• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI

TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Di susun Oleh : Adhar Fahri Siregar

NIM 6661081069

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

AWAL PENGETAHUAN ADALAH PENEMUAN DARI

SUATU YANG TIDAK KITA MENGERTI

 Skripsi dan kelulusanku ini kupersembahkan untuk :

Kedua orang tuaku tercinta

H. Parluhutan Siregar dan Hj. Siti Madaniah S.Pd

Kakakku Pertama Adlin Fathar Siregar SE, MBA

Kakakku Kedua Adnan Fauzi Siregar SH

(6)

Adhar Fahri Siregar, Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang 2014.

Pembimbing I : Rina Yulianti, S.IP, M.Si Pembimbing II : Anis Fuad, S.Sos, M.Si

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Retribusi Tempat Khusus Parkir

(7)

Adhar Fahri Siregar, Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama, the State Administration of Science Program, Social and Political Sciences of Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa of University, Serang 2014.

Supervisor 1 : Rina Yulianti, S.IP, M.Si Supervisor II : Anis Fuad, S.Sos, M.Si

Keywords : Policy Implementation, Parking Levy of Special Place

Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama is a government policy of Serang City that manages the condition of the system of parking and has a procedure that relate directly by to the head of UPT (Technical Implementation Unit) Parking. It is needed the efforts by improving and progressing the servise to the visitors. The objective of this study is to know how big is the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama, the statement of problem is how big is the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama. The method used for this study is quantitative descriptive. The collection of data is by Accidental Sampling through primer data consisted of 100 respondents. The study was conducted in September 2013 up to September 2014, using questionnaires completed by respondents. Data analysis are descriptive analyst, t-test, and hypothesis test. The study results show that the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy Special Place has is very good. The results of calculations of the t-statistics < t-table = ( -2,044 < 1,980 ) and supported by the results achieved only 73 %. This is due to the number of ways system of fee collection which still in disarray,Weak firmness of the basic rules of law, the existence of parking

(8)

i

Assallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayahnya yang telah di berikan kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, Beserta keluarga dan para sahabat. Dan atas berkat rahmat, karunia, dan ridhonya pula peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Hasil Skripsi ini di ajukan untuk menghadapi sidang skripsi pada semester akhir

ini dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011

tentang Retribusi Daerah Mengenai Tempat Khusus Parkir di Banten Lama” Sebagaimana

judul penelitian ini dimaksudkan agar saya ingin mengetahui tentang perkembangan situasi kendaraan, terutama masalah Parkir, hasil skripsi ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak yang selalu mendukung peneliti secara moriil dan materiil, maka dengan ketulusan hati, peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd. sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(9)

ii Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Gandung Ismanto, S.Sos, MM. sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Rina Yulianti, S.IP, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Serta Dosen Pembimbing Skripsi I yang senantiasa memberikan motivasi dan arahan kepada peneliti selama masih aktif di kampus.

7. Anis Fuad, S.Sos, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Serta Pembimbing Skripsi II dan Anggota Penguji 2 Sidang Skripsi yang telah memberikan dukungan kepada saya dalam melaksanakan penelitian.

8. Titi Stiawati, S.Sos, M.Si. selaku sebagai Ketua Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran kepada saya selama melaksanakan skripsi.

9. Riny Handayani, S.Si, M.Si. selaku sebagai Anggota Penguji 1 Sidang Skripsi yang telah memberikan saran kepada saya selama melaksanakan skripsi.

10.Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

11.Ahmad Sardjito, SH, selaku Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah memberikan surat tanda tangan untuk mencari data yang ada di kantor tersebut.

(10)

iii

Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah memberikan izin dan bantuan kepada peneliti untuk mencari data sesuai dengan yang peneliti butuhkan.

14.Abdullah, S.Sos, selaku Bendahara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah banyak memberikan data dan informasi yang peneliti butuhkan.

15.Seluruh Pegawai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang mengizinkan penulis meminta waktu dan tenaganya dalam membantu peneliti mencapai tujuan penelitian.

16.Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang selama hidupku ini. Terima kasih atas semua yang telah kalian berikan pada peneliti dari sejak lahir hingga saat ini.

17.Kakakku Pertama Adlin Fathar Siregar SE, MBA dan Kakakku Kedua Adnan Fauzi Siregar, SH, tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang selama hidupku ini.

18.Teman-teman sahabatku di satu organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) UNTIRTA yaitu Anindita Kusuma Ardi dan kawan-kawan yang selalu memberikan dukungan kepada saya.

(11)

iv

Ananda, S.Sos, Putri Puspita, dan Yuddi Rinanto, S.Sos yang senantiasa memberikan dukungan moril kepada saya selama saya masih melaksanakan skripsi.

