• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE SURABAYA."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu

(S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

IIM NUR JANNAH

NIM: E52212034

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

IIM NUR JANNAH, 2016. BERDANA PERSPEKTIF VIHARA

BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE SURABAYA.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana deskripsi dan bentuk berdana vihara BDC Surabaya dan respon masyarakat terhadap kegiatan berdana, melihat masyarakat sekitar vihara yang berlainan agama tetapi mempunyai antusiasme yang tinggi dalam mengikuti pelaksanaan berdana yang dilangsungkan di lingkungan vihara yaitu di tempat ibadah bagi umat Buddha.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena berdana vihara BDC di Surabaya menggunakan pendekatan fungsionalis yaitu teori tindakan milik Talcott Parsons.

Hasil dari penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti selama kurang lebih 2 bulan ditemukan bahwa: (1). Deskripsi dan bentuk berdana yang di laksanakan merupakan kegiatan bakti sosial, adapun tujuan dari bentuk pelaksanaan berdana merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama manusia dan menjalankan dharma ajaran Buddha. (2). Antusiasme masyarakat sekitar yang berbeda agama dalam mengikuti kegiatan berdana di vihara BDC dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: mudahnya akses masyarakat dalam mengetahui kegiatan berdana vihara BDC melalui media sosial, terorganisirnya kegiatan tersebut dengan baik, tujuan mulia untuk membantu sesama, keramahan pihak vihara BDC dan sifat terbuka vihara terhadap masyarakat yang berbeda agama. (3) Respon masyarakat sekitar yang yang telah mengikuti berdana atau yang belum mengikuti aktivitas Berdana Vihara BDC merasa senang karena telah meningkatkan kesejahteraan warga.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN ...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Penegasan Judul ...4

C. Rumusan Masalah ...5

D. Tujuan Penelitian ...5

E. Manfaat Penelitian ...5

F. Tinjauan Pustaka ...6

(8)

1. Jenis Penellitian ...8

2. Sumber Data ...9

3. Metode Pengumpulan Data ...9

4. Analisis Data ...12

5. Keabsahan Data ...12

H. Sistematika Pembahasan ...14

BAB II: BERDANA PERSPEKTIF BUDDHA A. Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha ...16

B. Aktivitas Keagamaan ...27

C. Berdana Dalam Kajian Buddha ...31

D. Teori Tindakan Milik Talcott Parsons ...34

BAB III: GAMBARAN UMUM VIHARA BDC SURABAYA A. Profil Vihara Buddhayana Dharmawira Centre ...38

B. Aktivitas Keagamaan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre…... 41

1. Ritual Mingguan dan Bulanan ...42

2. Ritual Tahunan ...42

C. Aktivitas Sosial Keagamaan Vihara BDC ...48

BAB IV: BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BDC A. Bentuk-Bentuk Berdana di Vihara BDC ...53

B. Respon Masyarakat Terhadap Kegiatan Berdana Vihara BDC ...55

(9)

2. Respon Masyarakat yang Belum Mengikuti ...58

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...64

B. Saran-Saran ...65

C. Penutup ...66

DAFTAR PUSTAKA ...67

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Daftar Informan

3. Surat Keterangan (Bukti Melakukan Penelitian)

4. Dokumentasi Penelitian

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama secara umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan

yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhanya. Namun secara khusus juga

mengatur hubungan manusia dengan manusia lainya dan mengatur hubungan

manusia dengan lingkunganya. Indonesia merupakan Negara yang berketuhanan

mengharuskan setiap masyarakat untuk beragama. Agama selalu hadir dan

mewarnai kehidupan pribadi maupun sosial dalam masyarakat.

Di Indonesia sendiri terdapat lima agama yaitu Islam, Kristen, Hindu,

Buddha, dan Konghucu yang telah diresmikan oleh Negara. Pemerintah RI

sendiri telah menjamin masyarakat dalam memeluk agama dan menjalankan

agama sesuai dengan keyakinanya seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal

29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: Pertama, Negara berdasar atas Ketuhanan yang maha Esa. Kedua, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan kepercayaanya itu.1

Sehingga pemeluk agama dapat menjalankan segala aktifitas keagamaanya

dengan tenang dan penuh kekhusyu’an. Selain itu mereka juga dapat membangun

dan mengembangkan rumah ibadah sebagai sarana dalam melakukan kegiatan

keagaamaan. Walaupun dalam prakteknya akan ada kelompok yang toleran atau

intoleran yang diakibatkan oleh kemajemukan masyarakat Indonesia karena ras,

1

(11)

suku, bahasa dan agama. Namun seiring dengan adanya dialog antar agama dan

mengingat manusia sebagai mahkluk sosial, dimana manusia tidak bisa hidup

sendirian dan setiap hari selalu berinteraksi dengan dunia luar untuk melakukan

aktifitas. maka manusia harus berpandangan terbuka untuk saling menghargai dan

menghormati setiap perbedaan yang ada sehingga tidak hanya membatasi diri

dengan bergaul pada kelompoknya sendiri.

Semua agama mengajarkan pentingnya hubungan sosial dalam kehidupan

manusia. Di dalam ajaran Buddha kita mengenal karma, karma adalah salah satu

diantara doktrin-doktrin dasar Buddha yang penting untuk dipahami. Segala

perbuatan, pekerjaan atau tindakan itu disebut karma bahkan ucapan atau pikiran

yang dilakukan dengan tujuan itu dapat disebut karma. Karma ada beberapa

macam, diantaranya adalah karma yang bermanfaat yaitu tindakan yang

bermanfaat dan mengikuti moral, karma yang tidak bermanfaat yaitu perbuatan

yang merugikan orang lain dan karma yang bermanfaat maupun tidak bermanfaat

yaitu perbuatan yang tidak dapat dikategorikan pada perbuatan baik atau buruk

contoh perbuatan yang dilakukan saat tidak sadar. Dalam agama Buddha ada

suatu ungkapan “Perbuatan kebajikan menghasilkan kebaikan, perbuatan jahat

menghasilkan hasil yang buruk”,2

ini sesuai dengan hukum sebab akibat.

Dalam agama Islam banyak pesan yang mengarah pada permasalahan

sosial, ini dibuktikan oleh Jalaluddin Rahmat berdasarkan penelitiannya pada

tahun 1991 terhadap Al-Qur’an dan hadits. Jalaluddin menyimpulkan lima hal;

2

(12)

Pertama, proporsi terbesar ditujukan pada urusan sosial, dalam Surat al-Mu’minun ayat 1-9 tentang tanda-tanda orang beriman dan surat ali Imron ayat

133-135 tentang tanda-tanda orang bertaqwa. Kedua, dalam kenyataanya apabila urusan beribadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting

maka ibadah boleh diperpendek (Rukhsoh) atau ditangguhkan. Ketiga, Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi pahala yang lebih besar dari pada

ibadah yang perseorangan. Keempat, apabila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal karena melanggar hal-hal tertentu. Maka kafaratnya adalah

melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Contoh dalam Islam

ada orang tua yang sudah pikun dan tidak kuat untuk berpuasa maka cukup

mengganti dengan memberi makan fakir miskin. dan Kelima, melakukan amal baik dalam bidang sosial mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah,

contoh mencari ilmu lebih besar pahalanya dibandingakan sholat sunnah sehari

semalam.3 Jadi penting bagi manusia dalam hal keagamaan maupun sosial untuk

menjaga hubungan baik, karena itu merupakan ajaran agama.

Berangkat dari tindakan sosial dan interaksi masyarakat terhadap aktifitas

sosial keagamaan maka peneliti ingin melihat fenomena yang terjadi di

masyarakat Panjang Jiwo Surabaya dimana di kawasan ini terdapat Vihara yang

cukup besar bernama Vihara Buddhayana Dharmawira Centre yang telah

melakukan banyak aktifitas sosial keagamaan. Dan selalu menjadi agenda

mingguan, bulanan bahkan tahunan sehingga, melibatkan pemeluk agama lain

seperti Islam, Kristen, Hindu, Konghucu dan sebagainya. Masyarakat sekitar

3

Fakultas Tarbiyah UIN Malang, El-Hikmah Jurnal Pendidikan dan Keagamaan

(13)

melihat mereka sebagai umat Buddha yang toleran, karena setiap Vihara

mengadakan aktifitas sosial keagaamaan, selalu terbuka untuk umum, tidak

membedakan latar belakang warga sekitar sehingga mendapatkan tanggapan

positif dari masyarakat setempat.

