• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri pada Siswa Kelas XI SMA Kristen 1 Salatiga T1 132004001 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri pada Siswa Kelas XI SMA Kristen 1 Salatiga T1 132004001 BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TOERI

2.2 Kepercayaan Diri

2.2.3 Pengertian Kepercayaan Diri

Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat keputusan sendiri pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu. McClelland (dalam Luxori, 2005) menyebutkan bahwa kepercayaan diri adalah kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi dkk (dalam Lie, 2003) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa individu mampu meraih kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri.

(2)

Angelis (1997) menerangkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah diperolehnya, tetapi itu akan sulit dirasakan apabila individu tersebut memiliki kepercayaan diri yang rendah. Bukan hanya ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu pekerjaan, tetapi juga ketidakmampuan dalam menikmati pekerjaan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan serta kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan yang mendorong individu untuk meraih keberhasilan atau kesuksesan tanpa tergantung kepada pihak lain dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkannya.

2.2.4 Penyebab Timbulnya Kurang Percaya Diri

(3)

Istilah lain dari kurang percaya diri adalah minder. Purnawan (2009) mendeteksi sejumlah penyebab minder diantaranya: (a) pengaruh lingkungan, dimana seorang bisa menjadi minder apabila selalu dilarang, disalahkan, tidak dipercaya, diremehkan oleh lingkungannya; (b) sering diremehkan dan dikucilkan teman sejawat; (c) pola asuh orang tua yang sering melarang dan membatasi kegiatan anak; (d) orang tua yang selalu memarahi kesalahan anak, tapi tidak pernah member penghargaan apabila anak melakukan hal yang positif; (e) kurang kasih saying, penghargaan, atau pujian dari keluarga; (f) tertular sifat orang tua atau keluarga yang minder; (g) trauma kegagalan di masa lalu; (h) trauma dipermalukan atau dihina di depan umum; (i) merasa diri tidak berharga lagi karena pernah dilecehkan secar seksual; (j) merasa bentuk fisik tidak sempurna; (k) merasa berpendidikan rendah.

(4)

2.2.5 Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri Tinggi

Fatimah (2006) mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional adalah sebagai berikut :

a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat dari orang lain.

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri

d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil)

e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang lain)

f.Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya

g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

(5)

mengerjakan segala sesuatu; (b) mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai; (c) mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi; (d) mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi; (e) memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya; (f) memiliki kecerdasan yang cukup; (g) memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup; (h) memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing; (i) memiliki kemampuan bersosialisasi; (j) memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik; (k) memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup; (l) selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup.

2.2.6 Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri Rendah

(6)

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Widoyoko (2009) yang menunjukkan beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri diantaranya adalah: (a) berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok; (b) menyimpan rasa takut atau kekhawatiran terhadap penolakan; (c) sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri, namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri; (d) pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif; (e) takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil; (f) cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri); (g) selalu menempatkan atau memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu; (h) mempunyai

external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan atau penerimaan serta bantuan orang lain).

Secara khusus Hakim (2005) mengidentifikasi berbagai gejala perilaku tidak percaya diri di kalangan remaja terutama yang berusia sekolah antara SMP dan SMA, antara lain:

a. Takut menghadapi ulangan

b. Menarik perhatian dengan cara yang kurang wajar

(7)

berbagai ulah untuk membuat teman tertawa saat sedang belajar di kelas. Perbuatan seperti ini umumnya dilakukan oleh siswa yang memiliki berbagai kekurangan dalam prestasi.

c. Tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat

Pada saat guru member kesempatan untuk bertanya, yang terjadi adalah jarang siswa yang berani bertanya sekalipun mereka belum mengerti pelajaran yang baru dijelaskan. Begitu pula dalam menyatakan pendapat. Setiap kali guru member kesempatan kepada siswa untuk menyatakan pendapat, jarang siswa yang memiliki inisiatif dan keberanian untuk menyatakan pendapatnya.

d. Salah tingkah atau grogi saat tampil di depan kelas

Jika guru memerintahkan siswa satu per satu tampil di depan kelas untuk mengerjakan suatu tugas, maka akan tampak jelas perbedaan antara siswa yang memiliki rasa percaya diri dan siswa yang tidak percaya diri. Pada saat seorang siswa yang tidak percaya diri tampil di depan kelas biasanya akan tampak gejala antara lain bicara tergagap-gagap, muka agak pucat, tidak berani menatap teman-teman yang sedang dihadapinya, dan gemetar.

e. Timbulnya rasa malu yang berlebihan

(8)

yang justru mencerminkan tingkah laku yang agresif, nakal dan sikap tidak sopan.