21.Teman-teman satu organisasi Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi (GERASI) yang senantiasa menemani dalam kesepian.

22.Teman-teman satu organisasi Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (MPM UNTIRTA) yang senantiasa menemani dalam kesepian.

23.Teman-teman Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Kelompok 26.

24.Seluruh teman-teman peneliti yang senantiasa memberikan semangat dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam Skripsi ini. Penulis memohon kritik dan saran yang dapat membawa Skripsi ini bisa menjadi lebih baik.

Peneliti berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan bagi perkembangan keilmuwan khususnya tentang Parkir.

Wassallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Serang, September 2014

(12)
(13)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN ORINISALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO HIDUP

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

(14)

vi

1.3. Pembatasan Masalah ... 15

1.4. Rumusan Masalah ... 15

1.5. Tujuan Penelitian ... 16

1.6. Kegunaan Penelitian ... 16

1.7. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Deskripsi Teori ... 19

2.1.1. Pengertian Kebijakan ... 19

2.1.2. Pengertian Publik ... 21

2.1.3. Pengertian Kebijakan Publik ... 24

2.1.4. Implementasi Kebijakan Publik ... 29

2.1.5. Model-Model Kebijakan Publik ... 33

2.1.6. Implementasi Kebijakan Publik Model Edward ... 41

2.1.7. Implementasi Kebijakan Publik Model Grindle ... 49

2.1.8. Pengertian Retribusi ... 53

2.1.9. Pengertian Retribusi Tempat Khusus Parkir ... 55

2.2. Kerangka Berpikir ... 58

2.3. Hipotesis Penelitian ... ... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 61

3.2. Instrumen Penelitian ... 61

(15)

vii

3.3.1. Uji Validitas Instrumen ... 65

3.3.2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 66

3.4. Populasi dan Sampel ... 67

3.4.1. Pengertian Populasi ... 67

3.4.2. Pengertian Sampel ... 68

3.5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 68

3.6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 70

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 71

4.1.1. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 71

4.1.2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir ... 71

4.1.3. Nama, Obyek dan Subyek Retribusi ... 72

4.1.4. Dasar Pengenaan dan Tarif ... 73

4.1.5. Tata Cara Pemungutan Retribusi ... 75

4.1.6. Tata Cara Pembayaran Retribusi... 75

4.1.7. Tata Cara Penagihan dan Sanksi Administrasi ... 76

4.1.8. Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi ... 76

(16)

viii

4.1.10.Gambaran umum Tentang Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan

Informatika Kota Serang ... 79

4.1.11.Visi dan Misi Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir ... 81

4.1.12. Susunan Organisasi ... 82

4.2. Uji Persyaratan Analisis ... 84

4.2.1. Uji Validitas Instrumen ... 84

4.2.2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 87

4.3. Deskripsi Data ... 88

4.3.1. Deskripsi Responden ... 88

4.3.2. Tanggapan Responden atas Kuesioner... 91

4.4. Pengujian Hipotesis... 111

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 115

5.2. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA

(17)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Karcis Parkir Tidak Resmi ... 9

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ... 59

Gambar 4.1. Bagan Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas

(18)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah Banyaknya Masuk Kendaraan Khusus Parkir di Banten

Lama ... 7

Tabel 1.2. Jumlah Pemakaian Karcis Tarif Khusus Parkir di Banten Lama tahun 2011-2013 ... 10

Tabel 1.3. Jumlah Penerimaan dan Penyetoran Khusus Parkir di Banten Lama tahun 2011-2013 ... 12

Tabel 3.1. Skor Dalam Penelitian Parkir... 62

Tabel 3.2. Instrumen Penelitian Parkir ... 63

Tabel 3.3. Waktu Pelaksanaan Penelitian Parkir Banten Lama ... 70

Tabel 4.1. Daftar Tarif Retribusi Tempat Khusus Parkir ... 74

Tabel 4.2. Hasil Analisis Item Instrumen ... 86

Tabel 4.3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur ... 89

Tabel 4.4. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 90

Tabel 4.5. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan ... 90

(19)

xi

Tabel 4.7. Tanggapan Responden Mengenai Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai

Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 92

Tabel 4.8. Tanggapan Responden Mengenai Pertemuan untuk Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 Tentang Retribusi

Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 94

Tabel 4.9. Tanggapan Responden Mengenai Kejelasan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai

Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 95

Tabel 4.10. Tanggapan Responden Mengenai Kemudahan Masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di

Banten Lama ... 96

Tabel 4.11.Tanggapan Responden Mengenai tata cara pemungutan retribusi di Banten Lama Kota Serang ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi

Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 97

Tabel4.12.Tanggapan Responden Mengenai konsistensi dalam implementasi/pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir

(20)

xii

Tabel 4.13. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Petugas Parkir dalam melaksanakan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di

Banten Lama ... 100

Tabel 4.14. Tanggapan Responden Mengenai pelayanan Petugas Parkir sesuai dengan yang diharapkan oleh para pengguna tempat parkir di Banten

Lama ... 101

Tabel 4.15. Tanggapan Responden Mengenai kemampuan Petugas Parkir dalam menginformasikan kembali kepada masyarakat mengenai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah

Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 102

Tabel 4.16. Tanggapan Responden Mengenai tanggung jawab Petugas

Parkir dalam menjaga kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang ... 104

Tabel 4.17. Tanggapan Responden Mengenai fasilitas yang diberikan Petugas Parkir terhadap kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota

Serang ... 105

Tabel 4.18. Tanggapan Responden Mengenai perlunya diadakan fasilitas pendukung lain dalam perparkiran di tempat parkir Banten Lama Kota

Serang ... 106

(21)

xiii

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi

Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ... 107

Tabel 4.20. Tanggapan Responden Mengenai pemberian uang lebih dari

para pengguna jasa parkir di luar uang retribusi parkir ... 108

Tabel 4.21. Tanggapan Responden Mengenai para petugas parkir di Banten Lama merupakan petugas parkir resmi dari UPT Parkir Dinas

Perhubungan,Komunikasi, dan Informatika Kota Serang ... 109

Tabel 4.22. Tanggapan Responden Mengenai pengelolaan tempat parkir di

(22)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ...

Lampiran 2. Data Hasil Kuesioner ...

Lampiran3. Surat izin dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang kepada peneliti untuk mencari data ...

Lampiran 4. Surat izin dari kampus ke instansi untuk mencari data ...

Lampiran 5. Data Jumlah Juru Parkir di Banten Lama ...

Lampiran 6. Peta Banten Lama ...

Lampiran 7. Catatan Bimbingan Peneliti ...

Lampiran 8. Daftar nama anggota Unit Pelaksana Teknis Parkir ...

Lampiran9. Data Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang...

Lampiran 10. Data Jumlah Pemakaian Karcis Parkir dan Penyetoran Parkir di Banten Lama ...

(23)

xv

Lampiran 12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah ...

(24)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak untuk dilaksanakan dan diterapkan oleh pihak yang berwenang dan berlaku untuk semua orang dengan tujuan untuk kepentingan bersama. Di satu sisi kebijakan mempunyai dimensi instrumental dalam menghasilkan keputusan, program dan hasil lainnya dengan nilai-nilai yang diyakini dalam kebijakan yang merupakan jalur komunikasi norma-norma etika dan moral, proses membangun jalinan kepercayaan dan solidaritas antar aktor.

Kebijakan publik merupakan sebuah rangkaian yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari pada aktor tersebut. Ini merupakan sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kebijakan publik juga selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen

(25)

kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, pajak dan anggaran-anggaran. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kepentingan seluruh masyarakat dan juga untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.

Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah, terutama dalam pelaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa.

(26)

senantiasa diupayakan secara periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk pelaksanaan.

Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah di daerah dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dapat pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah adalah dengan meningkatkan pendapatan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah & pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Salah satu dari retribusi daerah ini adalah Perda tentang retribusi daerah mengenai retribusi tempat khusus parkir. Upaya-upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintahan daerah yaitu kerjasama antar Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah dengan cara pendekatan terpadu dan tidak menghilangkan identitas, tugas serta fungsi masing-masing.

(27)

Retribusi Daerah merupakan jenis retribusi jasa usaha yang merupakan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu, sedangkan Retribusi Parkir merupakan sebagai bentuk pelayanan dalam penyediaan lahan parkir yang dapat disediakan oleh petugas parkirnya. Peranan pemerintahan daerah dalam menggali dan mengembangkan sistem potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah tentu mampu menjadikan sebuah kewajiban bagi setiap orang. Sayangnya pemungutan retribusi di Banten Lama terkadang tidak sesuai dengan peraturan berlaku, hal ini dapat dilihat dari semrawutnya sistem yang ada saat ini, sehingga terjadi kurang maksimalnya pelaksanaan peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama.

Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah yang dititip beratkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, maka Pemerintah Kota Serang berupaya mengembangkan mekanisme pembiayaan dengan menggali berbagai bentuk pembiayaan yang potensial untuk menunjang pembangunan Daerah sekaligus untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat termasuk penyediaan sarana dan prasarana perparkiran khususnya di tempat wisata bersejarah Banten Lama.

(28)

baik wisatawan lokal, domestik maupun mancanegera yang ingin mengetahui sejarah Banten.

Dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Banten Lama, maka secara otomatis tempat parkir sangat dibutuhkan, hal ini perlu adanya pengelolaan tempat parkir tersebut secara maksimal agar para pengunjung bisa menitipkan kendaraan mereka dengan aman.

Kehadiran tempat wisata bersejarah Banten Lama selain diharapkan dapat menambah pengetahuan pengunjung terutama tentang sejarah Banten, juga diharapkan dapat membiayai dirinya sekaligus mendatangkan keuntungan bagi Pemerintah Kota dalam bentuk pemasukan Pendapatan Asli Daerah.

(29)

Sehingga hal ini banyak dimanfaatkan oleh banyak pihak yang tidak seharusnya memungut retribusi parkir tersebut, mereka mengatasnamakan petugas parkir di daerah itu, padahal mereka adalah petugas parkir illegal yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang khususnya UPT Parkir.

Kendaraan bermotor untuk parkir merupakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaian dengan kendaraan bermotor. Seiring dengan banyaknya masyarakat menggunakan kendaraan bisa mempengaruhi tingkat perekonomian menjadi lebih kuat. Tidak hanya itu, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Kendaraan memang sangat penting bagi seseorang yang melakukan perjalanan ke mana saja. Terutama masalah parkir tersebut. Parkir memang menjadi alat butuh kendaraan yang keadaan tidak bergerak beberapa saat dan di tinggalkan pengemudinya. Pengelolaan kendaraan parkir merupakan bagian dari pelayanan umum dan dalam kerangka ini parkir dapat mengembangkan fungsi harapan untuk mampu menyediakan sarana dan prasarana parkir serta menetapkan panduan-panduan tentang parkir tersebut.

(30)

Tabel 1.1.

Jumlah Banyaknya Masuk Kendaraan Khusus Parkir di Banten Lama

BULAN

TAHUN

2011 2012 2013

JANUARI 70 77 88 FEBRUARI 64 82 80

MARET 83 78 75

APRIL 73 64 83 MEI 75 52 79 JUNI 52 62 60 JULI 94 73 71 AGUSTUS 98 104 112 SEPTEMBER 72 81 79 OKTOBER 61 69 78 NOVEMBER 87 76 85 DESEMBER 78 96 90 JUMLAH 907 914 980

(Sumber: Data Diolah, Samsat Kota Serang, Peneliti Tahun 2014).

(31)

Berdasarkan observasi awal, Peneliti menemukan beberapa masalah yang terjadi di lapangan yaitu retribusi tempat khusus parkir di Banten Lama ketika peneliti melakukan observasi terdapat beberapa masalah antara lain :

Kurang maksimalnya peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama. Masalah itu memang sangat mempengaruhi terhadap lemahnya ketegasan dari peraturan dasar hukum, karena setiap pelaksana peraturan daerah yang dibuat oleh Walikota dan di sahkan oleh DPRD Kota Serang. Seperti tidak sesuainya harga tarif retribusi parkir berdasarkan peraturan daerah bagi sepeda motor seharusnya Rp 1000 untuk parkir resmi, tetapi untuk parkir tidak resmi bisa mencapai Rp 3000. Itulah yang menjadi permasalahan bagi pelaksanaan retribusi tempat khusus parkir di Banten Lama.

(32)

hari kamis malam jumat mulai dari jam 19.00-22.00 WIB. Jadi tidak mungkin tempat objek wisata selalu ramai setiap hari. (Berdasarkan Wawancara dengan koordinator petugas juru parkir resmi di Banten Lama Tanggal 27

Oktober 2013 jam 13.00 WIB, nama dirahasiakan).

Sistem pemungutan retribusi parkir masih berantakan, seperti cara pemungutan retribusi hanyalah menggunakan secarik kertas yang bertuliskan Rp 1000 untuk sepeda motor, sedangkan Rp 2000 untuk mobil, dan Rp 5000 untuk Bus dan Truk. walaupun mereka telah diberi karcis resmi dari pemerintah daerah, tetapi masih ada saja karcis parkir tidak mendapat izin dari pemerintah daerah, termasuk petugas parkir tidak resmi selalu membuat kertas karcis tarif parkir. Seperti dibawah ini :

Gambar 1.1.

Karcis Parkir Tidak Resmi

(33)

terjadi pada karcis parkir, terutama masalah pemakaian karcis parkir di Banten Lama ini. Berikut ini adalah ada beberapa data rekapan jumlah pemakaian Karcis Tarif Parkir Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama Tahun 2011-2013 :

Tabel 1.2.

Jumlah Pemakaian Karcis Tarif Khusus Parkir Tahun 2011-2013

TAHUN

Jumlah Pemakaian Karcis Tarif Khusus di Banten Lama Parkir Tahun 2011-2013

Rp 1000 Rp 2000 Rp 5000

2011 3810 3554 3912 2012 3370 4215 3450 2013 4100 4158 3750 (Sumber: Data Diolah, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang, Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir, Tahun 2014).

