• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RIWAYAT HIDUP JULUNG GANDHIK EDIASMORO A. Latar Belakang Keluarga Julung Gandhik Ediasmoro - BAB II EKO WAHYU WIDODO SEJARAH'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II RIWAYAT HIDUP JULUNG GANDHIK EDIASMORO A. Latar Belakang Keluarga Julung Gandhik Ediasmoro - BAB II EKO WAHYU WIDODO SEJARAH'16"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

RIWAYAT HIDUP JULUNG GANDHIK EDIASMORO

A. Latar Belakang Keluarga Julung Gandhik Ediasmoro

Keluarga merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Keluarga sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu yang mempunyai ikatan satu sama lain. Masing-masing individu mempunyai tanggung jawab serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi didalam suatu ikatan, setelah itu baru menuntut haknya. Keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, anak, cucu dan berkembang menjadi ikatan yang lebih luas lainnya (Ahmadi, 1991: 87).

(2)

Setiap orang tua pasti memiliki harapan dari setiap nama yang diberikan kepada anak-anaknya. Begitu juga dengan kedua orang tua dari Julung Gandhik Ediasmoro, mereka memilih nama tersebut dengan harapan baik. Nama Julung Gandhik Ediasmoro terdiri dari empat untaian kata, masing-masing kata mempunyai arti tersendiri. Julung mempunyai persamaan kata wayah yang artinya waktu misal waktu siang, sore dan malam. Kata Gandhik berarti batu, karena dahulu didaerah dekat rumah Julung Gandhik terdapat batu besar seperti lingga yoni di daerah Notog. Edi berarti linuwih, orang linuwih biasanya merupakan orang yang dengan senantiasa dikabulkan doanya oleh Allah SWT. Asmoro mempunyai persamaan katresnan (rasa sayang), asmoro disini merupakan bentuk variasi dari cinta. Jadi nama Julung Gandhik Ediasmoro dapat diartikan sebagai sebuah batu yang mulia yang dibawakan pada waktu yang tepat dengan rasa sayang (katresnan) ke sesama manusia (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

Julung Gandhik yang kini sudah tumbuh dewasa, mempunyai seorang istri yang bernama Aris Widianti. Awal pertemuannya bisa dibilang lucu, unik, dan ndilalah (kebetulan). Ketika Julung Gandhik ini sedang melihat foto profil dari saudara perempuannya dimedia sosial BBM (Blackbery

Messenger), ia melihat saudara perempuannya ini sedang berfoto dengan

(3)

akhirnya mereka dipertemukan di sebuah pementasan yang pada saat itu melakukan pertunjukkan wayang bersama Ki Dalang Manteb. Sehabis pertemuan tersebut keduanya menjalin asmara dan akhirnya jadilah sepasang suami istri sampai sekarang (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

Aris Widianti, istri dari Julung Gandhik ini berasal dari Batang. Dia merupakan seorang wiraswasta lulusan dari SMA 2 Batang. Aris Widianti ini disamping sebagai wiraswasta yang bergerak dibidang furniture (perabotan). Aris Widianti juga merupakan seorang sinden. Hal itu dibuktikan dengan setiap kali Julung Gandhik ini menampilkan pertunjukan wayang istrinya selalu mengikutinya sebagai sinden di setiap pertunjukannya (wawancara Aris Widianti, 11 Juni 2016).

Ki Dalang Soegino Siswocarito merupakan kakek dari Julung Gandhik. Ia memiliki dua orang anak. Anak yang pertama bernama Adjen Soesworo (ayah dari Ki Julung Gandhik) dan Nurnaeni. Nurnaeni juga mempunyai seorang anak laki-laki yang juga menjadi dalang muda seperti Julung Gandhik.Usia anak dari Nurnaeni, setahun lebih tua dari usia Julung Gandhik. Anak Nurnaeni bernama Yakut Aghib Ganta Nuraidin (wawancara Adjen Soesworo, 11 Juni 2016).

