• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Perkembangan perdagangan minyak nabati dunia

Minyak sawit merupakan salah satu dari 13 jenis minyak nabati (vegetable oils) yang diproduksi, diperdagangkan, dan dikonsumsi secara internasional. Adapun ke-13 minyak nabati tersebut adalah minyak sawit (palm oil), minyak kernel sawit (palm kernel oil), minyak kedelai (soybean oil), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak biji lobak (rapseed oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak kacang tanah (groundnut oil), minyak bji katun (cotton seed oil), minyak jagung (corn oil), minyak zaitun (olive oil), minyak jarak (castor oil), minyak wijen (sesame oil), minyak biji rami (linseed oil). Konsumsi terbesar adalah minyak sawit, minyak kedelai, minyak biji lobak dan minyak bunga matahari (Sipayung, 2012).

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia Tahun 2010-2012 (juta ton)

Minyak Nabati Produksi Konsumsi

2010 2011 2012 % 2010 2011 2012 % Minyak Sawit 48,68 51,88 55,29 14 47,74 50,62 53,60 12 Minyak Kedelai 41,28 42,34 42,96 4 40,70 41,71 42,99 6 Minyak biji lobak 23,52 24,28 24,45 4 23,49 23,79 23,51 0 Minyak bunga matahari 12,42 15,34 14,14 14 11,76 13,09 13,64 16 Minyak Kernel Sawit 5,69 6,04 6,41 13 5,66 5,84 6,34 12 Minyak Kelapa 3,81 3,50 3,75 -2 3,77 3,59 3,85 2 Minyak biji katun 4,97 5,26 5,28 6 4,79 5,17 5,24 9 Minyak Zaitun 3,25 3,24 2,67 -18 3,02 3,07 2,87 -5 Minyak Kacang 5,08 5,06 5,25 3 5,07 5,09 5,27 4 Sumber : USDA, 2013

(2)

Minyak bunga matahari merupakan minyak nabati yang memiliki persentase pertumbuhan produksi dan kosumsi tertinggi dari minyak nabati yang lain yaitu sebesar 14% untuk pertumbuhan produksi dan 16% untuk pertumbuhan konsumsi. Khusus untuk minyak kedelai, pada tahun 2012 konsumsi minyak kedelai lebih tinggi dari produksinya (USDA, 2013).

Gambar 2. Grafik Persentase Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2012

Sumber : USDA, 2012

Gambar 2. menunjukkan persentase komposisi produksi minyak nabati dunia pada tahun 2012. Produksi minyak nabati dunia yang terbesar adalah minyak sawit diikuti oleh minyak kedelai, minyak biji lobak dan minyak bunga matahari. Keempat minyak nabati tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap produksi minyak nabati dunia daripada minyak nabati lainnya.

Minyak Sawit 35%

Minyak Kedelai 27% Minyak biji lobak

15% Minyak bunga matahari 9% Minyak Kernel Sawit 4% Minyak Kelapa 2% Minyak biji katun

3%

Minyak Zaitun

(3)

Gambar 3. Grafik Persentase Konsumsi Minyak Nabati Dunia Tahun 2012

Sumber : USDA, 2012

Gambar 3. menunjukkan persentase konsumsi minyak nabati dunia pada tahun 2012. Konsumsi minyak nabati terbesar adalah minyak sawit diikuti oleh minyak kedelai, minyak biji lobak dan minyak bunga matahari. Keempat minyak nabati ini memberikan kontribusi yang besar terhadap konsumsi minyak nabati dunia dari pada minyak nabati lainnya.