Berkembangnya agama Buddha di Panjang Jiwo Surabaya dapat dilihat

dengan adanya tempat peribadatan yang dikenal dengan Vihara Buddhayana

Dharmawira Centre dan berbagai aktifitas sosial keagamaanya ditengah-tengah

masyarakat yang maju. Sehingga menimbulkan banyak anggapan bahwa aktivitas

sosial keagamaan mereka berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar.

Menurut Hemat penulis Teori yang dapat digunakan untuk melihat

fenomena aktifitas sosial ini adalah teori tindakan milik Talcott Parsons yang memusatkan telaahnya pada tindakan sosial

B. Penegasan Judul

Untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis perlu menegaskan

maksud judul skripsi sebagai berikut:

1. Berdana : Aktivitas sosial keagamaan atau kegiatan berbagi kepada sesama

manusia dalam agama Buddha.4

2. Perspektif : Sudut pandang, pandangan.5

3. Vihara Buddhayana Dharmawira Centre : Nama sebuah Vihara yang

bertempat di Jl. Panjang Jiwo Permai No. 4 Tenggilis Surabaya.

4

Haryanto Tanuwijaya, Wawancara, Surabaya: 26 April 2016. 5

(14)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka penulis akan merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi dan bentuk-bentuk berdana perspektif Vihara

Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya?

2. Bagaimana respon masyarakat terhadap kegiatan berdanaVihara Buddhayana

Dharmawira Centre Surabaya?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan atau permasalahan

baru berdasarkan pengamatan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada

dan menguji tentang kebenaran berdasarkan dengan masalah tujuan penelitian.

Maka tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan keharmonisan masyarakat terhadap

semua umat beragama.

2. Untuk mengetahui ajaran berdana perspektif umat Buddha dalam rangka

mengamalkan dharma.

E. Manfaat Penelitian

Pada tataran akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat untuk semua kalangan mahasiswa yang khususnya mahasiswa

perbandingan agama maupun lainnya untuk mengetahui kegiatan berdana Vihara

(15)

Vihara banyak yang beragama lain sehingga bagaimana sejarah awal keberadaan

Vihara itu dan bagaimana kegiatan berdana umat Buddha dan respon masyarakat

di kawasan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

Pada tataran praksis, penelitian ini bertujuan untuk memperluas

pengetahuan tentang keberadaan rumah ibadah bagi pemeluk agama Buddha di

Surabaya dan aktifitas sosial keagamaan (berdana) mereka ditengah masyarakat

yang berbeda agama.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk menempatkan posisi penelitian maka perlu adanya beberapa contoh

penelitian terdahulu, adapun beberapa penelitian sebelumnya adalah:

Skripsi yang ditulis oleh Makhillatul Naziyah IAIN Walisongo Semarang

yang berjudul “Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara

Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran.,6 Skripsi ini membahas sikap dan

perilaku keberagamaan pemeluk Tao, Konghucu dan Buddha di Vihara

Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran dan dihasilkan bahwa dalam

pelaksanaan beribadah tidak pernah terjadi konflik karena mereka mempunyai

sikap yang inklusif terhadap kepercayaan masing-masing.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis lakukan adalah

skripsi tersebut lebih mengarah pada perilaku keberagamaan umat Buddha di

Vihara dari sudut pandang psikologi, sedangkan skripsi yang penulis susun lebih

6Makhillatul Naziyah, “

Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran,” (Skripsi, tidak diterbitkan, Jurusan

(16)

mengarah pada aktivitas sosial vihara dan respon warga setempat terhadap

kegiatan berdana, dari sudut pandang sosiologi.

Penelitian lainya adalah skripsi yang ditulis oleh Yasmin Mahfudz IAIN

Walisongo Semarang yang berjudul “Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus

di Vihara Mahavira Graha Semarang)”.7Skripsi ini membahas bagaimanakah

bentuk aktivitas keagamaan yang ada di Vihara Mahavira Graha kota Semarang

dan berapa besar daya Tarik Vihara Mahavira Graha Kota Semarang terhadap

motivasi keberagamaan umatnya dalam bermasyarakat. Melihat letak Vihara yang

merupakan tempat pariwisata sehingga banyak memberikan daya tarik dan

melibatakan para pengunjung.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis susun adalah isi

skripsi tersebut lebih mengarah pada aktivitas keagamaan yang dilakukan di

Vihara dan bagaimana motivasi para pemeluknya dalam bermasyarakat di

kawasan pariwisata. Sedangkan skripsi yang penulis lakukan adalah aktivitas

sosial keagamaan.

Jadi lebih mengarah pada aktivitas sosial Vihara Buddhayana Dharmawira

Centre di Surabaya.Vihara tersebut telah banyak mengadakan aktivitas sosial atau

disebut berdana, karena Vihara yang berbentuk yayasan ini cukup besar sehingga

menarik untuk dilakukan penelitian tentang aktivitas sosial keagamaan yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat di Jl. Panjang Jiwo Surabaya.

7 Yasmin Mahfudz, “

Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus di Vihara

Mahavira Graha Semarang)”(Skripsi tidak diterbitkan Jurusan Perbandingan Agama

(17)

Dan skripsi yang ditulis oleh Yuli Astutik IAIN Sunan Ampel Surabaya

yang berjudul “Studi Tentang Keberadaan Vihara Buddhayana Di

Surabaya”.Skripsi ini membahas tentang keberadaan Vihara dari sisi histori dan

mendeskripsikan kegiatan keagamaan yang ada di dalamnya.8 Jenis penelitian

pada skripsi ini adalah penelitian kuantitatif.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis susun adalah jenis

pendekatan penelitian dan tema penelitian yang mengarah pada kegiatan

keagamaan umat Buddha, sedangkan skripsi ini lebih mengarah pada aktivitas

sosial keagamaanya, meskipun penulis juga memilih salah satu Vihara

Buddhayana di daerah Surabaya sebagai objek penelitian.

G. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data yang diinginkan maka peneliti ikut serta dalam

melakukan penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dapat disebut dengan penelitian kualitatif,

sedangkan untuk pendekatan yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu

menggunakan pendekatan sosiologi. Dengan menggunakan pendekatan ini

peneliti dapat memperoleh gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan

lengkap mengenai aktivitas sosial keagamaan atau yang disebut berdana di

8Yuli Astutik, “

(18)

Vihara Buddhayana Dharmawira Centre. Selain itu untuk memperoleh data

yang diinginkan di lakukan dengan cara studi kasus. Menurut Poerwandari

Studi kasus digunakan agar peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan

terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus tersebut

tanpa bermaksud untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori atau tanpa

upaya menggeneralisasikan.

2. Sumber Data

a. Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh penulis di

lapangan yaitu informasi dari pihak Vihara BDC, dan masyarakat sekitar

yang tinggal di lingkungan yang diperoleh melalui wawancara dan observasi

yang menyangkut segala aktifitas yang berhubungan dengan objek

penelitian.

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain

sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data

primer.9 Sumber ini dapat diperoleh dari tetangga sekitar, buku-buku atau

dokumen-dokumen yang berhubungan dan mendukung penulisan skripsi.

Dalam penelitian ini data diambil dari tetangga sekitar Vihara BDC dan

dokumen atau buku-buku yang berkaaitan dengan tema berdana dalam

perspektif agama Buddha.

9

(19)

3. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara (Interview)

Merupakan metode yang dilakukan peneliti untuk memperoleh

informasi dari informan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara

mendalam dengan melakukan wawancara mendalam peneliti dapat

menggali apa yang diketahui dan dirasakan subyek pada masa lampau

ataupun masa sekarang, serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri

subjek. dalam proses wawancara peneliti dilengkapi dengan pedoman

wawancara yang sangat umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus

menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah

dibahas atau ditanyakan.

Adapun yang menjadi narasumber dalam wawancara

dikelompokkan sebagai berikut: dari pihak Vihara yaitu ketua pelaksana

harian Vihara bapak Haryanto Tanuwijaya, Admin Vihara bapak Suwandi,

Karyawan Vihara Meta Letiyanti dan Perwakilan PMI Surabaya ibu

Endang. Mereka merupakan orang yang terlibat langsung dalam kegiatan

berdana.Informan dari masyarakat luar adalah ibu siti, bapak Suyatman,

Ibu Susanah, bapak Salam, Ana, dan Siti. Meraka merupakan warga yang

ikut serta dalam kegiatan berdana dan sebagian lagi adalah warga sekitar

Vihara BDC. Wawancara ini dibutuhkan untuk memeperoleh keterangan

tentang keberadaan vihara, kegiatan keagamaan, kegiatan berdana yang

(20)

aktivitas sosial keagamaan (berdana) Vihara Buddhayana Dharmawira

Centre.

b. Observasi

Yaitu penulis dalam rangka memperoleh data dengan melakukan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang

terjadi.10 Alasan digunakannya metode observasi ini untuk menunjang data

hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk

aktifitas berdana, bisa teramati atau terdeteksi lewat ekspresi dan bentuk

aktifitas sosial sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap

informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subyek dalam

wawancara. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui aktifitas apa

saja yang dilakukan pihak vihara kemudian cara mereka melakukan

aktifitas berdana (sosial keagamaan) ketika berada di Vihara Buddhayana

Dharmawira Centre Surabaya.

c. Dokumentasi

Yaitu memperoleh data dengan cara penganalisaan terhadap

fakta-fakta yang tersusun secara logis dari dokumen tertulis maupun dokumen

yang tidak tertulis yang mengandung petunjuk-petunjuk tertentu.

