Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu
(S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
IIM NUR JANNAH
NIM: E52212034
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
IIM NUR JANNAH, 2016. BERDANA PERSPEKTIF VIHARA
BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE SURABAYA.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana deskripsi dan bentuk berdana vihara BDC Surabaya dan respon masyarakat terhadap kegiatan berdana, melihat masyarakat sekitar vihara yang berlainan agama tetapi mempunyai antusiasme yang tinggi dalam mengikuti pelaksanaan berdana yang dilangsungkan di lingkungan vihara yaitu di tempat ibadah bagi umat Buddha.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena berdana vihara BDC di Surabaya menggunakan pendekatan fungsionalis yaitu teori tindakan milik Talcott Parsons.
Hasil dari penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti selama kurang lebih 2 bulan ditemukan bahwa: (1). Deskripsi dan bentuk berdana yang di laksanakan merupakan kegiatan bakti sosial, adapun tujuan dari bentuk pelaksanaan berdana merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama manusia dan menjalankan dharma ajaran Buddha. (2). Antusiasme masyarakat sekitar yang berbeda agama dalam mengikuti kegiatan berdana di vihara BDC dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: mudahnya akses masyarakat dalam mengetahui kegiatan berdana vihara BDC melalui media sosial, terorganisirnya kegiatan tersebut dengan baik, tujuan mulia untuk membantu sesama, keramahan pihak vihara BDC dan sifat terbuka vihara terhadap masyarakat yang berbeda agama. (3) Respon masyarakat sekitar yang yang telah mengikuti berdana atau yang belum mengikuti aktivitas Berdana Vihara BDC merasa senang karena telah meningkatkan kesejahteraan warga.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
ABSTRAK ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN ...v
MOTTO ...vi
PERSEMBAHAN ...vii
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ...x
PEDOMAN TRANSLITERASI ...xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Penegasan Judul ...4
C. Rumusan Masalah ...5
D. Tujuan Penelitian ...5
E. Manfaat Penelitian ...5
F. Tinjauan Pustaka ...6
1. Jenis Penellitian ...8
2. Sumber Data ...9
3. Metode Pengumpulan Data ...9
4. Analisis Data ...12
5. Keabsahan Data ...12
H. Sistematika Pembahasan ...14
BAB II: BERDANA PERSPEKTIF BUDDHA A. Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha ...16
B. Aktivitas Keagamaan ...27
C. Berdana Dalam Kajian Buddha ...31
D. Teori Tindakan Milik Talcott Parsons ...34
BAB III: GAMBARAN UMUM VIHARA BDC SURABAYA A. Profil Vihara Buddhayana Dharmawira Centre ...38
B. Aktivitas Keagamaan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre…... 41
1. Ritual Mingguan dan Bulanan ...42
2. Ritual Tahunan ...42
C. Aktivitas Sosial Keagamaan Vihara BDC ...48
BAB IV: BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BDC A. Bentuk-Bentuk Berdana di Vihara BDC ...53
B. Respon Masyarakat Terhadap Kegiatan Berdana Vihara BDC ...55
2. Respon Masyarakat yang Belum Mengikuti ...58
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...64
B. Saran-Saran ...65
C. Penutup ...66
DAFTAR PUSTAKA ...67
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Daftar Informan
3. Surat Keterangan (Bukti Melakukan Penelitian)
4. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Agama secara umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhanya. Namun secara khusus juga
mengatur hubungan manusia dengan manusia lainya dan mengatur hubungan
manusia dengan lingkunganya. Indonesia merupakan Negara yang berketuhanan
mengharuskan setiap masyarakat untuk beragama. Agama selalu hadir dan
mewarnai kehidupan pribadi maupun sosial dalam masyarakat.
Di Indonesia sendiri terdapat lima agama yaitu Islam, Kristen, Hindu,
Buddha, dan Konghucu yang telah diresmikan oleh Negara. Pemerintah RI
sendiri telah menjamin masyarakat dalam memeluk agama dan menjalankan
agama sesuai dengan keyakinanya seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal
29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: Pertama, Negara berdasar atas Ketuhanan yang maha Esa. Kedua, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan kepercayaanya itu.1
Sehingga pemeluk agama dapat menjalankan segala aktifitas keagamaanya
dengan tenang dan penuh kekhusyu’an. Selain itu mereka juga dapat membangun
dan mengembangkan rumah ibadah sebagai sarana dalam melakukan kegiatan
keagaamaan. Walaupun dalam prakteknya akan ada kelompok yang toleran atau
intoleran yang diakibatkan oleh kemajemukan masyarakat Indonesia karena ras,
1
suku, bahasa dan agama. Namun seiring dengan adanya dialog antar agama dan
mengingat manusia sebagai mahkluk sosial, dimana manusia tidak bisa hidup
sendirian dan setiap hari selalu berinteraksi dengan dunia luar untuk melakukan
aktifitas. maka manusia harus berpandangan terbuka untuk saling menghargai dan
menghormati setiap perbedaan yang ada sehingga tidak hanya membatasi diri
dengan bergaul pada kelompoknya sendiri.
Semua agama mengajarkan pentingnya hubungan sosial dalam kehidupan
manusia. Di dalam ajaran Buddha kita mengenal karma, karma adalah salah satu
diantara doktrin-doktrin dasar Buddha yang penting untuk dipahami. Segala
perbuatan, pekerjaan atau tindakan itu disebut karma bahkan ucapan atau pikiran
yang dilakukan dengan tujuan itu dapat disebut karma. Karma ada beberapa
macam, diantaranya adalah karma yang bermanfaat yaitu tindakan yang
bermanfaat dan mengikuti moral, karma yang tidak bermanfaat yaitu perbuatan
yang merugikan orang lain dan karma yang bermanfaat maupun tidak bermanfaat
yaitu perbuatan yang tidak dapat dikategorikan pada perbuatan baik atau buruk
contoh perbuatan yang dilakukan saat tidak sadar. Dalam agama Buddha ada
suatu ungkapan “Perbuatan kebajikan menghasilkan kebaikan, perbuatan jahat
menghasilkan hasil yang buruk”,2
ini sesuai dengan hukum sebab akibat.
Dalam agama Islam banyak pesan yang mengarah pada permasalahan
sosial, ini dibuktikan oleh Jalaluddin Rahmat berdasarkan penelitiannya pada
tahun 1991 terhadap Al-Qur’an dan hadits. Jalaluddin menyimpulkan lima hal;
2
Pertama, proporsi terbesar ditujukan pada urusan sosial, dalam Surat al-Mu’minun ayat 1-9 tentang tanda-tanda orang beriman dan surat ali Imron ayat
133-135 tentang tanda-tanda orang bertaqwa. Kedua, dalam kenyataanya apabila urusan beribadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting
maka ibadah boleh diperpendek (Rukhsoh) atau ditangguhkan. Ketiga, Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi pahala yang lebih besar dari pada
ibadah yang perseorangan. Keempat, apabila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal karena melanggar hal-hal tertentu. Maka kafaratnya adalah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Contoh dalam Islam
ada orang tua yang sudah pikun dan tidak kuat untuk berpuasa maka cukup
mengganti dengan memberi makan fakir miskin. dan Kelima, melakukan amal baik dalam bidang sosial mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah,
contoh mencari ilmu lebih besar pahalanya dibandingakan sholat sunnah sehari
semalam.3 Jadi penting bagi manusia dalam hal keagamaan maupun sosial untuk
menjaga hubungan baik, karena itu merupakan ajaran agama.
Berangkat dari tindakan sosial dan interaksi masyarakat terhadap aktifitas
sosial keagamaan maka peneliti ingin melihat fenomena yang terjadi di
masyarakat Panjang Jiwo Surabaya dimana di kawasan ini terdapat Vihara yang
cukup besar bernama Vihara Buddhayana Dharmawira Centre yang telah
melakukan banyak aktifitas sosial keagamaan. Dan selalu menjadi agenda
mingguan, bulanan bahkan tahunan sehingga, melibatkan pemeluk agama lain
seperti Islam, Kristen, Hindu, Konghucu dan sebagainya. Masyarakat sekitar
3
Fakultas Tarbiyah UIN Malang, El-Hikmah Jurnal Pendidikan dan Keagamaan
melihat mereka sebagai umat Buddha yang toleran, karena setiap Vihara
mengadakan aktifitas sosial keagaamaan, selalu terbuka untuk umum, tidak
membedakan latar belakang warga sekitar sehingga mendapatkan tanggapan
positif dari masyarakat setempat.