Produsen minyak sawit dunia adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Kolombia, Nigeria, Ekuador, Papua Nugini, Honduras, Pantai Gading, Guatemala, Brazil, Kostarika, Venezuela dan negara lainnya. Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama minyak sawit. Sedangkan konsumen minyak sawit dunia adalah India, Indonesia, Cina, Uni Eropa, Malaysia, Pakistan, Thailand, Nigeria, Mesir, Bangladesh, Amerika Serikat, Kolombia, Singapura, Rusia, Iran

Minyak Sawit 34%

Minyak Kedelai 27% Minyak biji lobak

15% Minyak bunga matahari 9% Minyak Kernel Sawit 4% Minyak Kelapa 3%

Minyak biji katun 3%

Minyak Zaitun

(4)

Produsen minyak kedelai dunia adalah Cina, Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Uni Eropa, India, Meksiko, dan lain-lain. Cina dan Amerika Serikat merupakan produsen utama minyak kedelai. Sedangkan konsumen minyak kedelai adalah Cina, Amerika Serikat, Brazil, India, Argentina, Uni Eropa, Meksiko, Iran, Mesir, Algeria, Korea Selatan, Bangladesh, Venezuela, Jepang, Maroko dan lain-lain.

Produsen minyak biji lobak dunia adalah Cina, India, Kanada, Jepang, Uni Eropa dan negara lainnya. Cina merupakan negara produsen utama minyak biji lobak. Sedangkan konsumen minyak biji lobak adalah Cina, India, Kanada, Jepang, Uni Eropa dan negara lainnya.

Produsen utama minyak bunga matahari adalah Argentina, Rusia, Turki, Ukraina, Uni Eropa dan negara lainnya. Argentina merupakan produsen utama minyak bunga matahari. Sedangkan konsumen minyak bunga matahari adalah Argentina, Rusia, Turkey, Ukraina, Uni Eropa dan negara lainnya.

Gambar 4. Perkembangan Harga Bulanan Minyak Nabati Dunia Juni 2003 sampai dengan Juni 2013

0 500 1000 1500 2000 2500 Ju n-03 Dec -03 Ju n-04 Dec -04 Ju n-05 Dec -05 Ju n-06 Dec -06 Ju n-07 Dec -07 Ju n-08 Dec -08 Ju n-09 Dec -09 Ju n-10 Dec -10 Ju n-11 Dec -11 Ju n-12 Dec -12 Ju n-13

Palm oil P (US $ / Ton) Rapeseed Oil P (US $ / Ton) Soybean Oil P (US $ /Ton) Sunflower oil P (US $/ Ton)

(5)

Gambar 4. menunjukkan perkembangan harga minyak nabati dunia berfluktuasi setiap tahun. Perkembangan harga untuk minyak nabati memiliki tren yang hampir sama antara satu dengan yang lain. Harga tertinggi terdapat pada pertengahan tahun 2008. Harga minyak sawit merupakan harga yang terendah diantara minyak nabati lainnya. Sedangkan harga minyak bunga matahari merupakan harga tertinggi diantara minyak nabati lainnya, kecuali pada periode Juni 2007 sampai Desember 2007 harga sawit berada diatas harga minyak bunga matahari (World Bank, 2013).

2. 2. Perkembangan Perdagangan minyak nabati di Cina

Tabel 3. menunjukkan perkembangan perdagangan empat minyak nabati yang utama di Cina. Minyak nabati tersebut adalah minyak sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari dan minyak biji lobak.

Tabel 4. Perkembangan Perdagangan Minyak Nabati di Cina Tahun 2011-2012 (ribu ton)

Produk 2011 2012

Produksi Import Export Produksi Import Export

Palm Oil 0 6.173 1 0 6.447 1

Soybean Oil 9.621 1.143 51 10.239 1.826 65

Sunflower Oil 180 72 1 171 107 1

Rapeseed Oil 4.872 591 3 5.149 1.177 7

Sumber: Oil World, 2013

Perkembangan perdagangan minyak nabati di pasar Cina bervariasi pada masing-masing minyak nabati. Dalam dua tahun terakhir Cina banyak menyerap minyak nabati untuk konsumsi domestik yang ditandai dengan tingginya angka produksi dan import minyak nabati tetapi sedikit untuk ekspor. Produksi minyak

(6)

nabati Cina terbesar adalah minyak kedelai dan minyak lobak, sedangkan impor minyak nabati Cina terbesar adalah minyak sawit.

