• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum Perdagangan 12903.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum Perdagangan 12903."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: 129/KMK.04/2003

TENTANG

PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI

SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU

BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN

DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk;

b. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai yang diekspor;

c. bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, atas impor Barang Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, dengan Keputusan Menteri Keuangan dapat ditetapkan pajak yang terutang tidak dipungut;

d. bahwa untuk meningkatkan ekspor non migas dipandang perlu menyederhanakan tata cara pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang semula ditangani BINTEK Keuangan melalui penanganan fasilitas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

e. bahwa penggunaan produksi barang hasil olahan dari perusahaan yang mendapat pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut, sebagai penunjang perekonomian di dalam negeri perlu semakin ditingkatkan;

f. bahwa terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu dilaksanakan pengawasan;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;

(2)

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);

4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);

7. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Dan Tugas Departemen;

8. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan;

9. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;

10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/2002;

11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Keuangan;

12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;

(3)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : 1. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. 2. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

3. Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut adalah fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, sepanjang atas impor barang dan/atau bahan tersebut dibebaskan dari pengenaan Bea Masuk.

5. Pengembalian adalah pengembalian BM dan/atau Cukai yang telah dibayar atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah diekspor.

6. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.

7. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

Pasal 2

(1) Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan dan PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(4)

telah diekspor dapat diberikan Pengembalian.

(3) Terhadap barang hasil olahan yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut dapat diberikan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(4) Terhadap hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke dalam negeri dengan membayar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM.

Pasal 3

Pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3), dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 4

(1) Untuk mendapatkan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Perusahaan wajib memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Untuk mendapatkan NIPER, Perusahaan mengajukan Data Induk Perusahaan (DIPER) kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan formulir DIPER sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan ini.

(3) Berdasarkan pengajuan DIPER, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penelitian administratif dan penelitian lapangan terhadap kebenaran data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Hasil penelitian administratif dan lapangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara.

(5) Persetujuan atau penolakan terhadap permohonan NIPER diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal Berita Acara.

(6) Apabila dalam jangka waktu 12 (duabelas) bulan berturut-turut terhitung sejak NIPER diterbitkan perusahaan tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, NIPER dicabut.

(7) Terhadap perusahaan yang telah disetujui permohonan NIPER-nya, wajib memasang papan nama dengan tulisan :

NAMA PERUSAHAAN : PT. ………

NIPER NOMOR : . . .

(5)

mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini.

BAB II

PEMBEBASAN DAN PPN DAN PPnBM TIDAK DIPUNGUT

Pasal 5

Untuk memperoleh Pembebasan dan PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan (3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya;

b. diajukan oleh produsen yang mengimpor barang dan/atau bahan dan mengekspor hasil produksinya atau produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain;

c. barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain terutama harus diekspor.

Pasal 6

Permohonan diajukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. menyampaikan surat permohonan dengan menggunakan Formulir A1 sebagaimana contoh dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini;

b. melampirkan Daftar Keterkaitan antara barang dan/atau bahan asal impor dengan hasil produksi yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat atau dijual ke dalam negeri dengan menggunakan Formulir A2 sebagaimana contoh dalam Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan ini.

Pasal 7

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diproses untuk disetujui atau ditolak oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

Pasal 8

Dalam hal permohonan disetujui, pemohon wajib :

a. menyerahkan jaminan berupa Jaminan Bank, Customs Bond atau Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang sebelum pengeluaran barang dilakukan;

(6)

berkaitan dengan kegiatan impor dan ekspor sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia;

c. menyampaikan laporan-laporan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berupa :

1. Laporan Ekspor (LE) bagi produsen yang langsung mengekspor hasil produksinya, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali, dengan menggunakan Formulir A3 dan A4 sebagaimana contoh terlampir dalam Lampiran IV dan V Keputusan Menteri Keuangan ini, disertai

dokumen impor :

a) copy Pemberitahuan Impor Barang (PIB)/Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat;

b) copy Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

dokumen ekspor :

a) Laporan Pemeriksaan Bea dan Cukai (LPBC) asli/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) asli;

b) copy Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapat persetujuan muat oleh Pejabat;

c) copy Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan.