(4)

dan Julung sedang berkabung, kakeknya terbaring sakit dan tidak dapat aktif menjadi dalang seperti dulu. Dua pilihan yang diberikan oleh keluarganya yaitu Yakut Aghib untuk melanjutkan sekolahnya ke Universitas atau menggantikan kiprah kakeknya yang sedang sakit sebagai seorang dalang. Setelah menimbang berbagai hal, dan ia memilih untuk menggantikan kiprah kakeknya. Prestasi Yakut Aghib selangkah lebih unggul, karena ia lebih dahulu menapaki dunia pewayangan namun Julung Gandhik sebagai salah satu dalang mudapun tidak kalah membanggakan prestasinya. Hal tersebut tidak menjadi alasan mereka untuk saling bermusuhan, sikap solidaritas dan kekeluargaan yang tertanam dalam jiwa mereka membuat hubungan mereka terjalin sebagai keluarga sekaligus partner kerja yang baik. Mereka menjadi partner yang baik tercermin saat Julung Gandhik melakukan pertunjukan wayang, maka yang menjadi penabuh gendang adalah Yakut Aghib, begitupun sebaliknya (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

(5)

kebutuhannya. Sedangkan pada masa sekarang sama halnya dengan Yakut Aghib, Julung Gandhik pun sudah mampu membangun perekonomian keluarga dengan baik. Ia sudah dapat membantu perekonomian keluarga dengan jeri payahnya menjadi seorang dalang muda sehingga perekonomian sebelum dan sesudah Julung Gandhik menjadi seorang dalang seperti sekarang ini mengalami perubahan ekonomi yang baik (wawancara Adjen Soesworo, 11 Juni 2016)

Julung Gandhik yang sejak kecil memeluk agama Islam memiliki rasa

welas asih (ramah) dan penyayang terhadap binatang. Karena keluarganya

juga memeluk agama Islam maka ia dari kecil juga sudah diajarkan tentang nilai dan norma keagamaan oleh kedua orang tuanya. Sama halnya dengan Yakut, Julung juga melakukan kegiatan mengaji, sholat, dan hal lainnya yang sudah ia jalankan sejak kecil. Meskipun dalang identik dengan kepercayaan

kejawen (kepercayaan orang jawa) tapi kepercayaan yang ia anut tidak

menyimpang dari syariat Islam. Julung Gandhik berkata bahwa ia ingin melestarikan Islam kejawen namun tidak menyimpang dari syariat Islam, misal, Julung Gandhik sebelum melakukan pementasan wayang selalu berdoa kepada gusti Allah SWT namun juga mendoakan leluhur dalang-dalang terdahulu (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

(6)

seorang dalang muda yang membanggakan bagi keluarga termasuk juga dalang Yakut Aghib, serta teman-teman dan masyarakat khususnya masyarakat Banyumas. Ia mampu menjaga budaya asli Indonesia dengan menunjukan karya-karya yang istimewa yang selalu ia bawakan disetiap pertunjukan wayang (wawancara Julung Gandhik, 11 Juni 2016).

B. Riwayat Pendidikan Julung Gandhik Ediasmoro

Pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Paedagogike”. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata

“Pais” yang berarti anak dan kata “Ago” yang berarti aku membimbing. Jadi Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing anak dengan maksud membawanya ketempat belajar, dalam bahasa Yunani disebut “Paedagogos”. Jika kata ini diartikan secara simbolis,

maka perbuatan membimbing, seperti dikatakan diatas, merupakan inti perbuatan mendidik yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan kemudian pada suatu saat ia harus melepaskan anak itu kembali (ke dalam masyarakat) (Hadi, 2008: 7).