2. 3. Perkembangan Perdagangan minyak nabati di Belanda

Tabel 4. menunjukkan perkembangan perdagangan empat minyak nabati yang utama di Cina. Minyak nabati tersebut adalah minyak sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari dan minyak biji lobak.

Tabel 5. Perkembangan Perdagangan Minyak Nabati di Belanda Tahun 2011-2012 (ribu ton)

Produk

2011 2012

Produksi Impor Expor Produksi Impor Expor

Minyak Sawit 0 1.902 75 0 2.443 63

Minyak Kedelai 435 36 54 408 36 152

Minyak Bunga Matahari 222 124 9 215 140 14

Minyak Biji Lobak 538 35 101 372 0 101

Sumber: Oil World, 2013

Produksi minyak nabati Belanda terbesar adalah minyak kedelai dan minyak lobak dalam dua tahun terakhir, sedangkan impor terbesar adalah minyak sawit, hal ini dikarenakan industri di Belanda sangat membutuhkan minyak sawit yang merupakan komoditi yang tidak dapat dihasilkan di Belanda. Adanya peningkatan konsumsi minyak sawit di Belanda dikarenakan adanya kebijakan penggunaan biodiesel dan biofuel yang menggunakan minyak biji lobak, sehingga kebutuhan minyak nabati untuk kebutuhan pangan disubstitusi dengan minyak sawit (PPKS, 2005). Belanda juga merupakan pasar tradisional minyak sawit Indonesia dan Belanda sudah berkomitmen dalam penggunaan minyak sawit yang berkelanjutan (crude sertified palm oil).

(7)

2. 4. Penelitian Terdahulu

Griffith dan Meilke (1979) mengemukakan bahwa harga berbagai jenis minyak nabati dunia diduga berinteraksi satu sama lain karena adanya penggunaan yang saling menggantikan (substitusi) di antara berbagai jenis minyak nabati. Hal yang sama juga diduga terjadi antara minyak nabati dengan minyak bumi, karena kecenderungan pemanfaatan bahan bakar berbahan baku minyak nabati. Penelitian ekonometrika terhadap minyak nabati tidak mudah untuk dilakukan karena harus melakukan agregasi terhadap banyak jenis komoditas. Solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan agregasi pada beberapa komoditas yang pergerakan harganya serupa.

Purwanto (2002) menganalisis dampak kebijakan domestik dan faktor eksternal terhadap perdagangan minyak nabati dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor, permintaan impor dan konsumsi minyak nabati, keterkaitan antara harga minyak nabati dan dampak kebijakan domestik dan faktor eksternal terhadap perdagangan minyak nabati dunia. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan yang diduga dengan metode 2 SLS (two stage least squares) dan menggunakan data tahun 1970-1997. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan minyak kelapa sawit dengan minyak kedelai dan minyak bunga matahari bersifat substitusi sedangkan dengan minyak kelapa bersifat komplemen.

Hermansjah (1992) menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke Belanda. Menggunakan data sekunder dan jenis data tahunan periode tahun 1975-1991. Dengan metode OLS dan model analisis Regresi berganda serta bentuk fungsi dugaan pada model yang digunakan adalah

(8)

model linear, hasil analisis menunjukkan bahwa volume ekspor minyak sawit Indonesia dipengaruhi oleh produksi minyak sawit (CPO) Indonesia, harga CPO Indonesia, harga minyak kedelai di Belanda, harga minyak rapeseed di pasar Belanda. Produksi minyak sawit (CPO) Indonesia berpengaruh positif sebesar 0,25. Harga CPO Indonesia berpengaruh sebesar 0,90. Hal ini menunjukkan harga sangat sensitif terhadap permintaan karena sebagai bahan baku industri. Harga minyak kedelai di Belanda berpengaruh sebesar 0,05 terhadap volume ekspor CPO Indonesia. Harga minyak rapeseed di pasar Belanda berpengaruh negatif sebesar 0,08. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan minyak sawit di Belanda adalah sebagai komplementer bagi minyak kedelei dan sebagai substitusi terhadap minyak rapeseed.