Berkembangnya agama Buddha di Panjang Jiwo Surabaya dapat dilihat
dengan adanya tempat peribadatan yang dikenal dengan Vihara Buddhayana
Dharmawira Centre dan berbagai aktifitas sosial keagamaanya ditengah-tengah
masyarakat yang maju. Sehingga menimbulkan banyak anggapan bahwa aktivitas
sosial keagamaan mereka berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
Menurut Hemat penulis Teori yang dapat digunakan untuk melihat
fenomena aktifitas sosial ini adalah teori tindakan milik Talcott Parsons yang memusatkan telaahnya pada tindakan sosial
B. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis perlu menegaskan
maksud judul skripsi sebagai berikut:
1. Berdana : Aktivitas sosial keagamaan atau kegiatan berbagi kepada sesama
manusia dalam agama Buddha.4
2. Perspektif : Sudut pandang, pandangan.5
3. Vihara Buddhayana Dharmawira Centre : Nama sebuah Vihara yang
bertempat di Jl. Panjang Jiwo Permai No. 4 Tenggilis Surabaya.
4
Haryanto Tanuwijaya, Wawancara, Surabaya: 26 April 2016. 5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka penulis akan merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi dan bentuk-bentuk berdana perspektif Vihara
Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya?
2. Bagaimana respon masyarakat terhadap kegiatan berdanaVihara Buddhayana
Dharmawira Centre Surabaya?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan atau permasalahan
baru berdasarkan pengamatan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada
dan menguji tentang kebenaran berdasarkan dengan masalah tujuan penelitian.
Maka tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan keharmonisan masyarakat terhadap
semua umat beragama.
2. Untuk mengetahui ajaran berdana perspektif umat Buddha dalam rangka
mengamalkan dharma.
E. Manfaat Penelitian
Pada tataran akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk semua kalangan mahasiswa yang khususnya mahasiswa
perbandingan agama maupun lainnya untuk mengetahui kegiatan berdana Vihara
Vihara banyak yang beragama lain sehingga bagaimana sejarah awal keberadaan
Vihara itu dan bagaimana kegiatan berdana umat Buddha dan respon masyarakat
di kawasan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.
Pada tataran praksis, penelitian ini bertujuan untuk memperluas
pengetahuan tentang keberadaan rumah ibadah bagi pemeluk agama Buddha di
Surabaya dan aktifitas sosial keagamaan (berdana) mereka ditengah masyarakat
yang berbeda agama.
F. Tinjauan Pustaka
Untuk menempatkan posisi penelitian maka perlu adanya beberapa contoh
penelitian terdahulu, adapun beberapa penelitian sebelumnya adalah:
Skripsi yang ditulis oleh Makhillatul Naziyah IAIN Walisongo Semarang
yang berjudul “Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara
Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran.,6 Skripsi ini membahas sikap dan
perilaku keberagamaan pemeluk Tao, Konghucu dan Buddha di Vihara
Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran dan dihasilkan bahwa dalam
pelaksanaan beribadah tidak pernah terjadi konflik karena mereka mempunyai
sikap yang inklusif terhadap kepercayaan masing-masing.
Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis lakukan adalah
skripsi tersebut lebih mengarah pada perilaku keberagamaan umat Buddha di
Vihara dari sudut pandang psikologi, sedangkan skripsi yang penulis susun lebih
6Makhillatul Naziyah, “
Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran,” (Skripsi, tidak diterbitkan, Jurusan
mengarah pada aktivitas sosial vihara dan respon warga setempat terhadap
kegiatan berdana, dari sudut pandang sosiologi.
Penelitian lainya adalah skripsi yang ditulis oleh Yasmin Mahfudz IAIN
Walisongo Semarang yang berjudul “Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus
di Vihara Mahavira Graha Semarang)”.7Skripsi ini membahas bagaimanakah
bentuk aktivitas keagamaan yang ada di Vihara Mahavira Graha kota Semarang
dan berapa besar daya Tarik Vihara Mahavira Graha Kota Semarang terhadap
motivasi keberagamaan umatnya dalam bermasyarakat. Melihat letak Vihara yang
merupakan tempat pariwisata sehingga banyak memberikan daya tarik dan
melibatakan para pengunjung.
Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis susun adalah isi
skripsi tersebut lebih mengarah pada aktivitas keagamaan yang dilakukan di
Vihara dan bagaimana motivasi para pemeluknya dalam bermasyarakat di
kawasan pariwisata. Sedangkan skripsi yang penulis lakukan adalah aktivitas
sosial keagamaan.
Jadi lebih mengarah pada aktivitas sosial Vihara Buddhayana Dharmawira
Centre di Surabaya.Vihara tersebut telah banyak mengadakan aktivitas sosial atau
disebut berdana, karena Vihara yang berbentuk yayasan ini cukup besar sehingga
menarik untuk dilakukan penelitian tentang aktivitas sosial keagamaan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat di Jl. Panjang Jiwo Surabaya.
7 Yasmin Mahfudz, “
Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus di Vihara
Mahavira Graha Semarang)”(Skripsi tidak diterbitkan Jurusan Perbandingan Agama
Dan skripsi yang ditulis oleh Yuli Astutik IAIN Sunan Ampel Surabaya
yang berjudul “Studi Tentang Keberadaan Vihara Buddhayana Di
Surabaya”.Skripsi ini membahas tentang keberadaan Vihara dari sisi histori dan
mendeskripsikan kegiatan keagamaan yang ada di dalamnya.8 Jenis penelitian
pada skripsi ini adalah penelitian kuantitatif.
Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis susun adalah jenis
pendekatan penelitian dan tema penelitian yang mengarah pada kegiatan
keagamaan umat Buddha, sedangkan skripsi ini lebih mengarah pada aktivitas
sosial keagamaanya, meskipun penulis juga memilih salah satu Vihara
Buddhayana di daerah Surabaya sebagai objek penelitian.
G. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data yang diinginkan maka peneliti ikut serta dalam
melakukan penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dapat disebut dengan penelitian kualitatif,
sedangkan untuk pendekatan yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu
menggunakan pendekatan sosiologi. Dengan menggunakan pendekatan ini
peneliti dapat memperoleh gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan
lengkap mengenai aktivitas sosial keagamaan atau yang disebut berdana di
8Yuli Astutik, “
Vihara Buddhayana Dharmawira Centre. Selain itu untuk memperoleh data
yang diinginkan di lakukan dengan cara studi kasus. Menurut Poerwandari
Studi kasus digunakan agar peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan
terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus tersebut
tanpa bermaksud untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori atau tanpa
upaya menggeneralisasikan.
2. Sumber Data
a. Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh penulis di
lapangan yaitu informasi dari pihak Vihara BDC, dan masyarakat sekitar
yang tinggal di lingkungan yang diperoleh melalui wawancara dan observasi
yang menyangkut segala aktifitas yang berhubungan dengan objek
penelitian.
b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain
sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data
primer.9 Sumber ini dapat diperoleh dari tetangga sekitar, buku-buku atau
dokumen-dokumen yang berhubungan dan mendukung penulisan skripsi.
Dalam penelitian ini data diambil dari tetangga sekitar Vihara BDC dan
dokumen atau buku-buku yang berkaaitan dengan tema berdana dalam
perspektif agama Buddha.
9
3. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara (Interview)
Merupakan metode yang dilakukan peneliti untuk memperoleh
informasi dari informan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara
mendalam dengan melakukan wawancara mendalam peneliti dapat
menggali apa yang diketahui dan dirasakan subyek pada masa lampau
ataupun masa sekarang, serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri
subjek. dalam proses wawancara peneliti dilengkapi dengan pedoman
wawancara yang sangat umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk
mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus
menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah
dibahas atau ditanyakan.
