• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria (UUPA), bahwa demi menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria (UUPA), bahwa demi menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), bahwa demi menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah di Indonesia, pemerintah diwajibkan untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tanah yang dimaksud meliputi: pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tertentu, pemberian surat-surat bukti, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Dalam pelaksanaannya walaupun pendaftaran tanah sudah dilakukan, namun masih terjadinya sengketa-sengketa hak-hak atas tanah di tengah-tengah masyarakat yang bahkan sampai pada gugatan-gugatan ke Pengadilan, yang mengakibatkan terjadinya pemblokiran sertifikat hak atas tanah tersebut oleh Kantor Pertanahan.

Permohonan pemblokiran terhadap sertifikat hak atas tanah tersebut dapat dilakukan pihak pengadilan karena adanya gugatan, di antaranya karena terjadinya sertifikat ganda, hutang piutang atau karena pailit, seperti yang terjadi di berbagai daerah, yaitu kasus pemblokiran terhadap aset PT. Ibist Consult (dalam pailit) yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Bandung terhadap tanah dan bangunan yang terletak di jalan Gegerkalong Hilir No.234 Kelurahan Gegerkalong, Kecamatan

(2)

Sukasari Wilayah Boronegara, Kota Bandung.1 Kemudian juga yang terjadi di Kantor Pertanahan Surabaya, yang dialami oleh masyarakat pemilik tanah lontar di Surabaya yang berusaha memperjuangkan tanahnya yang telah bersertifikat Surat Hak Milik tetapi telah dimohonkan blokir oleh pihak PT. Pilar Mutiara Pratama (PT. PMP) pada Kantor Pertanahan Surabaya.2

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah (PP No.24 Tahun 1997) disebutkan, dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.3

Dalam pengertian sehari-hari pada masyarakat, surat tanda bukti hak atas tanah yang dimaksud ditafsirkan sebagai sertifikat atas tanah. Memang dalam UUPA tidak pernah disebut, Sertifikat Tanah namun seperti yang dijumpai dalam Pasal 19 disebutkannya “Surat Tanda Bukti Hak”. Dalam pengertian sehari-hari

1

”Tiga Asset Diblokir, dr. Nani Rahmania Menggugat Kantor Pertanahan Kota Bandung dan Kurator PT. Ibist Consult (Dalam Pailit) di Pengadilan Negeri Bandung”, http:// www.dennylawfirm.com/ ?P=187.html, diakses tanggal 14 Juli 2009

2

”Layanan BPN Belum Ada Kepastian”, http://www.surabaya.com/index.pha?p= detilberita&id/33201.html., tanggal 14 Juli 2009.

3

Lihat, A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 17.

(3)

surat tanda bukti hak ini sudah sering ditafsirkan sebagai sertifikat tanah. Dan penulisan di sini membuat pengertian yang sama bahwa surat tanda bukti hak adalah sertifikat.4

Sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 20 PP No.24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA.

Pendaftaran tanah oleh pemerintah itu diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yaitu sebuah lembaga Pemerintahan Non Departemen yang bidang tugasnya meliputi pertanahan. Kantor Pertanahan adalah unit kerja BPN di wilayah kabupaten atau kota, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Dalam melaksanakan tugasnya kantor pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta atas tanah.

Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah, bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya disebut “Panitia A” adalah panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian Hak

4

Muhammad Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 132.

(4)

Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Pengelolaan dan permohonan pengakuan hak atas tanah.5