Chuangchid et al. (2012) melakukan penelitian tentang struktur yang terikat dari realisasi perkembangan antara harga minyak sawit dan faktor yang mempengaruhinya, yaitu harga minyak kedelai dan minyak mentah. Penelitian ini menggunakan metode bivariate extreme value dan menggunakan data harga harian dari minyak sawit, minyak kedelai dan minyak mentah mulai dari Juli 1988 sampai Januari 2012. Hasilnya menunjukkan perkembangan harga minyak sawit dan minyak kedelai memiliki keterikatan pada kondisi ekstrim, tetapi perkembangan harga minyak sawit dan minyak mentah tidak memiliki keterikatan pada kondisi ekstrim.

Penelitian mengenai keterkaitan harga komoditas minyak nabati lainnya dilakukan oleh Yu et al. (2006), Amiruddin et al. (2005), Hameed dan Arshad (2008) dan Arianto et al. (2010). Yu et al. (2006) melakukan kajian keterkaitan antara harga minyak nabati dengan minyak bumi dengan menggunakan data

(9)

mingguan dari Januari 1999 hingga Maret 2006. Prosedur yang dipergunakan adalah teknik kointegrasi multivariat, dan menyimpulkan bahwa kejutan harga minyak bumi tidak berpengaruh signifikan pada variasi dari harga minyak nabati. Sementara itu Hameed dan Arshad (2008) menggunakan data bulanan dari Januari 1983 hingga Maret 2008 dengan menggunakan metode Johansen cointegration

dan Granger causality. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa harga minyak bumi memberikan pengaruh terhadap harga minyak nabati. Sedangkan Arianto et al. (2010) dengan data bulanan pada periode Januari 1980 - Desember 2008 menggunakan prosedur vector error correction model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan adanya kointegrasi jangka panjang di antara minyak nabati dan minyak bumi, dan minyak bumi memberikan pengaruh kuat pada minyak nabati terutama pada periode peningkatan harga komoditas. Kointegrasi di antara minyak nabati disampaikan oleh Amiruddin et al. (2005), dan menyimpulkan bahwa minyak kedelai adalah pemimpin harga di antara berbagai minyak nabati. Data yang dipergunakan adalah data bulanan dari Januari 1990 hingga Juni 2004, dan dikaji dengan impulse response dan variance decomposition.

Menurut Helbling et al. (2008) bahwa setiap komoditas selain diakibatkan oleh faktor spesifik, yaitu resiko geopolitik, kondisi iklim dan cuaca serta kegagalan panen, peningkatan harga juga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada peningkatan harga komoditas adalah sebagai berikut: (1) Pertumbuhan ekonomi telah mendorong permintaan akan berbagai komoditas, (2) Biofuel telah mendorong permintaan akan berbagai tanaman pangan yang dapat dikonversi menjadi biofuel, (3) Respon penawaran yang lambat, (4) Keterkaitan di antara

(10)

berbagai komoditas, dan (5) Tingkat suku bunga yang rendah dan depresiasi nilai

US Dollar.

Penelitian Niemi (2004) menunjukkan bukti baru dalam elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor barang-barang pertanian dari ASEAN. Model ekonometrik dibentuk dari tujuh komoditi pertanian yaitu

cassava, cocoa, coconut oil, palm oil, pepper, rubber, dan teh yang di ekspor dari ASEAN ke EU. Pendekatan model berdasarkan pada error correction model

(ECM) yang digunakan untuk mengukur pentingnya fungsi perdagangan yang dinamik. Hasilnya menunujukkan adanya respon pendapatan dan harga yang relatif lemah pada permintaan EU. Tetapi, hasil juga menyarankan harga relatif berpengaruh secara signifikan pada permintaan dari komoditi ekspor ASEAN, mengimplikasikan share perdagangan eksportir dipengaruhi oleh tingkat daya saing harga.

Broadstock (2009) melakukan penelitian tentang permintaan minyak untuk transportasi. Penelitian ini menggunakan dekomposisi harga yang asimetrik dari minyak untuk transportasi, yaitu bensin dan solar sebagai komoditi yang terpisah serta pengaruhnya terhadap tren permintaan energi di Inggris. Penelitian ini menggunakan metode seemingly unrelated structural time series model dengan mendekomposisikan harga untuk menguji respon harga yang asimetrik.

Analisis empiris pernah dilakukan oleh Karemera dan Koo (1994) tentang kreasi perdagangan dan efek diversi dari kesepakatan perdagangan bebas AS dan Kanada. Penelitian ini mengestimasi dan mengevaluasi keuntungan ekonomis dari kesepakatan perdagangan bebas (FTA) AS dan Kanada. Penelitian ini menganalisis pengaruh perdagangan terhadap penghapusan tarif dan nontarif

(11)

hambatan pada setiap kelas komoditi yang di klasifikasi oleh Standar International Trade Classification (SITC). Mengestimasi ukuran dari ekspansi perdagangan dibawah FTA untuk kedua negara melibatkan penggunaan elastisitas permintaan import dari model permintaan yang dinamik. Hasilnya menunjukkan impor AS dari Kanada lebih sensitif kepada harga domestik, impor, dan dunia daripada impor Kanada dari AS.

2. 5. Landasan Teori

Minyak dan lemak nabati maupun hewani mempunyai sifat yang dapat saling menggantikan. Oleh karena itu pola perdagangan minyak sawit harus dibahas dalam konteks ekonomi minyak dan lemak dunia secara totalitas (Pahan, 2007).

Secara sederhana hukum permintaan diartikan sebagai suatu hukum yang menjelaskan tentang keinginan atau kesediaan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan per kapita (daya beli), selera atau kebiasaan, jumlah penduduk, perkiraan harga di masa mendatang, distribusi pendapatan dan usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan (Rahardja, 2006).

Perubahan permintaan terjadi karena adanya perubahan harga dan perubahan faktor non harga (ceteris paribus). Perubahan harga menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta, tetapi perubahan itu hanya terjadi dalam satu kurva yang sama atau pergerakan permintaan sepanjang kurva permintaan (movement along demand curve). Sedangkan perubahan faktor non harga akan

(12)

permintaan ke kanan atau ke kiri. Dengan kata lain perubahan faktor non harga menyebabkan perubahan barang yang diminta pada tingkat harga yang tetap (Rahardja, 2006).

Elastisitas permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang diminta sebagai akibat perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi barang yang diminta tersebut. Faktor yang selalu mempengaruhi permintaan adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan, dan pendapatan (Rahardja, 2006).

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat elastisitas harga adalah: pertama, semakin sulit mencari substitusi suatu barang, permintaan semakin inelastis. Kedua, semakin banyak jumlah pemakai, permintaan suatu barang semakin inelastis. Ketiga, semakin besar proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen semakin elastis permintaan barang tersebut. Keempat, adalah jangka waktu, hal ini tergantung dari sifat barang apakah durabel atau

nondurabel (Rahardja, 2006).

Harga dianggap sebagai faktor penyebab perubahan dan jumlah produk yang diminta berubah naik atau turun tergantung pada perubahan harga jika kita menghitung elastisitas harga. Jadi harga merupakan variabel independen, sedangkan jumlah produk yang diminta merupakan variabel dependen. Penetapan tingkat harga tertentu akan menentukan jumlah produk yang dapat diserap atau akan ditampung pasar. Pada fleksibilitas harga, harga menjadi variabel dependen yang tergantung pada jumlah produk sebagai variabel independen. Fleksibilitas harga ini disebut juga elastisitas jumlah yang merupakan kebalikan dari elastisitas harga. Tinggi rendahnya fleksibilitas harga ini sangat penting bagi petani karena

(13)

hasil-hasil pertanian yang bersifat musiman dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang besar (Bilas, 1989).

Menurunnya kuantitas permintaan akan suatu barang disebabkan oleh dua pengaruh, yaitu pengaruh penghasilan (income effect) dan substitusi (substitution effect). Pengaruh substitusi menyebabkan konsumen mensubstitusi barang yang harganya relatif lebih rendah dengan barang yang sekarang mempunyai harga relatif yang tinggi. Pada umumnya pengaruh substitusi lebih kuat dari pada pengaruh pendapatan, oleh karena konsumen yang membeli segala macam barang biasanya tidak merasa pendapatannya berkurang apabila harga salah satu barang naik. Lebih besar kemungkinan ia akan merasakan pengaruh substitusi apabila terdapat barang substitusi (Bilas, 1989).

Pengaruh substitusi dan pengaruh pendapatan bisa atau tidak bisa bekerja pada arah yang sama. Pada kasus barang inferior (lebih rendah mutunya) pengaruh barang substitusi dan pengaruh pendapatan bekerja dalam arah yang berlawanan. Ketika pendapatan meningkat, penggunaan barang inferior berkurang karena pengaruh substitusi, tetapi ketika pendapatan berkurang maka penggunaan barang inferior meningkat (Bilas, 1989).

Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara dengan negara lainnya bersumber dari keinginan memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Dalam teori mengenai timbulnya perdagangan internasional, Heckser-Ohlin menganggap bahwa suatu negara dicirikan oleh faktor bawaan yang

(14)

berbeda, sedangkan fungsi produksi di semua negara adalah sama. Berdasarkan asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda antar negara, suatu negara cenderung untuk mengekspor komoditi yang menggunakan faktor produksi yang lebih banyak dan secara relatif murah, dan mengimpor barang-barang yang menggunakan faktor-faktor produksi yang relatif langka dan mahal. (Salvatore, 1997).

Perbedaan permintaan disebabkan oleh selera dan tingkat pendapatan, sedangkan perbedaan penawaran disebabkan oleh jumlah dan kualitas faktor produksi serta tingkat teknologi. Selain itu, perdagangan dua negara juga timbul karena adanya keinginan untuk memperluas pasar komoditas untuk menambah devisa negara. Karenanya, di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan pendapatan nasional (Salvatore, 1997).

Permintaan pada perdagangan internasional dilakukan jika harga barang yang bersangkutan di luar negeri lebih murah. Harga yang lebih murah karena antara lain: Pertama, negara produsen mempunyai sumber daya alam yang lebih banyak. Kedua, negara produsen bisa memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah. Ketiga, negara produsen bisa memproduksi barang dengan jumlah yang lebih banyak (Salvatore, 1997).

Secara teoritis, suatu negara (misalkan negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain (misalkan negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dari pada

(15)

konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli CPO dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama (Salvatore, 1997).

Gambar 5. Kurva Harga Perdagangan Internasional

Sumber : Solvatore, 1997

Gambar 5. memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional sama dengan PA atau PB maka

(16)

dari PA maka terjadi excess supply (ES) pada negara A dan apabila harga internasional lebih rendah dari PB maka terjadi excess demand (ED) pada negara B. Dengan demikian, dari A dan B tersebut akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar internasional, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan

menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P.

Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara karena perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara dan akan meningkatkan output dunia. Perdagangan juga cenderung meningkatkan pemerataan atas distribusi pendapatan dan kesejahteraan dalam lingkup domestik ataupun internasional. Perdagangan dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta pengutamaan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komperatif. Jika perdagangan dunia yang bebas benar-benar tercipta, maka harga dan biaya-biaya produksi internasional akan mampu berfungsi sebagai suatu determinan pokok mengenai seberapa negara harus berdagang dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan nasionalnya (Salvatore, 1997).

Jika output di negara pengekspor suatu komoditi meningkat secara proporsional sehingga melebihi kenaikan output komoditi impornya berdasarkan harga-harga komoditi relatif yang konstan, maka pertumbuhan itu cenderung menaikkan volume perdagangan antar negara itu ketingkat yang lebih tinggi lagi. Inilah disebut sebagai pertumbuhan pro-perdagangan (protrade growth). Namun, sebaliknya jika pertumbuhan itu justru menurunkan volume perdagangan, pertumbuhan output tersebut lazim disebut sebagai pertumbuhan anti perdagangan (antitrade growth). Sedangkan jika kenaikan output tidak mengubah volume

(17)

perdagangan, maka disebut pertumbuhan yang bersifat netral terhadap perdagangan (neutral growth) (Salvatore, 1997).

