DAFTAR ISI
Hal.
DAFTAR ISI ...
i
NOTA KESEPAKATAN TENTANG KUA TAHUN 2017 ...
ii
BAB I
PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBK ...
1
1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum APBK ...
2
1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan Umum APBK ...
2
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH ...
4
2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah ...
4
2.2. Rencana Target Ekonomi Makro ...
12
BAB III
ASUMSI
–
ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA KABUPATEN (RAPBK) ...
13
3.1. Asumsi Dasar yang digunakan dalam APBN ...
13
3.2. Laju Inflasi ...
13
3.3. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). ...
13
3.4. Lain
–
lain Asumsi ...
14
BAB IV KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN
PEMBIAYAAN DAERAH ...
15
4.1. Pendapatan Daerah ...
15
4.1.1. Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah ...
15
4.1.2. Proyeksi Pendapatan Daerah ...
17
4.1.3. Upaya
–
upaya Pemerintah Daerah dalam
Mencapai Target ...
17
4.2. Belanja Daerah ...
18
4.2.1. Kebijakan Terkait Dengan Perencanaan
Belanja Daerah ...
18
4.2.2. Proyeksi Perencanaan Belanja Daerah ...
28
4.2.3. Prioritas Pembangunan Daerah ...
29
4.3. Pembiayaan Daerah ...
30
ii
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama
: Drs. H. M. ALI ALFATA, MM
Jabatan
: Plt. Bupati Aceh Tamiang
Alamat Kantor
: Jalan Ir. H. Juanda Karang Baru
bertindak selaku dan atas nama pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang
2. a. Nama
: JUANDA, S.IP
sebagai Pimpinan DPRK bertindak selaku dan atas nama Dewan Perwakilan
Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang.
Dengan ini menyatakan bahwa dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Kabupaten (APBK) diperlukan Kebijakan Umum APBK yang
disepakati bersama antara DPRK dengan Pemerintah Kabupaten untuk
selanjutnya dijadikan sebagai dasar penyusunan prioritas dan plafon anggaran
sementara APBK Tahun Anggaran 2017.
iii
Kesepakatan ini.
Demikianlah Nota Kesepakatan ini dibuat untuk dijadikan dasar dalam penyusunan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2017.
Karang Baru, 29 November 2016
PIMPINAN
Plt. BUPATI ACEH TAMIANG
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
KABUPATEN ACEH TAMIANG
Selaku,
Selaku
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
TTD
TTD
(Drs. H. M. ALI ALFATA, MM)
(JUANDA, S.IP)
WAKIL KETUA
TTD
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBKSalah satu tahapan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Kabupaten (APBK) adalah penyusunan Kebijakan Umum APBK (KUA).
Pasal 310 ayat 1 Undang undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah mengamanatkan bahwa Kepala Daerah menyusun KUA dan PPAS
berdasarkan RKPD. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengamanatkan
bahwa Kepala Daerah menyusun Kebijakan Umum APBK (KUA) dan Prioritas
dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
juga mengamanatkan bahwa dalam penyusunan KUA dan PPAS berpedoman
pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Hal ini berarti bahwa proses
penyusunan KUA harus mengikuti program dan kegiatan yang telah tercantum
pada RKPD. Dengan kata lain, dokumen KUA harus sinergis dengan RKPD.
Secara substansi dokumen KUA Tahun Anggaran 2017 adalah dokumen
yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta
asumsi yang mendasarinya untuk tahun 2017. Dengan demikian, maka
dokumen KUA tahun 2017 pada dasarnya memuat kebijakan umum daerah
tahun anggaran 2017 yang menjadi pedoman dan ketentuan umum dalam
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (RAPBK)
2017. Kebijakan umum ini diharapkan dapat menjembatani antara arah dan
tujuan strategis dengan ketersediaan anggaran.
Dokumen KUA Tahun Anggaran 2017 selanjutnya disampaikan kepada
DPRK Aceh Tamiang untuk dibahas dan disepakati menjadi Nota Kesepakatan
KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2017. Pasal 87 ayat (1) Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah mengamanatkan bahwa Rancangan KUA dan rancangan
PPAS disampaikan Kepala Daerah kepada DPRK untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBK tahun anggaran berikutnya.
Selanjutnya Pasal 87 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 juga mengamanatkan bahwa Rancangan KUA dan rancangan PPAS
ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, KUA dan PPAS yang telah
disepakati masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara Kepala Daerah dengan pimpinan DPRK dalam
waktu bersamaan.
Berdasarkan nota kesepakatan tersebut, sesuai dengan Pasal 89
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah menerbitkan pedoman
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Kabupaten
(RKA-SKPK) sebagai pedoman bagi SKPK dalam menyusun RKA-SKPK.
Dokumen RKA-SKPK tersebut selanjutnya akan menjadi bahan dalam
penyusunan RAPBK Tahun Anggaran 2017.
1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum APBK
Penyusunan KUA Tahun Anggaran 2017 bertujuan untuk :
1. Menyusun kerangka ekonomi makro daerah tahun 2017 yang meliputi
pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indikator makro lainnya sebagai dasar
perencanaan pembangunan daerah pada APBK tahun anggaran 2017.
2. Menyusun asumsi dasar penyusunan APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran
2017 yang rasional dan realistis yang akan digunakan sebagai dasar
penyusunan APBK Aceh Tamiang tahun anggaran 2017.
3. Menyusun kebijakan pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan
daerah yang komprehensif dan sistematis untuk dijadikan dasar dalam
penyusunan APBK tahun anggaran 2017.
4. Menyusun pedoman yang digunakan dalam penyusunan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara Tahun Anggaran 2017 yang selanjutnya akan
dijadikan pedoman bagi seluruh SKPK dalam menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran.