Eksistensi lembaga pengumuman itu oleh Kantor Pertanahan dimaksudkan untuk memperoleh kepastian hukum hak atas tanah melalui keberatan pihak lain yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan Tanah dan atau kepada Pengadilan Negeri secara tertulis. Pengecualian terhadap tanah yang sudah ada haknya atau dikuasai langsung oleh negara yang disertai dengan alas hak lengkap, maka tanpa diadakan pengumuman, langsung dibuat surat keputusan pemberian hak atau penegasan konversinya. Sesudah berakhir masa pengumpulan dan ternyata tidak ada sanggahan dari pihak lain, maka keputusan pemberian hak atas tanah atau pengakuan hak atas tanah tersebut dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan, selanjutnya diberi nomor dan tanggal, maka dengan demikian keputusan hak atas tanah tersebut dinyatakan resmi diterbitkan.6 Namun, walaupun demikian tingginya kedudukan sertifikat hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat tetap saja diperlukan sebagai alat bukti awal. Hal ini didasari kemungkinan adanya alat bukti pihak lain yang lebih berwenang mengalahkannya.7 Oleh karena itu, Kepala Kantor Pertanahan wajib menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak atas tanah

5

Lihat, Pasal 1 angka 1 dan 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.

6

S. Chandra (II), Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus: Kepemilikan Hak Atas Tanah Terdaftar Yang Berpotensi Hapus di Kota Medan), Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006, hal. 130.

7

Lihat, Moch. Isnaini, Benda Terdaftar Dalam Konstelasi Hukum Indonesia, Jurnal Hukum, Nomor 13 Volume 7 Tanggal 7 April 2000, hal. 56. bahwa sertifikat hak atas tanah bukan merupakan satu-satunya alat bukti yang bersifat mutlak, justeru sebaliknya baru merupakan alat bukti awal yang setiap saat dapat digugurkan pihak lain yang terbukti memang lebih berwenang.

(5)

terdaftar di kantor pertanahan apabila hak atas tanah bersangkutan menjadi obyek sengketa.8

Sesuai dengan ketentuan Pasal 34 PP No. 24 Tahun 1997, maka dokumen data fisik dan data yuridis yang disimpan di kantor pertanahan pada dasarnya boleh diketahui setiap orang (asas publisitas), namun dokumen yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka atas instansi tertentu (asas spesialitas) karena tugas pokok dan fungsi jabatan, misalnya atas perintah Hakim dalam sidang perkara pembuktian di Pengadilan boleh diperlihatkan secara terbuka kepada pihak yang berperkara.

Informasi tentang keadaan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan diperlukan untuk mengetahui kesesuaian data sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan sama dengan data buku tanah di Kantor Pertanahan. Selain itu, juga diperlukan untuk mengetahui beban seperti hak tanggungan yang melekat atas hak atas tanah bersangkutan dan lebih penting lagi untuk mengetahui keadaan hak atas tanah bersangkutan tidak sedang dalam obyek sengketa.9

Dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ada disinggung masalah pemeriksaan terhadap sertifikat hak atas tanah meskipun secara tegas mengatur tentang pemeriksaan, akan tetapi dapat dipahami maksud dan tujuan dari diatuarnya hal tersebut dalam PP No. 24 Tahun 1997 yaitu bahwa yang merupakan perbuatan tentang pemeriksaan terhadap sertifikat tersebut adalah diatur dalam Pasal

8

Pasal 45 ayat 1 huruf c PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

9

S. Chandra (I) , Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, PT. Gramedia Wdidiasarana Indonesia, Jakarta, 2005, Op. Cit., hal. 47.

(6)

39 ayat (1) huruf a, yang menyebutkan bahwa PPAT menolak untuk membuat akta jika mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik atas satuan Rumah Susun kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.10 Misalnya sertifikat tanah itu sedang dalam sita atau sedang dilakukan pemblokiran.

Sebagaimana uraian di atas bahwa asas publisitas negatif dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada setiap orang atau badan hukum, yang merasa berhak mempunyai sesuatu hak atas tanah agar menyampaikan gugatan ke pengadilan setempat dan meneruskan salinannya kepada kantor pertanahan, untuk dibubuhi catatan sita di buku tanah dan di daftar lainnya sebagai obyek sedang diperkarakan. Catatan sita juga dapat dibuat di sertifikat bersangkutan atas permohonan penyidik atau penyelidik.11