Digunakan dokumen yang tertulis seperti dokumen, buku-buku yang

berkaitan dengan Buddha. Sedangkan untuk sumber yang tidak tertulis

berupa gambar atau foto dan rekaman hasil wawancara terkait kegiatan

10

(21)

berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Panjang Jiwo

Surabaya.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis yaitu suatu tulisan yang didapatkan dari sumber data asli ketika berada di lapangan sebagai halnya wawancara atau informasi yang

didapatkan dari informan untuk dipakai dalam penerapan metode kualitatif.

Sedangkan deskriptif menggambarkan suatu masyarakat atau kelompok.11

kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umat Buddha di Vihara

Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya dan masyarakat setempat.

Analisis, Memadukan hasil yang didapat dari lapangan setelah itu

menganalisis dan mendapatkan kesimpulan akhir. Memadukan segala

informasi dan menganilisis menggunakan teori sosial.

Dengan ini diharapkan hasil yang di peroleh dapat menggambarkan

secara jelas bagaimana deskripsi dan bentuk kegiatan berdana Vihara

Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

5. Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan atau kreadibilatas data yang telah diperoleh,

maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Menurut Sugiyono Triangulasi

dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari

berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian

terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

11

(22)

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Dalam penelitian ini selain kepala umum pelaksana harian Vihara yang

menjadi informan, peneliti juga melakukan penggumpulan data dengan

sumber lain yaitu warga sekitar yang ikut dalam aktivitas sosial

keagamaan disana, kemudian staf-staf Yayasan Vihara BDC. Dan yang

bersangkutan yang dirasa mengetahui tentang sejarah dan profil Vihara

serta kegiatan berdana di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik

pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Dan untuk menguji

keredibilitas data yang didapat maka data yang diperoleh dari subjek

dengan menggunakan teknik wawancara, akan di cek kebenarannya

dengan dokumentasi. Sebaliknya juga begitu, informasi tentang subjek

yang di dapat dari hasil dokumentasi akan di cek kebenarannya dengan

menggunakan wawancara.

c. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kreadibilitas data.Untuk itu

dalam rangka pengujian kreadibilitas data peneliti melakukan pengecekan

(23)

Peneliti akan mengulang kembali beberapa pertanyaan dalam waktu yang

berbeda, jika data yang di dapat sama maka dipastikan data tersebut adalah

benar, akan tetapi jika ada perbedaan data yang di dapat pada wawancara

yang pertama dan kedua maka data tersebut perlu cek lagi kebenarannya.

Dengan mengecek data yang diperoleh dengan menggunakan

triangulasi sumber, teknik dan waktu, maka diharapkan penelitian ini dapat

menghasilkan data yang benar-benar valid dan dapat menggambarkan

keadaan yang sesunggunya dilapangan, yang mana dalam penelitian ini

yaitu deskripsi, bentuk aktivitas sosial keagamaan dan tanggapan

masyarakat sekitar mengenai aktifitas sosial keagamaan Vihara

Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mengetahui dan mempermudah bahasan penelitian ini maka

penelitian ini tersusun menjadi beberapa bab sebagai berikut:

Bab Pertama, pendahuluan yang terdiri dari; latar belakang, penegasan

judul, rumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, metodologi

penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan pengantar dan

pedoman bagi bab selanjutnya.

Bab Kedua, kajian teori yang terdiri dari; sejarah dan perkembangan

agama Buddha, aktivitas keagamaan, Berdana dalam kajian Buddha, dan teori

(24)

Bab Ketiga, penyajian data yang terdiri dari; profil Vihara Buddhayana

Dharmawira Centre di Surabaya. aktivitas keagamaan vihara Buddhayana

Dharmawira Centre Surabaya, aktivitas sosial keagamaan Vihara BDC.

Bab Keempat, analisis data yang terdiri dari; bentuk-bentuk kegiatan

berdana, dan respon masyarakat terhadap kegiatan berdana Vihara Buddhayana

Dharmawira Centre di Surabaya.

Bab Kelima, penutup yang terdiri dari; kesimpulan dan saran-saran

kesimpulan yang merupakan jawaban atas rumusan masalah dan hasil analisis

(25)

BAB II

BERDANA PERSPEKTIF BUDDHA

A. Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha

Secara historis agama Buddha muncul di India pada tahun 500 S.M.

hingga tahun 300 M. Agama Buddha dapat dikatakan sebagai pembaruan agama

Hindu, Buddha artinya mereka yang telah bangun.1 Buddhisme dirintis oleh

Siddharta Gautama yang lahir pada tahun 563 M. Nama India sendiri dijelaskan

dari nama Sungai Sindhu yaitu nama sungai yang mengairi daerah barat India,

yang kemudian disebut sebagai sungai Hindu oleh bangsa Persia. Nama Hindu

selanjutnya dipakai oleh orang Yunani untuk menyebut India. Hingga saat ini

nama Hindu tersebut digunakan oleh pemerintah India. Penduduk yang masih

memeluk agama India asli disebut dengan orang Hindu.

Sebelum kelahiran Buddha Gautama bangsa India yang dihuni oleh bangsa

Dravida yaitu bangsa India asli dan bangsa Arya bangsa pendatang (Indo-Jerman)

telah mencapai kemajuan dalam bidang kebudayaan. India saat itu merupakan

tempat berkembangnya peradaban dan kebudayaan dunia, sehingga banyak orang

yang mendalami hakikat hidup di sana. Oleh karena itu muncul berbagai

pandangan diantaranya adalah munculnya dua pandangan besar di India yaitu

Brahmanisme dan Sramanisme.

Pandangan brahmanisme menyatakan bahwa roh dan jasmani adalah satu,

dengan kata lain apabila badan mati maka roh pun juga mati, pandangan ini

1

(26)

disebut juga faham nihilisme. Akibat dari paham ini banyak penganut yang memuaskan segala keinginanya pada kehidupan di dunia pandangan ini banyak

diikuti oleh bangsa Arya.

Sedangkan pandangan Sramanisme atau sebangsa Jainisme yang dibawa

oleh bangsa Dravida menganggap roh dan jasmani bukanlah satu kesatuan.

Sehingga matinya jasmani bukan merupakan matinya roh. Roh dianggap kekal

dan abadi, Apabila ada orang meninggal maka rohnya akan tetap ada dan harus

berupaya menyatu dengan keabadian atau yang disebut dengan Maha Kekal,

faham ini juga disebut dengan eternalisme (kekekalan), untuk bisa menyatu roh harus suci terlebih dahulu. Akibatnya banyak yang melakukan penyiksaan diri

secara berlebihan.2

Selain itu munculnya agama Buddha dilatarbelakangi oleh kepercayaan

mereka pada sistem kasta. Agama Hindu yang mempercayai sistem kasta

beranggapan bahwa, kasta brahmana sebagai kasta yang tertinggi, Kaum

brahmana adalah manusia-manusia suci sehingga selalu di istimewakan. Hak

istimewa ini yang membuat kaum brahmana berlaku sewenang-wenang terhadap

golongan atau kasta yang lebih rendah seperti kasta ksatria, waisya dan sudra.

Peristiwa ini memberi motivasi bagi Sidharta untuk melakukan perubahan besar

dalam agama Hindu.Sehingga dia berfikir dan berusaha untuk meruntuhkan

kepercayaan tentang caturwarna (kasta-kasta dalam kehidupan manusia).3

Pendiri agama Buddha adalah Sidharta Gautama atau sang Buddha, dia

lahir kira-kira pada tahun 563 SM. Di daerah Kapilawastu di kaki pegunungan

2

Nasruddin, Diktat Mata Kuliah Agama Buddha, (Surabaya: t.p.2011), 4. 3

(27)

Himalaya dari seorang ayah raja kaya Sudhodana dan ibu bernama Maya. Dalam

cerita Buddha di kisahkan bahwa banyak keistimewaan sebagai pertanda

menjelang kelahirannya, sebagaimana kejadian luar biasa yang tampak pada calon

orang-orang besar. Pada usia 29 tahun ia menyadari bahwa hidup dalam istana

dan kemewahan yang ia jalani selama itu bukanlah hal yang benar. Ketika dia

keluar dari istana, dia menjumpai empat peristiwa yang sebelumnya belum pernah

didapatkan yaitu peristiwa melihat orang sakit yang begitu parah sehingga

membungkuk, orang tua yang mulai memutih rambutnya dan jalanya

membungkuk, orang mati serta melihat seorang pertapa yang mengemis. Melihat

kenyataan itu membuatnya sadar bahwa hidup tidak lain hanyalah sebuah

penderitaan.

Sidharta mencari jalan untuk membebaskan manusia dari penderitaan

tersebut. Dengan beberapa jalan seperti latihan keras, mulai hidup prihatin

mengembara di hutan dan berpuasa. Akhirnya setelah dia bersamadi di bawah

pohon Boddhi di Boddh Gaya tersingkaplah baginya pengetahuan tentang

kebenaran yang sejati. Sejak saat itu dia memperoleh gelar Buddha.4

Setelah menjadi Buddha dia mulai menyebarkan ajaran-ajarannya. Ajaran

agama Buddha bersumber pada sumber ajaran Buddha yang dikenal dengan

sebutan Tiratna (Tiga Permata), berasal dari Bahasa pali Ti berarti tiga dan ratna

berarti mustika/permata. Atau disebut juga Triratna yang berasal dari bahasa

sansekerta Tri berarti tiga, ratna berarti mustika/permata. Tiga mustika ini adalah

Buddha, Dhamma dan Sangha.

4

(28)

Adapun maksud dari triratna (tiga mustika) adalah:

1. Buddha adalah sang buddha yaitu Sidharta Gautama sebagai guru dan juga

bisa diartikan sebagai sifat kebuddhaan.

2. Dhamma adalah ajaran Buddha yang merupakan kebenaran mutlak.

3. Sangha adalah persaudaraan suci orang-orang yang telah mencapai tingkatan

kesucian (Arahat). Sangha berasal dari Bahasa Pali dan Sansekerta yang

berarti persamaan atau persaudaraan para Bhikku.5

Tri ratna sangat berarti bagi agama Buddha karena merupakan sumber

dari ajaran-ajaran Buddha. Semua ajaran ini disampaikan dengan lisan,

selama kurang lebih empat abad lamanya agama Buddha diteruskan secara

lisan, akhirnya kumpulan-kumpulan cerita, tradisi, khotbah-khotbah

dikelompokkan sehingga menjadi kitab yang disebut tripitika atau tiga

keranjang, Kitab ini berisi kumpulan khutbah, perumpamaan, dan percakapan

yang pernah dilakukan sang Buddha dengan para pengikutnya. Tripitaka

terdiri dari;

a. Sutta Pitaka di dalamnya berisi dharma atau ajaran Buddha kepada

pengikut-pengikutnya.

b. Vinaya Pittaka yang di dalamnya memuat peraturan-peraturan yang

mengatur kehidupan sangha dan para penganutnya.

c. Adhidharma Pittaka yang di dalamnya memuat filsafat agama Buddha

dimana terdapat pembahasan yang mendalam tentang hakikat dan tujuan

hidup.6

5

(29)

Dengan adanya Kitab tersebut dapat memudahkan umat Buddha

untuk memperdalam agamanya.

Setelah sang Buddha mendapatkan pencerahan maka dia

mengajarkan dharma kepada limapertapa yang menjadi muridnya dengan

mengajarkan bahwa kebebasan adalah pencapaian Nirwana yaitu bebas dari

kelahiran, kelapukan, penyakit, kematian, penderitaan dan hawa nafsu

keinginan. Dalam khotbahnya sang Buddha menjelaskan bahwa intisari

ajaran Buddha adalah empat kesunyataan utama atau empat kebenaran utama:

1) Kebenaran yang pertama adalah bahwa hidup itu adalah dukkha yang diartikan penderitaan atau duka cita. Maksudnya segala sesuatu yang

ada di bumi ini adalah penderitaan atau palsu semata karena nantinya

akan lapuk dan akhirnya mati. Sekalipun itu kebahagian, sifat bahagia

hanya sementara.

2) Kebenaran yang kedua adalah penyebab dari tergelincirnya hidup ini

adalah tanha yang diartikan keinginan.7 Keinginan dapat menjadikan manusia selalu terikat atau terbelenggu. Sehingga selalu mementingkan

ego diri sendiri yang lama kelamaan justru mengikat dan membuatnya

menderita.

3) Kebenaran yang ketiga adalah nirodha yang diartikan sebagai penderitaan yang tuntas yaitu tujuan akhir umat Buddha yang disebut

6

Ibid., 27. 7

(30)

nirwana, dapat dicapai dengan jalan menghilangkan segala bentuk keinginan.

4) Kebenaran yang keempat adalah magga yang diartikan memberi jalan kebebasan langsung menuju nirwana. Bagaimana hal itu dapat dicapai

adalah dengan pengentasan tanha melalui delapan jalan yang biasa disebut dengan jalan mulia berunsur delapan.

Jalan mulia berunsur delapan tersebut adalah:

a) Pengertian benar (Samma Dhitti)

b) Pikiran benar (Samma Samkappa)

c) Ucapan Benar (Samma Vaca)

d) Perbuatan Benar (Samma Kammanta)

e) Mata Pencaharian benar (Samma Ajiva)

f) Usaha Benar (Samma Vayama)

g) Penglihatan Benar (Samma Sati)

h) Konsentrasi Benar (Samma Samadhi).8

Di dalam sebuah agama selalu ditemukan beberapa aliran seperti di

dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan lain sebagaianya. Begitu

juga dengan agama Buddha. Dalam agama Buddha ada dua aliran besar yang

telah banyak diikuti di berbagai negara. Dua aliran tersebut adalah aliran

Hinayana/Theravada (kendaraan kecil) adalah aliran ortodoks yaitu aliran

yang mempertahankan keaslian ajaran agama Buddha, pengikut aliran ini

banyak terdapat di negara-negra Srilangka, Myanmar, Thailand, Kamboja,

8

(31)

Laos dan Vietnam. Aliran ini tidak mengajarkan penyembahan kepada Tuhan

yang terpenting adalah melaksanakan ajaran moral yang diajarkan oleh

gurunya. Tujuan tinggi adalah mencapai arahat yaitu seorang yang

benar-benar telah lenyap nafsu dan keinginanya serta ketidaktahuanya sehingga

dapat mencapai Nirwana dengan demikian dia terbebas dari rangkaian

samsara.9

Sedangkan aliran Mahayana (kendaraan besar) adalah aliran yang

mengadakan pembaharuan terhadap ajaran Buddha yang asli, menurut aliran

Mahayana tujuan yang tertinggi bukanlah arahat melainkan Bodhisatwa,

Bodhisatwa adalah seorang yang sebenarnya bisa langsung menikmati

kebahagiaan di Nirwana akan tetapi ia belum mau menetap di nirwana karena

masih ingin ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang percaya pada

penderitaan.10

Terkait konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, di Indonesia umat Buddha

menyebut Tuhannya dengan sebutan Sanghyang Adi Buddha. Dalam kitab suci

Udana VIII-3 dijelaskan, hakekat Tuhan Yang Maha Esa di ungkapkan sebagai

berikut; “Ketahuilah O para bhikku, bahwa ada sesuatu yang tidak menjelma,

yang tidak tercipta yang mutlak, duhai para bhikku apabila tidak ada yang tidak

dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, maka tidak akan

mungkin kita bebas dari kelahiran, dari penjelmaan, pemunculan dari sebab

yang lalu”.

9

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama…….36 10

(32)

Di dalam hukum kesunyataan tentang Tri-Laksana (Sansekerta) atau

Tilakkhana (Pali) dijelaskan antara lain semua yang dilahirkan, yang tercipta

dan yang menjelma adalah tidak kekal dan dicengkeram oleh Dukkha, jika

sesuatu Tidak Tercipta, Tidak Menjelma, dan Yang Mutlak itulah yang disebut

Tuhan Yang Maha Esa, yang kekal dan abadi.