1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan Umum APBK
Dasar hukum penyusunan KUA Tahun Anggaran 2017, antara lain:
1. Undang – Undang No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;
10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;
11.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
12.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2017;
13.Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana
Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus;
14.Qanun Aceh No 10 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah
Kondisi makro perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang tercermin dari
beberapa indikator utama meliputi pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita,
dan inflasi yang akan ditampilkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1
Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang
Indikator 2012 2013 2014 2015
1 Laju Pertumbuhan Ekonomi
dengan migas (%) 3,96 5,04 2,38 2,87
2 Laju Pertumbuhan Ekonomi
tanpa migas (%)
4,37 5,44 3,74 4,26
3 Inflasi (%) 0,39 8,27 8,53 2,44
4 PDRB per kapita ADHK 2010 dengan
migas (Rp.Juta) 17,61 18,16 18,37 18,49
5 PDRB per kapita ADHK 2010 non migas
(Rp.Juta) 15,07 15,61 16,00 16,31
6 PDRB ADHK 2010 dengan migas
(Rp.Juta) 4.651.203,2 4.885.618,6 5.001.671,8 5.145.111,8
7 PDRB ADHK 2010 non migas (Rp. Juta) 3.981.540,4 4.198.208,6 4.355.104,4 4.540.562,9
8 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
dengan Migas (Rp. Juta)
4.903.465,2 5.357.554,0 5.652.783,8 5.750.446,3
9 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Tanpa Migas (Rp. Juta) 4.205.593,7 4.612.470,2 4.933.411,4 5.343.718,9
10 IPM 65,21 65,56 66,09 67,03
11 Jumlah Penduduk 261.125 264.420 272.228 278.324
Sumber : BPS, 2016
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai ukuran produktivitas
mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah
dalam satu tahun. PDRB secara umum dibagi ke dalam nilai atas dasar harga
berlaku dan nilai atas dasar harga konstan (harga konstan tahun 2010).
a.PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
PDRB ADHB dengan migas rata-rata mengalami peningkatan sebesar
283,83 miliar rupiah tiap tahunnya. Tahun 2015 nilai PDRB ADHB dengan
migas mencapai sebesar 5,75 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan peningkatan
dari tahun 2014 yang sebesar 5,65 triliun rupiah. Sebelumnya, nilai PDRB
rupiah selama tahun 2012-2013. Tanpa memperhitungkan migas, PDRB ADHB
juga selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar
7,85 persen atau 348,39 miliar rupiah per tahun. PDRB ADHB tanpa migas
tahun 2015 mencapai 5,34 triliun rupiah. Nilai ini meningkat sebesar 410,31
miliar rupiah dari tahun 2014 yang mencapai 4,93 triliun rupiah. Sebelumnya,
tahun 2012-2013, PDRB juga mengalami peningkatan dari 4,21 triliun rupiah
menjadi 4,61 triliun rupiah pada tahun 2013.
Tabel 2.2
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2011–2015
NO Sektor
Nilai PDRB ADHB (Rp. Juta)
2011 2012 2013 2014* 2015**
A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.671.818,1 1.803.218,7 1.960.233,6 2.062.660,4 2.272.399,5
B Pertambangan & Penggalian 1.011.471,1 1.022.190,8 1.116.160,0 1.112.069,0 744.949,8
C Industri Pengolahan 232.643,3 245.364,1 268.782,0 297.335,2 322.612,4
D Pengadaan Listrik,Gas & Air bersih 4.245,9 4.324,4 4.522,3 4.844,8 5.265,5
E Pengadaan Air, Pengolahan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 1.469,9 1.619,9 1.801,3 1.988,1 2.328,1
F Konstruksi 249.372,1 273.386,6 302.069,2 327.563,9 362.027,4
G
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
465.305,3 482.531,8 521.175,7 553.903,4 608.533,9
H
Transportasi dan Pergudangan 180.139,0 198.504,3 217.615,8 233.495,0 252.476,2
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 43.754,0 47.937,5 53.304,9 59.801,0 66.115,6
J Informasi dan Komunikasi 155.426,4 168.597,6 186.791,4 202.372,0 223.798,6
K Jasa Keuangan dan Asuransi 38.343,8 42.578,6 51.276,4 62.103,0 70.090,1
L Real Estat 146.248,2 156.748,8 168.693,1 177.853,1 193.773,3
M,N Jasa Perusahaan 14.893,2 15.563,4 16.234,1 16.799,1 17.165,3
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 150.455,5 166.164,7 180.438,6 202.421,6 230.705,8
P Jasa Pendidikan 69.039,1 72.436,1 79.482,3 85.343,6 96.059,0
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.758,9 116.937,6 127.415,2 136.187,5 148.538,2
R,S,T,U Jasa Lainnya 67.230,7 73.378,4 81.722,0 88.839,9 94.667,7
PDRB ADHB 4.615.130,4 4.903.465,2 5.357.554,0 5.652.783,8 5.750.446,3
PDRB NON MIGAS 3.950.162,1 4.205.593,7 4.612.470,2 4.933.411,4 5.343.718,9
* Angka sementara * Angka sangat sementara
b. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 (ADHK)
Nilai PDRB dengan mengabaikan faktor harga menunjukkan nilai PDRB
secara riil yang secara umum disebut sebagai PDRB ADHK. Adapun tahun dasar
yang ditetapkan adalah tahun 2010. Peningkatan yang kontinu menunjukkan
produktivitas Aceh Tamiang yang terus meningkat. Dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, nilai PDRB ADHK dengan migas rata-rata mengalami peningkatan
167,76 miliar rupiah per tahun dari 4,47 triliun rupiah di tahun 2011 menjadi 5,15
triliun rupiah di tahun 2015. Sedangkan nilai PDRB ADHK tanpa mengikutkan
migas pada tahun 2011-2015 mengalami peningkatan rata-rata 181,47 miliar
rupiah tiap tahunnya, dengan nilai 4,54 triliun rupiah pada tahun 2015 atau
meningkat 725,89 miliar rupiah dari tahun 2011. Terlihat bahwa rata-rata
kenaikan PDRB ADHB cenderung lebih besar daripada kenaikan PDRB ADHK yang
menunjukkan bahwa kenaikan harga lebih tinggi daripada kenaikan produktivitas.