2. Laporan Penyerahan ke Kawasan Berikat bagi produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali, dengan menggunakan Formulir A7 dan A8 sebagaimana contoh dalam Lampiran VI dan VII Keputusan Menteri Keuangan ini, disertai

dokumen impor :

a) copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat;

b) copy STTJ di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

dokumen penyerahan :

a) bukti penyerahan barang ke Kawasan Berikat yang telah disahkan oleh Pejabat;

b) bukti kontrak penjualan ke perusahaan pengolahan di Kawasan Berikat.

(7)

A10 sebagaimana contoh dalam Lampiran VIII dan IX Keputusan Menteri Keuangan ini, disertai

1) dokumen impor :

a) copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat;

b) copy STTJ di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

2) dokumen penyerahan berupa faktur penjualan ke dalam negeri.

Pasal 9

Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dikembalikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c disetujui.

Pasal 10

(1) Realisasi ekspor harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dapat diberikan pengecualian oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.

(2) Penyerahan ke Kawasan Berikat harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal pemasukan barang ke Kawasan Berikat.

(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak terpenuhi, BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang atas impornya wajib dibayar.

(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang mengenai BM dan/atau Cukai ditambah dengan bunga 2 % (dua persen) dari pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selama-lamanya 24 (duapuluh empat) bulan :

a. terhitung sejak tanggal jatuh tempo jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), sepanjang barang dan/atau bahan masih berada dalam persediaan perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut;

b. terhitung sejak tanggal jatuh tempo jangka waktu yang ditetapkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(8)

BAB III

PENGEMBALIAN

Pasal 11

Pengembalian dapat diberikan kepada :

a. produsen yang mengekspor sendiri hasil produksinya (Eksportir Produsen);

b. produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat.

Pasal 12

Untuk memperoleh Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi :

a. dalam hal barang telah diekspor :

1. telah diperiksa oleh Pejabat;

2. tanggal LPBC/LHP tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan, sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

3. impor telah dilakukan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan sebelum pengapalan barang ekspor.

b. dalam hal barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat :

1. telah diperiksa oleh Pejabat;

2. tanggal nota pemeriksaan Pejabat tidak melebihi 12 (duabelas) bulan terhitung sejak tanggal pemeriksaan sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 13

(1) Permohonan Pengembalian diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.

(2) Permohonan diajukan dengan menggunakan Formulir B sebagaimana contoh dalam Lampiran X Keputusan Menteri Keuangan ini, dengan melampirkan:

a. Daftar Keterkaitan antara barang dan/atau bahan asal impor dengan barang yang diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat dengan menggunakan Formulir B3 sebagaimana contoh dalam Lampiran XI Keputusan Menteri Keuangan ini;

(9)

1. copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat;

2. Surat Setoran Bea dan Cukai (SSBC) asli lembar ke-3 atau Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP)/Bukti Pembayaran Pabean, Cukai, dan Pajak (BPPCP).

c. dokumen ekspor berupa :

1. copy PEB yang telah mendapat persetujuan muat oleh Pejabat;

2. LPBC/LHP;

3. copy B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan.

d. dokumen penyerahan barang ke Kawasan Berikat :

1. bukti penyerahan ke Kawasan Berikat;

2. copy Faktur Pajak;

3. copy kontrak penjualan ke Kawasan Berikat.

Pasal 14

Permohonan diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

Pasal 15

Dalam hal permohonan disetujui, pemohon wajib menyimpan dan memelihara dokumen, buku-buku dan catatan secara rinci sehubungan dengan Pengembalian yang diterimanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia.

BAB IV

PENJUALAN KE DALAM NEGERI

Pasal 16

Terhadap barang hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke dalam negeri setelah ada realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat, dengan ketentuan:

(10)

pejabat yang ditunjuknya, dan dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat;

b. barang yang akan dijual ke dalam negeri sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat;

c. membayar BM dan/atau Cukai berdasarkan tarif barang jadi dengan pembebanan dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor;

d. membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai impor ditambah sanksi sesuai ketentuan yang berlaku;

e. memungut PPN dan PPnBM pada saat penyerahan barang ke dalam negeri.