Sedangkan dalam kitab suci Saddharma-Pundharika terdapat sutra

perihal makna-makna yang tidak terhingga, dalam sabdanya sang Buddha

membabarkan bahwa makna-makna yang tak terhingga bersumber dari Hukum

Tunggal. Dan dalam sutra itu dijelaskan seolah sang Buddha ingin mengatakan

bahwa segala-galanya di dalam semesta ini bersumber kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan Hyang Buddha menyebutnya dengan Hukum Tunggal.11

Perkembangan agama Buddha dari abad ke 6 sampai saat ini telah

melewati masa naik turun adapun tahap-tahap perkembangan agama Buddha

dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

(1) Tahap Pertama abad ke 6 S.M hingga abad ke 3 S.M

Pada tahap ini di tandai dengan di adakanya muktamar di

Rajagraha pada tahun 383 S.M dan muktamar di Waisali pada tahun 283

S.M. Muktamar ini di adakan mengingat Buddha telah wafat dan dhamma

atau doktrinya saat itu belum dibukukaan melainkan hanya ada pada

ingatan para rahib saja sehingga dengan diadakan muktamar ini lama

kelamaan bisa dipahami jika timbul dhamma dengan bermacam-macam

tradisi. Selain itu ajaran kehidupan para rahib dianggap berat sehingga

11

(33)

perlu diperingan. Muktamar pertama diadakan di Rajagraha setelah seratus

tahun yaitu setelah wafatnya Buddha Gautama yang di hadiri 500 rahib,

dan ada dua rahib yang dianggap masih ingat betul terhadap ajaran Buddha

yaitu Upala yang ahli tentang vinaya yang nantinya menjadi penulis Vinaya pittaka dan Ananda yang ahli sutra dan nantinya menjadi penulis Sutta pitatka dalam muktamar ini dihasilkan bahwa mereka akan

memegang teguh pada perturan-peraturan yang diberikan oleh sang

Buddha sendiri.

Namun seratus tahun kemudian dietemukan permasalahan yakni

para rahib Waisali menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan

sebelumnya sehingga diadakan muktamar yang kedua tahun 283 S.M. di

Waisali yang keputusanya menyalahkan kebiasaan para rahib Waisali

tersebut. Kejadian ini mengakibatkan perpecahan pertamakali yang

dialami agama Buddha, golongan pertama adalah golongan ortodok dan

yang kedua adalah golongan yang memerlukan perubahan. Golongan

ortodok ini adalah golongan yang patuh dan taat pada peraturan Vinaya

disebut juga golongan Sthawirawada (jemaat para murid) saat ini disebut Hinayana sedangkan golongan pembaharuan menyebut dirinya sebagai

maha samghika (jemaat anggota besar) karena lama kelamaan semakin

besar pengikutnya, yang sekarang disebut Mahayana.12

12

(34)

(2) Tahap Kedua abad ke 3 S.M. hingga abad ke 2 S.M.

Pada masa ini merupakan masa pemerintahan raja Asoka pada

pemerintahanya agama Buddha dijadikan sebagai agama kerajaan, bahkan

raja menyebar luaskan agama Buddha sampai luar India yaitu di Langka,

Bakteria dan China. Masa ini adalah masa kejayaan Buddha namun

muncul berbagai perselisihan dan perpecahan, banyak muncul

madzhab-madzhab yang beragam berbeda satu sama lain, baik di dalam upacara

keagamaan maupun soal ajaran pokok. Atas perintah raja Asoka maka

diadakan muktamar yang ke 3 pada tahun 249 S.M. di Pataliputra pada

muktamar ini diakui satu kitab suci lagi yaitu Abidhamma Pittaka.

Perpecahan terjadi sehingga dilakukan muktamar yang ke 4 pada awal

abad ke 2 M. Di Kashmir atas perintah Raja Kaniska namun hanya di

hadiri oleh kelompok pembaharu yaitu golongan Mahayana di India Utara

dari sinilah perpecahan antara Hinayana dan Mahayana berawal.

(3) Tahap Ketiga abad ke 2 S.M. hingga abad ke 20 M.13

Pada tahap ini perkembangan agama Buddha di luar India.Setelah

muktamar keempat yang menghasilkan perpecahan Mahayana dan

Hinayana, agama Buddha berkembang pesat di India selama berabad-abad

Mahayana terdiri dari dua aliran Yaitu Theravada yang berkembang di

Srilangka, Birma dan Siam sedangkan Sarwastivada berkembang di

Madiura, Ghandar, dan Khasmir. Madzhab Mahayana terdiri dari banyak

13

(35)

aliran di antaranya adalah Madyamika dan Yogacara berkembang di Tibet,

Nepal, Jepang dan Indonesia.

Sejarah mengatakan sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-15,

Indonesia berada di bawah pengaruh agama-agama India.Khususnya

Hindu dan Buddha, masa itu sangat dikenal dengan hasil-hasil

kebudayaanya yang agung. Ini dibuktikan dengan pembangunan ratusan

candi14.

Diketahui raja-raja kerajaan Sriwijaya telah menjadikan Sriwijaya

sebagai pusat pengajaran agama Buddha yang pada saat itu diikuti oleh

seorang pengembara dari China pada tahun 671 M di pulau Sumatera.

Ajaran yang berkembang di Sumatera adalah aliran Mahayana dari India

Timur dengan faham Tantra yang berkembang pada abad ke 8 M,

kemudian pada abad ke 9 M. Agama Buddha berkembang di kepulauan

Malaya, dibawah kekuasaan dinasti Syailendra. Di pulau Jawa

peninggalan Buddha yang terbesar adalah Borobudur sebuah candi yang

berbentuk pyramid, yang dibangun kira-kira abad ke 8 M.

Perkembangan agama Buddha di Indonesia berjalan beriringan

dengan perkembangan agama Hindu aliran Siwa, kehadiran agama Buddha

tersisih dengan kehadiran Islam pada abad ke 13 dan 14 M. datang dengan

damai berbeda dengan kehadiran Islam di India yang datang dengan

kekerasan oleh para sufi. 15

14

Mudji Sutrisno, 1993. Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern

(Yogjakarata: Penerbit Kanisius) 103. 15

(36)

Kehadiran agama Buddha di Indonesia telah menambah warna

dalam kebudayaan masyarakat di daerah-daerah yang pernah menjadi

tempat perkembanganya dengan peninggalan dan tradisi-tradisi. Dan

menjadi kebanggan bagi bangsa Indonesia saat ini adalah dengan beberapa

agama, suku, ras, daerah, bahasa mereka mampu hidup berdampingan dan

saling menghormati. Seperti cita-cita Indonesia yang menjujung nilai

kebhinekaan.

B. Aktivitas Keagamaan Buddha

Sebagian besar aktivitas keagamaan umat Buddha dilakukan di Vihara

atau Wihara, vihara merupakan tempat tinggal atau tempat persinggahan para

Bhikku utamanya untuk tempat berteduh dan melakukan meditasi adapun dalam

Bahasa Indonesia, biasa disebut dengan pengucapan biara. Dalam pengertian

agama Buddha vihara digunakan untuk merujuk tiga kediaman yaitu: kediaman

dewa (dibba-Vihara), kediaman luhur (Brahma-Vihara) dan kediaman mulia

(ariya-Vihara)16. Vihara juga digunakan untuk melakukan kegiatan puja bakti. Setiap pemeluk agama mempunyai tempat untuk beribadah. Tempat

Ibadah bagi umat buddha adalah vihara/wihara yang merupakan suatu kompleks

yang berisikan patung sang Buddha untuk dipuja, ruang untuk pembabaran

dhamma, ruang untuk upacara sangha dan tempat tinggal para bhikku selain itu

16

(37)

dapat pula dilengkapi perpustakaan dan lain-lain.17 Wihara juga diartikan sebagai

ruang-ruang pertemuan umat Buddha.

Menurut Peraturan Departemen Agama RI No. H III/BA 01.1 03/1/1992

BAB II suatu bangunan dapat dinamakan Vihara apabila terdiri dari:

1. Uposathagara atau sima adalah tempat pentahbisan bhikku atau bhikkuni,

merupakan area yang mempunyai batas-batas tertentu dibuat sesuai peraturan

keagamaan dan di ruang ini terdapat altar, boddisatwa, dewan guru, orang suci

buddhis, relik suci dan terdapat perlengkapan kebaktian.

2. Dhammasala/dhammasaba (Balai dhamma) adalah gedung atau ruang khotbah,

mengajar, dan diskusi ajaran Buddha, serta ruang pertemuan keagamaan, disini

terdapat altar seperti yang berada diruang uposathagara, namun bila tidak

memungkinkan, biasanya digabung dengan Uposathagara.

3. Kuti adalah bangunan untuk tempat tinggal para bikku/bikkuni,

samanera/samaneri, dan upasaka/upasika yang melakukan atthasila, banyak

kuti tergantung banyaknya viharawan di vihara.

4. Tempat meditasi

5. Tempat pendidikan

6. Perpustakaan dan lain-lain.

Tujuan pembangunan Vihara secara umum adalah sebagai tempat

dilaksanakanya kegiatan keagamaan bagi umat Buddha dan sebagai sarana

pengajaran dan pendidikan untuk mencetak generasi yang berguna bagi agama

dan negara.