Berdasarkan perintah Hakim Pengadilan maka Kepala Kantor Pertanahan membuat catatan di dalam buku tanah dan daftar umum bersangkutan status quo, namun dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal pencatatan tersebut tidak diikuti dengan putusan sita jaminan dari Hakim Pengadilan maka catatan sita tersebut hapus dengan sendirinya.12

10

Demikian juga dalam Pasal 97 PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997, khusus terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebelum melangsungkan aktanya wajib memohon informasi kepada Kepala Kantor Pertanahan tentang kesesuaian data sertifikat hak atas tanah bersangkutan dengan data buku tanah di Kantor Pertanahan, dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah asli bersangkutan dimaksudkan supaya akta PPAT tidak cacat hukum atau dapat dibatalkan demi hukum.

11

S. Chandra (II), Op. Cit., hal. 46.

12

Pasal 126 dan Pasal 127 PMNA/Ka. BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

(7)

Pencatatan sita jaminan dapat juga dilakukan Kepala Kantor Pertanahan atas permohonan dari Kantor Kejaksaan, Kantor Kepolisian, atau Kantor Lelang. Catatan lain di buku tanah selain catatan sita jaminan dalam perkara perdata atau pidana tersebut tidak dapat dilakukan Kepala Kantor Pertanahan, kecuali disampaikan dan disetujui Menteri dalam hal ini Kepala Badan Pertanahan Nasional.13

Selama sita jaminan masih melekat atas hak atas tanah sebagaimana catatan sita di dalam buku tanah dan daftar umum lainnya maka Kepala Kantor Pertanahan menolak setiap permohonan perubahan pemeliharaan data fisik maupun data yuridis bersangkutan.14

Catatan sita di buku tanah dan daftar umum lainnya dalam perkara perdata maupun pidana hanya dapat dibatalkan atau diangkat sita setelah perkaranya dihentikan atau perkaranya sudah diputuskan hakim dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dibuktikan dengan surat perintah angkat sita sesuai dengan salinan resmi berita acara eksekusi Panitera Pengadilan bersangkutan.

Terhadap sita yang menyebabkan terjadinya blokir hak atas tanah itu, apabila tidak dilanjutkan ke Pengadilan, maka dalam jangka waktu paling sedikit 30 hari pihak bersangkutan dapat melakukan pengangkatan sita atas permohonan sendiri kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan bukti dalam bentuk akta perdamaian para pihak bersengketa.

13

Pasal 128 PMNA/Ka. BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

14

(8)

Pemblokiran sertifikat hak atas tanah sebagaimana dikemukakan di atas dapat dilakukan atas dasar tanah tersebut menjadi sengketa yang dilanjutkan dengan sita jaminan yang dimohonkan oleh Hakim Pengadilan kepada Kantor Pertanahan untuk diblokir hak atas tanah tersebut sampai adanya putusan pengadilan. Selain itu, hak atas tanah debitur/penjamin hutang dalam kaitan pelunasan piutang negara dapat disita oleh jurusita Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) pada Kantor Lelang Negara, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).15 (Selanjutnya dalam tesis ini ditulis PUPN/KPKNL)

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Utusan Piutang dan Negara juncto Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK/01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara menyebutkan, yang dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan Negara yang sumber pendapatnya berasal dari negara, baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

15

Sebelum diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan, tempat pelaksanaan lelang dikenal dengan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) yang merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJPLN. Kemudian dengan diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 di atas terjadi reorganisasi DJPLN menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 135/PMK.01/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), maka lelang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

(9)

Dalam rangka pengamanan piutang negara, maka Panitia Urusan Piutang Negara dapat melakukan pemblokiran barang jaminan dan atau harta kekayaan lain milik debitur/penjamin hutang. Pemblokiran terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan lain milik debitur/penanggung hutang dilaksanakan dengan menerbitkan Surat Pemblokiran yang ditandantangani oleh Kepala Kantor Pelayanan (KPKNL) dan ditujukan kepada instansi yang berwenang atau Kantor Pertanahan untuk barang jaminan atau kekayaan lain dari debitur adalah hak atas tanah.16

Kemudian juga pemblokiran hak atas tanah dapat terjadi karena sertifikat hak atas tanah hilang, maka untuk menghindarkan sertifikat tersebut disalahgunakan oleh pihak yang beritikad kurang baik, maka pemilik sertifikat hak atas tanah yang hilang tersebut melakukan permohonan pemblokiran terhadap hak atas tanah, dengan terlebih dahulu melaporkan kehilangan sertifikat tersebut kepada pihak kepolisian, dan atas dasar surat pelaporan kehilangan dari kepolisian tersebut, maka dapat dimohonkan pemblokiran kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Dengan terjadinya pemblokiran hak atas tanah pada Kantor Pertanahan memberikan akibat hukum terhadap hak atas tanah tersebut, baik dalam peralihan maupun terhadap pembebanan hak atas tanah tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 bahwa PPAT dilarang membuat akta peralihan hak

16

Pasal 87 dan Pasal 91 Keputusan Menteri Nomor Nomor 300/KMK/01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara.

(10)

atas tanah apabila kepadanya tidak ditunjukkan sertifikat asli dari hak atas tanah tersebut.

Kemudian adanya kewajian bagi PPAT untuk melakukan pengecekan (cek bersih) atas sertifikat hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan sebelum membuat akta peralihan hak atas tanah.

Kantor Pertanahan dapat melakukan penolakan pendaftaran peralihan dan atau pembebanan hak atas tanah, sebagaimana ditentukan Pasal 45 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi:

a. Sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;

b. Perbuatan hukum peralihan hak atas tanah tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang (untuk lelang)

c. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap;

d. Tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan;

e. Tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;

f. Perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

(11)

g. Perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan

Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebutkan alasan-alasan penolakan itu.

Pemblokiran sertifikat hak atas tanah yang dimohonkan para pihak masih menjadi permasalahan hukum. Oleh karena hakikat pengumpulan dan pengolahan data yuridis merupakan prosedural dalam pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum secara yuridis kepada pemegang sertifikat hak atas tanah sepanjang mengenai hubungan keperdataannya dengan data fisik bersangkutan berdasarkan alat bukti tertulis yang disampaikan pemohon kepada kantor pertanahan atau keterangan saksi. Karena itu, maka penelitian data yuridis menjadi faktor penentu dalam pemberian kepastian hukum secara yuridis kepada pemegangnya. Namun, kegiatan tersebut menurut ketentuan yang berlaku bahwa Kantor Pertanahan hanya boleh memeriksa kebenaran data yuridis secara formil, dengan pengertian bahwa Kantor Pertanahan menurut peraturan perundang-undangan tidak punya wewenang melakukan pemeriksaan dan penelitian data yuridis secara materil.17

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul ”Tinjauan Yuridis Terhadap Pemblokiran Sertifikat Di Kantor Pertanahan Deli Serdang”.

17

(12)

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor-faktor penyebab pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap pemilik sertifikat atas pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang?

3. Apakah hambatan yang ditemui Kantor Pertanahan dalam pemblokiran sertifikat atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab pemblokiran sertifikat hak atas tanah

di Kantor Pertanahan Deli Serdang.

2. Untuk menjelaskan akibat hukum terhadap pemilik sertifikat atas pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang.

3. Untuk menjelaskan hambatan yang ditemui Kantor Pertanahan dalam pemblokiran sertifikat atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoretis dan secara praktis, yaitu:

(13)

2. Secara teoretis, penelitian dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum terutama hukum pertanahan.

3. Secara praktis, dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan bahan pertimbangan dalam menyelenggarakan kebijakan pertanahan terutama dalam hal permohonan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemblokiran Sertifikat di Kantor Pertanahan Deli Serdang” belum pernah dilakukan. Memang pernah penelitian sebelumnya yang membahas tentang sertifikat hak atas tanah, yang dilakukan oleh: 1. Suprayitno, Nim: 037011100, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pascasarjana Universitas Sumatera, Tahun 2004, dengan judul “Pemeriksaan Sertifikat Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT Pada Kantor Pertanahan Kota Medan Berkaitan Dengan Pembuatannya (Studi di Kota Medan)”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah:

1) Bagaimana kewenangan Notaris/PPAT dalam melakukan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Kota Medan.