Nilai dan kontribusi PDRB ADHK dari tahun 2011 sampai tahun 2015 disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 2.3
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010
Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2011–2015
N
O Sektor
Nilai PDRB ADHK (Rp. Juta)
2011 2012 2013 2014* 2015**
A Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan 1.639.002,6 1.703.360,9 1.793.507,9 1.833.552,7 1.953.327,0
B Pertambangan &
Penggalian 959.997,2 996.718,3 1.039.523,3 1.007.837,4 919.321,6
C Industri Pengolahan 223.128,5 226.737,5 231.764,9 245.708,0 254.397,9
D Pengadaan Listrik dan
F Konstruksi 240.226,9 255.392,0 267.471,7 279.669,5 297.569,0
G
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
459.455,1 470.920,4 493.898,3 515.669,7 532.851,5
H
Transportasi dan
Pergudangan 174.698,0 180.968,4 187.732,4 196.128,5 205.338,4
I Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 42.217,4 43.555,8 45.766,9 48.419,1 51.720,3
J Informasi dan
Komunikasi 149.502,0 156.666,5 168.996,1 180.487,8 192.183,5
K Jasa Keuangan dan
L Real Estat 146.248,2 156.748,8 168.693,1 177.853,1 193.773,3
M,N Jasa Perusahaan 14.893,2 15.563,4 16.234,1 16.799,1 17.165,3
O
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
147.044,9 155.711,0 164.379,3 173.289,5 183.219,0
P Jasa Pendidikan 68.759,7 71.668,3 75.538,4 79.164,2 83.146,2
Q Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 102.831,2 107.862,2 113.098,5 118.367,1 124.569,5
R, S, T, U
Jasa Lainnya 64.122,6 66.726,0 70.843,0 74.087,6 77.295,6
PDRB ADHK 4.474.076,2 4.651.203,2 4.885.618,6 5.001.671,8 5.145.111,8
PDRB NON MIGAS 3.814.669,7 3.981.540,4 4.198.208,6 4.355.104,4 4.540.562,9
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang, 2016.
2. PDRB Per Kapita
Salah satu indikator yang sering digunakan adalah PDRB perkapita yang
menggambarkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk
selama setahun. Jika pertumbuhan PDRB lebih tinggi daripada pertumbuhan
penduduk pertengahan pada tahun yang sama, maka PDRB perkapitanya akan
semakin besar berarti tingkat kesejahteraan masyarakatnya semakin lebih baik
dan begitu juga sebaliknya.
Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang yang terus
menguat menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
ditandai dengan meningkatnya PDRB per kapita selama tahun 2011-2015.
PDRB per kapita ADHB dengan migas pada tahun 2015 telah menembus 20,66
juta rupiah. Capaian ini berarti menunjukkan adanya kontraksi sebesar 0,50
persen dibanding dengan tahun 2014 yang mencapai 20,76 juta rupiah.
Jadi dengan merujuk periode 2011-2015, rata-rata pertumbuhan PDRB
per kapita dengan migas mencapai 3,79 persen. Capaian ini masih perlu
ditingkatkan, mengingat masih berada dibawah PDRB per kapita Aceh, yakni
25,83 juta rupiah. Sedangkan tinjauan ADHK 2010 sebagai indikasi
pendapatan riil, PDRB per kapita tahun 2015 sebesar 18,49 juta rupiah,
tumbuh sebesar 0,61 persen dibanding tahun 2014.
Sementara itu, tinjauan tanpa migas menggambarkan perkembangan
pertumbuhan per kapita tanpa migas lebih tinggi dibandingkan rata-rata
pertumbuhan PDRB per kapita dengan migas, baik ADHB maupun ADHK 2010
pada tahun 2011-2015. PDRB ADHB per kapita tanpa migas pada tahun 2015
mencapai 19,20 juta rupiah, sementara PDRB per kapita ADHB tanpa migas
tahun 2011-2014 masing-masing sebesar 15,26 juta rupiah, 15,92 juta rupiah,
17,15 juta rupiah dan 18,12 juta rupiah. Demikian juga dengan PDRB per
kapita ADHK 2010 tanpa migas pada tahun 2015 sebesar 16,31 juta rupiah
dan pada tahun 2014 sebesar 16,00 juta rupiah.
Selengkapnya PDRB per kapita di Kabupaten Aceh Tamiang dengan dan
tanpa migas tahun 2011-2015 disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.4
PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Tamiang
Tahun 2011 – 2015
17.281.364,74 17.607.055,95 18.270.225,87 18.410.911,12 18.486.051,51
3
PDRB per kapita ADHK non migas (Rp)
14.734.371,06 15.072.058,26 15.621.930,15 16.035.815,97 16.313.946,70
*Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang, 2016.
3.
Pertumbuhan Ekonomi
Dilihat dari pertumbuhan ekonominya, kondisi perekonomian Aceh
Tamiang cenderung baik, dimana pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu
empat tahun terakhir selalu positif. Pertumbuhan ekonomi dengan migas
mengalami puncak pertumbuhannya pada tahun 2013 dengan nilai 5,04 persen.
Sedangkan pertumbuhan terendah sebesar 1,53 persen pada tahun 2011. Dari
tahun 2011 hingga 2013 pertumbuhannya semakin meningkat, tetapi pada
tahun 2014 pertumbuhannya melambat. Hal ini terjadi karena sektor migas
yang banyak memberikan pengaruh pada pertumbuhan ekonomi terus
mengalami penurunan produksi. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi
dengan migas kembali meningkat menjadi 2,87 persen.
Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang
menunjukkan bahwa tahun 2013 merupakan tahun dimana pertumbuhan
ekonomi tertinggi nilainya dibandingkan tahun-tahun lain dalam empat tahun
migas juga bergerak melambat pada tahun 2014 yaitu sebesar 3,74 persen. Dan
kembali meningkat pada tahun 2015 menjadi 4,26 persen.
Gambar 2.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang
Tahun 2012 – 2015 (Dalam Persen)
4.
Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB
Struktur perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang dengan menyertakan
migas tetap menunjukkan bahwa leading sector perekonomian adalah kategori
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Kategori ini memberikan kontribusi
sebesar 36,56 persen. Akan tetapi leading sector peringkat kedua telah terjadi
pergeseran berdasarkan metode baru perhitungan Produk Domestik Regional
Bruto atas dasar harga konstan 2010. Dengan metode baru, kategori
perdagangan, hotel dan restoran digantikan dengan kategori pertambangan dan
penggalian dengan kontribusi sebesar 19,68 persen.
Kategori dengan kontribusi terbesar ketiga lainnya pada tahun 2014 adalah
kategori perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan motor mencapai 9,68
persen. Kemudian disusul oleh kategori konstruksi yang mencapai 5,73 persen,
kategori industri pengolahan sebesar 5,20 persen dan kemudian diikuti oleh
kategori transportasi dan pergudangan yang mencapai 4,14 persen. Sementara
peranan kategori lainnya di bawah 4 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 2.5
Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Kabupaten Aceh Tamiang Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2012 -2015
No Sektor
2012 2013 2014* 2015**
Rp. ( Juta ) % Rp. ( Juta ) % Rp. ( Juta ) % Rp. (juta) %
A Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan 1.703.360,9 39,62 1.793.507,9 36,49 1.832.552,7 36,56 1.953.327,0 37,96
B Pertambangan & Penggalian 996.718,3 21,43 1.064.523,3 21,66 1.007.837,4 20,11 919.321,6 17,87
C Industri Pengolahan 226.737,5 4,87 231.964,9 4,72 242.003,0 4,83 254.397,9 4,94
Pergudangan 180.968,4 3,89 187.732,4 3,82 196.128,5 3,91 205.338,4
3,99
PDRB ADHK 4.651.203,2 100.00 4.914.818,6 100.00 5.011.965,5 100.00 5.145.111,8 100,00
PDRB NON MIGAS 4.651.203,2 85,60 4.202.408,6 85,50 4.365.398,1 87,10 4.540.562,9 88,25
Laju Pertumbuhan PDRB Dengan
5.
Tingkat Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga - harga secara umum dan terus menerus.
Inflasi ini akan menggambarkan besarnya perubahan harga barang - barang
dan jasa yang beredar di pasaran. Inflasi merupakan hasil perbandingan
indeks harga akibat dari kenaikan harga. Besarnya inflasi dapat digambarkan
dengan perkembangan PDRB (perbandingan harga berlaku dengan harga
konstan) tiap tahun dan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Tingkat perkembangan harga dapat dilihat dari perubahan indeks harga
konsumen (IHK). IHK diperoleh dari survei biaya hidup (SBH) yang
dilaksanakan BPS di 82 ibu kota kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Untuk
Provinsi Aceh, inflasi dihitung di Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe dan
Kabupaten Aceh Barat. Disebabkan Kabupaten Aceh Tamiang tidak
melaksanakan SBH, maka pendekatan penentuan inflasi tersebut mengikuti
Kabupaten/Kota terdekat yang telah menghitung inflasi berdasarkan SBH
dengan syarat masih dalam satu provinsi. Oleh karena itu, maka penentuan
inflasi yang terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang mengikuti besarnya inflasi
yang terjadi di Kota Lhokseumawe, sehingga didapatkan perkembangan laju
inflasi Kota Lhokseumawe periode 2010-2015.
Tabel 2.6
Nilai inflasi rata-rata Tahun 2010-2015 Kota Lhokseumawe (terdekat dengan Kabupaten Aceh Tamiang)
Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Inflasi 7,19 3,55 0,39 8,27 8,53 2,44
Sumber : BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2016.
Laju inflasi yang terjadi pada tahun 2010 adalah sebesar 7,19 persen
dan pada tahun 2011 menurun menjadi 3,55 persen. Laju inflasi tertinggi
selama periode 2010 – 2015 adalah pada tahun 2014 yaitu sebesar 8,53
persen dan laju inflasi terendah Kota Lhokseumawe sepanjang periode
tersebut berada pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,39 persen. Perkembangan
laju inflasi Kota Lhokseumawe periode 2010-2015 dapat dilihat pada gambar
Gambar 2.2
Grafik Perkembangan Laju Inflasi Kota Lhokseumawe Tahun 2010-2015
Sumber : BPS, 2016.
2.2 Rencana Target Ekonomi Makro
Dari uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa secara umum kondisi
perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang dari tahun ke tahun semakin membaik,
namun kondisi tersebut tidak bisa terlepas dari kondisi perekonomian global.
Berbagai instrumen yang berpengaruh terhadap kondisi perekonomian antara
lain: stabilitas nilai tukar rupiah; fluktuasi tingkat suku bunga SBI; harga minyak
dunia serta kebijakan ekonomi nasional terkait dengan kebijakan fiskal maupun
kebijakan moneter. Berdasarkan pertimbangan kondisi makro tahun sebelumnya,
maka perkiraan kondisi ekonomi Tahun 2017 adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2017 menurut harga
konstan tanpa migas diperkirakan akan dapat tumbuh sebesar 5 persen;
2. Inflasi pada Tahun 2017 diperkirakan mengikuti asumsi inflasi nasional
sebesar 3-5 persen.
3. Laju pertumbuhan penduduk pada Tahun 2017 diperkirakan sekitar 2,5
persen.
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2017 diperkirakan dapat mencapai
BAB III
ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN
(RAPBK)
3.1 Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBN
Sesuai dengan tema RKP Tahun 2017 “Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja serta Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antar Wilayah” maka sasaran yang harus dicapai pada akhir tahun 2017 antara lain pencapaian target pertumbuhan
ekonomi sebesar 7,1 persen dengan sasaran per wilayah (Sumatera sebesar 6,5
persen), pencapaian target tingkat kemiskinan sebesar 8,5-9,5 persen dengan
sasaran per wilayah (Sumatera sebesar 8,8 persen), pencapaian tingkat
pengangguran sebesar 5,0-5,3 persen dengan sasaran per wilayah (Sumatera
sebesar 5,0 persen), Gini Ratio (index) sebesar 0,38, IPM sebesar 75,7 dan laju
inflasi 4,0 persen, suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,0 persen-6,0 persen,
harga minyak (ICP) Indonesia diproyeksikan pada kisaran 35-45 dolar AS per
barel, lifting minyak 740 ribu-760 ribu barel per hari dan lifting gas 1,05 juta-
1,15 juta barel per hari setara minyak karena adanya penurunan produksi
secara alamiah dan kendala ekplorasi akibat harga yang rendah.
