu anak dalam mengembangkan keterampilan pemahaman.

(12)

Teknik mendongeng adalah teknik penyampaian cerita secara lisan oleh seorang individu melalui memori kepada seseorang atau kelompok tanpa menggunakan buku cerita bergambar. Mutasi, efek suara, dan penggunaan alat peraga sering menyertai unsur penyampaian cerita dengan teknik mendongeng.

Teknik mendongeng adalah salah satu bentuk pembelajaran yang sudah lama digunakan untuk melatih kemampuan satra dalam pendidikan anak-anak. Menurut Shedlock, mendongeng tidak hanya membawa suka cita dramatis untuk pendengar tetapi juga mengembangkan imajinasi (Henry, 1993). Pembelajaran melalui mendongeng terlihat santai namun berharga karena memberikan kesempatan kepada pendengar untuk menggunakan imajinasinya dalam menciptakan cerita. Mendongeng merupakan cara sederhana dan efektif untuk membentuk kebiasaan konsentrasi.

Teknik mendongeng adalah cara lain yang menarik dan efektif untuk memotivasi anak-anak membaca. Donze percaya bahwa seorang anak yang telah diberi kesempatan untuk mendengarkan sebuah cerita melalui teknik mendongeng, secara alami akan lebih tertarik pada buku (Henry, 1993). Scott menemukan bahwa ketika anak-anak mendengarkan cerita, mereka akan mengembangkan rasa pada cerita yang akan berpengaruh terhadap pemikiran dan proses bahasa (Henry, 1993). Anak-anak yang berada pada lingkungan yang kaya akan cerita akan tumbuh sebagai pemikir.

(13)

3. Tingkat Pemerosesan Informasi (Level of Processing)

Teknik bercerita yang berbeda akan menghasilkan tingkat pemerosesan informasi yang berbeda. Tingkat pemerosesan informasi ini akan berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman mengenai suatu makna. Teori tingkat pemerosesan dikemukakan oleh Craik and Lockhart, yang menyatakan bahwa keberhasilan dalam mengingat kata tergantung pada jenis operasi yang dilakukan saat mengkode kata-kata. Menurut Matlin (2005), tingkat pemerosesan informasi menyetujui adanya pendekatan tingkat pemerosesan dalam (depth-of-processing approach), yaitu teori yang menyatakan bahwa pemerosesan informasi dengan memaknai kalimat (deep) akan lebih bertahan lama pada memori dibandingkan dengan tingkat dangkal (shallow).

Ketika menggunakan tingkat dalam (deep), kita akan lebih mencari makna dari kata-kata tersebut. Berbeda dengan tingkat dangkal (shallow), kita hanya memperhatikan bentuk (physical appereance) dari kata tersebut (misalnya jenis huruf) atau suara dari kata tersebut (misalnya bunyi dari kata) (Matlin, 2005). Umumnya, seseorang akan mencapai tingkat pemerosesan informasi yang lebih dalam ketika memetik banyak makna dari sebuah stimulus. Ketika kita menganalisis makna, mungkin kita akan berpikir asosiasi lain, membayangkan, dan mengaitkan pengalaman masa lalu dengan stimulus.

Banyak hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa tingkat pemerosesan dalam (deep) secara umum menghasilkan ingatan yang lebih baik daripada tingkat pemerosesan dangkal (shallow). Tingkat pemerosesan dalam ini mendorong ingatan dikarenakan dua faktor; kekhasan (distinctiveness) dan uraian

(14)

(elaboration). Keutamaan pada tingkat pemerosesan informasi adalah terlibatnya

self reference effect, yaitu kita akan meningkatkan long term memory dengan menghubungkan materi pada pengalaman kita sendiri (Matlin, 2005).