Adapun yang menjadi narasumber dalam wawancara
dikelompokkan sebagai berikut: dari pihak Vihara yaitu ketua pelaksana
harian Vihara bapak Haryanto Tanuwijaya, Admin Vihara bapak Suwandi,
Karyawan Vihara Meta Letiyanti dan Perwakilan PMI Surabaya ibu
Endang. Mereka merupakan orang yang terlibat langsung dalam kegiatan
berdana.Informan dari masyarakat luar adalah ibu siti, bapak Suyatman,
Ibu Susanah, bapak Salam, Ana, dan Siti. Meraka merupakan warga yang
ikut serta dalam kegiatan berdana dan sebagian lagi adalah warga sekitar
Vihara BDC. Wawancara ini dibutuhkan untuk memeperoleh keterangan
tentang keberadaan vihara, kegiatan keagamaan, kegiatan berdana yang
aktivitas sosial keagamaan (berdana) Vihara Buddhayana Dharmawira
Centre.
b. Observasi
Yaitu penulis dalam rangka memperoleh data dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang
terjadi.10 Alasan digunakannya metode observasi ini untuk menunjang data
hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk
aktifitas berdana, bisa teramati atau terdeteksi lewat ekspresi dan bentuk
aktifitas sosial sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap
informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subyek dalam
wawancara. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui aktifitas apa
saja yang dilakukan pihak vihara kemudian cara mereka melakukan
aktifitas berdana (sosial keagamaan) ketika berada di Vihara Buddhayana
Dharmawira Centre Surabaya.
c. Dokumentasi
Yaitu memperoleh data dengan cara penganalisaan terhadap
fakta-fakta yang tersusun secara logis dari dokumen tertulis maupun dokumen
yang tidak tertulis yang mengandung petunjuk-petunjuk tertentu.
Digunakan dokumen yang tertulis seperti dokumen, buku-buku yang
berkaitan dengan Buddha. Sedangkan untuk sumber yang tidak tertulis
berupa gambar atau foto dan rekaman hasil wawancara terkait kegiatan
10
berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Panjang Jiwo
Surabaya.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis yaitu suatu tulisan yang didapatkan dari sumber data asli ketika berada di lapangan sebagai halnya wawancara atau informasi yang
didapatkan dari informan untuk dipakai dalam penerapan metode kualitatif.
Sedangkan deskriptif menggambarkan suatu masyarakat atau kelompok.11
kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umat Buddha di Vihara
Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya dan masyarakat setempat.
Analisis, Memadukan hasil yang didapat dari lapangan setelah itu
menganalisis dan mendapatkan kesimpulan akhir. Memadukan segala
informasi dan menganilisis menggunakan teori sosial.
Dengan ini diharapkan hasil yang di peroleh dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana deskripsi dan bentuk kegiatan berdana Vihara
Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.
5. Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan atau kreadibilatas data yang telah diperoleh,
maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Menurut Sugiyono Triangulasi
dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian
terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
11
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Dalam penelitian ini selain kepala umum pelaksana harian Vihara yang
menjadi informan, peneliti juga melakukan penggumpulan data dengan
sumber lain yaitu warga sekitar yang ikut dalam aktivitas sosial
keagamaan disana, kemudian staf-staf Yayasan Vihara BDC. Dan yang
bersangkutan yang dirasa mengetahui tentang sejarah dan profil Vihara
serta kegiatan berdana di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre.
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik
pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Dan untuk menguji
keredibilitas data yang didapat maka data yang diperoleh dari subjek
dengan menggunakan teknik wawancara, akan di cek kebenarannya
dengan dokumentasi. Sebaliknya juga begitu, informasi tentang subjek
yang di dapat dari hasil dokumentasi akan di cek kebenarannya dengan
menggunakan wawancara.
c. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kreadibilitas data.Untuk itu
dalam rangka pengujian kreadibilitas data peneliti melakukan pengecekan
Peneliti akan mengulang kembali beberapa pertanyaan dalam waktu yang
berbeda, jika data yang di dapat sama maka dipastikan data tersebut adalah
benar, akan tetapi jika ada perbedaan data yang di dapat pada wawancara
yang pertama dan kedua maka data tersebut perlu cek lagi kebenarannya.
Dengan mengecek data yang diperoleh dengan menggunakan
triangulasi sumber, teknik dan waktu, maka diharapkan penelitian ini dapat
menghasilkan data yang benar-benar valid dan dapat menggambarkan
keadaan yang sesunggunya dilapangan, yang mana dalam penelitian ini
yaitu deskripsi, bentuk aktivitas sosial keagamaan dan tanggapan
masyarakat sekitar mengenai aktifitas sosial keagamaan Vihara
Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mengetahui dan mempermudah bahasan penelitian ini maka
penelitian ini tersusun menjadi beberapa bab sebagai berikut:
Bab Pertama, pendahuluan yang terdiri dari; latar belakang, penegasan
judul, rumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan pengantar dan
pedoman bagi bab selanjutnya.
Bab Kedua, kajian teori yang terdiri dari; sejarah dan perkembangan
agama Buddha, aktivitas keagamaan, Berdana dalam kajian Buddha, dan teori
Bab Ketiga, penyajian data yang terdiri dari; profil Vihara Buddhayana
Dharmawira Centre di Surabaya. aktivitas keagamaan vihara Buddhayana
Dharmawira Centre Surabaya, aktivitas sosial keagamaan Vihara BDC.
Bab Keempat, analisis data yang terdiri dari; bentuk-bentuk kegiatan
berdana, dan respon masyarakat terhadap kegiatan berdana Vihara Buddhayana
Dharmawira Centre di Surabaya.
Bab Kelima, penutup yang terdiri dari; kesimpulan dan saran-saran
kesimpulan yang merupakan jawaban atas rumusan masalah dan hasil analisis
BAB II
BERDANA PERSPEKTIF BUDDHA
A. Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha
Secara historis agama Buddha muncul di India pada tahun 500 S.M.
hingga tahun 300 M. Agama Buddha dapat dikatakan sebagai pembaruan agama
Hindu, Buddha artinya mereka yang telah bangun.1 Buddhisme dirintis oleh
Siddharta Gautama yang lahir pada tahun 563 M. Nama India sendiri dijelaskan
dari nama Sungai Sindhu yaitu nama sungai yang mengairi daerah barat India,
yang kemudian disebut sebagai sungai Hindu oleh bangsa Persia. Nama Hindu
selanjutnya dipakai oleh orang Yunani untuk menyebut India. Hingga saat ini
nama Hindu tersebut digunakan oleh pemerintah India. Penduduk yang masih
memeluk agama India asli disebut dengan orang Hindu.
Sebelum kelahiran Buddha Gautama bangsa India yang dihuni oleh bangsa
Dravida yaitu bangsa India asli dan bangsa Arya bangsa pendatang (Indo-Jerman)
telah mencapai kemajuan dalam bidang kebudayaan. India saat itu merupakan
tempat berkembangnya peradaban dan kebudayaan dunia, sehingga banyak orang
yang mendalami hakikat hidup di sana. Oleh karena itu muncul berbagai
pandangan diantaranya adalah munculnya dua pandangan besar di India yaitu
Brahmanisme dan Sramanisme.
Pandangan brahmanisme menyatakan bahwa roh dan jasmani adalah satu,
dengan kata lain apabila badan mati maka roh pun juga mati, pandangan ini
1
disebut juga faham nihilisme. Akibat dari paham ini banyak penganut yang memuaskan segala keinginanya pada kehidupan di dunia pandangan ini banyak
diikuti oleh bangsa Arya.
Sedangkan pandangan Sramanisme atau sebangsa Jainisme yang dibawa
oleh bangsa Dravida menganggap roh dan jasmani bukanlah satu kesatuan.
Sehingga matinya jasmani bukan merupakan matinya roh. Roh dianggap kekal
dan abadi, Apabila ada orang meninggal maka rohnya akan tetap ada dan harus
berupaya menyatu dengan keabadian atau yang disebut dengan Maha Kekal,
faham ini juga disebut dengan eternalisme (kekekalan), untuk bisa menyatu roh harus suci terlebih dahulu. Akibatnya banyak yang melakukan penyiksaan diri
secara berlebihan.2
Selain itu munculnya agama Buddha dilatarbelakangi oleh kepercayaan
mereka pada sistem kasta. Agama Hindu yang mempercayai sistem kasta
beranggapan bahwa, kasta brahmana sebagai kasta yang tertinggi, Kaum
brahmana adalah manusia-manusia suci sehingga selalu di istimewakan. Hak
istimewa ini yang membuat kaum brahmana berlaku sewenang-wenang terhadap
golongan atau kasta yang lebih rendah seperti kasta ksatria, waisya dan sudra.
Peristiwa ini memberi motivasi bagi Sidharta untuk melakukan perubahan besar
dalam agama Hindu.Sehingga dia berfikir dan berusaha untuk meruntuhkan
kepercayaan tentang caturwarna (kasta-kasta dalam kehidupan manusia).3
Pendiri agama Buddha adalah Sidharta Gautama atau sang Buddha, dia
lahir kira-kira pada tahun 563 SM. Di daerah Kapilawastu di kaki pegunungan
2
Nasruddin, Diktat Mata Kuliah Agama Buddha, (Surabaya: t.p.2011), 4. 3
Himalaya dari seorang ayah raja kaya Sudhodana dan ibu bernama Maya. Dalam
cerita Buddha di kisahkan bahwa banyak keistimewaan sebagai pertanda
menjelang kelahirannya, sebagaimana kejadian luar biasa yang tampak pada calon
orang-orang besar. Pada usia 29 tahun ia menyadari bahwa hidup dalam istana
dan kemewahan yang ia jalani selama itu bukanlah hal yang benar. Ketika dia
keluar dari istana, dia menjumpai empat peristiwa yang sebelumnya belum pernah
didapatkan yaitu peristiwa melihat orang sakit yang begitu parah sehingga
membungkuk, orang tua yang mulai memutih rambutnya dan jalanya
membungkuk, orang mati serta melihat seorang pertapa yang mengemis. Melihat
kenyataan itu membuatnya sadar bahwa hidup tidak lain hanyalah sebuah
penderitaan.
Sidharta mencari jalan untuk membebaskan manusia dari penderitaan
tersebut. Dengan beberapa jalan seperti latihan keras, mulai hidup prihatin
mengembara di hutan dan berpuasa. Akhirnya setelah dia bersamadi di bawah
pohon Boddhi di Boddh Gaya tersingkaplah baginya pengetahuan tentang
kebenaran yang sejati. Sejak saat itu dia memperoleh gelar Buddha.4
Setelah menjadi Buddha dia mulai menyebarkan ajaran-ajarannya. Ajaran
agama Buddha bersumber pada sumber ajaran Buddha yang dikenal dengan
sebutan Tiratna (Tiga Permata), berasal dari Bahasa pali Ti berarti tiga dan ratna
berarti mustika/permata. Atau disebut juga Triratna yang berasal dari bahasa
sansekerta Tri berarti tiga, ratna berarti mustika/permata. Tiga mustika ini adalah
Buddha, Dhamma dan Sangha.
4
Adapun maksud dari triratna (tiga mustika) adalah:
1. Buddha adalah sang buddha yaitu Sidharta Gautama sebagai guru dan juga
bisa diartikan sebagai sifat kebuddhaan.
2. Dhamma adalah ajaran Buddha yang merupakan kebenaran mutlak.
3. Sangha adalah persaudaraan suci orang-orang yang telah mencapai tingkatan
kesucian (Arahat). Sangha berasal dari Bahasa Pali dan Sansekerta yang
berarti persamaan atau persaudaraan para Bhikku.5
Tri ratna sangat berarti bagi agama Buddha karena merupakan sumber
dari ajaran-ajaran Buddha. Semua ajaran ini disampaikan dengan lisan,
selama kurang lebih empat abad lamanya agama Buddha diteruskan secara
lisan, akhirnya kumpulan-kumpulan cerita, tradisi, khotbah-khotbah
dikelompokkan sehingga menjadi kitab yang disebut tripitika atau tiga
keranjang, Kitab ini berisi kumpulan khutbah, perumpamaan, dan percakapan
yang pernah dilakukan sang Buddha dengan para pengikutnya. Tripitaka
terdiri dari;
a. Sutta Pitaka di dalamnya berisi dharma atau ajaran Buddha kepada
pengikut-pengikutnya.
b. Vinaya Pittaka yang di dalamnya memuat peraturan-peraturan yang
mengatur kehidupan sangha dan para penganutnya.
c. Adhidharma Pittaka yang di dalamnya memuat filsafat agama Buddha
dimana terdapat pembahasan yang mendalam tentang hakikat dan tujuan
hidup.6
5
Dengan adanya Kitab tersebut dapat memudahkan umat Buddha
untuk memperdalam agamanya.
Setelah sang Buddha mendapatkan pencerahan maka dia
mengajarkan dharma kepada limapertapa yang menjadi muridnya dengan
mengajarkan bahwa kebebasan adalah pencapaian Nirwana yaitu bebas dari
kelahiran, kelapukan, penyakit, kematian, penderitaan dan hawa nafsu
keinginan. Dalam khotbahnya sang Buddha menjelaskan bahwa intisari
ajaran Buddha adalah empat kesunyataan utama atau empat kebenaran utama:
1) Kebenaran yang pertama adalah bahwa hidup itu adalah dukkha yang diartikan penderitaan atau duka cita. Maksudnya segala sesuatu yang
ada di bumi ini adalah penderitaan atau palsu semata karena nantinya
akan lapuk dan akhirnya mati. Sekalipun itu kebahagian, sifat bahagia
hanya sementara.
2) Kebenaran yang kedua adalah penyebab dari tergelincirnya hidup ini
adalah tanha yang diartikan keinginan.7 Keinginan dapat menjadikan manusia selalu terikat atau terbelenggu. Sehingga selalu mementingkan
ego diri sendiri yang lama kelamaan justru mengikat dan membuatnya
menderita.
3) Kebenaran yang ketiga adalah nirodha yang diartikan sebagai penderitaan yang tuntas yaitu tujuan akhir umat Buddha yang disebut
6
Ibid., 27. 7
nirwana, dapat dicapai dengan jalan menghilangkan segala bentuk keinginan.
4) Kebenaran yang keempat adalah magga yang diartikan memberi jalan kebebasan langsung menuju nirwana. Bagaimana hal itu dapat dicapai
adalah dengan pengentasan tanha melalui delapan jalan yang biasa disebut dengan jalan mulia berunsur delapan.
Jalan mulia berunsur delapan tersebut adalah:
a) Pengertian benar (Samma Dhitti)
b) Pikiran benar (Samma Samkappa)
c) Ucapan Benar (Samma Vaca)
d) Perbuatan Benar (Samma Kammanta)
e) Mata Pencaharian benar (Samma Ajiva)
f) Usaha Benar (Samma Vayama)
g) Penglihatan Benar (Samma Sati)
h) Konsentrasi Benar (Samma Samadhi).8
Di dalam sebuah agama selalu ditemukan beberapa aliran seperti di
dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan lain sebagaianya. Begitu
juga dengan agama Buddha. Dalam agama Buddha ada dua aliran besar yang
telah banyak diikuti di berbagai negara. Dua aliran tersebut adalah aliran
Hinayana/Theravada (kendaraan kecil) adalah aliran ortodoks yaitu aliran
yang mempertahankan keaslian ajaran agama Buddha, pengikut aliran ini
banyak terdapat di negara-negra Srilangka, Myanmar, Thailand, Kamboja,
8
Laos dan Vietnam. Aliran ini tidak mengajarkan penyembahan kepada Tuhan
yang terpenting adalah melaksanakan ajaran moral yang diajarkan oleh
gurunya. Tujuan tinggi adalah mencapai arahat yaitu seorang yang
benar-benar telah lenyap nafsu dan keinginanya serta ketidaktahuanya sehingga
dapat mencapai Nirwana dengan demikian dia terbebas dari rangkaian
samsara.9
Sedangkan aliran Mahayana (kendaraan besar) adalah aliran yang
mengadakan pembaharuan terhadap ajaran Buddha yang asli, menurut aliran
Mahayana tujuan yang tertinggi bukanlah arahat melainkan Bodhisatwa,
Bodhisatwa adalah seorang yang sebenarnya bisa langsung menikmati
kebahagiaan di Nirwana akan tetapi ia belum mau menetap di nirwana karena
masih ingin ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang percaya pada
penderitaan.10
Terkait konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, di Indonesia umat Buddha
menyebut Tuhannya dengan sebutan Sanghyang Adi Buddha. Dalam kitab suci
Udana VIII-3 dijelaskan, hakekat Tuhan Yang Maha Esa di ungkapkan sebagai
berikut; “Ketahuilah O para bhikku, bahwa ada sesuatu yang tidak menjelma,
yang tidak tercipta yang mutlak, duhai para bhikku apabila tidak ada yang tidak
dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, maka tidak akan
mungkin kita bebas dari kelahiran, dari penjelmaan, pemunculan dari sebab
yang lalu”.