3.2 Laju Inflasi
Inflasi merupakan indikator penting dalam perencanaan pembangunan
daerah. Fluktuasi inflasi daerah akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, penentuan asumsi indikator inflasi merupakan
langkah strategis dan penting. Asumsi Laju Inflasi nasional ditetapkan sebesar
3,0 persen – 5,0 persen yang didukung oleh berbagai upaya stabilisasi harga
koordinasi yang baik antara sektor riil, otoritas moneter dengan pemerintah
daerah.
3.3 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting dalam pembangunan
suatu Kabupaten. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang dihasilkan oleh Kabupaten tersebut. Secara umum,
pendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang akan cenderung
konservatif, artinya perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang didorong oleh
pertumbuhan konsumsi rumah tangga seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2017
ditopang oleh sektor pertanian, yang merupakan sektor dominan dalam
perekonomian Aceh Tamiang. Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, seluruh
pemangku kepentingan pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang harus bekerja
sama agar perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang dapat menunjukan kinerja
yang prima dalam rangka untuk memberikan manfaat bagi masyarakat Aceh
Tamiang.
3.5 Lain-lain Asumsi
1. Belanja Kabupaten diprioritaskan untuk mendanai belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pelayanan dasar masyarakat sesuai dengan kebutuhan Tahun
Anggaran 2017.
2. Belanja Kabupaten dialokasikan untuk memenuhi urusan wajib pelayanan
dasar, urusan wajib non pelayanan dasar, urusan keistimewaan dan
kekhususan Aceh, urusan pilihan, penunjang urusan pemerintahan dan
pendukung.
3. Mendorong kegiatan dalam bentuk kerjasama antar pemerintah dan/atau
swasta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Stabilitas ketentraman dan keamanan dapat terkendali dan terkelola dengan
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN
PEMBIAYAAN DAERAH
Kebijakan anggaran Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2017 secara umum
ditujukan dalam rangka mencapai target yang ditetapkan dalam RPJM Kabupaten
Aceh Tamiang Tahun 2013-2017. Kebijakan pengelolaan keuangan yang dilakukan
adalah dengan memprioritaskan pemenuhan belanja yang bersifat wajib dan
mengikat serta berdasarkan skala prioritas dalam mewujudkan visi misi Bupati dan
Wakil Bupati Aceh Tamiang.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, agar alokasi anggaran pada program
dan kegiatan SKPK lebih realistis, terukur serta akuntabel perlu disusun kebijakan
pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah sebagai pedoman dalam penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2017.
4.1 Pendapatan Daerah
4.1.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah
Perencanaan pendapatan daerah pada Tahun 2017 dihitung dengan asumsi
sebagai berikut :
1) Pendapatan asli daerah dihitung dengan memperhatikan realisasi
pendapatan, serta prakiraan masing-masing potensi jenis pendapatan asli
daerah;
2) Proyeksi pendapatan diasumsikan berkurang dibandingkan Tahun
sebelumnya terutama dari komponen DAK dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan
Pajak.
3) Dana Perimbangan berupa DAU, diasumsikan sama dengan tahun lalu.
4) Lain-lain pendapatan yang sah sementara diperhitungkan pada
sumber-sumber pendapatan yang dapat dipastikan. Untuk mewujudkan
peningkatan Pendapatan Daerah di Kabupaten Aceh Tamiang dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Meningkatkan manajemen tata-kelola pemungutan dan penerimaan
Pendapatan Daerah sesuai dengan mekanisme dan standar baku serta
memanfaatkan teknologi terkini;
b. Meningkatkan Pendapatan Daerah melalui perluasan obyek dan
intensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara optimal;
5) Optimalisasi hasil usaha Badan Umum Milik Daerah (BUMD) agar
memberikan kontribusi yang optimal kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD)
pada khususnya dan Penerimaan Daerah pada umumnya; dan
a. Mengadakan peninjauan kembali (annual-review) atas berbagai
Peraturan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman.
b. Dalam merencanakan target pendapatan daerah dari kelompok PAD
ditetapkan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi
penerimaan tahun lalu, potensi, dan asumsi pertumbuhan ekonomi yang
dapat mempengaruhi serta rincian obyek penerimaan;
c. Dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah
tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan
masyarakat.
1 PENDAPATAN 669,865,698,728.79 925.342.445.748,25 1.115.346.582.147,46 1.335.218.252.016 1.241.189.077.119 1.1. Pendapatan Asli Daerah 42,592,561,279.66 97.374.583.496,36 100.454.203.156,60 128.611.726.827 128.487.288.004
1.1.1 Pendapatan Pajak daerah 9,921,003,473.00 8.358.791.910,00 8.369.007.319,00 11.005.330.475 16.755.503.520 1.1.2 Hasil Rietribusi daerah 20,086,443,750.63 71.737.834.711,70 50.107.562.713,00 72.818.129.262 11.536.969.506 1.1.3 Hasil pengelolaan keuangan
daerah yang dipisahkan 2,568,557,375.96 2.806.500.356,53 4.264.941.292,00 6.364.937.098 6.364.937.098 1.1.4 Zakat 2,168,666,151.50 3.670.024.081,50 8.904.639.934,00 6.500.000.000 10.000.000.000 1.1.5 Lain-lain PAD yang sah 7.849.065.528,57 10.801.432.436,63 28.808.051.898,60 31.923.329.992 83.829.877.880
1.2. Dana Perimbangan 563,364,653,240 615.025.605.548,00 724.104.955.568,00 925.194.923.000 766.184.655.000
1.2.1 .
Dana bagi hasil pajak /bagi
hasil bukan pajak 98,680,125,240 101.809.271.548,00 84.039.542.568,00 83.196.550.000 80.458.436.000 1.2.2 Dana alokasi umum 423,677,588,000 467.034.124.000,00 486.741.323.000,00 542.165.803.000 542.165.803.000 1.2.3 Dana alokasi khusus 41,006,940,000 46.182.210.000,00 153.324.090.000,00 299.832.570.000 143.560.416.000
1.3. Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah 63.908.484.209 212.942.256.703,89 290.787.423.422,86 281.411.602.189 346.517.134.115
1.3.1 Hibah - - - - -
12.540.694.209 14.242.189.627,89 23.877.065.979,86 20.584.689.308 27.284.689.308
1.3.4 Dana Penyesuaian dan
4.1.2 Proyeksi Pendapatan Daerah
Berdasarkan tabel diatas, Pendapatan daerah Kabupaten Aceh Tamiang
Tahun 2017 diproyeksikan sebesar Rp. 1.241.189.077.119,- dengan rincian
sebagai berikut :
A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Tamiang di targetkan sebesar
Rp. 128.487.288.004,- (10,35 persen dari total target pendapatan
daerah) dengan komponen terbesar pada Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah sebesar Rp. 83.829.877.880,- dan diikuti oleh
Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp. 16.755.503.520,-, Hasil Retribusi
Daerah sebesar Rp. 11.536.969.506,-, Zakat sebesar
Rp. 10.000.000.000,-, serta Hasil Pengelolaan keuangan daerah yang
dipisahkan sebesar Rp. 6.364.937.098,-.