(7)

mulia, serta ketrampilan yang dimiliki dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Julung Gandhik memulai pendidikannya di TK Pertiwi. Setelah di rasa sudah cukup umur kemudian ia melanjutkan ke SD Negeri 3 Notog. Julung Gandhik mengenyam pendidikan Sekolah dasar selama 6 tahun. Saat duduk dibangku SD, prestasinya cukup baik. Ia selalu mendapat nilai diatas rata-rata kelasnya seperti, saudaranya Yakut Aghib. Ketika pengumuman kelulusan dan ijazah sekolah dasar diterima keluarga Julung Gandhik. Ia lulus dengan nilai memuaskan sebanding dengan ketekunannya. Tidak seperti saudaranya Yakut yang bersekolah di SMP Negeri 1 Purwokerto, beliau justru disekolahkan oleh orang tuanya di sekolah terdekat yang mempunyai akreditasi baik yaitu SMP Negeri 1 Patikraja. Disamping karena jaraknya yang dekat dari rumah, orang tua Julung Gandhik dapat mengawasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh anaknya agar tetap fokus pada pendidikannya (wawancara Adjen Soesworo, 15 Juni 2016).

Pada jenjang pendidikannya di SMP Negeri 1 Patikraja. Julung Gandhik termasuk orang yang pendiam, sabar, dan ikhlas serta memiliki sifat

nrima (menerima). Prestasi akademik seperti, perolehan nilainya diatas

(8)

ia merasa jarak dari rumah menuju SMAnya terlalu jauh sehingga Julung Gandhik memutuskan untuk pindah sekolah di SMK Veteran. Kurang lebih selama 1 bulan bersekolah di SMK Veteran, ia merasa tidak nyaman. Akhirnya Julung Gandhik ini pindah sekolah di SMKI Banyumas atau yang sekarang dikenal dengan SMK Negeri 3 Banyumas (wawancara Adjen Soesworo, 15 Juni 2016).

(9)

Saat Julung Gandhik lulus SMK teman-temannya sudah tahu bahwa Julung Gandhik merupakan seorang bibit dalang muda, hal tersebut juga diketahui oleh pihak sekolah SMK Negeri 3 Banyumas. Julung Gandhik menempuh pendidikannya tidak hanya hingga SMA seperti saudaranya Yakut Aghib Ganta Nuraidin, selanjutnya ia melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia di Surakarta. Di jenjang pendidikan inilah Julung Gandhik mengalami dilematika, yaitu tepatnya pada saat semester 4 tahun 2012. Julung Gandhik cuti dikarenakan Mbah Gino atau kakeknya dirawat di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Ia harus merawat Mbah Gino dengan saudaranya, yaitu Yakut Aghib. Memasuki bulan Desember keadaan kakeknya semakin memburuk dan harus dibawa ke Rumah Sakit Umum Panti Rapih Yogyakarta. Kakeknya dirawat di ruang ICU, ketika itu Julung gandhik dan Yakut Aghib selalu menemani kakeknya. Pada saat mendekati hari lahir Julung Gandhik tepatnya pada tanggal 18 Januari, ia berdoa agar Mbah Gino kakeknya diberi kesembuhan tetapi takdir berkehendak lain. Tanggal 20 Januari 2013 kakeknya meninggal (wawancara Julung Gandhik, 15 Juni 2016).

(10)

Julung Gandhik pentas kembali di Jakarta dan akhirnya kebanjiran job pekerjaan sampai sekarang.

C. Kehidupan Sosial Budaya Julung Gandhik Ediasmoro

(11)

sehingga dapat memunculkan kerjasama yang baik antara Julung gandhik dan juga warga masyarakat sekitar (wawancara Sri Agus Budiarti, 5 Juli 2016).

Kehidupan sosial yang tercipta dengan baik membuatnya cepat beradaptasi pula dengan kebudayaan, adat-istiadat atau kebiasaan yang ada dalam lingkungan tersebut. Hubungan dengan lingkungan sosialnya yang lebih intensif dengan berbagai pihak kemudian mengarah kepembentukan kepribadian. Pembentukan kepribadian berasal dari penanaman nilai sosial dan norma budaya yang dianut. Pengenalan kebudayaan dalam kehidupan Julung Gandhik Ediasmoro berawal dari sang kakek Mbah Gino menanamkan nilai-nilai budaya melalui seni pewayangan. Dari situlah kecintaannya terhadap kebudayaan Indonesia terutama kesenian pewayangan.

(12)

Referensi

Dokumen terkait