9
Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama…….36 10
Di dalam hukum kesunyataan tentang Tri-Laksana (Sansekerta) atau
Tilakkhana (Pali) dijelaskan antara lain semua yang dilahirkan, yang tercipta
dan yang menjelma adalah tidak kekal dan dicengkeram oleh Dukkha, jika
sesuatu Tidak Tercipta, Tidak Menjelma, dan Yang Mutlak itulah yang disebut
Tuhan Yang Maha Esa, yang kekal dan abadi.
Sedangkan dalam kitab suci Saddharma-Pundharika terdapat sutra
perihal makna-makna yang tidak terhingga, dalam sabdanya sang Buddha
membabarkan bahwa makna-makna yang tak terhingga bersumber dari Hukum
Tunggal. Dan dalam sutra itu dijelaskan seolah sang Buddha ingin mengatakan
bahwa segala-galanya di dalam semesta ini bersumber kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan Hyang Buddha menyebutnya dengan Hukum Tunggal.11
Perkembangan agama Buddha dari abad ke 6 sampai saat ini telah
melewati masa naik turun adapun tahap-tahap perkembangan agama Buddha
dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
(1) Tahap Pertama abad ke 6 S.M hingga abad ke 3 S.M
Pada tahap ini di tandai dengan di adakanya muktamar di
Rajagraha pada tahun 383 S.M dan muktamar di Waisali pada tahun 283
S.M. Muktamar ini di adakan mengingat Buddha telah wafat dan dhamma
atau doktrinya saat itu belum dibukukaan melainkan hanya ada pada
ingatan para rahib saja sehingga dengan diadakan muktamar ini lama
kelamaan bisa dipahami jika timbul dhamma dengan bermacam-macam
tradisi. Selain itu ajaran kehidupan para rahib dianggap berat sehingga
11
perlu diperingan. Muktamar pertama diadakan di Rajagraha setelah seratus
tahun yaitu setelah wafatnya Buddha Gautama yang di hadiri 500 rahib,
dan ada dua rahib yang dianggap masih ingat betul terhadap ajaran Buddha
yaitu Upala yang ahli tentang vinaya yang nantinya menjadi penulis Vinaya pittaka dan Ananda yang ahli sutra dan nantinya menjadi penulis Sutta pitatka dalam muktamar ini dihasilkan bahwa mereka akan
memegang teguh pada perturan-peraturan yang diberikan oleh sang
Buddha sendiri.
Namun seratus tahun kemudian dietemukan permasalahan yakni
para rahib Waisali menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan
sebelumnya sehingga diadakan muktamar yang kedua tahun 283 S.M. di
Waisali yang keputusanya menyalahkan kebiasaan para rahib Waisali
tersebut. Kejadian ini mengakibatkan perpecahan pertamakali yang
dialami agama Buddha, golongan pertama adalah golongan ortodok dan
yang kedua adalah golongan yang memerlukan perubahan. Golongan
ortodok ini adalah golongan yang patuh dan taat pada peraturan Vinaya
disebut juga golongan Sthawirawada (jemaat para murid) saat ini disebut Hinayana sedangkan golongan pembaharuan menyebut dirinya sebagai
maha samghika (jemaat anggota besar) karena lama kelamaan semakin
besar pengikutnya, yang sekarang disebut Mahayana.12
12
(2) Tahap Kedua abad ke 3 S.M. hingga abad ke 2 S.M.
Pada masa ini merupakan masa pemerintahan raja Asoka pada
pemerintahanya agama Buddha dijadikan sebagai agama kerajaan, bahkan
raja menyebar luaskan agama Buddha sampai luar India yaitu di Langka,
Bakteria dan China. Masa ini adalah masa kejayaan Buddha namun
muncul berbagai perselisihan dan perpecahan, banyak muncul
madzhab-madzhab yang beragam berbeda satu sama lain, baik di dalam upacara
keagamaan maupun soal ajaran pokok. Atas perintah raja Asoka maka
diadakan muktamar yang ke 3 pada tahun 249 S.M. di Pataliputra pada
muktamar ini diakui satu kitab suci lagi yaitu Abidhamma Pittaka.
Perpecahan terjadi sehingga dilakukan muktamar yang ke 4 pada awal
abad ke 2 M. Di Kashmir atas perintah Raja Kaniska namun hanya di
hadiri oleh kelompok pembaharu yaitu golongan Mahayana di India Utara
dari sinilah perpecahan antara Hinayana dan Mahayana berawal.
(3) Tahap Ketiga abad ke 2 S.M. hingga abad ke 20 M.13
Pada tahap ini perkembangan agama Buddha di luar India.Setelah
muktamar keempat yang menghasilkan perpecahan Mahayana dan
Hinayana, agama Buddha berkembang pesat di India selama berabad-abad
Mahayana terdiri dari dua aliran Yaitu Theravada yang berkembang di
Srilangka, Birma dan Siam sedangkan Sarwastivada berkembang di
Madiura, Ghandar, dan Khasmir. Madzhab Mahayana terdiri dari banyak
13
aliran di antaranya adalah Madyamika dan Yogacara berkembang di Tibet,
Nepal, Jepang dan Indonesia.
Sejarah mengatakan sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-15,
Indonesia berada di bawah pengaruh agama-agama India.Khususnya
Hindu dan Buddha, masa itu sangat dikenal dengan hasil-hasil
kebudayaanya yang agung. Ini dibuktikan dengan pembangunan ratusan
candi14.
Diketahui raja-raja kerajaan Sriwijaya telah menjadikan Sriwijaya
sebagai pusat pengajaran agama Buddha yang pada saat itu diikuti oleh
seorang pengembara dari China pada tahun 671 M di pulau Sumatera.
Ajaran yang berkembang di Sumatera adalah aliran Mahayana dari India
Timur dengan faham Tantra yang berkembang pada abad ke 8 M,
kemudian pada abad ke 9 M. Agama Buddha berkembang di kepulauan
Malaya, dibawah kekuasaan dinasti Syailendra. Di pulau Jawa
peninggalan Buddha yang terbesar adalah Borobudur sebuah candi yang
berbentuk pyramid, yang dibangun kira-kira abad ke 8 M.
Perkembangan agama Buddha di Indonesia berjalan beriringan
dengan perkembangan agama Hindu aliran Siwa, kehadiran agama Buddha
tersisih dengan kehadiran Islam pada abad ke 13 dan 14 M. datang dengan
damai berbeda dengan kehadiran Islam di India yang datang dengan
kekerasan oleh para sufi. 15
14
Mudji Sutrisno, 1993. Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern
(Yogjakarata: Penerbit Kanisius) 103. 15
Kehadiran agama Buddha di Indonesia telah menambah warna
dalam kebudayaan masyarakat di daerah-daerah yang pernah menjadi
tempat perkembanganya dengan peninggalan dan tradisi-tradisi. Dan
menjadi kebanggan bagi bangsa Indonesia saat ini adalah dengan beberapa
agama, suku, ras, daerah, bahasa mereka mampu hidup berdampingan dan
saling menghormati. Seperti cita-cita Indonesia yang menjujung nilai
kebhinekaan.
B. Aktivitas Keagamaan Buddha
Sebagian besar aktivitas keagamaan umat Buddha dilakukan di Vihara
atau Wihara, vihara merupakan tempat tinggal atau tempat persinggahan para
Bhikku utamanya untuk tempat berteduh dan melakukan meditasi adapun dalam
Bahasa Indonesia, biasa disebut dengan pengucapan biara. Dalam pengertian
agama Buddha vihara digunakan untuk merujuk tiga kediaman yaitu: kediaman
dewa (dibba-Vihara), kediaman luhur (Brahma-Vihara) dan kediaman mulia
(ariya-Vihara)16. Vihara juga digunakan untuk melakukan kegiatan puja bakti. Setiap pemeluk agama mempunyai tempat untuk beribadah. Tempat
Ibadah bagi umat buddha adalah vihara/wihara yang merupakan suatu kompleks
yang berisikan patung sang Buddha untuk dipuja, ruang untuk pembabaran
dhamma, ruang untuk upacara sangha dan tempat tinggal para bhikku selain itu
16
dapat pula dilengkapi perpustakaan dan lain-lain.17 Wihara juga diartikan sebagai
ruang-ruang pertemuan umat Buddha.
Menurut Peraturan Departemen Agama RI No. H III/BA 01.1 03/1/1992
BAB II suatu bangunan dapat dinamakan Vihara apabila terdiri dari:
1. Uposathagara atau sima adalah tempat pentahbisan bhikku atau bhikkuni,
merupakan area yang mempunyai batas-batas tertentu dibuat sesuai peraturan
keagamaan dan di ruang ini terdapat altar, boddisatwa, dewan guru, orang suci
buddhis, relik suci dan terdapat perlengkapan kebaktian.
2. Dhammasala/dhammasaba (Balai dhamma) adalah gedung atau ruang khotbah,
mengajar, dan diskusi ajaran Buddha, serta ruang pertemuan keagamaan, disini
terdapat altar seperti yang berada diruang uposathagara, namun bila tidak
memungkinkan, biasanya digabung dengan Uposathagara.
3. Kuti adalah bangunan untuk tempat tinggal para bikku/bikkuni,
samanera/samaneri, dan upasaka/upasika yang melakukan atthasila, banyak
kuti tergantung banyaknya viharawan di vihara.
4. Tempat meditasi
5. Tempat pendidikan
6. Perpustakaan dan lain-lain.
Tujuan pembangunan Vihara secara umum adalah sebagai tempat
dilaksanakanya kegiatan keagamaan bagi umat Buddha dan sebagai sarana
pengajaran dan pendidikan untuk mencetak generasi yang berguna bagi agama
dan negara.
17
Adapun fungsi vihara adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sarana untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui Tri
Ratna. (Buddha, Dhamma, Sangha).
b. Tempat pengajaran, pendidikan dan penghayatan dhamma
c. Tempat untuk melakukan meditasi (olah batin) sebagai jalan untuk
melenyapkan kotoran batin.
d. Tempat untuk memperoleh kebebasan.
e. Tempat untuk menyebarkan ajaran Buddha.
Umat Buddha melaksanakan kegiatan keagamaan seperti ritual
sembahyang di Vihara atau rumah masing-masing mereka melakukan
persembahyangan setiap hari sedangkan di Vihara mereka datang sekali
dalamsatuminggu, atau pada saat hari-hari tertentu seperti pada saat hari–hari
besar Buddha.
Dalam melakukan ritual persembahyangan, umat Buddha menyiapkan
beberapa perlengkapan persembahan sebagai berikut;
1) Dupa
2) Lilin
3) Air minum
4) Bunga
5) Buah
Adapun makna dari beberapa persembahan tersebut adalah:
a) Dupa dengan bau wanginya bermakna untuk membersihkan udara,
Harumnya dupa akan menyebar ke penjuru arah dan membuat semua
arah wangi, selain itu wanginya juga mengundang para Buddha,
Boddhisatwa dan dewa-dewi (makhluk suci lainya) datang.
b) Lilin berwarna merah yang telah dinyalakan dan digunakan untuk
persembahan adalah sebagai penerang.
c) Air mempunyai makna agar pikiran, ucapan dan perbuatan selalu bersih
karena air dapat membersihkan segala kotoran.
d) Bunga bermakna ketidak kekalan, semua yang berkondisi adalah tidak
kekal atau tidak abadi demikian pula dengan badan jasmani manusia.
e) Buah bermakna hasil dari proses kehidupan, benih perbuatan buruk
akan berbuah buruk sedangkan benih dari perbuatan baik akan berbuah
manis.18
Adapun tata carasembahyang dalam melakukan ritual rutinan
adalah sebagai berikut:
Sebelum sembahyang umat buddha harus melakukan
pembersihan diri seperti bersih pakian, tempat, dan jiwa. Selama
persembahyangan hanya diperbolehkan memakan makanan nabati atau
vegetarian tidak diperbolehkan makan makanan yang berbau hewani.
Adapun Cara umat Buddha aliran Mahayana dalam melakukan
sembahyang adalah sebagai berikut:
Menyalakan tiga batang dupa wangi berdoa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, kemudian menyalakan tiga dupa wangi lagi, dan berdoa
18
kepada Boddhisatwa, mengucapkan mantra minimal 7 kali, atau 14 kali,
atau 21 kali sampai 108 kali, air di altar diminum.19
Sedangakan untuk umat Buddha aliran Theravada mereka juga
melakukan sembahyang yang rutin tapi tidak mempunyai upacara tetentu
kecuali bahwa semua orang harus menjadi biksu untuk memperoleh
keselamatan, aliran ini cenderung memurnikan ajaranya sedangkan aliran
Mahayana timbul banyak aliran dan upacara, serta semua orang adalah
Buddha.20
Meskipun umat Buddha berbeda-beda dalam melaksanakan
persembahyangan dan upacara-upacara perayaan hari besar, akan tetapi
prinsip yang terkandung dalam upacara tersebut sama yaitu:
(1) Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur tri ratna
(2) Memperkuat Saddha atau Sadra (keyakinan dengan tekad)
(3) Membina Paramita (sifat baik)
(4) Mengulang dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Buddha.
(5) Melakukan Anumodana (membagi perbuatan baik kita kepada
mahluk lain).21
19
Ibid., 94. 20
Muhammad Adib Fuadil Nuriz, Ilmu Perbandingan Agama, (Jogjakarta: Penerbit Buku Ajar Kampus dan Pesantren, 2008), 121.
21
C. Berdana Dalam Kajian Buddha
Masyarakat awam mungkin belum terlalu paham dengan kata berdana,
berdana adalah sebutan dari serangkaian kegiatan berbagi atau aktivitas sosial
keagamaan yang dilakukan oleh umat Buddha. Dalam agama Buddha ungkapan
yang menunjukkan perintah untuk melakukan amal kebaikan atau sering disebut
dengan berdana tertulis dalam kitab Dhammapada:
“Harumnya bunga tak dapat menyebar melawan arah angin
demikian pula harumnya kayu cendana, bunga tegara dan melati
namum harumnya kebajikan dapat menyebar melawan arah angin
Orang Bajik dengan keharuman namanya akan menyebar ke segala penjuru”.
(Dhammapada - puppha vagga ayat 4).
Ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa segala kebaikan yang dilakukan
oleh seseorang akan selalu dikenang meskipun orang yang melakukanya telah
mati, maksud harum disini diartikan sebagai kebaikan yang akan tetap abadi dan
selalu dikenang sepanjang masa.
Tujuan berdana adalah untuk saling menolong sesama manusia dengan
mengharap ridho Tuhan, adapun kegiatan berdana yang dilaksanakan Vihara
adalah sebagi bentuk kepedulian dan bakti umat Buddha terhadap agamanya.
Beberapa aktivitas berdana pada umat Buddha dilaksanakan pada hari-hari
biasa dan pada perayaan hari-hari besar umat Buddha seperti setelah ritual
mingguan, bulanan dan tahunan.
Pada ritual mingguan setelah sembahyang biasanya umat Buddha
melakukan Fangshen atau pelepasan satwa sebagai bentuk kasih sayang terhadap
Pindapatta adalah praktek dimana seorang Bhikku menerima dana
makanan dari rumah ke rumah menggunakan patta (mangkuk emas), ritual ini tidak boleh dilakukan dengan ceroboh para bhikku harus melakukanya dengan
berhati-hati. Ritual pindapatta adalah ritual untuk memperingati kisah Buddha, di
kisahkan pada saat Buddha pulang ke Kapilawastu tanah kelahiran Buddha, Raja
Sudodana merasa malu melihat Buddha mendapatkan makanan dari rumah ke
rumah, karena bagi raja tidak pantas seorang pangeran melakukan hal seperti itu,
tetapi sang Buddha mengatakan tradisi ini dari silsilah saya yaitu Buddha bukan
dari silsilah ksatria. Seorang Bhikku tidak boleh bersikap ceroboh saat berdiri di
depan rumah untuk menerima dana. Menurut bhikku barang siapa yang
melakukan prektek ini maka dia akan bahagia hidup di dunia ini dan di dunia
berikutnya.22
Berdana pada ritual bulanan atau tahunan dilakukan menjelang hari-hari
besar Buddha, dalam kajian Buddha tradisi berdana telah dilakukan sejak dahulu
sebagai penghormatan dan perintah sang Buddha biasanya umat Buddha
melakukanya menjelang hari-hari besar Buddha sepertoi pada hari raya Magha
Puja, Waisak, Ulambana, Asadha, Kathina, hari kebesaran Buddha Amithaba dan
hari kebesaran Guan Yin.Beberapacara berdana mereka adalah dengan melaksanakan kegiatan bakti sosial.
22
D. Teori Tindakan Milik Talcott Parsons
Tindakan sosial umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai bentuk
kegiatan yang dilakukan sehari-hari utamanya mengenai masalah sosial. Dalam
melakukan tindakan sosial tentunya harus ada timbal balik antara kedua belah
pihak bagi yang mengadakan dan yang mengikutinya, agar tujuan dari
pelaksanaan tindakan tersebut tercapai.Pembahasan mengenai tindakan sosial
mungkin tidak banyak ditemukan dalam beberapa buku dan penelitian karena
biasanya peneliti lebih fokus pada interaksi dibanding dengan tindakanya, dalam
melakukan aktivitas akan terjadi interaksi, maka penulis cantumkan definisi dari
interaksi dan aktivitas sosial.
Interaksi dalam KBBI diartikan sebagai hal saling melakukan aksi,
berhubungan, mempengaruhi antar hubungan. Sedangkan dalam ilmu sosiologi
interaksi sosial adalah tindakan, atau praktik dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai orientasi dan tujuan.dinamakan interaksi sosial jika tindakan
tersebut saling diketahui.23 Contoh mengirim pesan pada seorang teman adalah
interaksi sosial. Tetapi mengintai orang bukan merupakan interaksi sosial jika
kegiatan mengintai itu tidak sepengetahuan orang yang sedang di intai.
Menurut Robertz M.Z. Lawang interaksi sosial adalah proses ketika
orang-orang yang berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikiran dan
tindakan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
23
orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
per-orang dan kelompok manusia.24
Sesuai definisi tersebut, maka segala kegiatan sosial baik individu atau
kelompok dengan tujuan tertentu dan mendapatkan respon atau timbal balik dari
kedua belah pihak maka bisa disebut interaksi sosial. Adapun dua syarat
terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.
Aktivitas sosial Menurut KBBI adalah segala kegiatan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan masyarakat sehari-hari. Sosial adalah sesuatu yang
berhubungan dengan masyarakat atau suka menolong atau memperhatikan
kepentingan umum, sedangkan keagamaan adalah yang berkaitan dengan agama
atau kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa.
Jadi aktivitas sosial keagamaan adalah segala kegiatan yang berhubungan
dengan masyarakat, dengan harapan mendapatkan berkah atau ridho dari Tuhan
atau dewa-dewa.
Menurut Agama Buddha istilah kegiatan sosial lebih dikenal dengan
sebutan berdana.25 Adapun aktifitas sosial keagamaan yang dilakukan Vihara
Buddhayana Dharmawira Centre adalah dengan berbagai cara yaitu pembagian
sembako, donor darah, pengobatan gratis dan pemeriksaan kesehatan murah,
pembelajaran umum, dan lain-lain.
Mengenai definisi tindakan Talcott Parsons berbeda pendapat dengan
pendahulunya Max Weber, Weber mengatakan bahwa individu melakukan
tindakan sesuai dengan pengalaman, persepsi, pemahaman, penafsiran objek
24
Ibid.,315. 25
stimulus atau situasi tertentu. Sedangkan Talcott menganggap tindakan berbeda
dengan perilaku, tindakan adalah respon dari penerimaan stimulus. Perilaku
adalah proses mental yang aktif dan kreatif. Sehingga yang terpenting bukanlah
tindakan, akan tetapi norma dan nilai-nilai yang mengatur perilaku. Menurut
Ritzer tindakan individu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai
tujuan atau sasaran dengan menggunakan sarana yang paling tepat.
Talcott Parsons yang berkiblat pada aliran fungsionalis dalam teori
tindakanya mengemukakan basis teori aksi, menurutnya aksi harus memiliki
empat komponen, komponen tersebut diantaranya adalah: eksistensi aktor, unit
aksi yang terlibat tujuan, situasi-kondisi dan sarana-sarana lainya yaitu norma dan
nilai-nilai.26
Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa teori aksi mencoba
memahami setiap tindakan sosial melalui empat komponen unit aksi, yang
dimaksud aktor adalah pelaku aksi dengan tujuanya kemudian aktor mempunyai
berbagai cara yang mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, tujuan
adalah suatu bayangan atau keadaan yang suatu mendatang akan dikejar dengan
tindakan tersebut. Dalam melaksanakan berbagai cara aktor dihadapkan pada
kondisi dan situasi yang memungkinkan untuk pemilihan berbagai cara yang
digunakan dalam mencapai tujuan. Situasi dapat dianalisis ke dalam dua unsur
yaitu situasi yang tidak bisa di kendalikan si aktor atau suatu keadaan yang tidak
bisa diubahnya, atau dijaganya supaya tidak berubah dalam kaitanya dengan
26
tujuan tersebut dan situasi yang bisa dikendalikanya.27 Namun cara-cara tersebut
dibatasi oleh norma dan nilai-nilai yang akan berpengaruh pada perilaku
pengambilan keputusan.
Konsep ini juga disebut dengan konsep Voluntarisme yaitu kemampuan
individu untuk melakukan tindakan dengan segala alternatif dan cara tertentu
dalam mencapai tujuan.Teori ini digunakan untuk menganalisa aktivitas sosial
keagamaan yang dilaksanakan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di
Surabaya yang meliputi kegiatan-kegiatan dan tanggapan masayarakat terhadap
aktivitas sosial keagamaan yang dilaksanakan.
Dalam ilmu sosial metode yang digunakan oleh Parsons ini berangkat dari
interpretative, yaitu usaha untuk memahami tindakan individu bergerak ke
survei-survei sebagaimana yang pernah dia lakukan dalam penelitiannya dari skala mikro
ke makro.
27
BAB III
GAMBARAN UMUM VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA
CENTRE
A. Profil Vihara Buddhayana Dharmawira Center
Vihara Buddhayana Dharmawira Centre disingkat BDC adalah nama
sebuah Vihara yang didirikan pada tanggal 08 bulan Mei tahun 2008 di Surabaya.
Berdiri atas prakarsa para tokoh buddhayana sebagai Pusdiklat (pusat pelatihan
dan pendidikan) agama Buddha dibawah naungan Sangha Agung Indonesia
(Shagin).1
Sejarah berdirinya Vihara BDC di mulai ketika waktu itu, banyak umat
Buddha yang berusia muda di Surabaya bagian Timur terkendala kurangnya
tempat pengajaran dharma, tempat ibadah dan aktivitas Buddhis. Berawal dari
rintisan bapak Irwan Pontoh dan bapak Tosin, SH. Kedua tokoh muda Buddhist
ini sangat peduli dengan perkembangan agama Buddha terutama untuk kalangan
muda dan kaum Mahasiswa di Surabaya timur, mereka adalah dosen agama
Buddha di beberapa perguruan tinggi di Surabaya, dari hasil pemikiran dan
keinginan tersebut serta di dukung oleh tokoh-tokoh Buddhis di Surabaya.
Akhirnya para tokoh memutuskan untuk mendirikan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan (Pusdiklat) berlokasi di Jalan Panjang Jiwo Permai Selatan no. 4
Surabaya. Adapun akte organisasi BDC tertanggal 8 Agustus 2008 dan kegiatan
1
dimulai pada tanggal cantik serba sembilan, yaitu tanggal 09 bulan Agustus
tahun 2009.
Mengenai penamaan Vihara mengapa diberi nama Buddhayana
Dharmawira Centre, pihak Vihara menguraikan maksud tersebut, Buddhayana
berarti Vihara ini tidak membatasi aliran-aliran tertentu dalam agama Buddha
sehingga menaungi peribadatan Theravada, Mahayana dan Tantrayana.
Buddhayana disini dijelaskan bukan sebagai sebuah aliran melainkan semua umat
Buddha, meskipun lazimnya Yana diartikan sebagai aliran, maksud dan tujuan
buddhayana adalah tidak mengkotak-kotakkan aliran pada agama Buddha. Alasan
ini yang membuat Vihara BDC selalu terbuka bagi semua umat Buddha untuk
melakukan sembahyang atau puja di Vihara.2
Dharmawira, dharma adalah ceramah atau ajaran dari sang Buddha
dinamakan dharma dengan harapan setiap umat yang datang ke vihara dapat
menjalankan dharma dengan sebaik-baiknya. Wira adalah latihan jadi
Dharmawira berlatih menjalankan dharma atau ajaran.