B. Dana Perimbangan
Dana perimbangan diperkirakan sebesar Rp.766.184.655.000,- (61,73
persen dari total target pendapatan daerah) yang terdiri dari Dana Bagi
Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar
Rp.80.458.436.000,- dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar
Rp.542.165.803.000,-, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar
Rp.143.560.416.000,-.
C. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah diperkirakan sebesar
Rp. 346.517.134.115,- (27,92 persen dari total target pendapatan
daerah) terdiri dari Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi dan Dari Pemerintah
Daerah Lainnya sebesar Rp. 27.284.689.308,-, Transfer Bagian Dana
Otonomi Khusus Aceh sebesar Rp. 319.232.444.807,- dan Pendapatan
Lainnya sebesar Rp. 7.500.000.000,-.
4.1.3. Upaya-Upaya Pemerintah Daerah dalam Mencapai Target.
Upaya-upaya pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tamiang dalam mencapai
target pendapatan Tahun 2017 adalah :
1. Dalam merencanakan target pendapatan daerah dari kelompok PAD
ditetapkan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi
penerimaan tahun lalu, potensi, dan asumsi pertumbuhan ekonomi yang
2. Dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah
tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan
masyarakat;
3. Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi potensi pendapatan daerah yang
berkaitan dengan perluasan obyek pajak daerah/retribusi daerah dengan
mengacu pada Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
4. Menyederhanakan birokrasi untuk kemudahan investasi (sistem perizinan
online) dan menetapkan standar pelayanan.
4.2. Belanja Daerah
4.2.1. Kebijakan terkait dengan perencanaan belanja daerah
Arah kebijakan belanja daerah digunakan untuk mengatur pendanaan
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten.
Kebijakan anggaran belanja berdasarkan prioritas, sehingga tidak semua
tugas dan fungsi harus dibiayai secara merata. Belanja daerah diprioritaskan
mendanai program-program prioritas sesuai visi dan misi Bupati dan Wakil
Bupati Aceh Tamiang pada RPJMD Tahun 2013-2017 serta mendukung
pencapaian target/sasaran agenda prioritas nasional (NAWA CITA) pada
RPJMN 2015-2019. Teknis perencanaan dan penganggaran adalah
memastikan bahwa tujuan pembangunan dapat dicapai dengan
mengoptimalkan seluruh sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas belanja.
Kebijakan belanja juga diarahkan untuk mendanai program dalam
rangka pemenuhan Standar pelayanan Minimal (SPM). Adapun urusan wajib
yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang mengacu
kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah meliputi Urusan Wajib Pelayanan Dasar terdiri dari Pendidikan,
Kesehatan, Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman, Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta
Perlindungan Masyarakat, dan Sosial. Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar
meliputi Tenaga Kerja, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
Pangan; Pertanahan; Lingkungan Hidup; Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil; Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana; Perhubungan; Komunikasi dan
Kepemudaan dan Olahraga; Persandian; Kebudayaan; Perpustakaan; dan
Kearsipan.
Urusan Keistimewaan dan Kekhususan Aceh meliputi Pendidikan;
Kebudayaan;Kebudayaan; Keagamaan. Urusan Pilihan terdiri atas Kelautan
dan Perikanan; Pariwisata; Pertanian; Perdagangan; Perindustrian dan;
Transmigrasi. Penunjang Urusan Pemerintahan meliputi Perencanaan;
Keuangan; Kepegawaian serta Pendidikan dan Pelatihan; dan Bencana.
Selanjutnya Pendukung meliputi Pemerintahan Umum.
Arah kebijakan belanja Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2017 :
1. Menitikberatkan pada urusan yang menjadi kewenangan kabupaten sesuai
dengan prioritas pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang.
2. Menjalankan program yang bersifat pelayanan publik untuk isu-isu dominan
antara lain infrastruktur transportasi, pendidikan dan kesehatan.
3. Melakukan efisiensi belanja, melalui penghematan belanja.
4. Belanja daerah disusun berdasarkan sasaran dan target kinerja SKPK yang
harus dicapai setiap tahun.
5. Memberikan bantuan keuangan untuk penguatan pemerintahan desa.
6. Menetapkan belanja dan pagu alokasi dari setiap SKPK.
Penganggaran Belanja mengacu kepada Permendagri Nomor 31 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2017 sebagai berikut :
a. Belanja Tidak Langsung
Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Belanja Pegawai
a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PNSD) disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan
tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas dan keempat
belas.
b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji
berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai
dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5%
(dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji
pokok dan tunjangan.
d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta
mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor
111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Terkait dengan hal
tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan
penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD di luar
cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh
BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD.
e) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan
kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan
Anggota DPRD serta PNSD dibebankan pada APBD dengan
mempedomani Undang Nomor 40 Tahun 2004,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 84
Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Presiden Nomor
109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan
Sosial.
f) Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD harus memperhatikan
kemampuan keuangan daerah dengan persetujuan DPRD sesuai
amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005. Kebijakan dan penentuan kriterianya ditetapkan terlebih
dahulu dengan peraturan kepala daerah sebagaimana diatur dalam
Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
g) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
h) Tunjangan profesi guru PNSD dan dana tambahan penghasilan guru
PNSD yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2016 melalui
pegawai, dan diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek belanja
sesuai dengan kode rekening berkenaan.
4) Belanja Hibah dan Bantuan sosial
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari
APBD mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari
APBD, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD, serta
peraturan perundang- undangan lain di bidang hibah dan bantuan
sosial. Belanja Hibah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2017 diberikan
dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Pilkada Tahun 2017.
5) Belanja Bagi Hasil Pajak
a) Penganggaran dana Bagi Hasil Pajak Daerah yang bersumber dari
pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Tata
cara penganggaran dana bagi hasil tersebut harus memperhitungkan
rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun Anggaran 2017,
sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2016 yang belum
direalisasikan kepada pemerintah kabupaten ditampung dalam
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 atau dicantumkan dalam
LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2017.
b) Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pemerintah kabupaten
menganggarkan belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh per
seratus) dari pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota.
c) Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan Bagi Hasil Pajak
Daerah dari pemerintah provinsi untuk pemerintah kabupaten/kota
dan pendapatan Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari
pemerintah kabupaten untuk pemerintah desa dalam APBD harus
diuraikan ke dalam daftar nama pemerintah kabupaten dan
bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah sesuai kode rekening
berkenaan.
6) Belanja Bantuan Keuangan
a) Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis
belanja bantuan keuangan, obyek belanja bantuan keuangan kepada
partai politik dan rincian obyek belanja nama partai politik penerima
bantuan keuangan. Besaran penganggaran bantuan keuangan
kepada partai politik berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara
Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran,
dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan
Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD,
Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.
b) Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pemerintah kabupaten
menganggarkan alokasi dana untuk desa yang diterima dari APBN
dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa
dalam APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2017 untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pemberdayaan
masyarakat, dan kemasyarakatan. Selain itu, pemerintah
kabupaten/kota menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk
pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada
pemerintah desa dalam APBD Tahun Anggaran 2017 sebagaimana
diatur dalam Pasal 72 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014. Selanjutnya, pemerintah kabupaten memberikan
bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa, sebagaimana
diatur dalam Pasal 72 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014.
c) Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan
keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan daftar
sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode
rekening berkenaan.
7) Belanja Tidak Terduga
Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan
mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2016 dan kemungkinan
adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya,
diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga
merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau
tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat
bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak
tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran
2017, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah
tahun-tahun sebelumnya.
b. Belanja Langsung
Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penganggaran belanja langsung dalam APBD digunakan untuk pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan
pilihan. Penganggaran belanja langsung dituangkan dalam bentuk program
dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan
keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik. Penyusunan
anggaran belanja untuk setiap program dan kegiatan mempedomani SPM
dan berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu,
penganggaran belanja barang dan jasa agar mengutamakan produksi
dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi
kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan
sistem dan kualitas kemampuan teknis.
2) Belanja Pegawai Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah,
penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas
kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program
dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan
dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan
dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD
PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan
kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud
dengan memperhatikan pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD
sesuai ketentuan tersebut pada a.1).f) dan pemberian Insentif Pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai ketentuan tersebut pada a.1).g).
Suatu kegiatan tidak diperkenankan diuraikan hanya ke dalam jenis belanja
pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium
PNSD dan Non PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam
kegiatan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
3) Belanja Barang dan Jasa
a) Pemberian jasa narasumber/tenaga ahli dalam kegiatan dianggarkan
pada jenis Belanja Barang dan Jasa dengan menambahkan obyek dan
rincian obyek belanja baru serta besarannya ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah.
b) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat
hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan
yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi. Alokasi
belanja tersebut dianggarkan pada jenis Belanja Barang dan Jasa sesuai
kode rekening berkenaan.
c) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan
kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi
SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan
estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2016.
d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun
2013, yang tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan
melalui BPJS yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah dapat
menganggarkannya dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD
yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.
e) Penganggaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor milik pemerintah daerah dialokasikan pada
masing-masing SKPD sesuai amanat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 dan besarannya sesuai dengan masing-masing
f) Pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada
jenis belanja barang dan jasa. Pengadaan belanja barang/jasa yang
akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran
berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun
barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
ditambah seluruh belanja yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan barang/jasa sampai siap diserahkan.
g) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja
dan studi banding, perjalanan dinas, dilakukan secara selektif, frekuensi
dan jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari
perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi
kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding
dilaporkan sesuai peraturan perundang-undangan.
h) Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah,
penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek
pertanggungjawaban sesuai biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk
hal-hal sebagai berikut: 1) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan
sesuai dengan biaya riil. Komponen sewa kendaraan hanya diberikan
untuk Bupati/Wakil Bupati, 2) Biaya transportasi dibayarkan sesuai
dengan biaya riil; 3) Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya
riil; Dalam hal pelaksana perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas
hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan
diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif
hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksana
perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum. 4) Uang harian dan
uang representasi dibayarkan secara lumpsum. Standar satuan harga
perjalanan dinas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, dengan
mempedomani besaran satuan biaya yang berlaku dalam APBN
sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan.
i) Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang mengikutsertakan
non PNSD diperhitungkan dalam belanja perjalanan dinas. Tata cara
penganggaran perjalanan dinas dimaksud mengacu pada ketentuan
perjalanan dinas yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
j) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan
teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber daya
manusia Pimpinan dan Anggota DPRD serta pejabat/staf pemerintah
daerah, yang tempat penyelenggaraannya di luar daerah harus
urgensi dan kompetensi serta manfaat yang akan diperoleh dari
kehadiran dalam pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau
sejenisnya guna pencapaian efektifitas penggunaan anggaran daerah.
Dalam rangka orientasi dan pendalaman tugas Pimpinan dan Anggota
Kabupaten agar berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Orientasi dan Pendalaman
Tugas Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 tentang
Pedoman Orientasi dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota.
k) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan
pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk
menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula yang
sudah tersedia milik pemerintah daerah.
l) Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya mempedomani Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
dan Pasal 48 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
4) Belanja Modal
a) Pemerintah daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada
APBD Tahun Anggaran 2017 untuk pembangunan dan pengembangan
sarana dan prasarana yang terkait dengan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat.
b) Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah dan
pemeliharaan barang milik daerah menggunakan dasar perencanaan
kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Pasal 7
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Selanjutnya,
untuk pengadaan barang milik daerah juga memperhatikan standar
sarana dan prasarana kerja berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana
Kerja Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006
tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah.
daerah mempedomani Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011
tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
c) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum
mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional
dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari APBD.
d) Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud
yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset
ditambah seluruh belanja yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan,
sesuai maksud Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011.
5) Surplus/Defisit APBD
a) Surplus atau defisit APBD adalah selisih antara anggaran pendapatan
daerah dengan anggaran belanja daerah.
b) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaan surplus tersebut
diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal
(investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah
pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan
jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial tersebut
diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar
masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional
terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut.
c) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, pemerintah daerah menetapkan
penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut, yang
bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran
daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan/atau penerimaan
kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.
3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Pembiayaan
Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA)
harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan
mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2016
dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun
Anggaran 2017 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA
yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan pada
obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2016.
b. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran
sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 dan Pasal 61 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
4.2.2. Proyeksi Perencanaan Belanja Daerah
Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan juga
Peraturan Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Belanja Daerah terdiri dari :
1. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait
dengan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang
terdiri dari jenis belanja (a) Belanja Pegawai, (b) Belanja Bunga, (c)
Belanja Subsidi, (d) Belanja Hibah, (e) Belanja Bantuan Sosial, (f) Belanja
Bagi Hasil, (g) Belanja Bantuan Keuangan, dan (h) Belanja Tidak Terduga.
2. Belanja Langsung merupakan belanja yang dikaitkan secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yang terdiri dari jenis belanja
(a) Belanja Pegawai, (b) Belanja Barang dan Jasa, (c) Belanja Modal.
Proyeksi belanja daerah tahun 2017 sebesar Rp.1.276.189.077.119,-
terdiri dari: Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.607.474.484.386,- yang
meliputi Belanja pegawai sebesar Rp.391.637.624.664,- Belanja Hibah kepada
KIP sebesar Rp.11.000.000.000,-, Belanja Hibah Kepada Panwaslu
Rp.5.000.000.000,-, Belanja Hibah Kepada Polres Langsa
Rp.148.404.800,-, Belanja Hibah Kepada Polres Aceh Tamiang sebesar
Rp. 647.116.800,-. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintahan Desa
sebesar Rp.192.477.542.306,- dan bantuan keuangan kepada Partai Politik
sebesar Rp.796.144.896,-, Belanja Tidak Terduga sebesar
Rp.3.000.000.000,-. Belanja Langsung diproyeksikan sebesar
Rp.668.714.592.733,-. Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Aceh Tamiang
Tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2017
NO URAIAN PROYEKSI BELANJA DAERAH
(Rp)
BELANJA :
1 Belanja Tidak Langsung 607.474.484.386
- Hibah kepada KIP 11.000.000.000
- Hibah Kepada Panwaslu 5.000.000.000
- Hibah Kepada Polres Langsa 148.404.800
- Hibah Kepada Polres Aceh Tamiang 2.767.650.920
- Hibah Kepada TNI 647.116.800
Belanja Bantuan Sosial -
Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
- Belanja bantuan kepada Desa 192.477.542.306
- Belanja bantuan kepada Partai Politik 796.144.896
Belanja Tidak Terduga 3.000.000.000
2 Belanja Langsung 668.714.592.733
JUMLAH BELANJA 1.276.189.077.119
4.2.3. Prioritas Pembangunan Daerah
Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2017 adalah:
1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan;
2. Program Peningkatan Infrastruktur Untuk Mendorong Laju Pertumbuhan
Ekonomi;
3. Peningkatan Kualitas Pendidikan, Kesehatan dan Pemenuhan Kebutuhan
Air Bersih serta Sanitasi;
4. Ketahanan Pangan dan Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Pertanian;
5. Penanggulangan Kemiskinan;
6. Peningkatan Lingkungan Hidup dan Pengurangan Resiko Bencana;
4.3.Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan
untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah, ketika
terjadi defisit anggaran. Sumber pembiayaan dapat berasal dari Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran Tahun Lalu, hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan piutang daerah.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan terdiri dari penyertaan modal pemerintah
daerah dan pembayaran pokok utang.
Apabila pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja daerah, maka
terjadi defisit belanja dan harus ditutupi dengan penerimaan daerah yang
bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa); Pencairan
dana cadangan; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
Penerimaan pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
penerimaan piutang daerah. Sebaliknya, jika pendapatan daerah lebih besar
daripada belanja daerah, maka terjadi surplus, dan harus digunakan untuk
pengeluaran daerah yang diutamakan untuk membayar pokok utang,
penyertaan modal (investasi) daerah, dan/atau pemberian peningkatan
jaminan sosial. Pembiayaan daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2017
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3
Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2017
No Uraian
Plafon Anggaran Sementara (Rp)
Pembiayaan Daerah
1 Penerimaan Pembiayaan
1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) 35.000.000.000
1.2 Pencairan Dana Cadangan -
1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan -
1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah -
1.5 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman -
1.6 Penerimaan Piutang Daerah -
Jumlah Penerimaan Pembiayaan 35.000.000.000
2 Pengeluaran Pembiayaan -
2.1 Pembentukan Dana Cadangan -
2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Daerah -
2.3 Pambayaran Hutang -
2.4 Pemberian Pinjaman Daerah -
2.5 Pengembalian Lebih Salur DBH Kehutanan -
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan -
Pembiayaan Netto 35.000.000.000
Proyeksi penerimaan pembiayaan tahun 2017 bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) sebesar Rp. 35.000.000.000
yang akan digunakan untuk menutup defisit belanja sehingga anggaran
BAB V
PENUTUP
Kebijakan umum APBK (KUA) Aceh Tamiang Tahun 2017 disusun
sebagai acuan dalam perencanaan operasional anggaran tahun 2017.
Dokumen ini selanjutnya akan dijadikan pedoman acuan SKPK di lingkungan
Kabupaten Aceh Tamiang dalam penyelengaraan pemerintahan dan
pembangunan yang dananya bersumber dari APBK Aceh Tamiang Tahun 2017,
juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi hasil penyelengaraan
pemerintahan dan pembangunan.
Demikian kebijakan umum APBK Aceh Tamiang ini dibuat untuk menjadi
pedoman dalam penyusunan PPAS dan RAPBK Tahun 2017.
Karang Baru, 29 November 2016
Plt. BUPATI ACEH TAMIANG,
TTD