(2) Penjualan ke dalam negeri menggunakan Formulir A9 dan A10 sebagaimana contoh dalam Lampiran VIII dan IX Keputusan Menteri Keuangan ini, disertai:

a. copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat;

b. copy STTJ di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

c. faktur penjualan ke dalam negeri.

Pasal 17

Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dikenakan denda 100 % (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar.

Pasal 18

(1) Penjualan ke dalam negeri harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal pemasukan barang ke dalam negeri, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dapat diberikan pengecualian oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.

(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang atas impornya wajib dibayar.

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang mengenai BM dan/atau Cukai ditambah dengan bunga 2 % (dua persen) dari pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selama-lamanya 24 (duapuluh empat) bulan :

(11)

dan/atau bahan masih berada dalam persediaan perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut;

b. terhitung sejak tanggal jatuh tempo jangka waktu yang ditetapkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang mengenai PPN dan PPnBM ditambah denda sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pasal 19

Realisasi ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), adalah realisasi ekspor terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2003.

BAB V

PENGAWASAN

Pasal 20

Pengawasan terhadap pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan cara audit terhadap perusahaan penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Pasal 21

Pelaksanaan audit di bidang kepabeanan, cukai dan/atau perpajakan dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang berlaku tentang pelaksanaan audit di bidang kepabeanan dan/atau cukai dan/atau perpajakan.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 22

(1) Atas hasil produksi yang bahan bakunya mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang seharusnya diekspor atau harus ada di perusahaan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib :

a. membayar BM dan/atau Cukai yang terutang ditambah denda sebesar 100 % (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar;

(12)

sanksi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

(2) Tata cara pembayaran BM dan/atau Cukai, dan denda serta pembayaran PPN dan PPnBM sebagaimana diatur dalam ayat (1) ditetapkan bersama-sama maupun sendiri-sendiri oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 23

(1) Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor yang dijual di dalam negeri dikenakan :

a. BM sebesar 5 % (lima persen) dari harga jual;

b. Cukai sesuai dengan ketentuan tarif yang berlaku; dan

c. PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai impor.

(2) Atas penjualan di dalam negeri barang hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak dikenakan PPN dan/atau PPnBM.

(3) Terhadap barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum dijual di dalam negeri dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat.

(4) Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor yang seharusnya ada di perusahaan, kecuali telah diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tidak dapat dipertanggungjawabkan selain dikenakan:

a. BM dan/atau Cukai, dikenakan juga denda 100 % (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar;

b. PPN dan PPnBM, dikenakan juga denda sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Terhadap barang ekspor yang pernah memperoleh Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diimpor kembali, pada waktu pemasukannya wajib diserahkan jaminan sebesar pungutan BM dan/atau Cukai dengan harga dan tarif barang jadi disertai bukti ekspor berupa PEB dan LPBC/LHP kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan.

(2) Terhadap barang ekspor yang pernah memperoleh Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diimpor kembali, pada waktu pemasukannya, PPN dan PPnBM wajib dibayar sesuai ketentuan yang berlaku.

(13)

bahan dan/atau barang.

Pasal 25

(1) Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak dapat dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat.

(2) Terhadap hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang dimusnahkan tidak dipungut BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM.

(3) Permohonan pemusnahan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi wilayah pemohon.

(4) Hasil pemusnahan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan.

Pasal 26

Atas pembayaran sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) dan pemusnahan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (4) dipertanggungjawabkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Formulir A5 dan A6 sebagaimana contoh dalam Lampiran XII dan XIII Keputusan Menteri Keuangan ini.