Pasar Internasional komoditi pertanian selalu merupakan pasar persaingan tidak sempurna. Komoditi pertanian biasanya diproduksi di beberapa negara tertentu yang memiliki kondisi alam yang sesuai dengan komoditi pertanian dan dikonsumsi di seluruh dunia. Situasi ini memungkinkan beberapa negara atau satu negara mendominasi bagian ekspor di pasar dunia, dimana secara potensial menyebabkan mekanisme kekuatan pasar. Sekarang banyak pasar-pasar internasional pertanian menjadi subjek dalam pembahasan seperti intervensi pemerintah, skala perdagangan, dan kombinasi-kombinasi potensial internasional (McCalla,1993).

Pada dasarnya nilai tukar perdagangan (terms of trade) dari suatu negara merupakan rasio harga komoditi ekspornya terhadap harga komoditi impornya. Karena dalam dunia khayalan yang hanya terdiri dari dua negara, ekspor salah satu pihak merupakan impor bagi pihak yang lain, maka nilai tukar perdagangan kedua belah pihak akan sama persis (bersifat resiprokal) (Salvatore, 1997).

Jika kondisi penawaran dan permintaan berubah dari waktu ke waktu, maka kurva tawar-menawar pun akan senantiasa mengalami pergeseran. Seandainya kurva tawar-menawar bergeser, maka volume dan nilai tukar perdagangan dari negara yang bersangkutan juga mengalami perubahan. Peningkatan atau perbaikan nilai tukar perdagangan di suatu negara biasanya dianggap menguntungkan bagi negara itu sendiri, karena harga yang diperolehnya dari ekspornya akan meningkat secara relatif terhadap harga yang harus dibayarnya untuk memperoleh produk-produk impor (Salvatore, 1997).

(18)

Nilai tukar mata uang (exchange rate) atau kurs adalah suatu nilai yang membandingkan satu mata uang dengan mata uang yang lain. Sehingga nilai tukar dapat dikatakan sebagai harga mata uang suatu negara dinilai dalam mata uang negara lain. Pentingnya nilai tukar bagi negara yang sedang berkembang berhubungan langsung dengan sektor perdagangan luar negeri, investasi, bahkan berkaitan langsung dengan utang luar negeri (Salvatore, 1997).

Suatu pasar valuta asing bersifat stabil (kondisi Marshall-Lerner) apabila penjumlahan elastisitas harga dari permintaan impor dan permintaan ekspor dalam angka-angka absolut lebih besar dari satu. Jika jumlahnya kurang dari satu, maka pasar valuta asing yang bersangkutan dinyatakan tidak stabil. Jika jumlahnya sama dengan satu, maka setiap perubahan kurs tidak akan mengubah neraca pembayaran negara tersebut (Salvatore, 1997).

Menurut pendekatan perdagangan atau pendekatan elastisistas terhadap pembentuakan kurs, kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai ekspornya, maka kurs mata uangnya mengalami peningkatan (mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar). Peningkatan kurs atau penurunan nilai tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya, ekspor negara tersebut akan mengalami peningkatan dan impor akan terus menurun sampai pada akhirnya nilai perdagangan internasionalnya seimbang (impor sama dengan ekspor)

(19)

2.6. Kerangka Pemikiran

Produk minyak nabati yang diperdagangkan merupakan produk yang saling menggantikan dalam penggunannya. Dalam jenisnya minyak nabati memiliki sedikit perbedaan pada fisik dan struktur kimia. Sehingga perbedaan yang kecil pada harga minyak nabati bisa menjadikan pilihan konsumen dan pilihan industri.