17

(38)

Adapun fungsi vihara adalah sebagai berikut:

a. Sebagai sarana untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui Tri

Ratna. (Buddha, Dhamma, Sangha).

b. Tempat pengajaran, pendidikan dan penghayatan dhamma

c. Tempat untuk melakukan meditasi (olah batin) sebagai jalan untuk

melenyapkan kotoran batin.

d. Tempat untuk memperoleh kebebasan.

e. Tempat untuk menyebarkan ajaran Buddha.

Umat Buddha melaksanakan kegiatan keagamaan seperti ritual

sembahyang di Vihara atau rumah masing-masing mereka melakukan

persembahyangan setiap hari sedangkan di Vihara mereka datang sekali

dalamsatuminggu, atau pada saat hari-hari tertentu seperti pada saat hari–hari

besar Buddha.

Dalam melakukan ritual persembahyangan, umat Buddha menyiapkan

beberapa perlengkapan persembahan sebagai berikut;

1) Dupa

2) Lilin

3) Air minum

4) Bunga

5) Buah

Adapun makna dari beberapa persembahan tersebut adalah:

a) Dupa dengan bau wanginya bermakna untuk membersihkan udara,

(39)

Harumnya dupa akan menyebar ke penjuru arah dan membuat semua

arah wangi, selain itu wanginya juga mengundang para Buddha,

Boddhisatwa dan dewa-dewi (makhluk suci lainya) datang.

b) Lilin berwarna merah yang telah dinyalakan dan digunakan untuk

persembahan adalah sebagai penerang.

c) Air mempunyai makna agar pikiran, ucapan dan perbuatan selalu bersih

karena air dapat membersihkan segala kotoran.

d) Bunga bermakna ketidak kekalan, semua yang berkondisi adalah tidak

kekal atau tidak abadi demikian pula dengan badan jasmani manusia.

e) Buah bermakna hasil dari proses kehidupan, benih perbuatan buruk

akan berbuah buruk sedangkan benih dari perbuatan baik akan berbuah

manis.18

Adapun tata carasembahyang dalam melakukan ritual rutinan

adalah sebagai berikut:

Sebelum sembahyang umat buddha harus melakukan

pembersihan diri seperti bersih pakian, tempat, dan jiwa. Selama

persembahyangan hanya diperbolehkan memakan makanan nabati atau

vegetarian tidak diperbolehkan makan makanan yang berbau hewani.

Adapun Cara umat Buddha aliran Mahayana dalam melakukan

sembahyang adalah sebagai berikut:

Menyalakan tiga batang dupa wangi berdoa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, kemudian menyalakan tiga dupa wangi lagi, dan berdoa

18

(40)

kepada Boddhisatwa, mengucapkan mantra minimal 7 kali, atau 14 kali,

atau 21 kali sampai 108 kali, air di altar diminum.19

Sedangakan untuk umat Buddha aliran Theravada mereka juga

melakukan sembahyang yang rutin tapi tidak mempunyai upacara tetentu

kecuali bahwa semua orang harus menjadi biksu untuk memperoleh

keselamatan, aliran ini cenderung memurnikan ajaranya sedangkan aliran

Mahayana timbul banyak aliran dan upacara, serta semua orang adalah

Buddha.20

Meskipun umat Buddha berbeda-beda dalam melaksanakan

persembahyangan dan upacara-upacara perayaan hari besar, akan tetapi

prinsip yang terkandung dalam upacara tersebut sama yaitu:

(1) Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur tri ratna

(2) Memperkuat Saddha atau Sadra (keyakinan dengan tekad)

(3) Membina Paramita (sifat baik)

(4) Mengulang dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Buddha.

(5) Melakukan Anumodana (membagi perbuatan baik kita kepada

mahluk lain).21

19

Ibid., 94. 20

Muhammad Adib Fuadil Nuriz, Ilmu Perbandingan Agama, (Jogjakarta: Penerbit Buku Ajar Kampus dan Pesantren, 2008), 121.

21

(41)

C. Berdana Dalam Kajian Buddha

Masyarakat awam mungkin belum terlalu paham dengan kata berdana,

berdana adalah sebutan dari serangkaian kegiatan berbagi atau aktivitas sosial

keagamaan yang dilakukan oleh umat Buddha. Dalam agama Buddha ungkapan

yang menunjukkan perintah untuk melakukan amal kebaikan atau sering disebut

dengan berdana tertulis dalam kitab Dhammapada:

“Harumnya bunga tak dapat menyebar melawan arah angin

demikian pula harumnya kayu cendana, bunga tegara dan melati

namum harumnya kebajikan dapat menyebar melawan arah angin

Orang Bajik dengan keharuman namanya akan menyebar ke segala penjuru”.

(Dhammapada - puppha vagga ayat 4).

Ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa segala kebaikan yang dilakukan

oleh seseorang akan selalu dikenang meskipun orang yang melakukanya telah

mati, maksud harum disini diartikan sebagai kebaikan yang akan tetap abadi dan

selalu dikenang sepanjang masa.

Tujuan berdana adalah untuk saling menolong sesama manusia dengan

mengharap ridho Tuhan, adapun kegiatan berdana yang dilaksanakan Vihara

adalah sebagi bentuk kepedulian dan bakti umat Buddha terhadap agamanya.

Beberapa aktivitas berdana pada umat Buddha dilaksanakan pada hari-hari

biasa dan pada perayaan hari-hari besar umat Buddha seperti setelah ritual

mingguan, bulanan dan tahunan.

Pada ritual mingguan setelah sembahyang biasanya umat Buddha

melakukan Fangshen atau pelepasan satwa sebagai bentuk kasih sayang terhadap

(42)

Pindapatta adalah praktek dimana seorang Bhikku menerima dana

makanan dari rumah ke rumah menggunakan patta (mangkuk emas), ritual ini tidak boleh dilakukan dengan ceroboh para bhikku harus melakukanya dengan

berhati-hati. Ritual pindapatta adalah ritual untuk memperingati kisah Buddha, di

kisahkan pada saat Buddha pulang ke Kapilawastu tanah kelahiran Buddha, Raja

Sudodana merasa malu melihat Buddha mendapatkan makanan dari rumah ke

rumah, karena bagi raja tidak pantas seorang pangeran melakukan hal seperti itu,

tetapi sang Buddha mengatakan tradisi ini dari silsilah saya yaitu Buddha bukan

dari silsilah ksatria. Seorang Bhikku tidak boleh bersikap ceroboh saat berdiri di

depan rumah untuk menerima dana. Menurut bhikku barang siapa yang

melakukan prektek ini maka dia akan bahagia hidup di dunia ini dan di dunia

berikutnya.22

Berdana pada ritual bulanan atau tahunan dilakukan menjelang hari-hari

besar Buddha, dalam kajian Buddha tradisi berdana telah dilakukan sejak dahulu

sebagai penghormatan dan perintah sang Buddha biasanya umat Buddha

melakukanya menjelang hari-hari besar Buddha sepertoi pada hari raya Magha

Puja, Waisak, Ulambana, Asadha, Kathina, hari kebesaran Buddha Amithaba dan

hari kebesaran Guan Yin.Beberapacara berdana mereka adalah dengan melaksanakan kegiatan bakti sosial.

22

(43)

D. Teori Tindakan Milik Talcott Parsons

Tindakan sosial umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai bentuk

kegiatan yang dilakukan sehari-hari utamanya mengenai masalah sosial. Dalam

melakukan tindakan sosial tentunya harus ada timbal balik antara kedua belah

pihak bagi yang mengadakan dan yang mengikutinya, agar tujuan dari

pelaksanaan tindakan tersebut tercapai.Pembahasan mengenai tindakan sosial

mungkin tidak banyak ditemukan dalam beberapa buku dan penelitian karena

biasanya peneliti lebih fokus pada interaksi dibanding dengan tindakanya, dalam

melakukan aktivitas akan terjadi interaksi, maka penulis cantumkan definisi dari

interaksi dan aktivitas sosial.

Interaksi dalam KBBI diartikan sebagai hal saling melakukan aksi,

berhubungan, mempengaruhi antar hubungan. Sedangkan dalam ilmu sosiologi

interaksi sosial adalah tindakan, atau praktik dua orang atau lebih yang

masing-masing mempunyai orientasi dan tujuan.dinamakan interaksi sosial jika tindakan

tersebut saling diketahui.23 Contoh mengirim pesan pada seorang teman adalah

interaksi sosial. Tetapi mengintai orang bukan merupakan interaksi sosial jika

kegiatan mengintai itu tidak sepengetahuan orang yang sedang di intai.

Menurut Robertz M.Z. Lawang interaksi sosial adalah proses ketika

orang-orang yang berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikiran dan

tindakan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto interaksi sosial merupakan

hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara

23

(44)

orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang

per-orang dan kelompok manusia.24

Sesuai definisi tersebut, maka segala kegiatan sosial baik individu atau

kelompok dengan tujuan tertentu dan mendapatkan respon atau timbal balik dari

kedua belah pihak maka bisa disebut interaksi sosial. Adapun dua syarat

terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.

Aktivitas sosial Menurut KBBI adalah segala kegiatan adalah suatu

kegiatan yang dilakukan masyarakat sehari-hari. Sosial adalah sesuatu yang

berhubungan dengan masyarakat atau suka menolong atau memperhatikan

kepentingan umum, sedangkan keagamaan adalah yang berkaitan dengan agama

atau kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa.

Jadi aktivitas sosial keagamaan adalah segala kegiatan yang berhubungan

dengan masyarakat, dengan harapan mendapatkan berkah atau ridho dari Tuhan

atau dewa-dewa.

Menurut Agama Buddha istilah kegiatan sosial lebih dikenal dengan

sebutan berdana.25 Adapun aktifitas sosial keagamaan yang dilakukan Vihara

Buddhayana Dharmawira Centre adalah dengan berbagai cara yaitu pembagian

sembako, donor darah, pengobatan gratis dan pemeriksaan kesehatan murah,

pembelajaran umum, dan lain-lain.

Mengenai definisi tindakan Talcott Parsons berbeda pendapat dengan

pendahulunya Max Weber, Weber mengatakan bahwa individu melakukan

tindakan sesuai dengan pengalaman, persepsi, pemahaman, penafsiran objek

24

Ibid.,315. 25

(45)

stimulus atau situasi tertentu. Sedangkan Talcott menganggap tindakan berbeda

dengan perilaku, tindakan adalah respon dari penerimaan stimulus. Perilaku

adalah proses mental yang aktif dan kreatif. Sehingga yang terpenting bukanlah

tindakan, akan tetapi norma dan nilai-nilai yang mengatur perilaku. Menurut

Ritzer tindakan individu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai

tujuan atau sasaran dengan menggunakan sarana yang paling tepat.

Talcott Parsons yang berkiblat pada aliran fungsionalis dalam teori

tindakanya mengemukakan basis teori aksi, menurutnya aksi harus memiliki

empat komponen, komponen tersebut diantaranya adalah: eksistensi aktor, unit

aksi yang terlibat tujuan, situasi-kondisi dan sarana-sarana lainya yaitu norma dan

nilai-nilai.26

Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa teori aksi mencoba

memahami setiap tindakan sosial melalui empat komponen unit aksi, yang

dimaksud aktor adalah pelaku aksi dengan tujuanya kemudian aktor mempunyai

berbagai cara yang mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, tujuan

adalah suatu bayangan atau keadaan yang suatu mendatang akan dikejar dengan

tindakan tersebut. Dalam melaksanakan berbagai cara aktor dihadapkan pada

kondisi dan situasi yang memungkinkan untuk pemilihan berbagai cara yang

digunakan dalam mencapai tujuan. Situasi dapat dianalisis ke dalam dua unsur

yaitu situasi yang tidak bisa di kendalikan si aktor atau suatu keadaan yang tidak

bisa diubahnya, atau dijaganya supaya tidak berubah dalam kaitanya dengan

26

(46)

tujuan tersebut dan situasi yang bisa dikendalikanya.27 Namun cara-cara tersebut

dibatasi oleh norma dan nilai-nilai yang akan berpengaruh pada perilaku

pengambilan keputusan.

Konsep ini juga disebut dengan konsep Voluntarisme yaitu kemampuan

individu untuk melakukan tindakan dengan segala alternatif dan cara tertentu

dalam mencapai tujuan.Teori ini digunakan untuk menganalisa aktivitas sosial

keagamaan yang dilaksanakan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di

Surabaya yang meliputi kegiatan-kegiatan dan tanggapan masayarakat terhadap

aktivitas sosial keagamaan yang dilaksanakan.

Dalam ilmu sosial metode yang digunakan oleh Parsons ini berangkat dari

interpretative, yaitu usaha untuk memahami tindakan individu bergerak ke

survei-survei sebagaimana yang pernah dia lakukan dalam penelitiannya dari skala mikro

ke makro.

27

(47)

BAB III

GAMBARAN UMUM VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA

CENTRE

A. Profil Vihara Buddhayana Dharmawira Center

Vihara Buddhayana Dharmawira Centre disingkat BDC adalah nama

sebuah Vihara yang didirikan pada tanggal 08 bulan Mei tahun 2008 di Surabaya.

Berdiri atas prakarsa para tokoh buddhayana sebagai Pusdiklat (pusat pelatihan

dan pendidikan) agama Buddha dibawah naungan Sangha Agung Indonesia

(Shagin).1

Sejarah berdirinya Vihara BDC di mulai ketika waktu itu, banyak umat

Buddha yang berusia muda di Surabaya bagian Timur terkendala kurangnya

tempat pengajaran dharma, tempat ibadah dan aktivitas Buddhis. Berawal dari

rintisan bapak Irwan Pontoh dan bapak Tosin, SH. Kedua tokoh muda Buddhist

ini sangat peduli dengan perkembangan agama Buddha terutama untuk kalangan

muda dan kaum Mahasiswa di Surabaya timur, mereka adalah dosen agama

Buddha di beberapa perguruan tinggi di Surabaya, dari hasil pemikiran dan

keinginan tersebut serta di dukung oleh tokoh-tokoh Buddhis di Surabaya.

Akhirnya para tokoh memutuskan untuk mendirikan Pusat Pendidikan dan

Pelatihan (Pusdiklat) berlokasi di Jalan Panjang Jiwo Permai Selatan no. 4

Surabaya. Adapun akte organisasi BDC tertanggal 8 Agustus 2008 dan kegiatan

1

(48)

dimulai pada tanggal cantik serba sembilan, yaitu tanggal 09 bulan Agustus

tahun 2009.

Mengenai penamaan Vihara mengapa diberi nama Buddhayana

Dharmawira Centre, pihak Vihara menguraikan maksud tersebut, Buddhayana

berarti Vihara ini tidak membatasi aliran-aliran tertentu dalam agama Buddha

sehingga menaungi peribadatan Theravada, Mahayana dan Tantrayana.

Buddhayana disini dijelaskan bukan sebagai sebuah aliran melainkan semua umat

Buddha, meskipun lazimnya Yana diartikan sebagai aliran, maksud dan tujuan

buddhayana adalah tidak mengkotak-kotakkan aliran pada agama Buddha. Alasan

ini yang membuat Vihara BDC selalu terbuka bagi semua umat Buddha untuk

melakukan sembahyang atau puja di Vihara.2

Dharmawira, dharma adalah ceramah atau ajaran dari sang Buddha

dinamakan dharma dengan harapan setiap umat yang datang ke vihara dapat

menjalankan dharma dengan sebaik-baiknya. Wira adalah latihan jadi

Dharmawira berlatih menjalankan dharma atau ajaran.

Centre adalah Pusat, diberi nama centre karena tujuan dibangunya Vihara

adalah untuk difungsikan sebagai pusat pelatihan dan pendidikan agama Buddha

di Surabaya. Sebagai sebuah Centre, Buddhayana Dharmawira Centre mempunyai

beberapa kegiatan di antaranya memberikan pendidikan Buddhis berupa sekolah

minggu untuk anak-anak dan remaja serta berbagai kelas dharma untuk umum.

2

(49)

Selain pendidikan Buddhis, BDC juga menyelenggarakan pendidikan dan

pelatihan seperti les bahasa Mandarin dan sebagainya.3

Tujuan didirikanya Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah

sebagai tempat untuk dilaksanakanya beberapa kegiatan keagamaan bagi umat

Buddha dan sebagai Pusdiklat di daerah Surabaya.

Vihara BDC juga difungsikan umat Buddha untuk beribadah seperti ritual

rutin, sebagai bagian dari pendidikan dan pelatihan untuk umat buddha dan para

simpatisan. Selain ibadah rutin BDC juga digunakan sebagai tempat untuk

menyelenggarakan hari-hari suci keagamaan Buddha. Karena Vihara ini baru

Berdiri pada tahun 2008 kemarin maka baru terjadi pergantian kepengurusan yang

ke dua pada tahun 2016 ini.

Adapun beberapa fungsi Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah

sebagai berikut:

1. Sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan-kegiatan mahasiswa

Buddhis.