f.Tumbuhnya sikap pengecut

Gejala sikap pengecut bisa dilihat pada remaja yang ingin menunjukkan keberadaannya sebagai jagoan yang suka berkelahi seperti dalam film. Akan tetapi, karena rasa percaya diri yang rendah maka hal ini diwujudkan dengan cara berkelahi main keroyokan. Selain itu, banyak siswa yang ingin banyak bicara di kelas pada saat guru mengajar, tetapi mereka tidak berani menyatakannya secara wajar. Keinginan berbicara tadi diwujudkannya dalam bentuk sikap “nyeletuk” yang kadang-kadang tidak sopan karena bertujuan untuk sekedar menarik perhatian teman kelas.

g. Sering mencontek pada saat menghadapi tes

Gejala tidak percaya diri saat menghadapi tes ditunjukkan dengan timbulnya rasa cemas, gugup dan keluar keringat dingin. Sebelum tes dimulai, siswa sudah meminta tolong pada temannya agar mau duduk di dekatnya dan mau membantunya. Pada saat tes berlangsung, banyak siswa yang melihat buku catatan atau melihat lembaran tes temannya.

h. Mudah cemas dalam menghadapi berbagai situasi

(9)

i.Salah tingkah dalam menghadapi lawan jenis

Gejala tidak percaya diri muncul ditunjukkan dengan mengganggu lawan jenis, tidak berani sama sekali untuk bergaul dengan lawan jenis atau salah tingkah jika didekati oleh lawan jenis dan cenderung menghindar.

j.Tawuran dan main keroyok

Kenakalan remaja dalam bentuk perkelahian merupakan salah satu bentuk kelemahan kepribadian remaja. Banyak siswa yang mengambil jalan pintas untuk ikut tawuran jika merasa ada pihak dalam jumlah yang lebih banyak dan mundur karena takut jika hanya sedikit orang yang ikut.

2.2.7 Jenis-jenis Kepercayaan Diri

Lindenfield (dalam Kamil, 1997) menyatakan ada 2 jenis kepercayaan diri, yaitu :

a. Kepercayaan diri batin

Yaitu kepercayaan diri yang memberikan kepada individu perasaan dan anggapan bahwa individu dalam keadaan baik. Ada empat ciri utama yang khas pada orang yang mempunyai kepercayaan diri batin yang sehat. Keempat ciri itu adalah :

1)Cinta diri

(10)

peduli pada diri sendiri karena perilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara diri.

2) Pemahaman diri

Orang yang percaya diri batin, ia juga sadar diri. Mereka tidak terus menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka memikirkan perasaan, pikiran, dan perilaku. Dan mereka selalu ingin tahu bagaiamana pendapat orang lain tentang diri mereka.

3)Tujuan yang jelas

Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, karena mereka mempunyai pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bias diharapkan.

4) Berfikir positif

Orang yang mempunyai kepercayaan diri biasanya hidupnya menyenangkan. Salah satunya ialah karena mereka biasa melihat kehidupannya dari sisi positif dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus.

b. Kepercayaan diri lahir

(11)

2.2.8 Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri

Lindenfield (1997) menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam meningkakan atau mengembangkan kepercayaan diri diantaranya sebagai berikut :

a. Cinta

Yang penting bukan besarnya jumlah cinta yang diberikan, tetapi mutunya. Individu perlu terus dicintai tanpa syarat, untuk perkembangan harga diri yang sehat dan langgeng, mereka harus merasa dihargai karena keadaan mereka sesungguhnya, bukan keadaan mereka yang seharusnya, bukan keadaan mereka yang sesungguhnya atau yang diinginkan orang lain.

b. Rasa aman

Ketakutan dan kekhawatiran merupakan hal yang berpengaruh terhadap kepercayaan diri individu. Individu yang selalu khawatir bahwa kebutuhan dasar mereka tidak akan terpenuhi, atau dunia lahiriah atau batiniah mereka setiap saat akan hancur. Akan sulit mengembangkan pandangan positif tentang diri mereka, orang lain, dan dunia pada umumnya. Bila indvidu merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba mengembangkan kemampuan mereka dengan menjawab tantangan serta berani mengambil resiko.

c. Model peran

(12)

ini peran orang lain sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu dalam meningkatkan kepercayaan dirinya.

d. Hubungan

Untuk mengembangkan rasa percaya diri terhadap “segala macam hal”, individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beraneka hubungan dari yang dekat dan akrab di rumah, teman sebaya, maupun yang lebih asing. Melalui hubungan, individu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri yang merupakan unsur penting dari rasa percaya diri batin. e. Kesehatan

Untuk bisa menggunakan kekuatan dan bakat kita, kita membutuhkan energi. Jika individu dalam keadaan sehat, bisa dipastikan bahwa ia akan mendapatkan lebih banyak perhatian, dorongan moral, dan bahkan kesempatan dalam masyarakat atau lingkungan sekitarnya.