(14)

2) Terhadap perbuatan hukum apa saja diperlukan pemeriksaan sertipikat hak atas tanah.

3) Bagaimana tata cara pemeriksaan sertipikat hak atas tanah oleh Notaris/PPAT pada Kantor Pertanahan Kota Medan.

4) Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh Notaris/PPAT dalam melakukan pemeriksaan sertipikat hak atas tanah.

2. Aminagia Femindonta G, Nim. 067011017 Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera, Tahun 2008 dengan judul: “Kajian Yuridis Atas Keberadaan Sertifikat Ganda dan Sertifikat Palsu: Penelitian di Kantor Pertanahan Kota Medan”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah:

1) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sertipikat ganda dan sertipikat palsu atas tanah di masyarakat?

2) Bagaimanakah akibat hukum dengan terjadinya sertifikat ganda dan sertifikat palsu atas tanah di masyarakat?

3) Bagaimanakah upaya hukum dari Kantor Pertanahan jika terjadi sertipikat ganda dan sertipikat palsu atas tanah di masyarakat?

Apabila diperhadapkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini maka permasalahan yang diteliti adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini dapat dinyatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

(15)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,18 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.19 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.20

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis tentang tinjauan yuridis terhadap pemblokiran sertifikat di Kantor Pertanahan Deli Serdang ini adalah Teori Kepastian Hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia.21

18

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203

19

Ibid., hal. 16.

20

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

21

(16)

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.22

Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers: 23

Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta” (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).24

Pendaftaran hak atas tanah menimbulkan hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah, sebagaimana pendapat Pitlo yang dikutip Abdurrahman berikut ini:

22

Sudikno Mertoskusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yoayarkta, 1988, hal. 58.

23

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, 1982, hal. 163.

24

(17)

Pada saat dilakukannya pendaftaran tanah, maka hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah diumumkan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum, sejak saat itulah pihak-pihak ketiga dianggap mengetahui adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya dimaksud, untuk mana ia menjadi terikat dan wajib menghormati hal tersebut sebagai suatu kewajiban yang timbul dari kepatutan.25

Pemerintah dalam hal melakukan pendaftaran tanah telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan pelaksanaannya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah beserta petunjuk teknis dalam pendaftaran tanah dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran atau Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Dalam hal pendaftaran tanah dikenal beberapa sistem pendaftaran yang dianut banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Sudah menjadi politik hukum agraria bahwa masalah pendaftaran tanah itu disesuaikan dengan sistem-sistem dan stelsel-stelsel hukum agraria dari negara-negara modern. Maka dalam melaksanakan pendaftaran hak-hak atas tanah rechtskadaster itu, dikenal sistem stelsel-stelsel pendaftaran sebagai berikut:26

1. Sistem Positif

Apabila orang sebagai subyek hak namanya sudah terdaftar dalam Buku Tanah, haknya mempunyai kekuasaan yang positif dan tidak dapat dibantah lagi.

2. Sistem Negatif

Apabila orang sebagai subyek hak namanya sudah terdaftar dalam Buku Tanah, haknya masih memungkinkan dibantah sepanjang bantahan-bantahan itu dapat dibuktikan dengan memberikan alat-alat bukti yang cukup kuat.

25

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23.

26

Bachsan Mustafa dalam Y.W. Sumindo dan Ninik Widyanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), cetakanI, Bumi Aksara, Jakarta, 1998, hal. 136.

(18)

Menurut Abdurrahman, selain sistem positif dan sistem negatif juga sistem Torrens, yang berasal dari nama penciptanya Robert Torrens, yang sekarang dipergunakan antara lain di Australia dan Negara Amerika Selatan. Sistem ini sebenarnya lebih dekat dengan sistem positif bila dibandingkan dengan sistem negatif.27

Sistem yang dianut dalam pendaftaran tanah di Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang bertendensi positif, yang dinyatakan dalam Penjelasan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah yakni:

Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.28

Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak, maka mesti ada registrasi atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertifikat hak sebagai surat bukti hak, sedangkan sistem publikasi negatif bukan pendaftaran, tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak membuat orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang haknya yang baru.