Pola konsumsi minyak nabati di setiap negara pada umumnya bersifat komposit (terdiri dari beberapa jenis). Pola konsumsi di Cina adalah minyak kedelai, minyak biji lobak, dan minyak sawit. Pola konsumsi Belanda adalah minyak sawit, minyak bunga matahari, minyak biji lobak dan minyak kedelai.

Pasar minyak nabati dunia akan sangat tergantung pada minyak sawit, karena produksinya yang selalu berkembang dan memiliki harga yang relatif murah dibanding dengan harga minyak nabati lainnya. Peningkatan produksi dari Indonesia dan Malaysia sebagai produsen utama selalu mengikuti peningkatan konsumsi minyak sawit dunia, tetapi belum tentu dengan peningkatan harga pada minyak sawit. Sehingga perlu diketahui perkembangan konsumsi minyak nabati di Belanda dan China.

Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan permintaan impor minyak kedelai, impor minyak bunga matahari, impor minyak biji lobak impor minyak sawit dengan melihat apakah impor minyak kedelai, impor minyak bunga matahari dan impor minyak biji lobak bersubstitusi dengan impor minyak sawit di negara Belanda sebagai negara yang sudah berkomitmen dalam penggunaan minyak sawit yang berkelanjutan dengan negara China sebagai negara yang belum berkomitmen dalam penggunaan minyak sawit berkelanjutan. Penelitian ini

(20)

melihat perubahan tingkat elastisitas impor minyak nabati di masing-masing negara dengan menggunakan model Seemingly unrelated regressions (SURE) pada periode sebelum dan setelah adanya penyerapan pasar terhadap CSPO.

Impor Minyak Nabati Belanda

Impor Minyak Nabati China

Elastisitas

Keterangan :

pengaruh penelitian

Pasar Minyak Nabati Dunia

RSPO Elastisitas Substitusi/Komp lemen terhadap Minyak sawit Elastis dan Inelastis Substitusi/Komp lemen terhadap Minyak sawit Elastis dan Inelastis

(21)

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis untuk tujuan penelitian kedua adalah :

1. Permintaan impor minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak biji lobak dan minyak sawit oleh Belanda dan Cina bersifat inelastis.

2. Permintaan impor minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak biji lobak bersubstitusi dengan permintaan impor minyak sawit oleh Belanda dan Cina.

Gambar

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia      Tahun 2010-2012 (juta ton)
Gambar 2. Grafik Persentase Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2012
Gambar 3. Grafik Persentase Konsumsi Minyak Nabati Dunia Tahun 2012
Gambar 4. Perkembangan Harga Bulanan Minyak Nabati Dunia  Juni 2003 sampai dengan Juni 2013
+4

Referensi

Dokumen terkait

Para ahli pendidikan IPS bersepakat merumuskan konsep-konsep itu dengan cara mencoba menghayati semua fakta yang selama ini telah dan akan mereka kuasai dan

(4) Terhadap berkas yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Satuan Kerja pengusul harus melengkapi kelengkapan berkas yang diperlukan dengan cara

3) Asas Kesukarelaan, proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan baik dari pihak klien dan konselor. Klien diharapkan secara suka rela dan

Majalengka, 30 April 2012 Sub Total Kelas XII. Total Seluruh Kelas Sub Total

UNSUR UTAMA MENGHADAPI ANCAMAN NIRMILITER DI BIDANGNYA BEKERJASAMA DGN MENHAN DLM SIAP SUMDANAS UTK HANNEG DLM LAKS PEMBANGUNAN DI BIDANGNYA MENGKOMODASIKAN KEPENTINGAN HANNEG

Hasil penelitian yang dilakukan telah dikembangkan sebuah aplikasi android yang dikhususkan untuk bertujuan untuk mempermudah para pengguna angkutan umum untuk

bioenergi di pedesaan oleh berbagai pihak yang memerlukan peningkatan skala untuk lebih berdampak luas.Sesuai dengan rencana kerjanya, KEHATI akan memilih desa-desa yang

Cara yang digunakan adalah dengan memanfaatkan hasil face tracking sebagai marker dan kemudian dilakukan proses untuk pengenalan model wajah dalam tiga dimensi untuk memunculkan