2.3 Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok

(13)

sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, member saran dan lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya (Prayitno, 1995).

Bimbingan kelompok juga diartikan sebagai suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok (Tohirin, 2007). Sementara itu menurut Romlah (dalam Lasitosari, 2007) menyebutkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok.

(14)

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Bimbingan Kelompok

Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007) dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta layanan (siswa). Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.

(15)

siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok; (e) melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain; (f) melatih siswa memperoleh keterampilan sosial; (g) membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.

Winkel dan Sri Hastuti (2004) menyebutkan manfaat layanan bimbingan kelompok adalah mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi; siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.

2.3.3 Jenis Bimbingan Kelompok

Terdapat beberapa jenis metode bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007) yaitu:

a. Program Home Room

(16)

dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah sehingga timbul suasana keakraban. Tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efsien. b. Karyawisata

Karyawisata dilaksanakan dengan mengunjungi dan mengadakan peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan pelajaran tertentu. Mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Hal ini akan mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab, kepercayaan diri serta mengembangkan bakat dan cita-cita.

c. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam memlakukan diskusi siswa diberi peran-peran tertentuseperti pemimpin diskusi dan notulis dan siswa lain menjadi peserta atau anggota. Dengan demikian akan timbul rasa tanggung jawab dan harga diri.

d. Kegiatan Kelompok

(17)

kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri.

e. Organisasi Siswa

Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat menjadi salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. melalui organisasi siswa banyak masalah-masalah siswa yang baik sifatnya individual maupun kelompok dapat dipecahkan. Melalui organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam organisasi siswa dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa. f.Sosiodrama

(18)

g. Psikodrama

Hampir sama dengan sosiodrama. Psikodrama adalah upaya pemecahan masalah melalui drama. Bedanya adalah masalah yang didramakan. Dalam sosiodrama masalah yang diangkat adalah masalah sosial, akan tetapi pada psikodrama yang didramakan adalah masalah psikis yang dialami individu. h. Pengajaran Remedial

Pengajaran remedial (remedial teaching) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa untuk membantu kesulitan belajar yang dihadapinya. Pengajaran remedial merupakan salah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa.

2.3.4 Proses Bimbingan Kelompok

Proses bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995) terdiri atas empat tahapan sebagai berikut:

1. Pembentukan

(19)

penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

2. Peralihan

(20)

3. Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: (a) masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan; (b) menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu; (c) anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas; (d) kegiatan selingan.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

Pengakhiran

(21)

hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: (a) pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri; (b) pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiata; (c) membahas kegiatan lanjutan, (d) mengemukakan pesan dan harapan.

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.

2.4 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

(22)

efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2006/2007.

Pinasti (2011) melakukan penelitian tentangUpaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas X SMK NEGERI 1 Jambu”, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari pengujian wilcoxon diperoleh Zhitung = 2,803 dan Ztabel = 1,96 sehingga Zhitung > Ztabel. Dengan demikian maka Ha diterima dan Ho ditolak. Simpulan dari penelitian ini adalah kepercayaan diri siswa kelas X SMK N 1 Jambu dapat meningkat setelah mendapatkan layanan bimbingan kelompok.

2.5 Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

flexible, and self-confident. Playing outdoors positively affects self-esteem, helps a child to maintain a healthy weight, and develop social contacts. Moreover,

Program permainan (game) yang dibuat termasuk dalam kategori permainan yang sederhana, mudah dalam pengoperasiannya, tidak membutuhkan spesifikasi perangkat keras yang tinggi dan

Pengadaan dan Pemasangan Lampu Solar Cell dalam Kabupat en Kampar (Jembat an Bangkinang, Rant au Berangin dan Air

Dari hasil analisis perkembangan perubahan struktural yang dilihat dengan menggunakananalisis trend linier dapat diketahui trend perubahan struktural untuk sektor pertanian

3ahwa dalam rangka pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajaran Semester Qenap20l2l20l3, Fakultas Tekuik Universitas Negeri Yogyakarta, perlu menetapkan Tugas Mengajar

[r]

Plrru Pcnrbaurrr Dckir,t di lingkirlrglirr Firktrlrirs Tlkrrik

Berdasarkan hasil evaluasi prakualifikasi pada pekerjaan DED Bangunan Rehabilitasi Korban Narkoba, telah didapatkan hasil 5 (Lima) daftar pendek calon penyedia