Pasal 27

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelebihan Pembebasan dan/atau kelebihan Pengembalian, maka atas kelebihan tersebut harus dikembalikan dan dikenakan sanksi 100% (seratus persen) ditambah bunga atas kelebihan Pembebasan dan/atau Pengembalian sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak :

a. tanggal PIB untuk Pembebasan ;

b. tanggal Surat Perintah Membayar Kembali (SPMK) untuk Pengembalian.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28

(1) Terhadap semua keputusan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diterbitkan oleh Kepala Bapeksta Keuangan/Kepala BINTEK Keuangan atau pejabat yang ditunjuknya yang masih berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku keputusan dimaksud.

(14)

wewenang dari Kepala BINTEK Keuangan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai diatur lebih lanjut antara Kepala BINTEK Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan berlandaskan Undang-undang Perpajakan, Undang-undang Kepabeanan dan Undang-undang Cukai.

Pasal 30

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:

(1) Keputusaan Menteri Keuangan Nomor 615/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Dan Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya dinyatakan tidak berlaku;

(2) Semua peraturan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 615/KMK.05/1997 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan ini dan belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru.

Pasal 31

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2003.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 April 2003

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

(15)

Lampiran A : Lampiran I Data Induk Perusahaan

Lampiran II Formulir-A1 (Permohonan Pembebasan Bahan Baku)

Lampiran IV Formulir-A3 (Laporan Ekspor Atas Barang dan/atau Bahan asal Impor)

Lampiran VI Formulir-A7 (Laporan Penyerahan Barang Hasil Produksi ke Kawasan Berikat)

Lampiran X Formulir-B (Permohonan Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai)

Lampiran XII Formulir-A5 (Laporan Pemusnahan/Penjualan waste/reject/sisa barang/bahan yang tidak dapat diekspor)

Lampiran B

: Lampiran III Formulir-A2 (Rencana Impor dan Ekspor dan Kebutuhan Barang dan/atau Bahan Baku Impor selama 12 Bulan)

Lampiran V Formulir-A4 (Laporan Ekspor atas Penggunaan Barang dan/atau Bahan asal Impor yang mendapat Pembebasan BM dan/atau Cukai serta PPn dan PPnBM tidak dipungut)

Lampiran VII Formulir-A8 (Laporan Penyerahan Barang Hasil Produksi atas Penggunaan Barang dan/atau Bahan Impor Ke Kawasan Berikat yang mendapat Pembebasan BM dan/atau Cukai serta PPn dan PPnBM tidak dipungut)

Lampiran XI Formulir-B3 (Keterkaitan antara Barang Ekspor/dimasukkan ke Kawasan Berikat/DPIL dengan Barang dan/atau Bahan asal Impor yang dipakai)

Referensi

Dokumen terkait

MMI menjadi mitra kerja bagi para pelanggannya dalam bidang Manajemen Kearsipan Modern , yang mampu memberikan kemudahan, keamanan dan keakuratan dengan cara menyediakan

Untuk ketiga algoritma yang dikaji, kemampuan pencocokan kata dengan panjang lebih dari lima karakter atau terdiri lebih dari satu suku kata, ditunjukkan oleh algoritma

Secara praktis, penguatan kelembagaan dalam dokumen ini dimaknai sebagai suatu upaya untuk mewadahi program-program LPPM yang terkait langsung dengan aksi

Dengan bisnis e-commerce yang dibuat melalui website ini, pemasaran produk lebih efektif, pelanggan mudah bertransaksi secara online, data pesanan tersimpan baik,

Ketahanan ini dapat terjadi karena kemampuan pohon untuk membentuk struktur-struktur tertentu yang tidak menguntungkan perkembangan patogen pada pohon tersebut, seperti

Memphoto copy Laporan Harian Mengantarkan Surat SPB Memasang Label Mengambil Barang Di GA Mengantarkan Barang Ke PPC 3 25/03/2009 Mengentry Data 08.00-17.00 Mengarsip. Memphoto

kebutuhan yang diprioritaskan sebagai true customer needs pada pabrik genteng RHM Sokka yaitu peralatan, perlengkapan dan sarana yang memadai, pemberian informasi

Fungsi notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum