• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA TENTANG KONSEP KELUARGA SAKINAH (LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA SERUNI KECAMATAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA TENTANG KONSEP KELUARGA SAKINAH (LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA SERUNI KECAMATAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO)."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA TENTANG KONSEP KELUARGA

SAKI<NAH

(LembagaDakwahIslam Indonesia Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo)

SKRIPSI

Oleh:

Mohammad FahrudiNoer NIM. C01212084

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM PRODI HUKUM KELUARGA SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul“Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan LDII tentang Keluarga saki<nah (LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten

Sidoarjo)”merupakan penelitian lapangan yang bertujuan untuk menjawab

rumasanmalasah. Pertama, bagaimana konsep keluarga saki<nah menurut pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo? Kedua, bagaimana analisis Hukum Islam terhadap pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo tentang keluarga saki<anh?

Data dalam skripsi ini dikumpulkan melalui wawancara, dan kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif dengan menggunakan pola pikir deduktif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo memberikan pengertian tentang keluarga saki<nah adalah keluarga yang bahagia dunia akhirat.Adapun konsep keluarga saki<nah dalam pandang LDII meliputi empat unsur yaitu: kesamaan agama dan kesetaraan , hak dan kewajiban suami-istri, dapat mengungkapkan kasih sayang, saling membantu antara suami dan istri. Dari beberapa unsur tersebut sudah sesuai dengan teori-teori yang ada pada hukum Islam, Undang-undang No.1 tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam, kecuali dalam hal kesetaraan dari calon suami-istri.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TRANSLITERASI... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah... 8

C. Rumusan Masalah... 9

D. Kajian Pustaka... 9

E. Tujuan Penelitian... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian... 13

G. Definisi Operasional... 13

H. Metode Penelitian... 14

I. Sistematika Pembahasan... 18

BAB II TINJAUAN UMUM KELUARGA SAKI<NAH... 20

A. Pengertian Keluarga Saki<nah... 20

B. Dasar-dasar dalam Pembentukan Keluarga Saki<nah... 23

1. Faktor Pranikah...25

2. Faktor Setelah Pernikahan}... 36

C. Ciri-ciri Keluarga Saki<nah... 43

BAB III PROFILdan PANDANGAN LDII TENTANG KELUARGA SAKI<NAH... 44

A. Sejarah LDII... 44

(8)

C. Profil LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten

Sidoarjo... 48

D. Pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo... 49

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN LDII TENTANG KONSEP KELUARGA SAKI<NAH ... 60

A. Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan LDII tentang Konsep Keluarga Saki<nah... ... 60

B. Analisis Undang-undang No. 1 Tahun 74 dan Kompilasi Hukum Islam terhadap Pandangan LDII tentang Keluarga Saki<nah... 74

BAB V PENUTUP... 78

A. Kesimpulan... 78

B. Saran... 78 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial dalam arti bahwa manusia sebagai makhluk yang tidak bisa hidup seorang diri dalam menjalani kehidupan. Maka dari itu, sudah menjadi sebuah kenyataan bahwasanya manusia diciptakan di dunia dengan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan, dan manusia pasti membutuhkan manusia lain dalam segala aspek kehidupannya. Di mana satu dengan yang lain akan saling sayang menyayangi dan ingin untuk saling bersama. Dengan adanya laki-laki dan perempuan, dapat dimulainya sebuah kebersamaan yang akan timbul menjadi keluarga. Dan untuk membentuk keluarga tersebut laki-laki dan perempuan harus melakukan sebuah ikatan yang disebut dengan perkawinan.

Perkawinan itu sendiri mempunyai arti ikatan dua orang antara laki-laki dan perempuan yang disebut suami dan istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal dengan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Maksud dari pernyataan di atas adalah, bahwa pernikahan tidak hanya semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan saja, akan tetapi merupakan ikatan yang sangat sakral sebagai bentuk nilai kesucian dan instrumen ibadah sosial kepada Tuhan Yang Maha Esa.1 Hal tersebut sesuai dengan rumusan yang

(10)

2

terkandung dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”.2 Pengertian lain dari perkawinan adalah sebuah akad yang paling

urgen atau ikatan yang sangat kuat, seperti dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 yang berbunyi: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitha<qan ghaliz{an untuk mentaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.3

Perkawinan bagi umat manusia adalah sesuatu yang mempunyai tujuan dan tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan syariat Agama.4 Adapun tujuan dari perkawinan tersebut salah satunya adalah untuk membentuk sebuah rumah tangga (keluarga) yang bahagia penuh ketenangan cinta dan rasa kasih sayang. 5 Sebagaimana Firman Allah dalam Alquransurat Ar-Rum ayat 21:

                               

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya

2 Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No 1 tahun 1974, psl 1.

3 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2011), 2. 4 Muhammad Asnawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), 19.

(11)

3

diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.6

Ayat di atas menjelaskan kepada seluruh umat manusia terutama yang beragama Islam, bahwa diciptakannya seorang istri bagi suami adalah agar suami bisa hidup tentram bersama dalam membina keluarga. Ketentraman seorang suami dalam membina bersama istri dapat tercapai apabila dari kedua belah pihak ada hubungan timbal balik yang serasi. Maka kian jelas keluarga menjadi media untuk menempa diri secara berkesinambungan hingga mencapai insan kamil.7 Akan tetapi untuk membentuk keluarga saki<nah jelas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Secara konseptual, keluarga saki<nah mudah dipelajari. Dalam prespektif Fauzil Adhim, keluarga saki<nah adalah keluarga yang di dalamnya kedap dengan ketulusan cinta, kasih sayang, dan kedamaian hati (saki<nah, mawaddah, wa rah{{mah). Dalam keluarga ini, perasaan cinta dan kasih sayang telah membangkitkan semangat optimism dalam menatap kehidupan. Singkatnya, dalam keluarga saki<nah ketenangan hati mudah ditemuai, ketentraman jiwa dapat dijaga, dan masing-masing elemen keluarga saling melengkapi dan mengupayakan kemaslahatan.8

Bahkan rasa tentram dan saling melengkapi tersebut digambarkan begitu indah dalam Alquran Surat al-Ba<qarah ayat 187 yang berbunyi:

6 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT. Karya Putra Toha, 1995), 644.

7 Ibid., 48. 8

(12)

4



                                                                                                                  

Artinya:”Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri´tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.9

Dari kutipan ayat di atas terdapat kalimat yang artinya: “mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka” yang mana ayat tersebut menjelaskan bahwa suami istri di ibaratkan sebagai pakaian. Dan sebaik-baiknya pakaian adalah dimana kita nyaman saat kita memakainya. Bukan pakaian yang malah membuat kita merasa malu, tak percaya diri, dan malah membuat kehormatan kita tersingkap di depan umum.10

Disamping itu, tujuan dari berkeluarga adalah untuk meneruskan keturunan agar keluarga tersebut merasa lengkap dengan kehadiran seorang

9 Departemen Agama RI, al-Qur’an…, 45. 10

(13)

5

anak. Pernyataan tersebut telah dijelaskan dalam Alquran Surat An-Nahl ayat 72:                                

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari sejenismu sendiri, dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak, dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka, mengapa

mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”11

Atas dasar firman di atas, dijelaskan bahwa anak merupakan tujuan yang prinsipil dalam sebuah keluarga, tanpa kehadiran seorang anak, keluarga tersebut belum bisa merasa sempurna. Faktor ini pula yang mendasari perintah Nabi Muhammad untuk menikahi seorang wanita yang mampu memberikan keturunan yang banyak. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis beliau yang berbunyi:

ِ َ َ ِ ْاو َ ْ ََ َا َ ِ ْ َْاو ُ ُ ِ ٌ ِا َ ُ ِ ِ َ َو ُاَ ْاو َو ُوَ ْاو و ُ ّ َ ََ

Artinya: “kawinilah perempuan yang kamu cintai dan yang subur, karena saya akan bangga dengan jumlahmu dihadapan Nabi-nabi lain dihari kiamat”. (Riwayat Ahmad).

Selain hal tersebut, dengan hadirnya seorang anak akan dapat menjalin ikatan kekeluargaan dan mempererat ikatan kasih sayang dalam keluarga. Karena keluarga yang diikat dengan ikatan kasih sayang yang kuat merupakan keluarga yang saki<nah, mawaddah, wa rah{mah.12

Kemudian di samping itu, Islam juga merancang empat unsur yang harus dipahami secara seksama pada masing-masing pasangan yang hendak

11

Departemen Agama RI, al-Qur’an…, 274. 12

(14)

6

melaksanakan pernikahan antara lain adalah: fisik, nasab, harta dan agama. Akan tetapi, yang harus ditekankan dari ke empat unsur tersebut dalam memilih seseorang pasangan adalah unsur yang ke empat (agama). Karena agama sangat berpengaruh dalam membina keluarga yang (saki<nah, mawaddah, wa rah{mah).13

Dari sini dapat dipahami, betapa besar Islam dalam memperhatikan urusan berkeluarga. Islam memberi tuntunan yang sangat mendetail dalam mengelola keluarga agar tercipta keluarga yang saki<nah. Tuntunan tersebut ialah bersumber dari Alquran di mana fungsinya sebagai pedoman hidup semua umat manusia yang beraga Islam.

Akan tetapi untuk membentuk sebuah rumah tangga (keluarga) yang tentram mempunyai cinta dan kasih sayang tidaklah semudah yang dibayangkan, bahkan dari masyarakatpun banyak yang belum mengetahui bagaimana cara mengimplementasikannya, sehingga bisa terjadi kesalah fahaman dan menimbulkan konflik yang berkepanjangan bahkan berdampak pada ketidak harmonisan dan bisa saja terjadi perceraian.

Beberapa peristiwa dalam institut rumah tangga ternyata masih menyebabkkan persoalan-persoalan dalam keluarga, seperti halnya seseorang merasa aneh, merasa asing dengan dirinya sendiri dan seoalah-olah ada beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi dalam dirinya sendiri, padahal jika dilihat dari segi luar segala kebutuhannya seperti materi sudah tercukupi. Hal seperti ini mungkin dikatakan terasing dengan dirinya sendiri karena kurang memahami diri dan kehendak hatinya, hanya sekedar hidup atas dasar kesetiaan

13

(15)

7

dan ketulusan yang dibuat-buat, baik pada istri atau suami, keluarga atau juga pada institusi dan simbol yang bersumber dari atau hidup dalam tradisi sosial dan agama. Peristiwa seperti ini dapat menimbulkan kekerasan dalam berumah tangga.14

Dari persoalan di atas membuat kita lupa untuk memperhatikan makna dan tujuan dari sebuah pernikahan sebagai kerangka nilai dari pernikahan sebagaimana yang terlampir dalam surat ar-Ru<m ayat 21 yang sudah dijelaskan di atas. Sebagian dari masyarakat masih memahami secara dangkal atau bahkan tidak mengetahui cara mencapai sebuah tujuan dari pernikahan khususnya membentuk keluarga saki<nah, sehingga yang terjadi kemudian pernikahan tidak memiliki esensi seperti yang di maksud dalam Alquran di atas.

Maka dari itu, tidak mengherankan karena hal tersebut banyak dari kalangan pemikir atau ulama Islam berusaha membuat rumusan atau konsep tentang keluarga saki<nah demi terbentuknya keluarga yang penuh rahmat dari Allah Swt.

Berangkat dari beberapa alasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan konsep keluarga saki<nah dalam pandangan LDII. Dengan beberapa alasan yang penulis ambil yang pertama, karena selama ini penulis belum menemukan adanya karya tulis yang meneliti tenteng konsep keluarga saki<nah menurut LDII. Kedua, penulis ingin mengetahui sejauh mana pemikiran LDII mengenai konsep keluarga saki<nah akankah pemikiran tersebut sama ataukah bebeda dengan pemikiran-pemikiran penelitian terdahulu. Ketiga,

(16)

8

bagaimanakah penafsiran LDII tentang konsep-kosep keluarga saki<nah yang terkandung di dalam ayat-ayat Alquran dan hadis. Yang kemudian penulis implementasikan dalam penelitian yang berjudul “ Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan LDII tentang Konsep Keluarga Saki<nah (LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo)”.

B.Identifikasi Dan Batasan Masalah 1. Identifikasi masalah

Dari latar belakang masalah di atas penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

a. Pengertian tentang keluarga saki<nah.

b. Konsep keluarga saki<nah menurut LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan dari LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo terhadap konsep keluarga saki<nah.

d. Kehidupan keluarga (perkawinan) dari organisasi LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

e. Faktor penyebab ketidak harmonisan dalam keluarga dari LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

(17)

9

2. Batasan masalah

a. Bagaimana konsep keluarga saki<nah menurut LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

b. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo tentang konsep keluarga saki<nah.

C.Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep keluarga saki<nah menurut LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo tentang konsep keluarga saki<nah?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka di sini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi keilmuan dalam penulisan skripsi ini, dan seberapa banyak pakar yang membahas permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi dengan tema yang sama dengan skripsi ini. Di bawah ini ada beberapa judul penelitian yang pernah ditulis sebelumnya:

1. Skripsi yang ditulis oleh Silvi Rohmawati NIM: C01205027 (UIN Sunan Ampel) yang berjudul “Pandangan Istri Nelayan Kelurahan Blimbing

(18)

10

Ditinjau Dari Hukum Islam dan Pasal 45 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pandangan

Istri Nelayan Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan tentang Keluarga Saki<nah serta faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan Istri Nelayan terhadap keluarga saikinah. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pandangan istri nelayan tentang keluarga saki<nah adalah: pertama, sosial budaya, yang dimana pekerjaan nelayan dianggap warisan yang dilakukan secara turun menurun, jadi istri sudah biasa dalam keadaan ditinggal suami dalam waktu yang lama dan waktu yang sempit ketika bersama untuk memenuhi kewjiban. Kedua, faktor ekonomi membangun keluarga dalam mencukupi kebutuhannya terlebih melihat gaya hidup mereka yang konsumtif, sehingga ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi pangan hidup berkeluarga mereka. Ketiga, pendidikan, pendidikan masyarakat yang minim sekitar SMA/ Sederajat atau bahkan ke bawah mempengaruhi pola berpikir istri nelayan terutama oleh masyarakat nelayan pada umumnya dalam tiap fase kehidupannya.15

2. Skripsi yang ditulis oleh Ihdal Umam Al-Azka NIM: C01211088 (UIN Sunan Ampel) yang berjudul “Keharmonisan Rumah Tangga Dalam

Perkawinan Beda Organisasi Masyarakat (Studi Kasus di Desa Sumbersuko Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang). Skripsi ini mebahas tentang

(19)

11

bagaimana kehidupan keluarga dari hasil perkawinan beda organisasi keagamaan dan bagaimana usaha untuk membina keharmonisan hidup keluaraga tersebut. Dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa perkawinan beda organisasi keagamaan tersebut mamiliki kehidupan rumah tangga yang berbeda dengan masyarakat lainnya, serta butuh pengertian yang lebih dari kedua pasangan yang bersangkutan.16

3. Skripsi yang ditulis oleh Rofiq Rahardi (UIN Kalijaga) yang berjudul

“Konsep Keluarga Saki<nah Dalam Tafsir Al-Misbah (Study Tematik atas

Penafsiran M.Quraish Shihab Terhadap Ayat-ayat Keluarga Dalam Surat An-Nisa’)”. Dari penelitian ini menghasilkan penafsiran dari M. Quraish Shihab terhadap ayat-ayat keluarga dengan memerhatikan konteks masyarakat saat ini, sehingga terjadi upaya kontekstualisasi terhadap ayat-ayat keluarga surat An-Nisa’ dalam kehidupan kontemporer.17

4. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Ridwan Firdaus (UIN Kalijaga) yang berjudul “Konsep Keluarga Saki<nah Menurut Pasangan Pekerja Seks Dalam

Prespektif Hukum Islam (Studi Kasus Pada Komuntitas “SURTI BUDAYA” di Giwangan Yogyakarta Tahun 2013)”. Membahas tentang

Konsep Keluarga Saki<nah Menurut Pasangan Pekerja Seks. Dan dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa konsep saki<nah menurut

16 Ihdal Umam Al-Azka yang berjudul “Keharmonisan Rumah Tngga Dalam Perkawinan Beda Organisasi Masyarakat (Studi Kasus di Desa Sumbersuko Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang)”, (Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015).

17Rofiq Rahardi yang berjudul “Konsep Keluarga Saki<nah Dalam Tafsir Al-Misbah (Study Tematik atas Penafsiran M.Quraish Shihab Terhadap Ayat-ayat Keluarga Dalam Surat

(20)

12

pekrja seks baru bersifat lahir saja dan belum sepenuhnya sesuai dengan Hukum Islam, terutama dalam memelihara agama dan keturunan.18

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah: Dari skripsi yang pertama dan kedua dijelaskan tentang pandangan istri nelayan terhadap keluarga saki<nah dan faktor penyebabnya, konsep keluarga saki<nah menurut paekerja seks dan dampak dari pernikahan beda organisasi keagamaan serta usaha untuk membangun keluarga saki<nah. Skripsi di atas lebih cenderung pada pandangan pelakunya, Sedangkan skripsi pada penelitian ini membahas tentang pandangan dari beberapa tokoh LDII tentang konsep Keluarga Saki<nah.

E. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, maka disini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai atau yang ingin diketahui dari oleh peneliti diantaranya adalah:

1.Untuk mengetahui bagaimana konsep keluarga saki<nah menurut LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo tentang konsep keluarga saki<nah .

2.Untuk mengetahui dan menganalisa tentang konsep keluarga saki<nah menurut LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo tentang konsep keluarga saki<nah.

18 Ridwan Firdaus yang berjudul “Konsep Keluarga Saki<nah Menurut Pasangan Pekerja Seks

(21)

13

F. Kegunaan Penelitia

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan bermanfaat bagi disiplin ilmu secara umum, dan sekurang-kurangnya dapat digunakan untuk dua aspek, yaitu:

1. Teoritis

Dari sisi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat memberikan masukan dalam rangka memperkaya khazanah pemikiran dalam bidang Hukum Islam pada umumnya dan khususnya Hukum Keluarga Islam.

2. Praktis

Dari sisi praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau refrensi penelitian selanjutnya juga digunakan sebagai pertimbangan bagi praktisi Hukum dan mahasisiwa Fakultas Syariah khususnya serta sebagai masukan bagi masyarakat terutama bagi suami istri atau calon suami istri untk membina rumah tangga yang tentram, langgeng, penuh cinta dan kasih sayang.

G.Definisi Oprasional

(22)

14

1. Hukum Islam adalah aturan-aturan yang digunakan untuk mengatur masyarakat Islam khususnya yang sudah taklif yang bersumber dari Alquran, Al-Hadis, pendapat sahabat dan tabi’in, maupun pendapat yang berkembang disuatu masa dalam kehidupan umat.19

2. Konsep keluarga saki<nah adalah pemikiran-pemikaran tentang bagaimana cara mewujudkan keluarga yang bahagia.

3. Pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo terhadap konsep keluarga saki<nah adalah pendapat dari beberapa tokoh LDII mengenai konsep saki<nah.

4. Kelurga saki<nah adalah keluarga yang bahagia lahir batin penuh diliputi cinta dan kasih mawaddah wa rah{mah dan dengan adanya rasa rukun berbahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, mempunyai etos kerja yang baik,bertetangga dengan saling menghormati, taat beribadah, berbakti kepada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu untuk saling mengisi dalam berkeluarga.20

H.Metode Penelitian

Agar penulisan skripsi ini dapat tersusun secara sitematis, jelas, dan benar. Maka perlu dijelaskan tentang metode penelitian sebagai berikut:

1. Data yang Dikumpulkan

19 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven, 1996), 575. 20

Sanjaya Yasin, “Pengertian Keluarga Saki<nah”, dalam

http://www.Sarjanaku.com/2013/01/Pengertian-Keluarga-Harmonis. Html diakses pada 07 maret

(23)

15

Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara lain:

a.Data tentang pandangan LDII mengenai konsep keluarga saki<nah.

b.Data lain yang dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap pandangan LDII tentang konsep keluarga saki<nah.

2. Sumber Data

Penelitian ini adalah penelitian lapangan, maka sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, sebagaimana berikut:

a.Sumber Data Primer

Yaitu sumber data yang bersifat utama dan terkait langsung dengan masalah yang dibahas yang diperoleh di lapangan.21 Adapun data yang diperoleh adalah wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan (tokoh-tokoh LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo) antara lain adalah Ustad Ahmad Masur, KH. Abdullah Wasian, Ustad Abdul Hasan.

b.Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari buku, artikel, karya ilmiah yang yang berbicara tentang perkawinan, konsep saki<nah, dan hal-hal lain yang berpengaruh di dalmnya dan mempunyai hubungan dengan penelitian, terdiri dari:

(24)

16

1. Buku “Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam” karya Mahmud

Al Shabbagh.

2. Buku “Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Saki<nah” karya

Abdul Hamid Kisyik.

3. Buku “Bimbingan Islam Untuk Mencapai Kehidupan Suami-Istri”

karya Ibrahim Amini.

4. Buku” Perempuan” karya M. Quraish Shihab.

5. Kitab “Fiqh Sunnah” karya Sayyid Sabiq.

6. Buku “Membina Keluarga Sakinah” karya Zaitunah Subhan.

7. Buku “Keluarga Sakinah Keluarga Surgawi” karya Ahmad Azhar

Basyir.

8. Buku “keluarga Sakinah Tinjauan Psikologis dan Agama” Karya

Hasan Basri.

9. Buku “Risalah Nikah” karya HS.Al-Hamdani.

10.Buku “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia” karya Amir

Syarifudin.

11.Buku “ Aliran dan Faham Sesat di Indonesia” Karya Hartono Ahmad

Jaiz.

12.Buku “ LDII Pasang Surut Relasi Agama dan Negara” Karya Hilmi

Muhammadyah.

(25)

17

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Wawancara: yaitu suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dengan proses tanya jawab langsung yang bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi masalah tertentu.22 Disini penulis melakukan wawancara dengan pihak yang bersangkutan yaitu dari pihak LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo, disini penulis mengambil salah satu tokoh yang berkenaan dengan data yang dibutuhkan.

b. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh melalui melalui buku-buku, dokumen, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.23

4. Teknik Pengelolahan Data

Kemudian data yang telah diperoleh lalu diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali informasi yang telah diperoleh dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian, keselarasan dengan permasalahan.24

(26)

18

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data yang diperoleh sehingga mengahasilkan gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.

5. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dari wawancara atau sumber-sumber tertulis. Sehingga teknis analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang bertujuan mengumpulkan data, dianalisis, kemudian diinterpretasikan dari data tersebut untuk diambil kesimpulan.25

Secara teknis penelitian ini mendiskripsikan tentang pandangan LDII mengenai konsep keluarga saki<nah. Serta yang terpenting adalah mendiskripsikan tentang pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo mengenai konsep saki<nah. Kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadapnya sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan. Adapun pola pikir yang digunakan penarikan kesimpulan dalam penilitian ini adalah pola pikir deduktif yang menerangkan data secara umum kemudian dibahas secara khusus.

(27)

19

I. Sistematika Pembahasan

Untuk dapat mempermudah pemahaman skripsi ini, maka pembahasan dalam skripsi ini akan diuraikan secara sistematis. Adapun penulisan skripsi ini dibagi ke dalam lima bab yang berhubungan satu dengan lainnya, yaitu:

Bab Pertama, bab ini berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah landasan teoritis tentang pembinaan keluarga saki>nah, mawaddah, wa rah{mah yang meliputi, pengertian keluarga saki>nah, dasar-dasar dan tujuan pembentukan keluarga saki<nah, hak dan kewajiban suami istri, ciri-ciri keluarga saki<nah.

Bab ketiga adalah membahas tentang sejarah LDII, profil dan pandangan LDII Seruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo mengenai konsep keluarga saki<nah.

Bab keempat adalah analisis hukum Islam konsep keluarga saki<nah terhadap pandangan LDII tentang konsep keluarga saki<nah .

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KELUARGA SAKI<NAH

A. Pengertian Keluarga Saki<nah

Suatu perkawinan yang dibangun oleh suami istri mempunyai tujuan yang berbeda-beda, dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yaitu perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal bahagia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.1Begitu juga dijelaskan dalam Surat Ar-Ru<m ayat 21 salah satu tujuan perkawinan ialah membentuk keluarga yang saki<nah, mawaddah, wa rahmah.

Saki<nah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berati kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebahagiaan, kecintaan dan kasih sayang.2 Dalam Bahasa Arab kata saki<nah terdiri dari tiga huruf yaitu sin, kaf, dan nun yang berarti tenang, ketenangan dan diam.3 Definisi lain tentang saki<nahadalah tergambarnya kecerahan raut muka yang disertai dengan kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahan dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Bukan hanya sekedar apa yang tergambarkan pada ketenangan lahir yang tercermin dari kecerahan raut muka, karena yang ini bisa muncul akibat keluguhan, ketidaktahuan ataupun kebodohan. Itulah makna

1

Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No 1 tahun 1974, psl 1. 2Pengembangan Bahasa, “Kamus Besar…….”, 521

(29)

21

saki<nahsecara umum, dan dari makna-makna tersebut yang diharapkan dapat menghiasi setiap keluarga yang hendak menyandang keluarga saki<nah.4

Saki<nah atau ketenangan juga dijelaskan dalam Alquran Surat at-Taubah ayat 26 yang berbunyi:

        

Artinya: “Allah akan menurunkan ketengan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman…..”5

Dan juga dalam surat al-Ma’arij ayat 19-24 yang berbunyi:

                                        

Artinya: “sesugguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi

kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia umat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan

shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya”.6

Ayat di atas menjelaskan bahwa saki<nah akan diperoleh bagi orang-orang yang beriman dan senantiasa menjalankan sholat 5 waktu.Demikian juga dalam keluarga, saki<nah (ketengan) juga akan diturunkan Allah kepada setiap anggota keluarga, dengan cara merawat cintanya dan menyuburkan kasih sayang diantara mereka demi tercapainya saki<nah (ketenangan) dalam berumah tangga.

4

M. Quraish Shihab, Perempuan, (Tanggerang: Lenteran Hati, 2014), 154 5

Ibid., 281. 6

(30)

22

Adapun kata mawaddah adalah rasa cinta yang disebabkan oleh hajat hidup manusiawi terhadap lawan jenisnya atau kiasan dari hubungan intim antara suami dan istri. Sedangkan kata rahmah adalah rasa cinta kasih yang disebabkan oleh hajat manusia dalam membutuhkan teman. Semisal contoh, seorang suami dan istri membutukan adanya anak (kiasan yang dihasilkan dari hubungan intim antara suami dan istri), dan anak inilah yang menimbulkan rasa kasih sayang dalam keluarga.7

Jadi dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa keluarga saki<nah adalah adalah keluarga yang dapat memberikan rasa ketengan lahir batin serta ketentraman dan kebahagiaan yang hakiki meliputi rasa cinta kasih mawaddah warah{mah yang didirikan melalui perkawinan yang sah sebagaimana yang du ungkapan juga dari pendapat para ulama di bawah ini, antara lain:

Menurut Hasan Basri keluarga saki<nah adalah keluarga yang diliputi perasaan cinta dan kasih sayang disertai rasa ketenangan dan ketentraman, hubungan suami istri yang akrab, cinta kasih (perhatian) kepada anak-anaknya yang mendalam.8

Kemudian Menurut M. Quraish Shihab keluarga saki<nah adalah keluarga yang tenang, keluarga yang penuh kasih dan sayang yang awalnya diliputi gejolak dalam hati dengan penuh keidak pastian untuk menunjukan ketenangan yang dimaksud adalah dinamis.9

7Ibid., 155-156.

