• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upload Eprints Undip Ringkasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upload Eprints Undip Ringkasan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

i

RINGKASAN DISERTASI

MOBILITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT

TINGGAL DI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG

UJIAN PROMOSI DOKTOR

Oleh Ir. Ismiyati, MS

L 5B005004

Promotor

Prof. DR. Ir. Sugiono Soetomo, DEA

Co-Promotor

DR. Ir. Bambang Riyanto, DEA

PROGRAM DOKTOR TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERKOTAAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

ii

MAJELIS PENGUJI UJIAN PROMOSI DOKTOR

Ketua

Prof. Drs. Sudharto P. Hadi, MES, PhD

Rektor/Ketua Senat Universitas Diponegoro

Sekretaris

Prof. DR. Ir. Sunarso, MS

Sekretaris Senat Universitas Diponegoro

Anggota

1. Prof. DR. dr. Anies, M. kes, PKK (Direktur Pascasarjana) 2. Prof. DR. Ir. H. Sugiono Soetomo, DEA (Promotor) 3. DR. Ir. Bambang Riyanto, DEA (Co- Promotor)

4. DR. Ir. I.F. Poernomosidhi, M.Sc (Penguji eksternal)

5. Prof. Ir.H. Eko Budihardjo, M.Sc(Penguji internal)

6. DR. Ir. Joesron Alie Syahbana, M.Sc (Penguji internal)

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanallahu Wata’ala atas segala karunia dan petunjuk Nya yang selalu menyertai serta memberikan kekuatan, kesehatan, dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan perjalanan yang panjang dan melelahkan dalam menyelesaikan penulisan disertasi pada Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Penelitian tentang Mobilitas transportasi dan pemilihan tempat tinggal di kawasan Pinggiran Kota Semarang terinspirasi dari kondisi perkembangan pemukiman kearah pinggiran dengan cepat dan tak terkendali, namun disisi lain kemacetan yang terjadi diperlihatkan dengan tingginya proporsi pemakaian kendaraan pribadi dibandingkan dengan penggunaan angkutan umum. Kondisi tersebut berakibat tingginya polusi udara dan menurunnya kualitas perkotaan.

Keberhasilan menyelesaikan disertasi ini tentunya bukan hasil kerja individu penulis, melainkan melibatkan banyak pihak yang ikut berperan dalam berbagai hal. Pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan hati yang tulus penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

(a) Prof. Dr. Ir. Sugiono Soetomo DEA selaku promotor dan Ketua Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Sekretaris Program Dr. Ing. Gagoek Hardiman dan seluruh jajaran pengajar serta karyawan.

(b) Dr.Ir Bambang Riyanto DEA selaku Co-Promotor. (c) Para penguji yang terdiri :

(e) Dekan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Ir. Bambang Pujianto, MT

(f) Direktur Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Prof. DR. dr. Anies,

Mkes, PKK.

(g) Rektor Universitas Diponegoro Prof. Sudharto Prawata Hadi, MES. PhD. Sebagai Rektor dan Ketua Senat Universitas Diponegoro yang telah memberi kesempatan bagi promovenda untuk belajar pada Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Universitas Dipinegoro.

(h) dan Nara sumber yang tidak bisa satu persatu promovendus sebutkan, yang telah berkenan memberikan banyak kritik dan masukan yang sangat membantu penulisan laporan disertasi ini.

Penelitian ini tidak berlangsung dengan baik tanpa bantuan teman-teman yang sangat mendukung di lapangan, dan teman diskusi di Perumahan Taman Setiabudi, Srodol Bumi Indah, Perumahan Tembalang Pesona Asri, Perumahan Bukit Diponegoro, Kecamatan Tembalang di Kota Semarang sebagai daerah studi dan masih banyak sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Teman teman dosen di lingkungan Teknik Sipil Undip yang memberikan motivasi dan kontribusi waktu dalam berbagai kesempatan, teman-teman dosen di lingkungan Arsitektur & MPWK- Undip dan terutama suamiku tercinta Ir. RM. Hari Santjojo, MT yang selalu

mensupport dan setia mendampingi baik di lapangan maupun teman diskusi baik

suka maupun duka. Rekan-rekan seperjuangan S3 angkatan II, teman kakak angkatan I, seperti Bapak Dr. Ir. Sudarmawan Juwono, MT yang selalu memberikan

(4)

iv

Woro Murtini dan teman administrasi serta pengelola PDTAP- Undip yang selalu memberi semangat dan membantu dalam banyak hal tentu saja atas saran saran dan doanya.