4. Manfaat Bercerita

Kita dapat melakukan kontak batin dan sekaligus bisa berkomunikasi dengan anak melalu bercerita, sehingga dapat membina hubungan penuh kasih sayang. Menurut Asfandiyar (2009) manfaat dari bercerita adalah:

a. Melatih daya konsentrasi anak

b. Merangsang imajinasi, fantasi, dan kreativitas anak c. Melatih kemampuan bahasa anak

d. Menggiring anak-anak untuk menyukai buku e. Pemicu daya kritis dan rasa keingintahuananak

Metode bercerita memiliki banyak manfaat, terutama pada anak. Pada penelitian Mottley dan Telfer (2012) didapatkan hasil tentang manfaat metode bercerita, yaitu:

a. Mengembangkan kemampuan berbahasa, konsep, dan pengalaman b. Mengembangkan kemampuan mendengarkan yang efektif

c. Mengembangkan kemampuan oral dan ekspresi dalam menulis d. Mengembangkan kemampuan mendengarkan yang kritis e. Membantu siswa memahami bahasa dan struktur dari cerita f. Mengembangkan rasa (sense) dari cerita

(15)

g. Membantu siswa menggunakan perspektif h. Membantu vokalisasi siswa

D. Latar Belakang Etnis 1. Definisi Etnis

Kata etnik (ethnic) berasal dari bahasa Yunani ethnos, yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang (dalam Liliweri, 2005). Ethnos diartikan sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya, dan lain-lain, yang pada gilirannya mengindikasikan adanya kenyataan kelompok yang minoritas atau mayoritas dalam suatu individu. Misalnya, kita menyebutkan Chinacentric untuk menerangkan kebudayaan yang berorientasi pada Tionghoa. Istilah etnik mengacu pada suatu kelompok yang sangat fanatik dengan ideologi kelompoknya, tidak mau tahu ideologi kelompok lain.

Menurut Narroll (dalam Liliweri, 2005), kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (dalam Liliweri, 2005). Fredrick Barth dan Zastrow mengatakan, etnik adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya (dalam Liliweri, 2005).

(16)

Koentjaraningrat memaksudkan etnik sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri (dalam Liliweri, 2005). Joe R Feagin mengatakan kelompok etnis adalah sebuah kelompok sosial yang dapat dibedakan sebagian atau bahkan seluruhnya dengan orang lain atau dari kalangan mereka sendiri; yang pertama dan utama terletak pada kebudayaan dan karakteristik nasionalitas (dalam Liliweri, 2005).

Diana mengemukakan bahwa etnik atau yang lazim disebut dengan kelompok etnik adalah kumpulan orang yang dapat dibedakan terutama oleh karakteristik kebudayaan atau bangsa, meliputi: (1) keunikan dalam perangai (trait) budaya, (2) perasaan sebagai satu komunitas; (3) mempunyai perasaan etnosentrisme; (4) status keanggotaan yang bersifat keturunan atau ascribed status; dan (5) berdiam atau memiliki teritorial tertentu (dalam Liliweri, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa etnis adalah suatu istilah yang menggambarkan rasa memiliki suatu karakteristik kebudayaan dari suatu kelompok yang meliputi adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya sehingga dapat mengindikasikan adanya kelompok minoritas dan mayoritas dalam suatu orang.

2. Karakteristik Etnis Batak Toba

Suku bangsa Batak Toba menarik garis keturunan melalui garis ayah (patrilinial). Satu kelompok kerabat dihitung dari satu ayah disebut sa ama, satu

(17)

nenek disebut sa ompung, dan kelompok kekerabatan yang besar adalah marga (Bangun dalam Lubis, 1999). Tujuan hidup masyarakat Batak Toba mengacu pada konsep tentang 3H, yaitu kekayaan (hamoraon), kehormatan (hasangapon), dan kebahagiaan (hagabeon) (dalam Lubis, 1999).

Kekayaan (hamoraon) selalu identik dengan harta kekayaan, harga diri, dan anak. Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa Anakkonhido hamoraon diahu (anakku adalah harta yang paling berharga bagi saya) (dalam Lubis, 1999). Kebahagiaan (hagabeon) adalah kebahagiaan dalam keturunan, artinya keturunan memberi harapan hidup (dalam Lubis, 1999). Kehormatan (hasangapon) adalah suatu kedudukan seseorang yang dimiliki di dalam lingkungan masyarakat, yang biasanya status perolehan melalui proses belajar (dalam Lubis, 1999). Selama mereka tumbuh dan berkembang orangtua selalu menekankan falsafah ini kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak Toba cenderung memiliki karakter atau sifat yang pekerja keras, gigih, dan selalu berorientasi kedepan.