8 Hasan Basri, Merawat Cinta Kasih, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 90. 9

(31)

23

Dismping itu, pengertian lain dari Abdul Hamid Kisyik memberikan pengertian keluarga saki<nah yaitu keluarga yang sejahtera. Hal ini diperoleh dari Surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:

                               

Artinya:“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-i steri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.10

Ayat di atas menjelaskan dari segi kerohanian tentang tujuan perkawianan, yaitu ketengan hidup yang dapat menumbuhkan tingkatan rasa cinta kasih sayang diantra para anggota keluarga.11

B. Dasar-dasar dalam Membentuk Keluarga Saki<nah

Dasar yang amat prinsip dalam membina sebuah masyarakat adalah keluarga. Maka dari itu, Islam mendasarkan pembentukan sebuah keluarga atas unsur taqwa kepadan-Nya, dan juga keridhohan-Nya. Karena hal ini merupakan perantara menuju jalan kemuliaan dan kebahagiaan.Di dalam ajaran Islam juga dianjurkan untuk mendirikan sebuah keluarga atas dasar iman, Islam, dan ihsan. Di mana dari ketiga unsur tersebut didasari atas rasa cinta, kasih, dan sayang,

10

Departemen Agama RI, al-Qur’an…, 664.

(32)

24

saling percaya dan saling menghormati, karena setiap Muslim adalah bersaudara antara satu dengan yang lain.12

Sebuah Perkawinan yang bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan di dalam kehidupan manusia akan tercapai jika perkawinan tersebut didirikan berdasarkan azas-azas yang Islami. Akan tetapi, kebahagiaan tersebut tidak hanya terbatas dalam ukuran fisik biologis tetapi juga dalam psikologis dan sosial serta Agama.13 Sebagaimana di jelaskan dalam suratAn-Nisa< ayat 3 dalam pembentukan keluarga dengan cara perkawinan yang tersebut.

                                      

Artinya: “Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka kawinilah seoran saja, atau budak yang kamu miliki, yang

demikian itu adalah yang lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya.”14

Dan juga dijelaskan pada hadist Nabi SAW yang berbunyi:

ُنَسْحَاَو ِرَصَبْلِل ضَغَا ُنِإَف ْجوَزَ تَيْلَ ف َةَءاَبْلا ُمُكِْم َعاَطَتْسا ِنَم ْباَبَشلا َرَشْعَم اَي

ٌءاَجِو َُل ُنِإَف ِموصلاِب ِْيَلَعَ ف ْعِطَتْسَي ََْ ْنَمَو ِجْرَفْلِل

ُ

ملسمو ىراخبلا اور

َ

15

Artinya: “Hai para pemuda, apabila dari kalian semua telah mampu untuk kawin, maka kawinlah sesungguhnya kawin itu menundukan penglihatan dan menjaga kemaluan.barang siapa dari kalian semua

12

Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung, Mizan, 1997), 120.

13

Hasan Basri, keluarga Sakinah Tinjauan Psikologis dan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996), 24.

14

Ibid., 114.

(33)

25

belum mampu melakukannya maka lebih baik bagimu berpuasa. Sesungguhnya puasa itu dapat menjadi perisai baginya.”

Dari dasar dua dalil di atas, dijelaskan bahwa yang menjadi dasar keluarga ialah perkawinan, yang mana dari perkawinan tersebut akan memperoleh hubungan yang sah sehingga mewujudkan pula ikatan dalam keluarga yang sah dan kuat. Adapun dasar-dasar tercapainya sebuah rumah tangga yang bahagia dapat dipengaruhi dari beberapa faktor, antara lain :

1. Faktor pra pernikahan

Adapun faktor pra prernikahan dipengaruhi oleh beberapa sapek, antara lain:

a. Aspek keberagamaan

Agama merupakan faktor penting dalam membina sebuah keluarga, karena pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan syariat Agama yang sudah ditentukan, maka pernikahan tersebut akan mendapatkan ridho dari Allah swt. Terlebih pada pasangan suami-istri yang mampu mengamalkan aturan-aturan Agama serta dapat menjalankan kedudukan masing-masing dengan baik dan benar, maka akan terwujudlah keluarga yang didambahkan dari setiap insan manusia yaitu keluarga yang saki<nah, mawaddah, warahmah.16

16

Bidang Urusan Agama Islam, Tuntuna Praktis Pelaksanaan Akad Nikah dan Rumah Tangga

(34)

26

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad saw yang berbunyi:

ِنْيِّدلا ِتاَذِب ْرَفْظَاف اَهِْيِدِلَو اَِِ اَمََِِو اَهِبَسََِِو اَِِ اَمِل ٍعَبْرَِِ ُةَأْرَمْلا ُحَكُْ ت

كاَدَي ْتَبِرَت

17

Artinya: “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara: karena

hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka hendaklah engkau memilih (perempuan) yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung”

Jadi, dalam masalah perkawinan yang termasuk sunnah Nabi dan membina keluarga sejahtera, faktor agama yang seharusnya menjadi titik beratntnya, untuk mendapat derajat bahagia dalam rumah tangga.18

Selain itu, Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, dan telah mengajarkan bahwa haram hukumnya perkawinan campuran antara seorang laki-laki muslim dengan wanita musyrik (non muslim). Hal ini disebutkan dalam firman Allah set dalam suratal- Ba<qarah ayat 221 yang berbunyi:

                                                                 17

Abi Husain Muslim bin al-Haj, Shohih Muslim, (Bairut Libanon: Darul Fikri, tt), 119. 18

(35)

27

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.19

Dalam ayat di atas dapat dipahami bahwa Islam melarang dengan tegas adanya perkawinan campuran antar agama, bahkan dijelaskan pula pada ayat tersebut bahwa seorang wanita hamba sahaya yang muslim itu jauh lebih baik untuk dikawini daripada wanita non muslim yang merdeka. Adanya larangan perkawinan campuran antar agama tersebut ternyata tidak mutlak. Diperbolehkannya seorang muslim laki-laki mengawini wanita-wanita ahlul kita>b oleh sebagian besar fikih klasik menjadi bukti masih adanya toleransi terhadap perkawinan campuran beda agama, akan tetapi toleransi ini hanya terbatas pada diperbolehkannya seorang laki-laki muslim menikahi wanita-wanita ahlul kita>b, bukan seorang peremupan muslim yang menikahi seorang laki-laki non-muslim. Karena dalam hal ini dikhawatirkan adanya pengaruh ataupun terpengaruh oleh suaminya terlebih-lebih suaminya lebih pintar dari padanya shingga mengakibatkan adanya keraguan tentang Islam dan akhirnya memutuskan untuk murtad (keluar dari Islam). Sedangkan jika pandang dari segi dasar terbentuknya keluarga

19

(36)

28

yang saki<nah, akan dikhawatirkan pendapat dari keduannya sehingga dapat menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga.20

b. Kafa’ah (adanya kesetaraan calon suami istri)

Secara sepintas pernikahan hanya akan melibatkan dua orang yaitu calon suami dan calon istri. Setelah terikat dalam suatu ikatan yang sangat kuat, mereka akan menyatu dalam sebuah kehidupan rumah tangga dengan segala macam pernak-pernik, yaitu suka duka dalam kehidupan keluarga yang akan mereka jalani bersama.

Namun, pada hakikatnya pernikahan itu bukan hanya sekedar ikatan antara dua orang saja, tapi juga pada keluarga besar masing-masingdari calon suami dan istri.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan tidak dapat dipandang mudah, melainkan suatu aspek yang harus memperoleh perhatian serius. Karena kegagalan dalam sebuah rumah tangga sering juga diakibatkan oleh perbredaan-perbedaan dari keluarga masing-masing,, atau lebih jelasnya sering disebut dengan tidak adanya kesetaraan dari kedua keluarga tersebut (tidak sekufu).

Kafa’ah atau kufu berarti sama setaraf, sederajat, sepadan, atau

sebanding. Sedangakan yang dimaksud kufu dalam pernikahan adalah laki-laki sebanding atau sama dengan calon istrinya, dalam kedudukan,

(37)

29

tingkat sosial dan derajat dalam akhlak serta kekayaan. Jadi, yang menjadi tekanan dalam hal kafa’ah adalah keseimbangan, keharmonisan, dan keserasian terutama dalam hal agama yaitu akhlak dan ibadahnya. Sebab, kalau diartikan dengan persamaan dalam hal harta atau kebangsawaan, maka akan berarti terbentuknya kasta. Sedangkan dalam islam tidak dibenarkan dengan adanya kasta. Karena disisi Allah semua manusia itu sama hanya ketaqwaan yang membedakannya.

Maka dari itu, walaupun kafa’ah tidak menentukan sah atau tidaknya pernikanhan, akan tetapi islam sangat menganjurkannya. Karena kafa’ah merupakan salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan keluarga saki<nah.21

c. Adanya kesiapan calon suami dan istri

Selain hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, gagalnya rumah tangga juga sering diakibatkan oleh ketidak mampuan dari para pihak dalam mengelola berbagai persoalan yang menghadang kelestarian kehidupan rumah tangga. Karena dalam sebuah rumah tangga tak satupun keluarga yang dapat lolos dari dinamika gelombang kehidupan.Maka dari itu, dibutuhkanlah kesiapan atau kemampuan dari para calon suami-istri dalam menaungi sebuah rumah tangga. Kesiapan atau kemampuan inilah yang nantinya dapat mengatasi berbagai persoalan yang mengahadang kelestarian kehidupan rumah tangga.

21

(38)

30

Sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi saw yang berbunyi:

ِرَصَبْلِل ضَغَا ُنِإَف ْجوَزَ تَيْلَ ف َةَءاَبْلا ُمُكِْم َعاَطَتْسا ِنَم ْباَبَشلا َرَشْعَم اَي

ٌءاَجِو َُل ُنِإَف ِموصلاِب ِْيَلَعَ ف ْعِطَتْسَي ََْ ْنَمَو ِجْرَفْلِل ُنَسْحَاَو

ُ

ىراخبلا اور

ملسمو

22

Artinya: “Hai para pemuda, apabila dari kalian semua telah mampu untuk kawin, maka kawinlah sesungguhnya kawin itu menundukan penglihatan dan menjaga kemaluan. Barang siapa dari kalian semua belum mampu melakukannya maka lebih baik bagimu berpuasa. Sesungguhnya puasa itu dapat menjadi perisai

baginya.”23

Selain itu, Salah satu faktor yang sangat menentukan kesiapan atau kemampuan tersebut adalah usia, yang mana pada usia-usia tertentu dapat dianggap mampu dan matang dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga.

Dalam Kompilasi Hukum Islam batas usia perkawinan diatur pada pasal 15 ayat 1 yang berbunyi “untuk kemas}lah}atan keluarga dan rumah

tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun”.24

Berdasarkan penjelasan atas UU No. 1 Tahun 1974 bahwa undang-undang tersebut menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus

22 Imam Abi Husain Muslim Ibn Hajjaj, S{oh{ih Muslim, Juz I, (Bairut Lebanon: Darul Fikri, tt), 1452 638. Lihat pula Shohih Bukhori, Juz 5, h.117

23

Arif Jamaludin, Hadis Hukum Keluarga, (Sidoarjo: CV. Cahaya Intan XII, 2014), 3-4.

(39)

31

telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur.

Ketentuan batas untuk umur ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan suami isteri dan keturunannya serta mencegah adanya perkawinan antara calon suami isteri yang masih di bawah umur. Di samping itu, perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ditentukan batas umur untuk kawin yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi perempuan. Bahkan, perkawinan dianjurkan dilaksanakan pada usia 25 tahun untuk laki-laki dan 20 tahun bagi wanita.25

Hazairin berpendapat bahwa, ketentuan Pasal 7 UU No. 1/1974 ini tidak bertentangan denga Alquran, yang juga mengenai pengertian rushd untuk dipandang telah berkemampuan mengurus diri dan harta sendiri.26 Pengertian rushd itu sejalan dengan kecerdasan dalam masyarakattertentu, dimana setiap masyarakat dan setiap zaman berhak

25 Tim Penyusun, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatatan Nikah, (Jakarta: Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji, 2004), 12.

(40)

32

menentukan batas-batas umur dalam perkawinan selaras dengan sistem terbuka yang dipakai oleh Alquran dalam urusan tersebut.27

Batas usia perkawinan dalam undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tergambar dari status seorang anak, di mana yang dimaksud dengan anak-anak dalam undang-undang tersebut adalah yang masih berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan.28

Sementara dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak-anak adalah laki-laki atau perempuan yang usianya belum mencapai 18 tahun.29 Dengan demikian perkawinan yang dilaksanakan dibawah usia 18 tahun secra normatif melanggar ketentuan undang-undang ini.

Disamping itu, kematangan usian pada calon suami dan istri dapat berpengaruh juga pada kemampuan melaksanakan hak dan kewjiban dan kemampuan dalam membangun atau membina keluarga. Sudah menjadi konsukensi pasangan suami-istri ketika akad nikah sudah berlangsung secara sah adalah melaksankan atau memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Adapun masalah kemampuan dalam hal ini adalah Nafkah. Di mana Nafkah keluarga yang diberikan suami kepada istri harus sesuai dengan kemampuan suami, bukan tuntutan istri. Adalah

27 Hazairin, Tinjauan Mengenai UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, (Jakarta: Tintamas, 1975), 20.

(41)

33

sebuah ketenangan dan ketentraman yang panjang dalam sebuah keluarga serta kebahagiaan yang langgeng antara suami istri, jika masing-masing pihak melaksanakan hak dan kewajiban dengan benar dan penuh tanggung jawab. Disamping kemampuan yang sudah dijelaskan diatas, hal lain yang juga harus dipenuahi bersana dalam keluarga adalah rasa saling mencintai, menghormati, saling berkeseimbangan dalam memenuhi hak dan kewjiban masing-masing.30

d. Aspek kehormatan dalam arti terperliharannya kesucian diri dari kedua calon suami istri yang hendak membrntuk sebuah rumah tangga. Aspek ini juga penting karena disamping untuk menjaga kesehatan jasmani juga untuk menjaga keharmonisan hubungan batin antara suami itri yang saling membutuhkan, serta menjaga skemurnian keturunan.

Sebagaimana dikjelaskan dalam AlquranQ.S an-Nu<r ayat 3:

                           

Artinya: “laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”31

Maksud ayat diatasialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.Disamping itu, masih

30

Slamet Abidin, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 122-123. 31

(42)

34

kaitanya dengan aspek kehormatan aspek lain yang juga dianjurkan adalah mengutamakan perempuan yang masih perawan (virgin) yaitu seorang wanita yang belum pernah menikah (tidak ada masa lalu dengan laki-laki lain), karena sifat pemalu dari gadis perawan itu masih tetap dominan (polos), dan seorang istri yang belum pernah menikah akan memberikan kasih sayang dan kelembutan terhadap oarng yang pertama kali menikahinya (suami) dan terjaga kesucian dirinya. Sebaliknya pada istri yang sebelumnya sudah pernah melaksankan pernikah, akan jarang didapati oleh suami berikutnya kelembutan yang sempurna, cinta yang sebanding atau iktan batin yang kuat dan perasaan yang tulus. Bahkan, bukan tidak mungkin ia (seorang istri yang sudah pernah menikah) akan membanding-bandingkan suami dengan mantan suaminya.

e. Mengutamakan menikahi wanita yang subur

(43)

35

“Nikanilah perempuan-perempuan yang kamu cintai dan yang subur, karena saya akan bangga denhgan jiumlahmu dihadapan nabi-nabi lain

di hari kiamat”.32

f. Mengutamakan pernikahan yang jauh dari kekerabatan

Memang disatu pihak pernikahan dengan keluarga dekat itu dapat lebih memperdekat dan memeperkuat jalinan hubungan keluarga. Akan tetapi dilain pihak pernikahan yang seperti ini juga dapat berakibat fatal (retak dan jauhnya hubungan keluarga), karena timbulnya kemulut antara suami istri yang kemudian mengakibatkan perceraian.

Yang dimaksud jauh adalah jauhnya dari tali kekerabatan dan juga jauhnya dari tempat tinggal. Sehingga memungkinkan dari pernikahan tersebut memiliki keturunan dan sanak famili yang terjaga. Yaitu dapat melahirkan putra-putri yang sehat, terhindar dari penyakit keturuan yang sering terjadi apabila pasangan suami istri adalah kerabat dekat.

Selain itu, pernikahan yang jauh dapat melebarkan sayap persaudaraan dan kekeluargaan untuk memeperkuat ikatan sosial yang lebih baik. Sebagaimana sabda Rasulallah saw yang berarti:

“janganlah menikah dengan kerabat dekat karena bisa menyebabkan anak yang dilahirkan cacat” yakni kurus serta lemah jasmani dan otaknya. Kemudian Rasullah SWA bersabda kembali:

“Carilah yang jauh , jangan kerabat dekat”.33

32

Ibid., 34.

33

(44)

36

2. Faktor setelah pernikahan (setelah berkeluarga)

Dalam Undang-undang Perkawinan ataupun Kompilasi Hukum Islam telah dijelaskan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membina keluarga yang bahagia, kekal, abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan dari perkawinan tersebut tentu sangat tergantung pada masing-masing pihak yaitu suami dan istri dalam memaksimalkan perannya.

Sudah menjadi konsekuensi pasangan suami-istri ketika akad nikah sudah berlangsung secara sah, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian,m akad tersebut menimbulkan juga hak serta kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga, yang meliputi: hak suami atas istri, hak istri atas suami maupun hak suami istri secara bersama.

Hak adalah sesuatu (apa-apa) yang berhak di terima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan seseorang untuk orang lain. Dari penjelasan kalimat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hak dan kewajiban jika dikaitkan dengan suatu keluarga adalah hak dan kewajiban untuk suami dan istri. Dalam rumah tangga suami mempunyai kewjiban yang seimbang dengan kewajibannya dan kewajiban seorang suami adalah hak bagi seorang istri, begitupun sebaliknya.34

Adapun kewajiban suami dan istri dalam kelurga adalah sebagai berikut:

34

(45)

37

a. Kewajiban suami

1) Kewajiban menafkahi

Kewajiban seorang suami untuk menafkahi seorang istri merupakan kewajiban mutlak karena akibat hukum keperdataan diantara kedua, apabila akad telah mengikat dan sah maka konsekuensi-konsekuensi dan hak suami istri wajib ditunaikan. Terlebih pada suami yang diberikan tanggup jawab sebagai kepala rumah tangga yang harus memenuhi kebutuhan nafkah kepada istri dengan segala kelebihan fisikyang diberikan Allah kepadanya.35Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Alquran Surat aN-Nisa’ ayat 34:

                    ...

Artinya: “kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka….”36

Begitu juga dijelaskan dalam Alquran Surat Al-Ba<qarah ayat 233:

...                   ...

Artinya: “… dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani

melainkan dengan kadar kesanggupannya….”37

35 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terjemahan Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma, (PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013), 411.

(46)

38

Kewajiban suami memberi nafkah (segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga) merupakan hal umum bagi masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Nafkah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah nafkah yang dihasilkan dengan cara yang benar (halal). Di samping itu, pemenuhan nafkah oleh suami bukan hanya pada istri, akan tetapi memenuhi kebutuhan hidup, biaya hidup dan kebutuhan anak. Karena dalam hal ini seorang istri tidak wajib mencari nafkah, kalaupun seorang istri bekerja, harus dilakukan dengan izin seorang suami dan sifatnya hanya membantu perekonomian rumah tangga.38

2) Kewjiban suami yang bersifat non-materiil.

Menggauli istri dengan baik dan patut, memuliakannya, menjaganya dari hal yang membahayakan dan membimbingnya dengan baik, menyediakan apa yang dapat ia sediakan untuk istrinya yang akan mengikat hatinya dan bersabar jika ada yang tidak berkenan dihatinya merupakan kewajiban yang utama. 39

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan derajat yang sama dihadapanNya, dan hak yang sama juga untuk dihormati sebagai makhluk Allah yang mulia. Oleh karena itu, suami tidak boleh berbuat seenaknya terhadap seorang istri tanpa rasa penghormatan dan kasih sayang.Keluarga sakinah merupakan salah satu tujuan dalam sebuah

38 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 33. 39

(47)

39

perkawinan. Disamping itu, tujuan lain yang tidak kalah pentingnya adalah mempunyai keturunan. Dengan menyalurkan kebutuhan biologis, maka tujuan untuk memiliki keturunan akan terpenuhi, dan dalampemenuhannya haruslah dengan cara yang baik.40 Hal ini sebagaimana di jelaska dalam Alquran Surat an-Nisa< ayat 19:

...







   

 



 

Artinya: “Bergaulah dengan mereka (istrimu) secara patut. Apabila kamu tidak menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya (yang tida kamu sukai) kebaikan yang banyak.41

Ayat di atas menjelaskan bahwa kebutuhan yang dimaksud adalah perlakuan khusus suami istri dalam hal ini adalah kebutuhan seksual. Bentuk pergaulan yang dilakukan dalam ayat tersebut diistilahkan dengan kata ma’ruf yang mengandung arti secara baik. Akan tetapi perlakuan yang baik tidak hanya perlakuan biologisnya saja, perlakuan yang baik seorang istri terhadap suami bukan berarti tidak mengganggunya dan menyakitinya, tetapi memperlakukan istri dengan kelembutan hati dan tidak menumpahkan emosi kepada istri dan bersabar dalam menghadapi gangguan.

40

HS. Al-Hamdani, Risalah Nikah, Terjemahan Agus Salim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002),

(48)

40

Tanggung jawab rumah tangga bersandar pada pundak suami yang berkewajiban menjaga mereka (keluarga) agar terhindar dari perbuatan yang membahayakan dan membimbingnya untuk senantiasa menjalakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, dan membimbingnya pula saat istri mebangkang (Nusyuz).42

b. Kewajiban istri

Kewajiban suami yang berat seperti yang dijelaskan di atas, berimbang dengan apa yang diperoleh dari istri. Istri sebagai pelengkap tugas suami yang dimana juga mempunyai kewjiban non-materiil yaitu:

1) Taat dan patut terhadap perintah suami selagi perintahnya tidak berbuat maksyiat.

2) Menjaga harta suami.

3) Mengatur rumah tangga.

4) Menjaga rahasia kehidupan suami istri

Para istri mempunyai kewajiban untuk menaati perintah sang suami selagi perintah tersebut tidak menyimpang dari Agama (berbuat maksiat). Hal ini karena sang suami telah menafkahkan sebagian hartanya untuk mahar dan untuk biaya hidup istri dan anak-anaknya.43

42 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta, Prenada Media, 2009), 160-161.

(49)

41

Seorang istri juga mempunyai kewajiban yang lain yaitu menjaga diri dan menjaga harta suami ketika suami pergi. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulallah yang berbunyi:

َكْتَظَفَح اَهْ َع َتْبِغ اَذِإَو َكْتَعاَطَأ اَهَ تْرَمَأ اَذِإَو َكْترَس اَهْ يَلِإ َتْرَظَن اَذِإ ِِلا ِءاَسِّلا ُرْ يَخ

اَهِسْفَ نَو َكِل اَم ِِ

.

Artinya:”sebaik-baiknya perempuan (istri) ialah apabila kamu memandangnya akan menyenangkan hatimu, apabila kamu perintah ia mematuhimu, apabila kamu pergi ia menjaga dirinya.”44

Di samping itu, dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 34 dijelaskan bahwa istri mempunyai kewajiban mengatur rumah tangga dengn sebaik-baiknya, baik dalam segi kebersihan, tata ruang, menu makan, kebutuhan anak maupun pada keserasian anggaran dan juga bertanggung jawab bersama suami untuk meciptakan ketenangan dalam rumah tangga.45

Dalam mengatur sebuah rumah tangga bukanlah persoalan yang mudah untuk dilakukan, karena dalam hal ini diperlukan ilmu untuk mengelolahnya, dengan pekerjaan yang begitu banyak istri perlu memanajemen dengan baik apa yang menjadi kewajibanya. Kemudian kewajiban yang tidak kalah sulitnya adalah mengatur perekonomian rumah tangga, agar kebutuhan dalam keluarga dapat terpenuhi. Sehingga istri

44

A. Mustofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi (diterjemahkan: Bahrun Abu Bakar), h. 43

45

(50)

42

harus dapat menghemat pengeluaran yang tidak lebih dari pemasukan atau bahkan menyisikan pendapatan (menabung) untuk keperluan lainnya.

c. Hak dan kewjiban bersama

Adapun hak dan kewjiban suami dan istri seca bersama adalah sebagai berikut:

1) Suami istri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual. Inilah hakikat sebenarnya dari perkawinan.

2) Timbulnya hubungan mahram antar keduanya.

3) Timbulnya hubungan antar kedua keluarga yaitu keluarga suami dan keluarga istri.

4) Hak untuk mewarisi apabila salah satu dari suami atau istri meninggal.46

5) Memelihara dan mendidik anak ketuurunan yang lahir dari hasil perkawinan tersebut. Karena anak adalah amanat bersama yang patut untuk dijaga dan dididik untuk menjadi penerus nusa, bangsa dan Agama di masa mendatang.

6) Memelihara kehidupan rumah tangga yang saki<nah, mawaddah, warahmah.47

46

Amiur Nurudin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2014), 184.

(51)

43

C. Ciri-Ciri Keluarga Saki<nah

Setelah penulis paparkan tentang dasar-dasar dalam membentuk keluarga saki<nah,kini penulis akan memaparkan tentang ciri-ciri keluarga yang saki<nah. Adapun sebuah keluarga dapat dikatan dengan keluarga saki<nahialah diantaranya harus mencakup dari beberapa unsur dibawah ini, yaitu:

1. Kehidupan beragama dalam berkeluarga

2. Mempunyai waktu untuk bersama

3. Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga (ayah, ibum, dan anak)

4. Saling menghargai satu sama lain48

5. Masing-masing anggota keluarga merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai satu kelompok keluarga

6. Tersedianya kebubutuhan ekonomi yang cukup.sehingga tidak akan muncul permasalahan-permasalahan tentang ekonomi.

7. Kemudian, jika timbul suatu masalah hendaknya dari pihak suami maupun istri dapat menyelesaikan masalah dengan cara bermusyawrah.49

48

M. Fauzil Adhim, Mencapai Pernikahan Barakah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), 92-97.

49

(52)

BAB III

PROFIL DAN PANDANGAN LDII TENTANG KONSEP KELUARGA SAKI<NAH

A. Sejarah LDII

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah nama lain dari gerakan Islam Ijma (IJ) yang telah didirikan oleh Nur Hasan Ubaidah pada tahun 1950-an y1950-ang berpusat di Bureng1950-an Kediri. Semula nama asli dari Nur Has1950-an Ubaidah adalah Madigola, yaitu putra dari H. Abdul Aziz bin H. Muhammad Thohir bin H. Muhammad Irsyad. Nama Madigola diganti setelah beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1929. Adapun nama Ubaidah diambil dari nama gurunya yaitu Kyai Al-Ubaidah dari Batu Ampar Sampang Madura.

Akan tetapi, sejak Nur Hasan Ubaidah meninggal pada 31 Maret 1982 dalam kecelakaan lalu lintas, kemudian perjuangannya dalam menyiarkan ajarannya dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Abdul Dhohir bin Madigol yang didampingi oleh adik kandungnya Abdul Aziz, Abdus Salam, Muhammad Daud, Sumaida’u serta suaminya Muhammad Yusuf yang menjabat sebagai

bendahara dan puteranya yang terakhir Abdullah.1

Gerakan ini menganggap belum ada satu kelompokpun Islam yang menunjukan pengalaman Alquran dan Suna

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Upaya untuk mencapai sasaran dalam penguatan peran adat dalam menjaga lingkungan berlandaskan falsafah Tri Hita Karana di desa adat Batuan Kecamatan Sukawati

Surveilans filariasis yang berjalan di Kabupaten Bandung adalah kegiatan pemberian obat massal pencegahan (POMP) yang secara teknis sudah diatur dan

Berdasarkan hasil penelitian saya yang telah diuraikan pada bab terdahulu dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang ingin diatasi melalui tugas akhir ini adalah bagaimana memberikan rekomendasi tindakan perawatan terhadap

Selama ini, masyarakat Batak memang danggap sebagai masyarakat yang lugas, baik dalam perilaku maupun percakapannya. Implikasi umum dari kata Putra asli Batak yang

sebagai perwakilan localagent yang di wilayah tersebut adalah untuk menginformasikan segala bentuk kegiatan sebelum kapal datang, kapal tiba sampai dengan

Keragaman sumber pendapatan petani di hulu DAS Sekampung yang berasal dari berbagai vegetasi tanaman penting dalam menjaga tutupan lahan sebagai wilayah tangkapan