27

Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Agraria, Seri Hukum Agraria V, Alumni, Bandung, 1985, hal. 94

28

(19)

Asas pendaftaran tanah yang dianut UUPA adalah berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Dan yang menjadi objek pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai berikut:

1. Objek Pendaftaran Tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

b. Tanah hak pengelolaan

c. Tanah wakaf

d. Hak milik atas satuan rumah susun

e. Hak tanggungan

f. Tanah negara

2. Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.

Semua hak-hak atas tanah yang tercantum pada ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 di atas dengan membukukan tanah tersebut di kantor pertanahan akan diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya yang merupakan salinan dari buku tanah. Sedangkan tanah negara tidak diterbitkan sertifikat yang diterbitkan tersebut diserahkan kepada yang berhak sebagai alat bukti haknya.

Dengan adanya pendaftaran tanah tersebut, maka seseorang dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai, berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibebani dengan hak-hak tanggungan dan lain sebagainya. Hal yang demikian ini disebut dengan asas publisitas atau dalam hal lain disebut dengan stelsel. Dengan diterbitkannya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sebagai

(20)

penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, maka Pendaftaran Tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya adalah sistem publikasi negatif yang bertendensi positif, karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat. Dalam sistem negatif bahwa sertifikat tersebut hanya atau dapat dipandang sebagai suatu bukti permulaan saja, belum menjadi sebagai suatu yang final sebagai bukti hak atas tanahnya, atau dengan kata lain, bahwa sertifikat itu adalah sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempersoalkannya/mempermasalahkannya. Dan mengandung unsur positif, yaitu bahwa pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik untuk menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan diterbitkannya sertifikat sebagai salah satu alat bukti yang kuat.29

Berdasarkan ketentuan Pasal 1865 KUH Perdata bahwa alat bukti hak dapat digunakan untuk:

a. mendalilkan kepunyaan suatu hak; b. meneguhkan kepunyaan hak sendiri; c. membantah kepunyaan hak orang lain;

d. menunjukkan kepunyaan hak atas suatu peristiwa hukum.

29

(21)

Dengan demikian, pembuktian pemilikan hak atas tanah merupakan proses yang dapat digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaan, meneguhkan kepunyaan, membantah kepunyaan atau untuk menunjukkan kepunyaan atas sesuatu pemiikan hak atas tanah dalam suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu. Kemudian, dalam kaitan pembuktian hak atas tanah, maka dapat dibedakan menjadi yaitu pembuktian hak baru atas tanah dan pembuktian hak lama atas tanah.

Pembuktian hak baru atas tanah menunjukkan alat bukti yang dibuat sesudah berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 Tanggal 8 Oktober 1997 sesuai Pasal 23, yakni sebagai berikut:

a. Penetapan pemberian hak dari pejabat berwenang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan.

b. Akta PPAT menurut pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.

c. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan dari pejabat berwenang.

d. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.

e. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan. f. Pembenian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak

tanggungan.

Pembuktian hak baru merupakan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang kepada orang perorangan atau badan hukum, misalnya hak pengelolaan atas tanah negara dari Kepala Badan Pertanahan Nasional atau peralihan hak melalui akta pejabat pembuat akta tanah.