Menurut Irmawati (2004), orang Batak Toba sangat mementingkan nilai pendidikan bagi anak. Hal ini dikarenakan orang Batak Toba memandang bahwa jalan menuju tercapainya kedua nilai hamaraon dan hasangapon adalah melalui pendidikan. Hal ini terlihat pada masyarakat Batak Toba yang mayoritasnya adalah petani dan pedagang kecil dapat mendidik anaknya dengan baik sehingga anak-anak mereka menunjukkan prestasi yang memukau di bidang pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa etnis Batak Toba memiliki karakter yang menunjukkan bahwa mereka memiliki motif berprestasi. Hal ini

(18)

didasari oleh pola asuh orang tua yang mendidik mereka untuk berusaha menjadi lebih baik melalui pendidikan yang tinggi.

3. Karakteristik Etnis Tionghoa

Orang Tionghoa yang ada di Indonesia dikenal karena keuletan mereka dalam berbisnis. Umumnya, mereka mempunyai bakat berdagang, serta berani dalam melakukan spekulasi dan bekerja keras. Hal ini dapat dilihat dari berdirinya toko-toko milik orang Tionghoa di pinggir-pinggir jalan. Tidak hanya dalam bidang perdagangan, generasi muda mereka juga mempunyai talenta atau kecerdasan yang lebih unggul daripada penduduk pribumi (As’adi, 2011).

Etnis Tionghoa merupakan etnis dengan ras Mongoloid sedangkan orang Indonesia memiliki ras Melayu, sehingga sudah dapat dibedakan secara jelas antara orang keturunan Tionghoa dan Indonesia. Oleh karena itu, orang keturunan Tionghoa menjadi ras minoritas di tengah ras Melayu. Hal ini membuat mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk berkembang di negeri orang lain (As’adi, 2011). Orang keturunan Tionghoa yang dipersepsikan sebagai minoritas membuat mereka lebih sadar diri, harus tangguh, harus berkembang, harus melebihi orang lain, dan harus mampu menunjukkan jiwa kompetitif mereka (As’adi, 2011).

Ajaran Kong Hu Cu mengajarkan anak-anak Tionghoa untuk selalu hormat terhadap leluhur dan juga orang tua mereka. Orang tua pada etnis Tionghoa selalu mendidik anaknya untuk selalu bekerja keras, bertanggung jawab, hemat, bijaksana, disiplin, dan menghargai waktu (Sitanggang, 2010).

(19)

Menurut As’adi (2011), karakter dari orang etnis Tionghoa antara lain ulet dalam berbisnis, kuat mempertahankan tradisi, rajin sekaligus tertutup, religius, dan senang berkumpul dengan sesama etnis. Oleh karena itu, masyarakat Tionghoa dikenal lebih sukses dalam aspek kehidupan ekonomi, pendidikan, ataupun karier, dan terkesan eksklusif. Sedangkan stereotipe yang ada pada orang Tionghoa adalah memiliki sikap tertutup, angkuh, egoistis, dan pelit (As’adi, 2011).

4. Hipotesis Sapir - Whorf

Menurut hipotesis Sapir-Whorf, struktur dari sebuah bahasa akan mempengaruhi cara individu berpikir (Sternberg, 2006). Hipotesis ini berfokus pada dampak bahasa yang berbeda terhadap pemikiran orang-orang dari budaya yang berbeda. Orang-orang dari bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sistem kognitif dan perbedaan sistem kognitif ini mempengaruhi cara orang bicara tentang perbedaan bahasa di dunia. Konsep dari hipotesis ini menjelaskan bahwa proses kognitif, seperti pikiran dan pengalaman, dapat dipengaruhi oleh kategori dan pola bahasa seseorang berbicara (Sternberg, 2006).

Setiap etnis di Indonesia memiliki bahasa daerah masing-masing. Menurut hipotesi Sapir-Whorf, orang-orang dari bahasa yang berbeda memiliki sistem kognitif yang berbeda. Salah satu aspek dari kognitif itu sendiri meliputi pemahaman. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bhwa etnis memiliki pengaruh terhadap kemampuan pemahaman bacaan individu.

(20)

E. Anak Sekolah Dasar

1. Definisi Anak Sekolah Dasar

Anak Sekolah Dasar berada pada tahap late childhood (masa kanak-kanak akhir). Masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual (dalam Hurlock, 1992). Masa ini ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.

