“Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal untuk Menghadapi Tantangan Global” IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA KEJURUAN MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL
Wagiran
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY e-mail: wa_giran@yahoo.com; wagiran@uny.ac.id
Abstrak
Pendidikan termasuk pendidikan kejuruan memiliki dua peran penting sebagai pelestari nilai-nilai dan norma di masyarakat sekaligus sebagai agen perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan kejuruan tidak semata-mata menjadi agen perubahan namun juga perlu berperan dalam melestarikan nilai-nilai dan norma-norma yang layak dilestarikan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Pelestarian nilai-nilai dan norma tersebut terkait erat dengan upaya menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi tinggi namun juga memiliki sikap dan moralitas yang unggul. Tantangan global mengharuskan setiap negara secara sungguh-sungguh menyiapkan kualitas sumberdaya manusia sebagai satu-sartunya sumberdaya aktif penentu kejayaan dan eksistensi suatu bangsa. Berbagai bukti menunjukkan bahwa kemjuan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari penanaman nilai-nilai khas bangsa tersebut. Jepang, Korea Selatan,Jerman merupakan contoh negara yang berhasil menjadikan karakter bangsa sebagai modal untuk memasuki persaingan di era global. Karakter bangsa menjadi landasan kokoh bagi pengembangan modernisasi yang tidak terkalahkan oleh penetrasi nilai-nilai budaya asing tetapi sebaliknya menjadi kekuatan transformatif yang dahsyat untuk mencapai kemajuan. Dalam konteks penyiapan tenagakerja kejuruan era global, pertanyaan mandasar yang perlu dijawab adalah: (a). karakter apasajakah yang perlu ditanamkan kepada peserta didik agar mampu berjaya di era global, dan (b). bagaimanakah implementasi pendidikan karakter dalam upaya menyiapkan tenaga kerja yang mampu bersaing di era global. Tiga strategi dapat ditempuh dalam upaya penanaman karakter yaitu: (a) integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum persekolahan, (b). integrasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, dan (c) integrasi pendidikan karakter dalam iklim/budaya sekolah. Melalui upaya tersebut diharapkan terwujud tenaga kerja kejuruan yang handal dan berkarakter serta mampu bersaing di era global.
Kata Kunci: pendidikan kejuruan, pendidikan karakter, era global
Pendahuluan
“Pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Ki Hadjar Dewantara).
Dewasa ini pentingnya pendidikan karakter marak dibicarakan dalam berbagai
seminar, lokakarya, pertemuan ilmiah, perumusan kurikulum, diskusi, perkuliahan dan
forum-forum lain baik formal maupun informal. Berbagai fenomena, fakta, maupun
peristiwa baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun internasional seolah
menjadi pengungkit pentingnya penguatan kembali pendidikan karakter dalam menyiapkan
kekerasan antara suku, pemanasan global, mulai lunturnya nilai-nilai etika dan tatakrama
di kalangan generasi muda, rendahnya daya saing tenega kerja, perkelahian tenaga kerja,
perkelahian pelajar, maraknya penggunaan narkoba, minuman keras dan lainnya
merupakan alasan kuat bagi upaya penanaman kembali karakter baik melalui proses
pendidikan formal maupun di masyarakat.
Pembangunan karakter dewasa ini juga menjadi isu dan perhatian nasional.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Vivanews, 2009) mengemukakan pentingnya
pembentukan karakter bangsa yang bertolak pada manusia yag berakhlak dan berbudi baik
dengan tujuan mencapai persaudaraan yang unggul dan mulia. Hal ini selaras denegan
ungkapan Fasli Jalal (www.roll.co.id) bahwa: ketika dunia pendidikan mampu
menghasil-kan manusia jujur, visioner, disiplin mampu bekerja sama, bertanggung jawab dalam
bekerja, adil dan peduli, maka bangsa ini dapat berjaya. Menteri Pendidikan Nasional
dalam sambutannya pada peringatan Hari Pendidikan Nasional Tanggal 2 Mei 2010
(www.kemdiknas.go.id) menekankan bahwa pembangunan karakter & pendidikan karakter
merupakan suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik
menjadi cerdas juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya
sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat pada
umumnya. Bangsa yang berkarakter unggul, di samping tercermin dari moral, etika dan
budi pekerti yang baik, juga ditandai dengan semangat, tekad dan energi yang kuat, dengan
pikiran yang positif dan sikap yang optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan
kebersamaan yang tinggi. Totalitas dari karakter bangsa yang kuat dan unggul, yang pada
kelanjutannya bisa meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa, menuju Indonesia
yang maju, bermartabat dan sejahtera di Abad 21.
Dalam konteks yang lebih luas, sejarah telah mencatat bahawa kemajuan di suatu
nengara tidak dapat dilepaskan dari kuatnya karakter yang dimiliki oleh masyarakatnya.
Bangsa Musasih yang hidup dalam masa 1584 – 1645 menjadi suatu bangsa yang maju dan
disegani pada masa itu dengan 9 karakter yang dimilikinya. Kesembilan karakter tersebut
antara alain: (1) berpikirlah dengan membuang semua ketidakjujuran, (2) bentuklah dirimu
sendiri di jalan yang benar, (3) pelajarilah semua seni, (4) pahamilah jalan semua
pekerjaan, (5) pahamilah keunggulan dan kelemahan dari segala sesuatu, (6) kembangkan
mata yang tajam dalam segala hal, (7) pahamilah apa yang tidak terlihat oleh mata, (8)
berikan perhatian bahkan pada hal-hal terkecil sekalipun, (9) jangan melibatkan diri dalam
Kemajuan yang dicapai Jepang dengan etos kerja Bushido merupakan bukti bahwa
pembangunan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari penanaman nilai-nilai khas/karakter
bangsa tersebut. Jepang menjadikan karakter bangsa yang bersumber dari tradisi sebagai
modal untuk memasuki persaingan di era global. Masyarakat Jepang membuktikan, tradisi
justru bisa dijadikan landasan kokoh bagi pengembangan modernisasi. Nilai-nilai kearifan
lokal tidak terkalahkan oleh penetrasi nilai-nilai budaya asing tetapi sebaliknya menjadi
kekuatan transformatif yang dahsyat untuk mencapai kemajuan. Tradisi justru menjadi
fasilitator kemajuan. Dengan tradisi, mereka mencapai Jepang yang modern seperti
dicita-citakan oleh para samurai. Etos kerja Bushido terdiri dari tujuh prinsip yang terdiri dari: (1)
Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika
harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian
adalah kematian yang terhormat; (2)Yu- berani dan bersikap kesatria; (3)Jin- murah hati,
mencintai dan bersikap baik terhadap sesama; (4) Re - bersikap santun, bertindak benar;
(5) Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan
sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih; (6)Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan;
dan (7)Chugo- mengabdi dan loyal.
Kemajuan luar biasa yang dicapai Korea Selatan tak terlepas dari gerakan Semaul
Undongsebagai gerakan untuk “melihat kejayaan dan nilai-nilai masa lalu” sebagai dasar
pijakan untuk bergerak maju dan bersaing dengan bangsa lain di era global. Pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan nasional Korea Selatan sungguh sangat mengagumkan. Negeri
kering hanya bermodal batu dan bukit kapur itu kini menjadi salah satu raksasa ekonomi
lantaran satu ambisi besar: Melebihi Jepang dalam segalanya. “Jika Jepang mampu
berkembang luar biasa, maka Korea mesti bisa lebih dari itu”.
Apabila dicermati, paradigma pembangunan sumberdaya manusia di Korea Selatan
[image:3.595.179.407.598.707.2]amatlah sederhana sebagaimana tergambar dalam diagram 1 berikut:
Gambar 1. Diagram Pembagunan Sumberdaya Manusia Korea Selatan SCIENCE &
TECHNOLOG Y
WORK ETHIC
Paradigma pembangunan sumberdaya manusia diarahkan untuk menjadikan
manusia Korea Selatan sebagai Human Capital. Human Capital dapat dibentuk melalui
dua variabel utama yaitulevel of science and technology dan work ethic. Berdasarkan hal
tersebut maka pendidikan di Korea Selatan diarahkan pada pengembangan ilmu dan
teknologi serta etos kerja. Hasilnya dapat kita lihat sekarang, Kore Selatan menjadi negara
yang maju dan disegani dalam aspek ekonomi. Secara rinci, karakter kerja bangsa Korea
Selatan adalah: (1) kerja keras; (2) disiplin; (3) berhemat, (4) menabung; dan (5)
mengutamakan pendidikan. Dengan lima karakter kerja tersebut, kini Korea Selatan
berada di urutan terkemuka produsen teknologi dunia.
Jerman dikenal sebagai negara maju dengan keunggulan dalam aspek teknologi dan
pendidikan. Dengan keterpaduan(link and match)menjadikan dunia pendidikan dan dunia
usaha dalam hal ini industri saling berkolaborasi secara menguntungkan dalam
meng-hasilkan tenaga kerja yang handal. Dunia pendidikan mampu mensuplay tenaga kerja siap
pakai, demikian pula dunia industri memberikan dukungan penuh bagi terselenggaranya
pendidikan yang berkualitas. Produk-produk Jerman membanjiri dunia dengan mutu kelas
satu, mulai dari otomotif, farmasi, elektronika, telekomunikasi, permesinan, kosmetika
hingga fashion. Keunggulan bangsa Jerman, terletak pada etos/karakter kerja Protestan
yang terdiri dari enam prinsip, yakni: (1) bertindak rasional, (2) berdisiplin tinggi, (3)
bekerja keras, (4) berorientasi kekayaan material, (5) menabung dan berinvestasi, dan (6)
hemat, bersahaja & tidak mengumbar kesenangan. Dengan karakter kerja tersebut Jerman
menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan di kawasan Eropa.
Dari berbagai gambaran tersebut di atas, jelas bahwa penanaman karakter
merupakan aspek penting dalam pembangunan sumberdaya manusia suatu bangsa. Dalam
konteks pendidikan kejuruan maka perlu dikaji berbagai hal menyangkut karakter tenaga
kerja kejuruan seperti apa yang perlu ditanamkan dan bagaimana upaya menanamkan
karakter kerja tersebut. Tulisan ini bermaksud memberikan sumbangan pemikiran terhadap
upaya mempersiapkan tenaga kerja kejuruan yang berkarakter menghadapi era global
melalui penguatan karakter kerja. Hal ini tidak terlepas dari fungsi pendidikan kejuruan
sebagai pelestari nilai-nilai dan norma di masyarakat sekaligus sebagai agen perubahan
Pembahasan
1. Memaknai Pendidikan Karakter
Terdapat berbagai rumusan dlam memaknai karakter maupun pendidikan karakter.
Rumusan tersebut antara lain:
1. Character is the combination of personal qualities that make each person unique. Teachers, parents, and community members help children build positive character qualities. For example, the six pillars of character are trustworthiness, respect, responsibility, fairness, caring, and citizenship. Character deals with how people think and behave related to issues such as right and wrong, justice and equity, and other areas of human conduct(www.eduscapes.com).
2. Character is attribute or a quality that defines a person. This means that you are defined by a certain set of habits, qualities or attitudes and these form the basis upon which you character is judged(www.indianchild.com)
3. Character education is the development of knowledge, skills, and abilities that encourage children and young adults to make informed and responsible choices (www.eduscapes.com).
4. Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values (Lickona, www.goodcharacter.com) Lebih lanjut Lickona mengemukakan: “When we think about the kind of character we want for our children, it’s clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right—even in the face of pressure from without and temptation from within.”
5. Character education is the development of knowledge, skills, and abilities that enable the learner to make informed and responsible choices. It involves a shared educational commitment that emphasizes the responsibilities and rewards of productive living in a global a diverse society(www.urbanext.illinois.edu)
6. Character education is an umbrella term loosely used to describe the teaching of children in a manner that will help them develop variously as moral, civic, good, mannered, behaved, non-bullying, healthy, critical, successful, traditional, compliant and/ or socially-acceptable beings (wikipedia.com)
7. Character education (CE) is everything you do that influences the character of the kids you (Elkin & Sweet, 2004)
Dari berbagai pendapat tersebut secara sederhana dapat dirumuskan bahwa pada
dasanya karakter menyangkut kualitas diri dan keyakinan seseorang yang akan melandasi
perilaku Sedangkan pendidikan karakter adalah upaya meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan maupun sikap yang dibutuhkan agar seseorang berperilaku sesuai dengan
2. Karakter Tenaga Kerja Kejuruan Menghadapi Tantangan Global
Pertanyaan mendasar dalam kerangka penyiapan tenaga kerja kejuruan adalah
karakter kerja seperti apa yang perlu ditanamkan kjepada peserta didik dalam menyiapkan
tenaga kerja kejuruan di era global. Survey yang penulis lakukan terhadap 130 industri di
seluruh Indonesia menujukkan bahwa aspek-aspek kompetensi yang dirasa penting oleh
industri yang juga merupakan kelemahan utama lulusan adalah: kejujuran, etos kerja,
tanggungjawab, disiplin, menerapkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja,
inisiatif dan kreatifitas (Wagiran, 2008; 2009). Temuan ini selaras dengan kajian yang
dilakukan Muchlas Samani (2007) yang menemukan urutan kompetensi utama yang
dibutuhkan industri yang meliputi: jujur, disiplin, tanggungjawab, kerjasama, memecahkan
masalah, dan penguasaan bidang kerja. Andreas (2007, dalam Muchlas Samani, 2007)
menunjukkan bahawa kompetensi utama yang diharapkan industri meliputi urutan: jujur,
disiplin, komunikasi, kerjasama, dan penguasaan bidang studi. Dengan demikian jelas
bahwa karakter memiliki peran pentying dalam menentukan suksesnya tenaga kerja dalam
suatu industri.
Dalam konteks yang lebih luas, Soto (2005 dalam Zamroni, 2009) mengidentifikasi
kompetensi yang diperlukan di abad 21 bagi kehidupan masyarakat yang mulkultural,
antara lain: (1) memiliki integritas pribadi yang kokoh dengan memegang teguh etika
bertanggung jawab bagi kemajuan masyarakatnya dan memegang teguh etika dalam
perilaku pribadi dan profesionalnya; (2) menjadi a learning person, senantiasa
mem-perluas dan memperdalam pengetahuan & skills yang dimiliki; (3) memiliki kemampuan
berkerjasama dengan segala perbedaan yang dimiliki; d) menguasai dan memanfaatkan
ITC; da (4) mampu mengambil keputusan yang senantiasa berlandaskan kepentingan
masyarakat luas.
Kay (2008) menganalisis perkembangan yang akan terjadi di abad 21 dan
mengidentifikasi kompetensi apa yang diperlukan dan menjadi tugas pendidikan untuk
mempersiapkan warga negara dengan kompetensi tersebut. Terdapat 5 kondisi/konteks
baru dalam kehidupan berbangsa, yang masing-masing memerlukan kompetensi
tertentu. Kondisi tersebut antara lain: (1) kondisi kompetisi global (perlu kesadaran
global dan kemandirian), (2) kondisi kerjasama global (perlu kesadaran global,
kemampuan bekerjasama, penguasaan ITC), (3) pertumbuhan informasi (perlu melek
teknologi, critical thinking & pemecahan masalah), (4) perkembangan kerja dan karier
& adaptable), (5) perkembangan ekonomi berbasis pelayanan jasa, knowledge
economy (perlu Melek informasi, critical thinking dan pemecahan masalah). Oleh
karenanya lembaga pendidikan harus mempersiapkan siswa dengan kemampuan: (1)
kesadaran global, (2) watak kemandirian, (3) kemampuan bekerjasama secara global,
(4) kemampuan menguasai ITC, (5) kemampuan melek teknologi, (6) kemampuan
intelektual yang ditekankan pada critical thinking dan kemampuan memecahkan
masalah, (7) kemampuan untuk melakukan innovasi & menyempurnakan, dan, (8)
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang bersifat fleksibel & adaptabel.
Mutu lembaga pendidikan ditentukan bagaimana jawaban atas pertanyaan: (1)
apakah peserta didik mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah?, (2) apakah peserta
didik memiliki kesadaran global? (3) apakah peserta didik memiliki kemandirian? (4)
apakah peserta didik mampu bekerjasama dengan baik? (5) apakah peserta didik melek
teknologi? (6) apakah peserta didik memiliki watak pembaharu? (7) apakah peserta didik
mampu berkomunikasi secara efektif? Kalau jawaban “ya”, maka lembaga pendidikan
tersebut bermutu. Semakin tinggi skor dekat dengan ya, semakin bermutu sekolah itu.
Berdasarkan kemampuan tersebut di atas, Kay mengidentifikasi 5 kemampuan yang
amat penting dalam kehidupan, yakni, (1) etika kerja, (2) kemampuan berkolaborasi, (3)
kemampuan berkomunikasi, (4) tanggung jawab sosial, dan, (5) berpikir kritis dan
memecahkan masalah.
Perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakat mengarah pada satu trend
besar dan universal, yakni perubahan dan kemajuan. Pengalaman perkembangan
teknologi selama ini menunjukan tingkat perkembangan yang terjadi amat cepat dan
dampaknya juga cepat menyebar dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam
aspek kultur. Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus mempersiapkan diri dengan
baik dan masuk arus perubahan dengan cerdas agar bisa memanfaatkan peluang yang ada,
tidak sekedar memperoleh dampak negatif belaka. Kompetensi abad ke-21 harus pula
dijadikan acuan perencanaan kurikulum. Lembaga pendidikan harus mulai mengubah
mind set-nya. Mengajar tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi dan
ketrampilan, melainkan mengajar juga mentransfer kehidupan. Implikasi yang paling dekat
adalah semua pengajar, tidak pandang mata pelajaran yang diampu, memiliki tanggung
jawab membangun moral dan karakter peserta didik. Pengembangan karakter tidak bisa
diajarkan, melainkan dikembangkan lewat proses pembiasaan. Oleh karena itu, perilaku
3. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Menyiapkan Tenaga Kerja Kejuruan
Implementasi pendidikan karakter dalam lingkup pendidikan kejuruan tidak
ter-lepas dari aspek kurikulum, pembelajaran, dan iklim/budaya sekolah. Oleh karena itu,
pertanyaan dasar yang harus dijawab dalam hal ini adalah: (1) bagaimanakah
menginte-grasikan karakter dalam kurikulum SMK, dan (2) bagaimana menciptakan strategi yang
mendukung implementasi integrasi karakter dalam pembelajaran, (3) bagaimanakah
menciptakan iklim dan budaya sekolah dalam mendukung integrasi karakter dalam proses
pendidikan.
a. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum
Untuk membahas integrasi karakter dengan kurikulum, perlu disepakati dulu
bahwa kurikulum adalah skenario pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan potensinya agar
mampu menghadapi problema kehidupan dan kemudian memecahkannya secara arif dan
kreatif, berarti pembelajaran pada semua matapelajaran seharusnya diorientasikan ke
tujuan itu dan hasil belajar juga diukur berdasarkan kemampuan yang bersangkutan dalam
memecahkan problem kehidupan. Pengembangan aspek-aspek karakter tersebut dapat
dibarengkan dengan substansi matapelajaran atau sebagai metode pembelajarannya.
Jika digunakan kurikulum berorientasi kompetensi maka karakter seharusnya
dimasukan sebagai kompetensi dasar yang dikembangkan bersama mata pelajaran lainnya.
Dengan demikian setiap matapelajaran dituntut untuk mengembangkannya bersama
kompetensi substansi matapelajaran atau bahkan merupakan aplikasi substansi
mata-pelajaran dalam kehidupan. Guru perlu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
pembelajaran dengan memperhatikan integrasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran
yang diampunya.
b. Integrasi Karakter dalam Pembelajaran
Pelaksanaan integrasi karakter dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan
bermacam-macam strategi dengan melihat kondisi sisiwa serta lingkungan sekitarnya, oleh
sebab itu pelaksanaan integrasi karakter a dalam pendidikan memiliki prinsip-prinsip
umum seperti: (1) tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku, (2) tidak mengubah
kurikulum, (3) pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to learn,
learning to be, dan learning to live together, dan (4) dilaksanakan secara kontekstual
memperhatikan prinsip-prinsip tersebut integrasi karakter dalam pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan berbagai model, misalnya model pembelajaran dan pelatihan
berbasis proyek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning), pembelajaran terlibat secara langsung (hands-on learning), pembelajaran
berbasis aktivitas (activities based learning), dan pembelajaran berbasis kerja (work based
learning). Dengan model-model di atas memungkinkan subjek didik banyak melakukan
sesuatu, bukan sekedar memahami dan mendengarkan.
Sedikitnya terdapat tiga model implementasikarakter yang perlu dipertimbangkan,
yaitu: (1) model integratif, (2) model komplementatif, dan (3) model diskrit (terpisah).
Dalam model integratif, implementasi karakter melekat dan terpadu dalam
program-program kurikuler, kurikulum yang ada, dan atau mata pelajaran yang ada, bahkan proses
pembelajaran. Program kurikuler atau mata pelajaran yang ada hendaknya bermuatan
kepada penanaman karakter. Model ini membutuhkan kesiapan dan kemampuan tinggi dari
sekolah, kepala sekolah dan guru mata pelajaran. Kepala sekolah dan guru dituntut untuk
kreatif, penuh inisiatif, dan kaya akan gagasan. Guru dan kepala sekolah harus pandai dan
cekatan menyiasati dan menjabarkan kurikulum, mengelola pembelajaran, dan
mengem-bangkan penilaian. Keuntungannya model ini, adalah relatif murah, tidak membutuhkan
ongkos mahal, dan tidak menambah beban sekolah, terutama kepala sekolah, guru ataupun
peserta didik.
Dalam model komplementatif, implementasi karakter, ditambahkan ke dalam
program pendidikan kurikuler dan struktur kurikulum yang ada; bukan dalam mata
pelajaran. Pelaksanaannya dapat berupa menambahkan mata pelajaran karakter dalam
struktur kurikulum. Model ini membutuhkan waktu tersendiri atau waktu tambahan, juga
guru tambahan dan membutuhkan ongkos yang relatif mahal. Selain itu, penggunaan
model ini dapat menambah beban tugas siswa dan guru serta membutuhkan finansial yang
tidak sedikit yang dapat memberatkan pihak sekolah. Meskipun demikian, model ini dapat
digunakan secara optimal dan intensif untuk membentuk karakter peserta didik.
Dalam model terpisah (diskrit), implementasi karakter disendirikan, dipisah, dan
dilepas dari program-program kurikuler, atau mata pelajaran. Pelaksanaannya dapat berupa
pengembangan karakter yang dikemas dan disajikan secara khusus pada peserta didik.
Penyajiaannya bisa terkait dengan program kurikuler atau bisa juga berbentuk program
ekstrakurikuler. Model ini memerlukan persiapan yang matang, ongkos yang relatif mahal,
salah penerapan, namun model ini masih dapat digunakan untuk membentuk karakter
peserta didik secara komprehensif dan leluasa.
Pemilihan model yang diterapkan tersebut akan sangat tergantung dari berbagai
kesiapan beberapa aspek termasuk karakteristik sekolah masing-masing. Melalui proses
evaluasi diri, ujicoba, validasi, implementasi dan evaluasi akan didapatkan pola yang
cocok untuk masing-masing sekolah.
c. Implementasi Karakter dalam Iklim/Budaya Sekolah
Aspek-aspek karakter, khususnya yang bersifat sikap (merupakan perwujudan
kesadaran diri) banyak yang sebenarnya merupakan bagian aktivitas sehari-hari manusia.
Secara teoritik aspek sikap atau ranah afektif lebih efektif jika dikembangkan melalui
kebiasaan sehari-hari. Misalnya disiplin pada siswa akan lebih mudah dikembangkan jika
disiplin telah menjadi kebiasaan sehari-hari di sekolah. Jujur, kerja keras, saling toleransi
dan sebagainya akan mudah dikembangkan jika aspek-aspek tersebut sudah menjadi
kebiasaan sehari-hari di sekolah. Dala konteks pendidikan kejruuan penumbuhan iklim
kerja industri menjadi langkah yang dirasa efektif dalam upaya menumbuhkan sikap kerja
siswa yang diharapkan nantinya sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh industri.
Kerjasama dengan berbagai industri akan memberikan pengalaman langsung bagi sisiwa
sehingga dengan sendirinya akan tumbuh sikap maupun etos kerja seseuai dengan harapan
dunia kerja.
Simpulan dan Rekomendasi
Pemantapan karakter dalam pendidikan kejuruan merupakan langkah strategis
untuk menghasilkan tenaga kerja kejuruan yang berkarakter dan mampu bersaing di era
global. Langkah ini merupakan upaya meningkatkan relevansi kompetensi lulusan dengan
kebutuhan dunia kerja/industri. Pengembangan pola implementasi pendidikan karakter
merupakan langkah lanjutan yang perlu segera dilakukan guna meningkatkan efektifitas
program pendidikan kejuruan khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
“Fasli: Dunia pendidikan harus bangun karakter bangsa” (10 Februari 2010). Diambil pada tanggal 6 April 2010 dariwww.roll.co.id.
Character and Ethics. Diambil pada tanggal 6 April 2010 dariwww.eduscapes.com
Character Education: Creating A Framework for Excellence. Diambil pada tanggal 6 April 2010 dariwww.urbanext.illinois.edu.
Elkind, D.H., & and Freddy Sweet, F. (2004)How to Do Character Education. Diambil pada tanggal 6 April 2010 dari www.goodcharacter.com.
Kay, K. (2008) “Preparing Every Child for the 21st Century”. APEC EdNet – Xi’an Symposium Xi’an China, January 17.
Kemdiknas (2010) Sambutan Menteri Pendiidkan Nasional pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Kemendiknas. Diambil pada tanggal 6 April 2010 dariwww.kemdiknas.go.id.
Wagiran. (2008). The Importance of Developing Soft Skills in Preparing Vocational High School Graduates. International Conference on VTE Research and Networking 2008: Nurturing Local VTE Research Efforts: A Response to Global Challenges 7 – 8 July 2008 Inna Grand Bali Beach Hotel, Bali, Indonesia.
________. (2009). Paradigma Peningkatan Mutu Lulusan SMK melalui Integrasi Soft Skills untuk Menghasilkan Lulusan Unggul dan Berdaya Saing.Makalah Seminar Nasional “ Paradigma Baru Mutu pendidikan di Indonesia” Diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian UNY pada Tanggal 25 April 2009 di Auditorium UNY.
What is Character Education?Diambil pada 6 April 2010 dariwww.indianchild.com.