Menurut A.P Parlindungan pembuktian hak baru atas tanah diberikan oleh pejabat yang berwenang, yakni sebagai berikut:

(22)

a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan suatu surat keputusan pemberian hak oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional atas tanah yang dikuasai oleh negara ataupun dan hak pengelolaan.

b. Hak pengelolaan yang diketahui merupakan pelimpahan wewenang mengelola tanah dari negara kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, otorita dan sebagainya dan dibuktikan dengan suatu surat keputusan dari Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

c. Akta ikrar wakaf sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 dan sebagai pejabatnya yang disebut Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah Kepala Kantor Urusan Agama di tiap kecamatan. d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan

yang dibuat oleh PPAT dengan pemilik satuan rumah susun tersebut. e. Yang disebut dengan hak tanggungan adalah yang diatur oleh

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.30

Sedangkan pembuktian hak lama menunjukkan alat bukti yang sudah ada sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997, yaitu sebelum tanggal 8 Oktober 1997 sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24, ayat 1 dan ayat 2, sebagai berikut:

(1) Untuk keperluan pendaftanan hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pemilik lain membebaninya. (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat

pembuktian sesuai disebutkan pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasar kan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad balk dan secara terbuka

oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagai dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

30

(23)

Cara perolehan pembuktian hak lama atas tanah menurut Penjelasan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997, ada 2 macam cara berdasarkan pembuktian pemilikan tanah dan berdasarkan pembuktian penguasaan tanah tersebut.

2. Konsepsi

Konsepadalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.31 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.32 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

a. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.33

b. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi: pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan

31

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.

32

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs-USU, 2002, hal 35

33

(24)

rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.34

c. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atas bagian bangunan di atasnya.35

d. Data yuridis adalah keterangan mengenai status bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.36

e. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.37

f. Kantor Pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.38

g. Pejabat pembuat akta tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.39

34

Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

35

Pasal 1 angka 6 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

36

Pasal 1 angka 7 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

37

Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Lihat juga Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA.

38

Pasal 1 angka 23 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

39

(25)

h. Pemblokiran adalah tindakan Kepala Kantor Pertanahan untuk menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak atas tanah terdaftar di kantor pertanahan karena hak atas tanah bersangkutan menjadi obyek sengketa.40

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang kajian yuridis terhadap pemblokiran sertifikat hak atas tanah, yang dilakukan melalui pendekatan yuridis

normatif yaitu dengan melihat kepada dokumen dari kasus-kasus pemblokiran

sertifikat atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.41

40

Pasal 45 ayat 1 huruf c PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Lihat juga, Kamus Umum Bahasa Indonesia pemblokiran berasal dari kata “blokir” yang artinya menahan supaya tidak dapat keluar masuk (diambil). W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 146.

41

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.

(26)

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria

c) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.

d) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

e) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

f) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pajabat Pembuat Akta Tanah.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan.

3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum

(27)

sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan pemblokiran sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan.

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu:

1) Pejabat Kantor Pertanahan Deli Serdang sebanyak 2 (dua) orang.

2) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 5 (lima) orang.

3) Hakim Pengadilan Negeri Deli Serdang sebanyak 1 (satu) orang

4) Para pihak atau masyarakat pemohon pemblokiran serfifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang sebanyak 2 (dua) orang.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan tesis ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat

(28)

40

satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Finlay dan Wilkinson (163) suatu genotipe yang memiliki koefisien regresi (b i ) = 1 dan rataan hasil lebih tinggi dari rataan total, maka dinyatakan sebagai

adalah satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan;.. Standar Biaya

Pelecehan seksual merupakan perilaku atau tindakan yang menganggu melecehkan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang terhadap pihak lain yang

Baik dari proses penghitungan keuangan dalam rumah tangga sampai pengontrolan alat-alat sederhana dan berat dalam perusahaan.Modem merupakan alat komunikasi dua

Keempat argumen para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa umur ekonomis suatu mesin adalah merupakan jangka waktu pemakaian mesin dimana mesin tersebut memiliki biaya

Mesin ini dirancang menggunakan sistem pemakanan tiga pisau yang dipasang sejajar dan diletakkan di rumah pisau dengan cara dibaut sehingga mudah dalam pemasangan apabila

Akan tetapi banyak sekali konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-teman

Asuransi merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha pertanggungan setiap nasabah dikenakan polis asuransi yang harus dibayar sesuai perjanjian dan perusahaan asuransi