Awal masa kanak-kanak akhir ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu, usia ini merupakan usia wajib sekolah bagi anak-anak di Indonesia. Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupan anak, dimana anak-anak harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan baru dari kelas. Peristiwa masuknya anak ke kelas satu dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai dan perilaku (dalam Hurlock, 1992).

Selama setahun atau dua tahun terakhir dari masa kanak-kanak terjadi perubahan fisik yang menonjol dan hal ini juga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku dengan menjelang berakhirnya periode ini dan anak mempersiapkan diri, secara fisik dan psikologis untuk memasuki masa remaja (dalam Hurlock, 1992). Perubahan fisik yang terjadi dapat menimbulkan keadaan ketidakseimbangan dimana pola kehidupan yang sudah terbiasa menjadi terganggu dan anak selama beberapa saat merasa terganggu sampai tercapainya penyesuaian diri terhadap perubahan ini.

(21)

2. Kemampuan Kognitif Pada Anak SD

Mengacu pada Piaget, pada usia 7 tahun, seorang anak memasuki tahap operasional kongkret. Anak dapat berpikir lebih logis daripada sebelumnya karena pada saat ini mereka dapat mengambil berbagai aspek dari situasi tersebut ke dalam pertimbangan. Mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang konsep spasial, kausalitas, kategorisasi, penalaran konduktif atau induktif, dan konversasi (dalam Papalia, 2008).

Pada masa ini, terdapat peningkatan pesat dalam pengertian dan ketepatan konsep yang disebabkan oleh meningkatnya inteligensi dan meningkatnya kesempatan belajar (dalam Hurlock, 1992). Pada masa ini juga sering disebut sebagai periode kritis dalam dorongan berprestasi, yaitu suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses (dalam Hurlock, 1992).

Menurut Matlin (2005), ada empat tahap dalam perkembangan bahasa anak yaitu:

a. Words

Pada masa anak-anak, produksi kata meningkat sangat pesat. Pertumbuhan kosakata anak-anak sangat cepat jika orang tua sering membacakan sesuatu kepada si anak dan jika orang tua sering berbicara tentang kegiatan yang mereka lakukan dengan anak. Pemahaman kata-kata anak juga meningkat dengan pesat. Anak-anak juga dapat belajar arti dari beberapa kata dengan sengaja mendengar percakapan orang lain. Secara umum, anak-anak dapat memahami kata-kata lebih dari yang mereka hasilkan. Kemampuan memori anak-anak juga meningkat

(22)

dengan cepat selama periode ini, yang dapat meningkatkan produksi baik bahasa dan pemahaman bahasa mereka.

b. Morphology

Pada awalnya, anak menggunakan bentuk sederhana dari sebuah kata dalam setiap konteks. Namun, mereka segera mulai menguasai cara menambahkan akhiran pada morfem (unit dasar dari makna, yang mencakup akhiran seperti -s

atau-ed, serta kata-kata sederhana). Setelah anak belajar banyak kata jamak dengan teratur dan bentuk kata masa lalu, mereka melanjutkannya ke pemahaman morfem.

c. Syntax

Sintaks adalah aturan gramatikal yang mengatur kata-kata agar dapat dikombinasikan menjadi kalimat. Pada periode ini, anak-anak berjuang membentuk sintaks. Tingkat mereka menggabungkan kata-kata yang awalnya lambat, namun meningkat pesat setelah usia 2 tahun. Faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap peningkatan pesat dalam kombinasi kata adalah berkembangnya kapasitas memori kerja.

d. Pragmatics

Anak-anak harus belajar apa yang harus dikatakan dan tidak harus dikatakan dalam keadaan tertentu. Mereka juga perlu memahami bahwa mereka harus menggunakan gaya bahasa yang berbeda ketika berbicara dengan orang tua, guru, teman sebaya, dan anak-anak muda. Mereka harus belajar bahwa dua pembicara perlu berkoordinasi dalam percakapan dengan berbicara dan menjadi pendengar yang responsif secara bergantian.