Teriring pada ananda tercinta Pradhita Permana Yudha, SE dan Hardian Hanggadhika, SE serta kedua orang tua saya Bapak H. Achmad Iskak dan Ibu Hj.Rondiyah dengan segala doa dan kesabarannya. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi semua orang, kami tak putus untuk mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki materi disertasi ini lebih baik.

Semoga Allah Subhanallahu wata’ala membalas dengan yang lebih baik…amien.

Semarang, September 2011 Promovenda

(5)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAK

ABSTRACT

iii

v

vii

ix

1 FENOMENA PERKEMBANGAN KOTA 1

1.1. Problematik Kawasan Pinggiran 1

1.2.Masalah Penelitian, Kajian Teoritik dan Posisi Studi 2

1.3.Pertanyaan Penelitian 4

1.4. Alasan Penentuan Lokasi 4

2 TATA CARA PENELITIAN 6

2.1. Prosedur Pemilihan Sub Lokus Penelitian 7

2.2. Langkah- langkah Penelitian 9

3 HASIL ANALISIS DAN PEMAKNAAN 10

3.1. Analisis Penelitian Kuantitatif (Makro) 10

3.2.Hasil Penelitian Kualitiatatif (Penilitian Mikro) 14

4 PROSES PEMBENTUKAN KONSEPSI TEORITIS MOBILITAS

TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT

TINGGALDI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG 26

4.1.Konsep 1: Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal dan Kualitas Lingkungan

Pemukiman 28

4.2. Konsep 2: Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Sensitifitas Biaya Transportasi dan

Pemilihan Moda Transportasi 28

4.3. Konsepsi Mobilitas Transportasi di Kawasan

Pinggiran Kota Semarang 29

4.4. Peran Temuan Pengetahuan Teoritis

Terhadap Perkembangan Kawasan Pinggiran

Kota Semarang 31

5 PENGKAYAAN KONSEP MOBILITAS TRANSPORTASI DI

KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG 32

(6)

vi

Dikaitkan dengan Pemilihan Tempat-tinggal

Dalam Proses Perkembangan Kota 32

5.2.Pengkayaan Pengetahuan Konsep Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Pada Sistem

Transportasi Kota Semarang 32

6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 38

6.1. Kesimpulan 38

6.2. Rekomendasi 39

6.2.1.Pengembangan Pengetahuan Dalam Metoda

Penelitian 40

6.2.2.Rekomendasi Penelitian Lanjut 40

(7)

vii

ABSTRAK

Akibat urbanisasi sebagai fenomena global berdampak pada perluasan fisik

kota yang ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan tak terkendali ke arah pinggiran kota. Sementara seiring dengan pertumbuhan kawasan pinggiran tersebut terlihat gejala peningkatan mobilitas dan permasalahan transportasi kian hari semakin nyata. Pada lima tahun terakhir di Kota Semarang terlihat gejala yang mirip yaitu dengan perkembangan yang cepat dan tak terkendali kearah pinggiran hingga 3-5 % per tahun, namun pertumbuhan penduduk Kota Semarang rata-rata hanya 1,4 % pertahun dan diindikasikan terjadinya kemacetan pada seluruh jaringan yang menghubungkan kawasan pinggiran ke pusat kota. Kemacetan yang terjadi diindikasikan dengan proporsi tingginya mobilitas transportasi menggunakan kendaraan pribadi > 50% menuju pusat kota. Mobilitas menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan transportasi, karena tidak efisiennya mobilitas selain akan membuat permasalahan transportasi juga menyebabkan pencemaran udara yang akan membuat kualitas kota menjadi menurun.