2. Sebagai tempat untuk mempelajari, mempraktekan dharma secara utuh

dengan tetap berwawasan buddhayana.

3. Memberikan pelayanan, pendidikan dan pelatihan dharma dan meditasi

4. Merupakan tempat berkumpulnya umat Buddha dalam menjalin

persahabatan dan persaudaraan.

5. Pengembangan budaya, seni dan ketrampilan Buddhis.

3

(50)

Jumlah umat Buddha yang terdata di Vihara Buddhayana Dharmawira

Centre adalah 350 umat, adapun yang aktif dalam Kegiatan Vihara kurang lebih

adalah 200 orang.

Perkembangan yang tampak dari luar seperti luas tanah dan sarana-sarana

yang tersedia, Sebidang tanah yang menjadi tempat berdirinya Vihara telah dibeli

pada tahun 2009 dan resmi menjadi milik Shagin, yaitu merupakan bangunan

bertembok yang disertai dengan sarana prasarana seperti ruang perpustakaan,

altar, gedung untuk acara-acara keagamaan, dan tempat tinggal Bhikku, pada

mulanya luas tanah Vihara adalah 1.010 M2. dan pada tahun 2016 luas tanah

bertambah 1.017 M2.

Selain itu, perkembangan terlihat juga pada pembangunan gedung baru

sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan dan sosial mengingat

kurangnya tempat untuk menampung semua pemeluk Buddha dan masyarakat

sekitar ketika melakukan kegiatan.

B. Aktivitas Keagamaan Vihara BDC

Walaupun Vihara BDC diperkenalkan sebagai Pusdiklat dalam prakteknya

Vihara ini lebih banyak digunakan untuk melakukan kegiatan keagamaan bagi

umat Buddha, rutin setiap minggunya selalu digunakan untuk melakukan ibadah,

ditambah lagi perayaan hari raya Buddha dan bakti sosial yang diadakan secara

(51)

Aktivitas Keagamaan yang biasa dilakukan di Vihara BDC adalah ritual

rutin, Adapun ritual rutin umat Buddha di BDC adalah

1. Ritual Mingguan dan Bulanan

Ritual rutin ini dilakukan secara bergiliran setiap minggunya yaitu

sembahyang secara Theravada dan Mahayana. Sembahyang secara Theravada

dilakukan pada minggu pertama, ketiga dan keempat jam 09:00 WIB. minggu

ketiga juga ada kegiatan pindapatta. Sedangkan sembahyang secara

Mahayana dilakukan pada minggu kedua dan juga fangshen.4

Kemudian ada juga kelas meditasi yang dilaksanakan pada hari jumat

pukul 19:00.WIB. Sekolah minggu anak dan remaja jam 09:00 pagi dan kelas

Bahasa mandarin pada hari minggu jam 12:00 WIB.5

2. Ritual Tahunan

Ritual tahunan adalah segala ritual atau upacara yang dilakukan pada

waktu tertentu seperti pada saat bertepatan dengan hari-hari besar bagi umat

Buddha yaitu hari raya Magha Puja, Waisak, Asadha, Kathina, Hari

kebesaran Guan Yin dan lain-lain. Vihara Buddhayana Dharmawira Centre

selalu melaksanakan upacara peringatan hari besar Magha Puja,Waisak,

Ulambana, Asadha, Kathina, Hari kebesaran Guan Yin, dan Hari Kebesaran

Buddha Amithaba.

1. Magha Pujha, Magha bermakna bulan lunar adapun kebaktianya bernama

magha puja. hari besar ini memperingati disabdakanya Ovada Patimokha

yaitu inti agama Buddha dan etika pokok para Bhikku dimana diceritakan

4

Meta Letiyanti, Wawancara, Surabaya: 15 Juli 2016. 5

(52)

pada waktu itu sabda buddha disabdakan pada 1.250 Arahat yang

semuanya ditasbihkan oleh buddha sendiri yang berkumpul di Rajagaha

secara tidak sengaja bersamaan tanpa adanya undangan pertemuan

sebelumnya.6

2. Peringatan hari besar Waisak dimaksudkan untuk memperingati tiga

kejadian agung dalam diri Sang Buddha atau trisuci tiga peristiwa suci

yaitu:

a. Lahirnya Buddha pada tanggal 8 bulan 4 Imlek.

b. Pencapaian penerangan sempurna yaitu ketika Sidharta Gautama

diangkat menjadi sang Buddha pada usia 31 tahun, tepatnya pada

tanggal 8 bulan 12 Imlek.

c. Wafatnya sang Buddha pada tanggal 15 bulan 2 Imlek.

Acara yang dilaksanakan di Vihara Buddhayana Dharmawira

Centre dalam memperingati hari Waisak tahun 2016 kemarin di

laksanakan pada tanggal 28 Mei 2016 adalah serangkaian lomba

menggambar yang ditujukan untuk anak-anak, gratis dan berlaku untuk

umum. Kemudian dimeriahkan beberapa rangkaian pentas seni yang

pesertanya adalah semua umat Buddha dari beberapa daerah luar

Surabaya, atraksi barongsai, mandi Buddha (i Fo), tarian Qian Shou

Guan Yin, serta persembahan tarian lainya, Acara ini di adakan di

gedung baru lantai tiga Vihara Buddhayana Dharmawira Centre

Surabaya.

6

(53)

3. Ulambana adalah hari besar yang diperingati pada tanggal 15 bulan 7

Imlek, dan dilaksanakan sebagai penghargaan terhadap keteladanan

siswa Sakyamuni Buddha yang bernama Mogalana yang sangat berbakti

pada ibunya. Ulambana ini adalah pelaksanaan dari ajaran Maitri Karuna

(cinta kasih dan welas asih). Pada hari besar ini di lakukan sembahyang untuk mereka yang telah meninggal dunia seperti kedua orang tua, famili,

dan teman ataupun orang yang tidak dikenal

4. Asadha adalah hari besar umat Buddha yang diperingati dua bulan

setelah hari Waisak. Upacara ini dilakukan untuk memperingati dua

peristiwa yaitu:

a. Sanga Buddha untuk pertama kalinya membabarkan dharma

kepada lima pertapa sebagai muridnya.

b. Setelah mendapatkan dharma lima pertapa itu menjalankan

dharma dan membentuk Arya Satyani (persaudaraan Bhikku yang

agung).

5. Kathina adalah hari besar yang diperingati tiga bulan setelah Asadha, hari

besar ini diperingati sebagai hari bakti Umat Buddha kepada Sangha.7

Biasanya umat Buddha akan berdana atau memberikan beberapa barang

dan uang berupa jubah, pakaian, dan sebagainya kepada sangha yang

nantinya uang tersebut akan digunakan untuk keperluan sangha.

6. Hari Kebesaran Guan Yin, diperingati untuk mengenang tiga peristiwa

kelahiran, pencerahan dan wafatnya dewi Guan Yin.

7

(54)

7. Hari Kebesaran Buddha Amithaba, diperingati untuk mengenang tiga

peristiwa tkelahiran, pencerahan, dan wafatnya Buddha Amithaba.

Dibawah ini adalah daftar kegiatanVihara BDC yang dilaksanakan

pada tahun 2016:

No Tanggal Jadwal Kegiatan

Vihara

5. 5 Juni 2016 Donor Darah. Sudah dilaksanakan

Referensi

Dokumen terkait

selaku dosen pembimbing I Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan, motivasi, dan bimbingannya selama proses pengerjaan Tugas Akhir.. selaku dosen pembimbing II

Rumusan masalah dalam penelitian adalah untuk mendeteksi arah mata angin menggunakan sensor rotari berbasis mikrokontroller. Perangkat lunak yang digunakan meliputi

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Deteksi Dini Kanker Payudara Pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Kedung Thomas RW03 Kelurahan Menur

Pertama, materi muatan lokal yang dikembangkan satuan pendidikan dikemas tidak hanya menjadi materi mata pelajaran-mata pelajaran muatan lokal yang berdiri sendiri

1) Memastikan pelaksanaan jenis dan mutu serta penerima pelayanan dasar yang sudah ditetapkan dalam SPM yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan Kabupaten

Pada praktek pembuatan atau pengolahan kulit singkong menjadi makaran ringan yang sehat, peserta yang hadir bersama dengan tim pengabdi dan mahasiswa melakukan pengolahan limbah

Pemberian aromatase inhibitor tidak berpengaruh terhadap persentase kelamin jantan ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada taraf kepercayaan 95% yang diduga akibat

    Wolak­walik ing jaman dan jangka Jayabaya berlaku secara matematis yakni  selalu  dimulai  pada  angka  tahun  khusus  yang  tidak  bisa  dibolak­ balik