(23)

F. Pengaruh Teknik Bercerita dan Latar Belakang Etnis terhadap Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris pada Anak SD

Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang memiliki peranan yang sangat penting, baik dalam berinteraksi secara langsung maupun dalam menguasai teknologi baru. Oleh karena itu, kemampuan dalam berbahasa Inggris menjadi salah satu kebutuhan utama yang harus dikuasai baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang baru diperkenalkan di pendidikan pertama mereka. Dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang dapat membuat ketertarikan terhadap bahasa Inggris tersebut, antara lain adalah dengan bercerita. Bercerita adalah pengalaman unik manusia yang memungkinkan individu untuk menyampaikannya melalui kata-kata yang merupakan aspek dari diri sendiri ataupun orang lain, dan dunia nyata ataupun imajinasi (dalam Alterio dan McDrury, 2004)

Bercerita adalah sebuah penyampaian cerita yang diberikan kepada satu atau lebih pendengar melalui suara dan gerakan. Metode bercerita dapat disampaikan melalui teknik membaca cerita (story reading) dan teknik mendongeng (storytelling). Teknik membaca cerita adalah sebuah teknik menyampaikan cerita oleh seorang individu dengan menggunakan media buku dan dilakukan dengan cara membacakannya (Gallets, 2005). Teknik mendongeng adalah teknik menyampaikan cerita secara lisan oleh seorang individu kepada penonton tanpa menggunakan buku bergambar (Gallets, 2005).

(24)

Metode bercerita dapat meningkatkan minat baca pada anak. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yulianti (2008) yang mengatakan bahwa kegiatan bercerita dapat meningkatkan minat baca anak. Teknik membaca cerita ataupun teknik mendongeng sama-sama dapat meningkatkan minat baca pada anak. Minat baca sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pemahaman bacaan seseorang. Semakin sering seorang anak membaca maka mereka akan semakin lebih memahami makna dari apa yang dibaca.

Teknik membaca cerita adalah teknik yang biasa digunakan di sekolah dalam pembelajaran reading comprehension. Guru sangat berperan penting dalam mendorong antusiasme anak-anak untuk membaca pada teknik membaca cerita ini. Semakin tinggi antusiasme anak-anak dalam membaca makan akan semakin meningkatkan minat baca anak serta kemampuan pemahaman bacaan. Gerakan, efek suara, dan penggunaan alat peraga kurang menonjol dalam teknik ini. Teknik membaca cerita memfokuskan siswa pada tulisan-tulisan yang ada pada buku cerita dan suara dari guru sehingga tingkat pemerosesan informasi siswa hanya pada level dangkal (shallow). Matlin (2005) mengatakan bahwa seseorang akan mampu mengingat sedikit kata ketika hanya memperhatikan bentuk (physical appereance) dari kata tersebut (misalnya huruf kapital dalam kata tersebut) atau suara dari kata tersebut (misalnya bunyi dari kata tersebut).

Teknik mendongeng sangat memperhatikan mutasi, efek suara, dan penggunaan alat peraga dalam proses bercerita. Pembelajaran melalui teknik mendongeng terlihat santai namun dapat memberikan kesempatan pada pendengar untuk menggunakan imajinasinya dalam menciptakan cerita. Pada proses

(25)

imajinasi ini seorang anak akan mengaitkannya dengan pengalaman di masa lalu ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan stimulus yang diberikan. Pada proses ini anak akan berada pada tingkat pemerosesan informasi level dalam (deep). Menurut Matlin (2005), tingkat pemerosesan informasi (deep) dalam merupakan tingkat pemerosesan informasi yang memfokuskan dan melibatkan informasi terhadap makna (meaning).

Berdasarkan uraian ini dapat dilihat perbedaan antara teknik membaca cerita dan teknik mendongeng berdasarkan tingkat pemerosesan informasi. Teknik membaca cerita dapat meningkatkan minat baca anak tetapi tingkat pemerosesan informasi hanya sampai pada level dangkal (shallow). Teknik mendongeng merupakan cara efektif memotivasi anak untuk membaca dengan cara merangsang imajinasi anak sehingga tingkat pemerosesan informasi berada pada level dalam (deep).