Kebijakan pemerintah sendiri dalam mengatasi tingginya mobilitas terlalu

fokus pada aspek mensupply dengan melihat sisi demand-nya saja tanpa

mengkaitkannya dengan sektor pemukiman dalam pemilihan tempat tinggalnya.

Padahal pemukiman memproduksi mobilitas transportasi, sedangkan

perkembangan pemukiman akan mempengaruhi perkembangan kota.

Dari rumusan permasalahan tersebut timbul pertanyaan penelitian: 1) Bagaimana mobilitas transportasi pada perkembangan yang cepat dan tak terkendali pada kawasan pinggiran Kota Semarang? 2)Bagaimana keterkaitannya mobilitas transportasi dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang? (3) Pengetahuan teoritis apa yang dapat dikontribusikan pada disiplin ilmu perencanaan transportasi kawasan pinggiran Kota Semarang.

Tujuan penelitian ini menguji hipotesa kerja bahwa pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran tidak selalu mempertimbangkan jarak ke tujuan rutinitas (bekerja) sebagai dasar verifikasi penelitian kualitatif (penelitian mikro) yang dipakai sebagai dasar pula untuk membangun pemaknaan konsepsi teoritis mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal, guna memecahkan permasalahan transportasi pada kawasan pinggiran kota yang sedang mengalami perkembangan yang cepat dan tak terkendali kearah pinggiran kota. Hasil pemaknaan konsepsi teoritis tersebut bermanfaat untuk memperkaya khasanah keilmuan secara teoritis dan praktis di bidang transportasi dan perencanaan wilayah dan kota.

Berangkat dari tujuan penelitian, maka penelitian disertasi ini menggunakan paradigma Positivistik metode Dekduktif- Kuantitatif dengan teknik kualitatif strategi wawancara secara mendalam yaitu peneliti berangkat ke lapangan dengan membawa variable yang diperoleh dari dialog teori dan antar ilmu pengetahuan.

Penelitian tahap 1 dengan mengambil sampling secara stratified random

proposional pada 6 (enam) kecamatan yang berada pada kawasan pinggiran Kota

Semarang dan penelitian tahap 2 dengan sub- lokus penelitian ditentukan secara

purposive pada lokasi pemukiman formal yang dibedakan strata sosial dengan

variasi jarak ke pelayanan public transport yang dianggap bisa mewakili untuk

(8)

viii

Tembalang dan Kecamatan Banyumanik yang dibedakan antara pemukiman

dengan perbedaan strata sosial dan kedekatan dengan jalur pelayanan public

transport, maka berhasil dibangun konsepsi teoritis” Mobilitas Transportasi

Dikaitkan dengan Tempat tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang”, yang terdiri dari 2 gugus konsepsi teoritis yang menjelaskan teori 1) Hubungan strata sosial dengan kualitas lingkungan pemukiman: yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan sosial ekonomi masyarakat maka akan memilih ke lokasi dengan kualitas lingkungan pemukiman yang baik (nyaman, aman dari banjir dan rob,

lingkungan cluster dekat dengan fasilitas jalur pelayanan public transport) dan;

konsepsi teoritis 2)Hubungan strata sosial terhadap sensitivitas biaya transportasi dan pemilihan moda transportasi: yaitu semakin tinggi kemampuan sosial ekonomi masyarakat maka akan semakin berkurang sensitivitas terhadap biaya transportasi

dan akan semakin berkurang ketergantungan dengan public transport. Dan dengan

dikonstruksikan bangun teori “Mobilitas Transportasi Dikaitkan dengan Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang” diharapkan bisa menjawab fenomena yang sedang berkembang yaitu permasalahan transportasi pada kota – kota yang mengalami perkembangan yang cepat dan tak terkendali di kawasan pinggiran kota.