Centre adalah Pusat, diberi nama centre karena tujuan dibangunya Vihara
adalah untuk difungsikan sebagai pusat pelatihan dan pendidikan agama Buddha
di Surabaya. Sebagai sebuah Centre, Buddhayana Dharmawira Centre mempunyai
beberapa kegiatan di antaranya memberikan pendidikan Buddhis berupa sekolah
minggu untuk anak-anak dan remaja serta berbagai kelas dharma untuk umum.
2
Selain pendidikan Buddhis, BDC juga menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan seperti les bahasa Mandarin dan sebagainya.3
Tujuan didirikanya Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah
sebagai tempat untuk dilaksanakanya beberapa kegiatan keagamaan bagi umat
Buddha dan sebagai Pusdiklat di daerah Surabaya.
Vihara BDC juga difungsikan umat Buddha untuk beribadah seperti ritual
rutin, sebagai bagian dari pendidikan dan pelatihan untuk umat buddha dan para
simpatisan. Selain ibadah rutin BDC juga digunakan sebagai tempat untuk
menyelenggarakan hari-hari suci keagamaan Buddha. Karena Vihara ini baru
Berdiri pada tahun 2008 kemarin maka baru terjadi pergantian kepengurusan yang
ke dua pada tahun 2016 ini.
Adapun beberapa fungsi Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan-kegiatan mahasiswa
Buddhis.
2. Sebagai tempat untuk mempelajari, mempraktekan dharma secara utuh
dengan tetap berwawasan buddhayana.
3. Memberikan pelayanan, pendidikan dan pelatihan dharma dan meditasi
4. Merupakan tempat berkumpulnya umat Buddha dalam menjalin
persahabatan dan persaudaraan.
5. Pengembangan budaya, seni dan ketrampilan Buddhis.
3
Jumlah umat Buddha yang terdata di Vihara Buddhayana Dharmawira
Centre adalah 350 umat, adapun yang aktif dalam Kegiatan Vihara kurang lebih
adalah 200 orang.
Perkembangan yang tampak dari luar seperti luas tanah dan sarana-sarana
yang tersedia, Sebidang tanah yang menjadi tempat berdirinya Vihara telah dibeli
pada tahun 2009 dan resmi menjadi milik Shagin, yaitu merupakan bangunan
bertembok yang disertai dengan sarana prasarana seperti ruang perpustakaan,
altar, gedung untuk acara-acara keagamaan, dan tempat tinggal Bhikku, pada
mulanya luas tanah Vihara adalah 1.010 M2. dan pada tahun 2016 luas tanah
bertambah 1.017 M2.
Selain itu, perkembangan terlihat juga pada pembangunan gedung baru
sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan dan sosial mengingat
kurangnya tempat untuk menampung semua pemeluk Buddha dan masyarakat
sekitar ketika melakukan kegiatan.
B. Aktivitas Keagamaan Vihara BDC
Walaupun Vihara BDC diperkenalkan sebagai Pusdiklat dalam prakteknya
Vihara ini lebih banyak digunakan untuk melakukan kegiatan keagamaan bagi
umat Buddha, rutin setiap minggunya selalu digunakan untuk melakukan ibadah,
ditambah lagi perayaan hari raya Buddha dan bakti sosial yang diadakan secara
Aktivitas Keagamaan yang biasa dilakukan di Vihara BDC adalah ritual
rutin, Adapun ritual rutin umat Buddha di BDC adalah
1. Ritual Mingguan dan Bulanan
Ritual rutin ini dilakukan secara bergiliran setiap minggunya yaitu
sembahyang secara Theravada dan Mahayana. Sembahyang secara Theravada
dilakukan pada minggu pertama, ketiga dan keempat jam 09:00 WIB. minggu
ketiga juga ada kegiatan pindapatta. Sedangkan sembahyang secara
Mahayana dilakukan pada minggu kedua dan juga fangshen.4
Kemudian ada juga kelas meditasi yang dilaksanakan pada hari jumat
pukul 19:00.WIB. Sekolah minggu anak dan remaja jam 09:00 pagi dan kelas
Bahasa mandarin pada hari minggu jam 12:00 WIB.5
2. Ritual Tahunan
Ritual tahunan adalah segala ritual atau upacara yang dilakukan pada
waktu tertentu seperti pada saat bertepatan dengan hari-hari besar bagi umat
Buddha yaitu hari raya Magha Puja, Waisak, Asadha, Kathina, Hari
kebesaran Guan Yin dan lain-lain. Vihara Buddhayana Dharmawira Centre
selalu melaksanakan upacara peringatan hari besar Magha Puja,Waisak,
Ulambana, Asadha, Kathina, Hari kebesaran Guan Yin, dan Hari Kebesaran
Buddha Amithaba.
1. Magha Pujha, Magha bermakna bulan lunar adapun kebaktianya bernama
magha puja. hari besar ini memperingati disabdakanya Ovada Patimokha
yaitu inti agama Buddha dan etika pokok para Bhikku dimana diceritakan
4
Meta Letiyanti, Wawancara, Surabaya: 15 Juli 2016. 5
pada waktu itu sabda buddha disabdakan pada 1.250 Arahat yang
semuanya ditasbihkan oleh buddha sendiri yang berkumpul di Rajagaha
secara tidak sengaja bersamaan tanpa adanya undangan pertemuan
sebelumnya.6
2. Peringatan hari besar Waisak dimaksudkan untuk memperingati tiga
kejadian agung dalam diri Sang Buddha atau trisuci tiga peristiwa suci
yaitu:
a. Lahirnya Buddha pada tanggal 8 bulan 4 Imlek.
b. Pencapaian penerangan sempurna yaitu ketika Sidharta Gautama
diangkat menjadi sang Buddha pada usia 31 tahun, tepatnya pada
tanggal 8 bulan 12 Imlek.
c. Wafatnya sang Buddha pada tanggal 15 bulan 2 Imlek.
Acara yang dilaksanakan di Vihara Buddhayana Dharmawira
Centre dalam memperingati hari Waisak tahun 2016 kemarin di
laksanakan pada tanggal 28 Mei 2016 adalah serangkaian lomba
menggambar yang ditujukan untuk anak-anak, gratis dan berlaku untuk
umum. Kemudian dimeriahkan beberapa rangkaian pentas seni yang
pesertanya adalah semua umat Buddha dari beberapa daerah luar
Surabaya, atraksi barongsai, mandi Buddha (i Fo), tarian Qian Shou
Guan Yin, serta persembahan tarian lainya, Acara ini di adakan di
gedung baru lantai tiga Vihara Buddhayana Dharmawira Centre
Surabaya.
6
3. Ulambana adalah hari besar yang diperingati pada tanggal 15 bulan 7
Imlek, dan dilaksanakan sebagai penghargaan terhadap keteladanan
siswa Sakyamuni Buddha yang bernama Mogalana yang sangat berbakti
pada ibunya. Ulambana ini adalah pelaksanaan dari ajaran Maitri Karuna
(cinta kasih dan welas asih). Pada hari besar ini di lakukan sembahyang untuk mereka yang telah meninggal dunia seperti kedua orang tua, famili,
dan teman ataupun orang yang tidak dikenal
4. Asadha adalah hari besar umat Buddha yang diperingati dua bulan
setelah hari Waisak. Upacara ini dilakukan untuk memperingati dua
peristiwa yaitu:
a. Sanga Buddha untuk pertama kalinya membabarkan dharma
kepada lima pertapa sebagai muridnya.
b. Setelah mendapatkan dharma lima pertapa itu menjalankan
dharma dan membentuk Arya Satyani (persaudaraan Bhikku yang
agung).
5. Kathina adalah hari besar yang diperingati tiga bulan setelah Asadha, hari
besar ini diperingati sebagai hari bakti Umat Buddha kepada Sangha.7
Biasanya umat Buddha akan berdana atau memberikan beberapa barang
dan uang berupa jubah, pakaian, dan sebagainya kepada sangha yang
nantinya uang tersebut akan digunakan untuk keperluan sangha.
6. Hari Kebesaran Guan Yin, diperingati untuk mengenang tiga peristiwa
kelahiran, pencerahan dan wafatnya dewi Guan Yin.
7
7. Hari Kebesaran Buddha Amithaba, diperingati untuk mengenang tiga
peristiwa tkelahiran, pencerahan, dan wafatnya Buddha Amithaba.
Dibawah ini adalah daftar kegiatanVihara BDC yang dilaksanakan
pada tahun 2016:
No Tanggal Jadwal Kegiatan
Vihara
5. 5 Juni 2016 Donor Darah. Sudah dilaksanakan