Etnis juga berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman bacaan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Prive (2004) yang mengatakan bahwa etnis sangat berpengaruh kuat terhadap kemampuan membaca individu. Indonesia merupakan negara yang multietnis, meliputi: Jawa, Batak Toba, Tionghoa, Aceh, Sunda, Melayu, dll. Setiap etnis yang ada di Indonesia memiliki bahasa daerah yang merupakan alat komunikasi intraetnis. Menurut hipotesis Sapir-Whorf, bahasa yang berbeda dapat mempengaruhi cara individu berpikir (Sternberg, 2006). Konsep hipotesis Sapir-Whorf menjelaskan bahwa proses kognitif, seperti pikiran dan pengalaman, dapat dipengaruhi oleh kategori dan pola bahasa seseorang ketika berbicara (Sternberg, 2006). Menurut Ommagio, pemahaman bacaan

(26)

merupakan bagian dari aspek kognisi (Mulyati, 2003). Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat pengaruh etnis terhadap pemahaman bacaan.

Mayoritas etnis yang ada di kota Medan adalah etnis Batak Toba dan etnis Tionghoa. Hal ini didukung oleh data sensus penduduk kota Medan pada tahun 2010 yang menunjukkan persentasi penduduk etnis Batak Toba sebanyak 17.12% dan etnis Tionghoa sebanyak 9.47% (Harahap, 2013). Kedua etnis ini juga dikenal sebagai etnis yang masih memperkenalkan dan mendidik kebudayaan masing-masing terhadap anaknya. Orang tua etnis Batak Toba dan Tionghoa di kota Medan juga mendidik anaknya untuk menggunakan bahasa daerah sebagai komunikasi sehari-hari mereka di rumah. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik meneliti pada etnis Batak Toba dan Tionghoa.

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian di atas adalah teknik bercerita dan latar belakang etnis sangat berpengaruh terhadap pemahaman bacaan pada anak SD. Teknik membaca cerita dapat menimbulkan rasa senang pada anak terhadap cerita sehingga anak dapat menjadi pengguna bahasa yang baik dan lebih memahami makna (Gallets, 2005). Teknik mendongeng akan meningkatkan imajinasi anak yang dapat membantu anak lebih mudah memahami makna cerita. Hal ini sangat membantu dalam proses pembelajaran bahasa Inggris terutama pada pemahaman bacaan. Latar belakang etnis juga sangat berpengaruh terhadap pemahaman bacaan seseorang, tergantung pada bagaimana motivasi membaca ditanamkan pada etnis tersebut.

(27)

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Teknik Bercerita

G. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

a) Ada pengaruh teknik bercerita terhadap pemahaman bacaan teks bahasa Inggris pada anak SD.

b) Ada pengaruh latar belakang etnis terhadap pemahaman bacaan teks bahasa Inggris pada anak SD

c) Ada interaksi antara pengaruh teknik bercerita dan latar belakang etnis terhadap pemahaman bacaan teks bahasa Inggris pada anak SD

Teknik membaca cerita (story reading)

Teknik mendongeng (storytelling)

- Kurang menonjol dalam

gerakan dan efek suara

- Menggunakan buku

cerita

- Lebih mengutamakan

gerakan dan efek suara

- Tidak menggunakan buku

cerita

- Imajinasi

Tionghoa Batak Toba

Batak Toba Tionghoa

Shallow level

Deep level

Reading Comprehension

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

wa Turuq Takhrij (al-Qahira : Maktabah al-Quran, t.th), h.. Meskipun mayoritas ulama telah menetapkan hadis ahad sebagai hujjah namun mereka mempunyai pandangan yang

BAGI MAHASISWA YANG ADA DI KELAS DIBAWAH INI AGAR SEGERA PINDAH KE KELAS LAIN YANG TERSEDIA... HENDRI

Dalam masalah kekhalifahan, Abdurraziq berpendapat bahwa kekhalifahan bukanlah rezim agama, bahwa lembaga ini tidak diisyaratkan dalam Islam, dan bahwa – terlepas

Uji potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal dilakukan secara in vitro dengan menentukan nilai SPF (Sun Protection Factor)

Guru memberi umpan balik peserta didik dalam proses dan hasil pembelajaran dengan cara

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·

(2009) dalam penelitiannya berjudul “Information Technology Adoption Behavior Life Cycle: Toward a Technology Continuance Theory (TCT)” meneliti penggabungan tiga model