Rekomendasi untuk negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia yang sedang mengalami perkembangan kearah pinggiran dengan cepat dan tak terkendali dan permasalahan transportasi dan dalam kondisi mengalami kepekaan

terhadap status sosial yang ada hubungannya dengan life style maka perlu

perencanaan transportasi dengan melihat strata sosial menengah dan menengah

kebawah dengan penentuan jalur – jalur pelayanan public transport dengan melihat

dari data demografi.

(9)

ix

ABSTRACT

The impact of urbanization as a result of global phenomenon has influenced physical expansion of a city which is indicated by the fast and uncontrolled development to the urban fringe area. Meanwhile, along with the growth, the increasing mobility and transportation problem become more obvious. During the last five days, Semarang City undergoes similar symptom that is the fast and uncontrolled development (3-5% per year) to its urban fringe area (Semarang in number, 2008), nevertheless Semarang’s population growth is only approximately 1.4% per year and congestion is indicated to happen in all networks connecting the urban fringe areas to the city center. The congestion is indicated by the high proportion of transportation mobility of using private vehicle to reach the city center (>50%). Mobility becomes a significant issue in transportation planning because the mobility inefficiency will not only create transportation problem but also contribute to air pollution degrading the city quality.

To handle the high mobility, the government only conducts the supply by only regarding the supply without concerning settlement issue especially dwelling preference. As a matter of fact, settlement produces transportation mobility, while settlement development is city development.

From the problem formulation above, the research questions are: 1) How does the transportation mobility within the fast and uncontrolled development in Semarang urban fringe area? 2) What is the relation of transportation mobility to dwelling preference in Semarang urban fringe area? 3) What theoretical contribution to give for transportation planning in Semarang urban fringe area?

This research is to test or criticize any previous theories, instead, this research aims to build theoretical understanding to solve transportation problem in urban fringe area undergoing fast and uncontrolled development, as well as to enrich theoretical and practical knowledge on transportation and regional and urban planning. Based on the research objectives, the method used in this research is grounded theory deductive-quantitative with qualitative method using in-depth interview, that is the researcher comes to the field bringing obtained variables from the dialog of theories and inter knowledge. The first step of the research is by taking proportional random sampling on 6 sub-districts in Semarang urban fringe area and the second step is to determine research locus purposively in formal settlements as representative to thoroughly explain the phenomenon occurred in the field in order to construct the theory. By conducting 2 steps of research of which research locus in Semarang urban fringe area and sub locus on the formal settlement on Tembalang and Banyumanik Sub-district which settlement is differed by the social

level and the closeness to public transport service, the theory of Transportation

(10)

x

Fringe Area, it expected to answer the developing phenomenon, that is transportation problems in sprawl developed city.

Recommendation and suggestion for developing countries, like Indonesia which is undergoing fast and uncontrolled development to its urban fringe area and transportation problem and in the condition facing social status sensitivity related to lifestyle, therefore, it is needed to have transportation planning, which concerns on social level (middle to low-middle), by determining public transportation networks in regard with demographic data. While the suggestion for further research is to do similar study in different location.

(11)

1

1. FENOMENA PERKEMBANGAN KOTA

1.1. Problematik Kawasan Pinggiran

Salah satu ciri bentuk perkembangan kota-kota di dunia biasanya ditengarai dengan besarnya pertumbuhan penduduk yang tinggal di perkotaan dan

perbandingan tingkat urbanisasi. Pertumbuhan penduduk yang terus berkembang

dan terjadinya proses urbanisasi berdampak pada meningkatnya proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan (Evers, 2000) dan gejala perluasan

fisik kota kearah pinggiran kota (Yunus, 2006).

Di Indonesia pada tahun 2010 penduduk yang tinggal diperkotaan sudah mencapai 56 % yaitu sekitar 106 juta jiwa dan diperkirakan pada dekade yang akan datang (tahun 2025) penduduk yang akan tinggal di daerah perkotaan sekitar

63% dari jumlah penduduk Indonesia (http://www.penataanruang.net: Rabu,23

Maret 2011| pukul: 4:16:05 PM).

Bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian di kota-kota mendorong timbulnya peningkatan kebutuhan lahan pemukiman, sementara itu ketersediaan lahan pemukiman di pusat kota sangat terbatas, maka lahan pemukiman tersebut berkembang kearah pinggiran kota.

Gejala menuju kearah metropolis ini perlu diantisipasi karena akan menimbulkan

berbagai dampak terutama dampak negatif yang saling terkait, dan munculnya permasalahan yang tidak hanya bersifat lokal akan tetapi sangat memungkinkan bersifat regional, kondisi tersebut akan sangat menyulitkan pemerintah dalam mengendalikan daerah perkotaan.

Peran kawasan pinggiran menjadi sangat penting di perhatikan sebagai dampak pertumbuhan penduduk yang tidak tertampung lagi di pusat kota. Menurut McGee (1997) bahwa kawasan pinggiran merupakan suatu daerah ambang antara desa-kota, terdiri dari penduduk yang mempunyai karakteristik berbeda sehingga juga akan menimbulkan pola pemukiman dengan karakteristik yang berbeda, yang berakibat menimbulkan pembangunan pemukiman yang tidak terkendali dan tidak tertata dengan baik di kawasan pinggiran kota.

Demikian sebagai akibat kemajuan teknologi, maka akan semakin jauh pergeseran pemukiman ke pinggiran kota, karena hubungan tatap muka tidak harus dilakukan, akan tetapi bisa menggunakan teknologi informasi. Disisi lain dampak yang dirasakan adalah semakin jauhnya perjalanan rutinitas ke lokasi bekerja yang masih dilakukan di pusat kota.

Panjangnya perjalanan ini akan berdampak pada kemacetan karena dalam waktu yang sama penduduk pinggiran kota bersama – sama bergerak menuju pusat kota, sementara sarana dan prasarana yang ada tidak mampu mengimbangi kebutuhan mobilitas transportasi yang semakin tinggi

Dalam kondisi sistem transportasi kota yang belum mampu melayani kebutuhan masyarakat perkotaan maka ada kecenderungan penggunaan kendaraan pribadi semakin tinggi. Kondisi demikian membuat perjalanan yang tidak efisien, karena selain pemborosan bahan bakar dengan menggunakan kendaraan sendiri, juga akan berdampak pada permasalahan transportasi yaitu kemacetan dan penurunan kualitas kota karena polusi udara yang disebabkan gas buang kendaraan.

(12)

2

yang ada selalu hanya melihat dari sisi supplynya (kuantitas) belum memperhatikan

segi kualitasnya secara operasional yaitu ketepatan jadwal operasional, waktu tempuh dan kenyamanan serta keamanan. Kondisi demikian disebabkan bahwa kebijakan yang ada masih memberlakukan bahwa pelayanan angkutan umum adalah usaha rakyat kecil belum sepenuhnya sebagai subsidi pemerintah.

1.2 . Masalah Penelitian, Kajian Teoritik dan Posisi Studi

Berbagai permasalahan timbul dalam proses pertumbuhan kawasan pinggiran pada kota-kota metropolitan di Indonesia, antara lain 1).semakin berkurangnya lahan pertanian produktif 2) permasalahan pengelolaan pertumbuhan fisik yang menyangkut lemahnya kapasitas pengendalian perkembangan pemukiman 3) lemahnya pengendalian persoalan transportasi perkotaan.

Kota Semarang merupakan kota yang sedang berkembang menuju kota

metropolitan dengan luas wilayah 373,70 km2 dan jumlah penduduk ± 1.45 juta jiwa,

namun mengalami perkembangan kearah pinggiran dengan cepat hingga mencapai perkembangan lebih dari 3-5% pertahun sementara pertumbuhan penduduk rata-rata hanya 1,4 %. Disisi lain dengan perkembangan yang cepat kearah pinggiran kota terlihat gejala permasalahan transportasi yang diindikasikan dengan tingginya tingkat pemakaian kendaraan pribadi.

