• Tidak ada hasil yang ditemukan

21025 25053 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 21025 25053 1 PB"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN :2301-9085

LEVEL GEOMETRI VAN HIELE SISWA SMP TUNAS BUANA SURABAYA

Wawan

Jurusan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, Email:wenky.wawan@yahoo.com

Mega Teguh Budiarto

Jurusan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, Email:megatbudiarto@unesa.ac.id

Abstrak

Level geometri Van Hiele merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa dengan pendekatan geometri. Van Hiele melevelkan kedalam 5 level yaitu level 0 (Visualisai), level 1 (Analisis), level 2 (Deduksi Informal), level 3 (Deduksi), dan level 4 (Rigor). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan level berfikir siswa menurut level geometri Van Hiele di SMP Tunas Buana Surabaya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metodenya menggunakan soal tes piligan ganda yang di adopsi dari disertasi Sunardi tahun 2005. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII A SMP Tunas Buana Surabaya tahun pelajaran 2016/2017. Kemampuan berpikir siswa diperoleh berdasarkan hasil tes uji level geometri Van Hiele dengan menggunakan tabel pelevelan yang di ambil dari disertasi Sunardi tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukan siswa yang termasuk kedalam level 2 geometri Van Hiele 1 orang, siswa yang termasuk kedalam level 1 geometri Van Hiele 6 orang, dan 31 orang termasuk kedalam level 0. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa 82% siswa masih dalam tahap level 0.

Kata Kunci: Level Geometri Van Hiele, Van Hiele, Kemampuan Berpikir, Geometri, Segiempat.

Abstract

Van Hiele Geometry level is a way to know student thinking capability using geometry approach. Van Hiele levels these capabilities into 5 levels, they are level 0 (Visualization), level 1 (Analysis), level 2 (Informal Deduction), level 3 (Deduction), and level 4 (Rigor). The purpose of this research is to describe student’s level of thinking based on Van Hiele geometry level in SMP Tunas Buana Surabaya.

This research is descriptive qualitative research which uses multiple choices test that adopted from Sunardi’s dissertation in 2005 as the method. Research subject of this research is VIII A grade students of SMP Tunas Buana Surabaya, school year 2016/2017. Student thinking capability is obtained based on the result of Van Hiele geometry test using table of levels taken from Sunardi’s dissertation in 2005.

The research result shows that the student who included in Van Hiele geometry level 2 is 1 student, student who included in Van Hiele geometry level 1 is 6 students, and 31 students are included in level 0. Based on the explanation, it can be concluded that 82% of the students are still in level 0.

(2)

PENDAHULUAN

Dunia pendidikan saat ini berkembang sangat cepat. Hal itu dibuktikan dengan adanya perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Hal itu terjadi karena pergerakan dunia global yang terus meningkat, sehingga dunia pendidikan juga harus mengikutinya. Dengan adanya pembaharuan kurikulum maka sistem pengajaran dan bahan ajar melakukan pembaharuan mengikuti kebutuhan dan perkembangan zaman saat ini. Adanya pembaruan kurikulum diharapkan mampu melahirkan lulusan siswa yang diharapkan sesuai dengan perkembangan zaman.

Dunia pendidikan di Indonesia dibagi kedalam 3 tingkatan satuan pendidikan, yaitu tingkat satuan dasar, menengah dan tinggi. Pada tingkat satuan menengah dikenalkan matematika sekolah. Matematika sekolah didalamnya terdapat materi ajar berupa Aljabar, Kalkulus, Bilangan, dan Geometri. Matematika sekolah diajarkan sesuai dengan kurikulum di setiap tingkatan pendidikan.

Geometri adalah salah satu materi ajar yang diajarkan pada tingktan menengah. Geometri mengenalkan titik, bentuk sampai hal – hal yang bersifat abstrak. Hal ini disesuaikan dengan tingkatan dan kemampuan cara berpikir anak. Bentuk-bentuk geometri juga banyak dijumpai pada kehidupan kita sehari-hari. Mulai yang sederhana seperti meja, kursi, jam dinding, sampai yang rumit seperti bentuk masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vector dan transpormasi.” Alifah (2012: 4) melanjutkan “geometri yang diajarkan di sekolah berguna untuk mengingkatkan berpikir logis dan membuat generalisai secara benar.”

Materi geometri merupakan salah satu materi yang sukar difahami siswa di SMP Tunas Buana. Di tambah kurang singkronnya antara pemahaman guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan siswa yang merupakan objek pembelajaran. Hal ini dikarenakan masih belum diketahuinya kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami pembelajaran. Sehingga dibutuhkan adanya penggolongan kemampuan siswa agar guru dapat menyiapkan pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami pembelajaran.

Van Hiele adalah seorang ilmuan dari belanda yang memberikan pandangan tentang pola pikir anak berdasarkan kemampuan anak dalam mengamati objek-objek geometri. Van Hiele dalan bukunya yang berjudul

The Level Theory Geometric of Van Hiele mengatakan bahwa tahapan pola pikir anak di bagi kedalam 5 level yaitu dari level 0 sampai 4. Level 0 Recognition or Visualitation, level 1 analysis, level 2 ordering or informal deductive, level 3 deduction or fotmal deductive, and level 4 Rigor.

Level 0 Recognition (kemampuan visual) pada level ini anak hanya bisa memahami sebuah objek dari visualnya atau berdasarkan dari penglihatan. Level 1 Analysis pada level ini anak bukan hanya melihat bentuknya akan tetapi sudah bisa menganalisanya. Level 2 ordering or informal deductive pada level ini akan sudah bisa membedakan ojek-objek yang mirip dan sudah bisa menyimpulkan secara deduktif namun belum bisa memberikan alasan penarikan kesimpulannya secara rinci. Level 3 deduction or formal deductive pada level ini anak sudah bisa menarik kesimpulan secara deduktif dan sudah dapat menjelaskan alasannya secara terperinci. Level 4 Rigor adalah level terakhir perkembangan anak, karena pada tahap ini anak sudah bisa memahami arti pentingnya keakuratan. Keakuratan ini menjadikan prinsip dasar pada sebuah pembuktian. Pada penelitian ini penulis hanya menggunaka level 0 sampai 3, karena perkembangan pola pikir siwa SMP masih belum bisa untuk membuktikan sebuah teorema untuk itu level 4 tidak dibahas pada penelitian ini.

Pada dasarnya soerang anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika menggunakan pola pikir yang berurutan dan sesuai dengan usianya. Agar dapat mengetahui sejauh mana seorang anak dapat tumbuh dan berkembang dilihat dari Level Geometri Van Hiele yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – harinya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat berfikir siswa dengan cara mendeskripsikan kemmpuan berpikir geometri siswa.

Penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu 10 Mei 2017 di SMP Tunas Buana Surabaya tahun pelajaran 2016/2017. Subjek penelitian terdiri dari satu kelas yaitu kelas VIII A.

(3)

materi bangun segiempat. Wawancara ini digunakan untuk menguatkan jawaban siswa dalam menjawab soal.

Untuk menganalisis data digunakan 3 tahap yaitu (1) reduksi data; (2) penyajian data dan (3) penarikan simpulan. Penarikan simpulan dilakukan dengan menganalisis data Tes Uji Level Geometri Van Hiele dan Wawancara. Setelah dilakukan analisis terhadap soal tes dan wawancara kemudian dilakuakan penerikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil tes Kemamapuan Matematika dipilih tiga siswa kelas VIII-J sebagai subjek penelitian. Berikut ini merupakan subjek dalam penelitian ini

Berdasarkan penelitian yang dilakulan pada hari Rabu, 10 Mei 2017 dihasilkan data sebagai berikut :

Tabel 4.1. Level Berpikir Geomerti Van Hiele Siswa Kelas VIII A SMP Tunas Buana Surabaya

N data dikelas VIII A SMP Tunas Buana Surabaya terdapat 38 siswa di kelas tersebut dan semuanya hadir pada hari itu. Sehingga data yang diperoleh lengkap sesuai jumlah siswa dikelas tersebut. Dari hasil tes uji level geometri Van Hiele siswa dikelompokkan berdasarkan levelnya.

Seperti tampak pada tabel diatas yang di blok warna merah terdapat satu siswa dengan inisial YSM yang termasuk kedalam level 2, kemudian blok warna kuning terdapat 6 siswa merupakan siswa yang termasuk level 1 yaitu inisial ADA, NSP, AP, NPAS, NAK, dan NN. Blok warna biru muda merupakan siswa yang termasuk level 0 yaitu AMF, AD, AHS, AYS, AA, ARK, AANI, DAJA, IRA, IA, JRA, MRSI, MTK, RAS, WLND, LS, AR, DS, DRA, FAS, FS, FES, FRMS, FTRI, KF, NS, NFA, RAND, RPMI, SA, dan SIA.

Setelah data diperoleh, kemudian peneliti mengambil secara acak untuk mewakili dari masing-masing level geometri Van Hiele untuk dilakukan wawan cara. Perwakilan dari tiap level diwakili oleh inisial LS untuk level berpikir 0, inisial NN untuk level berpikir 1 dan inisial YSM untuk level berpikir 2.

.

Identifikasi Kemampuan Berpikir Siswa dengan Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele Level 2

Siswa yang mampu menjawab benar soal uji level geometri Van Hiele pada skore level 0 dan skore level 2 namun tidak bisa menjawab benar pada skore level 1 maka termasuk kedalam level 2 geometri Van Hiele. Berdasarkan gambar 2.1 hal ini menandakan bahwa siswa sudah mampu memahami materi tentang sifat-sifat bsngun dan hubungan sifat antar bangun. Akan tetapi siswa diatas belum bisa konsisten dalam menjawab dan berdasarkan soal yang dikerjakan maka siswa ini masih belum sepenuhnya memahami hubungan sifat antar bangun-bangun. Sehingga bisa disimpulkan siswa masih pada tahap awal level 2 geometri Van Hiele.

(4)

Siswa yang menjawab benar soal uji level geometri Van Hiele pada skore level 0 dan skore level 1 termasuk kedalam level 1 dan siswa yang menjawab benar soal uji level geometri Van Hiele hanya pada skore level 1 maka termasuk kedalam level 1. Kemudian setelah dilakukan wawancara yang dilakukan terhadap inisial NN diperoleh bahwa siswa tersebut hanya mampu menjawab benar 4 dengan alasan yang masih tidak akurat misalnya poin soal nomor 10 yaitu Peneliti menanyakan “Dua lingkaran dengan pusat di titik P dan Q berpotongan di titik R dan S untuk membentuk bangun segiempat PQRS. Manakah dari (A) – (D) yang tidak selalu benar?” kemudian narasumber menjawab “Sudut P dan Q akan memiliki ukuran sama”. Peneliti menanyakan lagi “Kenapa kamu milih itu?” dan dijawab oleh narasumber “Karena ukurannya sama”. Dari jawaban di atas dapat diketahui bahwa siswa masih belum memahami sifat-sifat bangun dan hubungannya dengan bangun datar lainnya. Dengan demikian siswa pada level 1 ini masih dalam tahap awal pada level 1 tersebut.

Identifikasi Kemampuan Berpikir Siswa dengan Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele Level 2

Siswa yang menjawab benar soal uji level geometri Van Hiele pada skore level 0 maka termasuk kedalam level 0 dan siswa yang tidak bisa menjawab benar secara konsisten maka siswa tersebut juga termasuk kedalam level 0. Kemudian setelah dilakukan wawancara yang dilakukan terhadap inisial LS diperoleh bahwa siswa tersebut hanya mampu menjawab benar 2 dengan rincian 1 pada soal tentang uji level 0 yaitu poin nomor 3 dan 1 soal benar pada soal uji level 1 yaitu poin 6 dan alasan yang masih tidak akurat misalnya poin soal nomor 3 yaitu Peneliti menanyakan “Manakah bangun berikut yang merupakan persegipanjang? “, kemudian narasumber menjawab “Hanya S dan T.”. Peneliti menanyakan kembali “Kalo U?”, narasumber menjawab kembali “Bukan, itu trapesium”, Dikarenakan jawaban masih belum memberikan alasan yang cukup, maka peneliti menanyakan kembali yaitu “apa itu sifat persegipanjang?” dan narasumberpun menjawab “memiliki 2 sisi yang sama panjang”. Adapun untuk poin nomor 6 peneliti menanyakan “P: PQRS Berikut adalah persegi. Manakah hubungan berikut pada persegi PQRS yang benar?” kemudian narasumber menjawab “hem,,, QS dan PR saling tegak lurus”. Pada poin nomor 6 ini narasumber butuh waktu untuk berpikir dan mengakatan “QS dan PR saling tegak lurus” artinya siswa masih belum yakin dengan jawabannya tersebut. Dari pernyataan diatas dapat diketahui perbedaan keduanya yaitu pada soal poin

nomor 3 siswa mampu memberikan penjelasan dengan akurat sedangkan pada soal poin nomer 6 yang berbeda level siswa masih ragu-ragu bahkan alasannya tidak disebutkan, dengan demikian siswa yang termasuk level 0 sudah masuk kedalam tahap pada level 0.

Berdasarkan identifikasi kemampuan berpikir siswa bahwa siswa yang termasuk kedalam level 2 geometri Van Hiele 1 orang, siswa yang termasuk kedalam level 1 geometri Van Hiele 6 orang dan 31 orang termasuk kedalam level 0. Kelemahan yang terdapat pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Hanya dilakukan 1 sampel untuk tes wawancara pada level 0 dan level 1.

2. Tidak melakukan tes wawancara pada siswa yang termasuk kedalam level 2.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan level geometri Van Hiele siswa SMP Tunas Buana Surabaya sebagai berikut:

1.

Terdapat satu siswa yang termasuk level 2 geometri Van Hiele namun masih dalam tahap awal di level 2 hal itu dikarenakan masih belum konsisten dalam menjawab soal uji level geometri Van Hiele.

2.

Terdapat 6 siswa yang termasuk level 1 geometri Van Hiele namun masih tahap awal pada level geometri Van Hiele level 1.

3.

Terdapat 31 siswa yang sudah memasuki level 0 pada level geometri Van Hiele.

4.

Secara umum kemampuan berpikir siswa kelas VIII A di SMP Tunas Buana Surabaya masih pada level 0. Hal itu dikarenakan terdapat 82% siswa termasuk kedalam level 0 geometri Van Hiele.

Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang diperoleh, maka saran yang diberikan oleh peneliti sebagai berikut:

(5)

menggolongkan kemampuan berpikirnya dilihat dari kemampuan geometrinya.

2. Sebaiknya dilakukan wawancara kepada narasumber lebih dari 1 guna memerkuat data dalam menganalisis dan menyimpulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suhasini. 1987. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Amelia

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Hartono, dkk. Geometri Bidang. Surabaya: UNESA University Press (tidak dipublikasikan) Sit, Masganti. 2012. Perkembangan Peserta Didik.

Medan: Perdana Publishing (kelompok Penerbit Perdana Mulya Sarana) anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

Alifah, Siti K. 2012. Identifikasi Tingkat Berfikir Geometri Siswa Menurut Teori Van Hiele Ditinjau dari Perbedaan Gender pada Materi Pokok Segiempat. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Sofyana, Aisia U., Budiarto, Mega T. Profil Keterampilan Geometri Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Level Perkembangan Berfikir Van Hiele. Jurnal skripsi. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Purwoko. Teori Belejar Van Hiele Unit 4 dalam Perkembangan Pembelajaran Matematika SD.

https://www.google.co.id/search?

site=&source=hp&q=van+hiele+menurut+pur woko+&oq=van+hiele+menurut+purwoko+& gs_l=hp.3...3316.26351.0.27171.23.22.1.0.0.0.

541.2872.2j10j4j5-1.17.0....0...1c.1.64.hp..6.1.535...0j0i10k1.jbE Kk_t8e64 (diunduh pada 24 Maret 2017) Van de Walle, John A. dkk. 2012. Elementary and

Middle School Mathematics-Teaching Developmentally-Eight Edition. USA: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data Van de Wale, John A. 2001. Geometric Thinking and

Geometric Concepts. In Elementari and Midldle School Mathematics: theaching Developmentally, 4th ed. Boston: Allin and Bacon.

Hoffer, A.1981. Geometry is more than proof, Mathematics Teacher, 74,11-18.

Budiarto, Mega Teguh. 2006. Profil Abstraksi Siswa SMP dalam Mengonstruki Hubungan antar Segiempat, Disertasi, Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Negeri Srabaya.

Http://digilib.uinsby.ac.id/9647/4/BAB%20II.pdf (di unduh pada 27 April 2017).

Sunardi. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Disertasi.

Gambar

Tabel 4.1. Level Berpikir Geomerti Van Hiele Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa dan uji hipotesis yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa partisipasi stakeholder berpengaruh positif dan

Maksud ditetapkannya Peraturan Menteri ini sebagai dasar bagi pelaku usaha dalam melakukan pembibitan sapi perah yang baik, dan bagi Pemerintah, pemerintah daerah

menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan bibit IV dengan komposisi lumpur yang berasal dari lumpur selokan tahu 50%, lumpur RPH 25 % dan lumpur sungai Badung 25 %

Hal ini menyatakan bahwa besarnya pengaruh jumlah variabel kendaraan bermotor dan faktor fisika terhadap jumlah akumulasi kandungan timbal (Pb) pada tubuh thalus

Seperti tidak membiasakan sarapan pagi yang dapat mengakibatkan makan berlebihan di siang hari dan kelebihan asupannya disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak

Kelompok bahan makanan selama Februari 2017 mengalami penurunan indeks harga sebesar 1,53 persen, sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga relatif

12.3 Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai berat badan akan mengakibatkan diskualifikasi bagi Peserta yang bersangkutan, dan setiap Peserta yang dikenakan diskualifikasi

Artinya, melalui pelaksanaan penilaian kinerja dosen maka institusi pendidikan tinggi tidak hanya bisa mengevaluasi kinerja dosen saat ini tetapi sekaligus juga bisa