Dari tabel 1.2. diatas terlihat bahwa dari tahun 2011 hingga 2013 menunjukan bahwa jumlah pemakaian karcis tarif parkir mengalami defisit seimbang. Terutama di Tahun 2012 untuk Rp 1000 dan untuk Rp 5000. Ini merupakan hasil pemakaian karcis tarif parkir sangat menurun dalam pemungutan retribusi tempat khusus parkir. Tahun 2011 untuk Rp 1000 jumlah buah karcis parkir adalah 3810, untuk Rp 2000 jumlah buah karcis parkir 3554, dan untuk Rp 5000 jumlah buah karcis parkir 3912.

(34)

parkir adalah 4100, untuk Rp 2000 jumlah buah karcis parkir 4158, dan untuk Rp 5000 jumlah buah karcis parkir 3750.

Jumlah keseluruhan pemakaian dan pengeluaran karcis parkir untuk Tahun 2011 mencapai 11.264 buah, sedangkan Tahun 2012 mencapai 11.035 buah, dan Tahun 2013 mencapai 12.008.

Jadi, seluruh data yang terkumpul jumlah pemakaian karcis parkir di Banten Lama dari tahun ke tahun sangat beda. Karena banyaknya arus kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan tempat objek wisata sangat ramai dan semakin banyaknya pengunjung dan juga semakin banyaknya kendaraan tersebut.

(35)

sekali setiap kendaraan tempat parkir berhenti banyak yang di tempati parkir tidak resmi, seperti mulai dari Istana Surosowan sampai Masjid Agung.

Setiap tahun anggaran penyetoran retribusi parkir di Banten Lama dari tahun ke tahun mungkin bisa terjadi perbedaan, karena jumlah pemasukan keuangan dalam retribusi masih rendah dari waktu sebelumnya. Berikut ini adalah data jumlah penerimaan dan penyetoran tarif khusus parkir di Banten Lama dari tahun 2011-2013 :

Tabel 1.3.

Jumlah Penerimaan dan Penyetoran Tarif Khusus Parkir di Banten Lama Tahun 2011-2013

(Sumber : Data diolah, Dishubkominfo Kota Serang, Peneliti tahun 2014).

Dari tabel 1.3. diatas terlihat bahwa dari tahun 2011 hingga 2013 menunjukan bahwa jumlah penerimaan dan penyetoran tarif parkir mengalami peningkatan dalam pemungutan retribusi tempat khusus parkir, terutama di tahun 2012 untuk @1000 yang mengalami penurunan harga tarif parkirnya.

TAHUN

Jumlah Penerimaan dan Penyetoran Tarif Khusus Parkir di Banten Lama Tahun 2011-2013

@ 1.000 @ 2.000 @ 5.000

(36)

Tahun 2011 untuk @1000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 11.671.000, sedangkan untuk @2000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 11.550.000, dan untuk @5000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 12.657.000. Tahun 2012 untuk @1000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 10.710.000, sedangkan untuk @2000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 13.415.000, dan untuk @5000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 19.155.000. Tahun 2013 untuk @1000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 17.760.000, sedangkan untuk @2000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 14.735.000, dan untuk @5000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 19.975.000.

Jumlah keseluruhan penerimaan dan penyetoran tarif parkir untuk Tahun 2011 mencapai Rp 35.878.000, sedangkan Tahun 2012 mencapai Rp 43.280.000, dan Tahun 2013 mencapai Rp 52.470.000.

Jadi, seluruh data yang terkumpul jumlah penerimaan dan penyetoran di Banten Lama tentu sangat beda. Karena setiap jumlah pendapatan asli daerah (PAD) yang berhubungan dengan retribusi parkir di Banten Lama ini jauh masih harapan, ternyata masih banyak hasil penyetoran parkir di pungut sama petugas parkir illegal, Oleh karena itu, Suatu permasalahan dalam penyetoran parkir anggap saja istillah koruptor jika ada seorang oknum Unit Pelaksana Teknis Parkir (UPTD) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang.

(37)

demi menjaga keamanan dan keselamatan terhadap para pengguna jalan atau petugas parkir dalam meningkatkan pelayanan umum untuk pembangunan Kota Serang.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat proposal penelitian ini dengan judul IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas, peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kurang maksimalnya pelaksanaan peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama.

2. Adanya petugas parkir yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang khususnya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir melainkan petugas parkir illegal.

3. Sistem pemungutan retribusi parkir di Banten Lama tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(38)

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan penelitiannya pada Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama.

1.4. Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

“Seberapa besar tingkat Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang

Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama?”