Dalam rangka memenuhi pembangunan yang berkelanjutan, penting untuk

melihat persoalan pertumbuhan ini dalam rangka perspektif tata ruang wilayah yang lebih luas, serta persoalan pengembangan dan pengelolaan perkotaan yang efisien, termasuk didalamnya permasalahan lahan pemukiman, transportasi, prasarana dan lingkungan hidup.

Efisiensi merupakan suatu aspek penting dalam perencanaan kota, distribusi kawasan pertokoan atau fasilitas sosial harus mempertimbangkan keterjangkauan atau aksesibilitas penduduk dari kawasan pemukiman tertentu. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh, maka semakin besar pula biaya dan waktu yang harus dikeluarkan. Dalam tinjauan ini, perencanaan sistem transportasi sebagai unsur perencanaan tata ruang merupakan unsur yang sangat penting untuk mencapai tingkat efisiensi pergerakan penduduk dari satu titik ke titik lain (mobilitas transportasi).

Sementara upaya penanganan permasalahan transportasi sudah banyak dilakukan seperti meningkatkan kapasitas jalan dengan pelebaran, menambah

jaringan jalan, penanganan dengan melihat sisi demandnya seperti Transport

Demand Management (TDM) dengan berbagai strateginya seperti road

pricing (Rachmat, Shanty Y, dalam Kusbiantoro, 2007), Ridesharing (OTE,2006c).

Apabila upaya tersebut betul-betul akan diterapkan dalam kondisi kedisiplinan masyarakat yang masih kurang dan kondisi ekonomi yang belum mapan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak akan bisa lama diterapkan.

TDM dengan berbagai strateginya masing-masing mempunyai kelemahan,

demikian dalam penanganan problem transportasi dengan menggunakan metode konvensional yang selalu dengan prediksi dan rencana, juga belum berhasil menyelesaikan masalah transportasi perkotaan.

(13)

3

kultur, bentuk dari kota itu sendiri, budaya serta ideologi sangat berbeda sehingga ada aspek sosial yang belum bisa terjelaskan.

Fenomena tersebut menjadi perhatian peneliti untuk mengisi kekosongan teori, karena selama ini dari sisi teori pemukiman belum pernah mengkaitkan dengan permasalahan transpportasi. Demikian dengan teori transportasi yang belum pernah mengkaitkan dengan pemilihan tempat tinggal, padahal mobilitas transportasi diproduksi oleh tempat tinggal.

Teori mobilitas (Tamin, 2000) yang sudah ada keterkaitannya dengan pemukiman hanya sebatas pada produksi rumah tangga untuk memprediksikan kebutuhan yang akan datang guna penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian ini untuk menelusuri permasalahan perkembangan pemukiman dan permasalahan transportasi yang timbul pada kota –kota yang mengalami perkembangan tak terkendali ke kawasan pinggiran dengan cepat pada kota-kota menuju kota metropolitan, sehingga diperoleh pembangunan konsep “ Mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota”

Dilakukannya pengembangan konsep dalam penelitian disertasi ini, untuk memperoleh lingkungan yang sehat demi keberlangsungan hidup dalam rangka mewujudkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

1.Perkem bangan Pemukiman kearah pinggiran yang cepat dan tak terkendali

2.Permasalahan Transportasi

O indikasi kemacet an yang disebabkan t ingginya pemakain kendaraan pribadi

o Polusi  dampak dari polusi gas buang

Teori Konsent ris dari BURGESS 1925

Pola Penggunaan Ruang Per kotaan dikonsepkan analogi dengan dunia binat ang t empat t inggal dekat dengan

Teori Scktor oleh Hoyt1939 mer upakan teori yang melengkapi teor i Bugess

M ultiple nuclei oleh Harris dan . Ulman, F.L (1945) -ter jadi difer ensiasi r uang,tetapi zona2 keruangan yg ter bentuk t dk dipengaruhi fakt or jarak ke CBD, nam un ada factor-factor specia l yg

M obilitas Residential : dinam ika per pindahan tem pat tinggal -

per timbangan pindah kedekatan dengan lokasi keja (var iabel jar ak) teorinya ber laku diper unt ukan st at us sosial homogen.