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

(39)

1.6. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengaplikasikan materi-materi pengajaran mengenai kebijakan publik khususnya implementasi kebijakan publik serta dapat memberikan sumbangan pemikiran guna melakukan pengembangan teori-teori kebijakan publik.

2. Secara Praktis

Penelitian tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama diharapkan dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada Dinas Perhubungan khususnya Seksi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir mengenai pelaksanaan kegiatan pemungutan Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir di Kota Serang.

1.7. Sistematika Penulisan

(40)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II DESKRIPSI TEORI & HIPOTESIS PENELITIAN

Dalam bab ini menguraikan tentang : Deskripsi Teori yang menguraikan tentang : Pengertian Kebijakan, terdiri dari Pengertian Publik, Pengertian Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik, Pengertian Retribusi dan Pengertian Retribusi Tempat Khusus Parkir.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini menguraikan : Metode Penelitian, Instrumen Penelitian, Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data, Tempat dan Waktu Penelitian,

BAB IV HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini menguraikan tentang : Deskripsi Obyek Penelitian, Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama dan Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama.

BAB V PENUTUP

(41)

BAB II

DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Deskripsi Teori

Berbagai teori implementasi kebijakan publik di negara-negara maju, dan mengambil manfaat dan pengalaman darinya untuk memperbaiki implementasi di negeri kita. Sekalipun perlu ditekankan bahwa tidak akan pernah ada pendekatan/teori yang cocok untuk segala situasi kebijakan, mengingat isi kebijakan yang begitu luas, konteks kelembagaan dan lingkungan yang begitu beragam. Namun setidaknya dapat membantu mahasiswa menganalisis implementasi kebijakan di Indonesia, mampu memberikan rekomendasi, serta mungkin dapat mendorong mahasiswa suatu saat kelak menghasilkan pendekatan-pendekatan dan teori-teori implementasi yang khas Indonesia.

2.1.1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah terjemahan dari bahasa Inggris policy yang berarti kebijakan. Kebijakan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kebijaksanaan (wisdom dalam bahasa Inggris). Kebijakan berbeda dengan kebijaksanaan, kebijaksanaan menyangkut karakter pribadi seseorang sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. Lebih-lebih lagi kita tidak dapat memisahkan kata policy itu dalam konteksnya dengan politik, karena pada hakikatnya proses pembuatan kebijakan itu adalah proses politik.

(42)

Sedangkan menurut James Anderson yang selama ini banyak dikutip dalam buku-buku teks kebijakan publik menyatakan bahwa

kebijakan adalah “purposive course of action or inaction undertaken by an

actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern

(langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi). (Wahab ;2012 : 8).

Sementara Knoepfel dkk di kutip Solihin Abdul Wahab (2012 : 10). mengartikan kebijakan sebagai :

a series of decisions or activities resulting from structured and recurrent interactions between different actors, both public and private, who are involved in various different ways in the emergence, identification and resolution of a problem defined politically as a public one”. (serangkaian keputusan atau

tindakan-tindakan sebagai aktor, baik publik/pemerintah maupun privat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespons, mengidentifikasikan, dan memecahkan suatu masalah yang secara politis didefinisikan sebagai masalah publik). (Wahab; 2012: 10).

(43)

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan ialah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja sangat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, atau suatu rencana.

2.1.2. Pengertian Publik

Istilah “publik” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

didefinisikan sebagai orang banyak, selain orang atau umum. (Wicaksono; 2006: 57).

Dalam bahasa Yunani, istilah publik seringkali dipadankan pula dengan istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata

common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya publik

seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.

W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Massey dalam bukunya Managing Public Sector: A Comparative Analysis of the United

Kingdom and the United State berpendapat bahwa sektor publik memiliki

(44)

a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih ambigu.

b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusan.

c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang sangat beragam.

d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peluang dan kapasitas.

e. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki signifikasi simbolik.

f. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan legalitas.

g. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merespon isu-isu keadilan dan kejujuran.

h. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik.

i. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimal diatas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.

j. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas kegagalan pasar.

(45)

Sedangkan pengertian Publik menurut H. George Frederickson (1997: 46), menjelaskan konsep dalam lima perspektif, (Pasolong; 2010: 7) yaitu :

1. Publik sebagai kelompok kepentingan, yaitu publik dapat dilihat sebagai manifestasi dari interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan masyarakat.

2. Publik sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat terdiri atas individu-individu yang berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan sendiri.

3. Publik sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu kepentingan publik diwakili melalui suara.

4. Publik sebagai konsumen, yaitu konsumen sebenarnya tidak terdiri dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama lain, namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan tuntutan pelayanan birokrasi.

5. Publik sebagai warga negara, yaitu warga negara dianggap sebagai publik karena partisipasi masyarakat sebagai keikutsertaan warga negara dalam seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang paling penting.

(46)

2.1.3. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik telah banyak didefinisikan oleh banyak literatur, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn dan dikutip lagi oleh Suharto memberikan definisi kebijakan pulbik

secara luas, yakni sebagai “whatever governments choose to do or not to

do”. Yang artinya apa saja yang Negara pilih untuk dilaksanakan atau

tidak. (Suharto; 2010: 44).

Pakar Inggris W.I Jenkins, merumuskan kebijakan publik sebagai “a set of interrelated decisions taken by a political actor or group

of actors concerning the selection of goals and the means of achieving

them within a specified situation where these decisions should, in

principle, be within the power of these actors to achieve”. (serangkaian

keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut). (Wahab; 2012: 15).

Carl Freidrich yang mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan-hambatan dan kesempatan. (Wahab; 2012: 9).

(47)

dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. (Wahab; 2012: 8).

Kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :

a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Sedangkan pemahaman mengenai kebijakan publik sendiri masih terjadi adanya silang pendapat dari para ahli. Oleh karena itu, kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat untuk dicarikan jalan keluar baik melalui peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan pejabat birokrasi dan keputusan lainnya termasuk peraturan daerah, keputusan pejabat politik dan sebagainya.

Meskipun terdapat berbagai definisi kebijakan publik (Public policy), seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Definisi ini jelas termasuk ke dalam kebijakan sebagai democratic governance karena menekankan tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.

(48)

a. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih dari pada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan

(policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya :

1) Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;

(49)

3) Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;

4) Menjangkau dampak yang amat luas ;

5) Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;

6) Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

b. Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

(50)

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi – cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

d. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

2.1.4. Implementasi Kebijakan Publik

(51)

pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Implementasi merupakan proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.

(52)

itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan.

Menurut seorang ahli studi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975: 450), mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai :

“sebuah deretan keputusan dan interaksi sehari-hari yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian dari para sarjana yang mempelajari politik dan juga dianggap sederhana meski anggapan ini menyesatkan”. (Parsons; 2006: 463)

Sementara menurut Eugene Bardach (1991:3) mengemukakan bahwa definisi dari implementasi kebijakan adalah

“cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum

yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenalkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang

memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”. (Agustino; 2012: 138)

Sementara menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Implementation and Public Policy (1983:61) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah :

“pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”. (Agustino; 2012: 138)

(53)

berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jt. (2000: 104) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle (1980) sebagai berikut :

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada aktor program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”. (Agustino; 2012: 138)

Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

(54)

memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

2.1.5. Model-model Implementasi Kebijakan

Beberapa model pendekatan implementasi kebijakan publik :

a. Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn

Van Meter dan Van Horn mengatakan bahwa ada 6 (enam) variabel (atau kelompok variabel) yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi. Variabel-variabel tersebut adalah :

1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosial-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2) Sumberdaya

(55)

merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi didukung dengan sumberdaya yang lain seperti kucuran dana dan waktu untuk menyempurnakan proses implementasi.

3) Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

(public) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaanya.

4) Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksanaan akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal bentuk persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor pelaksanaan adalah kebijakan “dari atas” (top dowm) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

(56)

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.

6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

b. Implementasi Kebijakan Publik Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier. Model implementasi yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy

Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa

(57)

Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu :

1) Mudah atau Tidaknya Masalah yang akan Digarap, meliputi : a) Kesukaran-kesukaran Teknis

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu.

b) Keberagaman Perilaku yang Diatur

Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana (administratur atau birokrat) di lapangan.

(58)

Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), makan semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.

d) Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki

Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendali tidaklah terlalu besar.

2) Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat.

Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara :

a) Kecermatan dan Kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai.

(59)

prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.

b) Kehandalan teori kausalitas yang diperlukan

Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan.

c) Ketetapan alokasi sumberdana

Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.

d) Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana.

Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hirarki badan-badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga apa dilaksanakan, maka kordinasi antar instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan.

(60)

Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titik-titik veto, dan internsif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.

f) Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang

Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena itu, top down policy bukanlah perkata yang mudah untuk diimplankan pada para pejabat pelaksana di level lokal.

g) Akses formal pihak-pihak luar

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauh mana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Ini maksudnya agar kontrol pada para pejabat pelaksanaan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.

3) Variabel-variabel di luar Undang-Undang yang mempengaruhi Implementasi

(61)

Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang-undang. Karena itu, eksternal faktor juga menjadi hal penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya pengejawantahan suatu kebijakan publik.

b) Dukungan publik

Hakikat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik di lapangan.

c) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat

Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka.

(62)

Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan pejabat-pejabat terasnya.

2.1.6. Implementasi Kebijakan Publik Model George C. Edward III

Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output, outcome). Termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain.

Dalam model yang dikembangkannya, ia mengemukakan ada 4 (empat) faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi. Pendekatan yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan:”Prakondisi apa yang harus ada agar implementasi berhasil?”

dan “Apa yang menjadi kendala pokok bagi suksesnya suatu

implementasi?” dan menemukan 4 (empat) variabel tersebut setelah

(63)

Ke empat variabel tersebut adalah: 1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi atau Sikap Pelaksana; 4. Struktur Birokrasi, yang keseluruhannya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi. Kesaling-terkaitan antara ke-empat variabel tersebut pada hasil implementasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Komunikasi

Ada tiga hal dalam komunikasi ini yang perlu mendapatkan perhatian :

a) Transmisi

(64)

b) Kejelasan (Clarity)

Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, diantaranya adalah : i). kerumitan dalam pembuatan kebijakan yang terjadi antara eksekutif dan legislatif, sehingga mereka cenderung menyerahkan detil pelaksanaannya pada bawahan ; ii). Adanya opisisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut ; iii). Kebutuhan mencapai konsensus antara tujuan yang saling bersaing saat merumuskan kebijakan tersebut ; iv). Kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar dari tanggung jawab); v). Biasanya terjadi pada kebijakan yang menyangkut aturan hukum.

c) Konsistensi

(65)

dilaksanakan; ii). Kesulitan yang biasa muncul saat memulai implementasi sebuah kebijakan baru; iii). Kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran, atau kadang karena bertentangan dengan kebijakan yang lain; iv). Banyaknya pengaruh berbagai kelompok kepentingan atas isu yang dibawa oleh kebijakan tersebut.

2) Sumberdaya

Sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut George C Edwards III adalah :

a) Staf

(66)

2) Informasi

Informasi yang diperlukan adalah : i). Informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut (Juklak-Juknis) serta, ii). Data yang terkait dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.

3) Wewenang

Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan.

Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.

(67)

dan jasa; kewenangan untuk memperoleh dan menggunakan dana, staf, dll kewenangan untuk meminta kerjasama dengan badan pemerintah yang lain, dll.

d) Fasilitas

Kendati implementor telah memiliki jumlah staf yang memadai, telah memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus dilaksanakan, juga telah memperoleh kewenangan yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam tergantung pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer, dll.

3) Disposisi

Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap kebijakan atau program yang harus mereka laksanakan karena setiap kebijakan membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan komitmen yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bisa.

(68)

Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Kognisi yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanan terhadap kebijakan. Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangatlah penting bagi aparat pelaksana lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan administratif dari pelaksana kebijakan yaitu ketidakmampuan dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif.

Arahan dan tanggapan pelaksanaan, hal ini meliputi bagaimana penerimaan, ketidakberpihakan maupun penolakan pelaksana dalam menyikapi kebijaksanaan.

b) Insentif

(69)

dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong ajang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi. Karakter dari pelaksana akan mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak mungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka capai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi kepentingan pribadinya, sehingga dengan sikap pelaksana tersebut dapat menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya.

4) Struktur birokrasi :

(70)

manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya.

2.1.7. Implementasi Kebijakan Publik Model Merilee S. Grindle

Model keempat yang berpendekatan top-down dikemukan oleh Merilee S. Grindle (1980). Pendekatannya tersebut dikenal dengan

Implementation as A Political and Process. Menurut Grindle ada dua

variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu:

a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design)

dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok dan tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.

Gambar

Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Tabel 1.3.
Gambar 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu berita yang akhir-akhir ini banyak diberitakan oleh media massa, baik cetak maupun elektronik dan khususnya media online adalah berita tentang kasus penggusuran

Skripsi berjudul “Pemanfaatan Kitosan dalam Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer)” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas

Jenis fitoplankton yang ditemukan selama penelitian di perairan Sungai Kandis Desa Karya Indah adalah 15 spesies dengan 3 kelas yang terdiri dari Bacillariophyceae 3

Pada prinsipnya menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Strategi yang efektif pada

dan learning to do (pembelajaran untuk berbuat)”. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa pada dasarnya hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku

Besaran butir patah pada perlakuan pratanak 0,8 kg/cm2 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya karena dengan semakin rendahnya tekanan pengukusan menyebabkan tingkat

yang telah dilakukan dengan menggunakan materi ajar bahasa Indonesia berbasis karakter menunjukkan (a) Responsmahasiswa yang tertarik terhadap komponen- komponen

minyak bumi serta perengkahan biomassa (Green et al., 2006). Model ini akan digunakan pada penelitian kali ini untuk diterapkan pada optimalisasi perengkahan