Konsep Von Thunen, Th 1926

Kaj ian Terdahulu Kom bait an, 1999 & Najid, 2003 (jarak t idak menj adi kendala, perj alanan panjang), t idak dibedakan stat us sosialnya.

Sumber : Peneliti, 2009 Dialog konsep teori

POSISI STUDI

Pert anyaan Penelitian:

1. Faktor-faktor apa yang m em pengaruhi proses pem ilihan tem pat tinggal di kawasan pinggir an kota dan bagaim ana m obilitas t ranspor tasi di kawasan pinggir an kota ?

2. Bagaimana keter kaitan ant ar a pem ilihan lokasi tem pat tinggal di kawasan pinggiran kota dengan m obilit as pada pr oses perkem bangan kot a.

HIPOTESA

M enguji dan mengeksplor asi faktor2 yang mem pengar uhi Pr efer ensi Pem ilihan tem pat tinggal di kaw asan pinggir an kot a. M encar i

Kajian Obyek Lapangan :

Gambar 1.1

(14)

4

1.3. Pertanyaan Penelitian

Dengan dasar latar belakang, permasalahan penelitian dan kajian teoritik yaitu perkembangan pemukiman yang cepat dan tak kendali di kawasan pinggiran Kota,Semarang namun disisi lain timbul permasalahan transportasi, dengan fokus penelitian untuk melihat hubungan pemilihan tempat tinggal yang dibedakan dengan strata siosial dengan mobilitas transportasi.

sehingga timbul pertanyaan besar dalam penelitian ini, “faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pemeilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota dan apakah faktor jarak mempengaruhi dalam proses pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ?”

Dari pertanyaan besar tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian yang harus dijawab:

1.Bagaimana mobilitas transportasi pada perkembangan yang cepat dan tak terkendali pada kawasan pinggiran Kota Semarang ?

2.Bagaimana keterkaitannya mobilitas transportasi dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ?

3 Pengetahuan teoritis apa yang dapat dikontribusikan pada disiplin ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan kota dalam rangka

menangani permasalahan perkembangan pemukiman yang tak terkendali dan permasalahan transportasi di kawasan pinggiran Kota Semarang ?

1.4. Alasan Penentuan Lokasi

Lokus penelitian adalah kawasan pinggiran kota Semarang (Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Tembalang, Kecamatan Genuk, Kecamatan Ngaliyan,

Kecamatan Mijen, Kecamatan Gunungpati) (gambar : 1.2).

Pemilihan kota Semarang sebagai kota studi, dikarenakan kota Semarang sebagai kota metropolitan muda dengan jumlah penduduk ± 1,45 juta jiwa dan rata-rata pertumbuhan penduduk hanya 1,4 % akan tetapi mengalami percepatan perkembangan kearah pinggiran hingga 3-5 %, serta mengalami perluasan kota

secara fisik ke pinggiran kota secara horizontal sentrifugal atau tak terkendali ke

arah pinggiran kota. Kota Semarang selain mengalami perkembangan yang cepat kearah pinggiran kota juga mengalami permasalahan transportasi yaitu berupa kemacetan pada seluruh jaringan jalan dari pinggiran kota yang menghubungkan pusat kota, diindikasikan dengan tingginya pemakaian kendaraan pribadi

dibandingkan dengan public transport.

Kota Semarang mempunyai karakter kota dimana disela-sela perumahan yang

dibangun secara formal dengan lingkungan cluster masih terdapat pemukiman

traditional atau pemukiman non-formal. Sementara Kota Jakarta sudah merupakan

kota modern dengan dinamika kehidupan yang komplek dengan pertumbuhan

cenderung vertikal berupa bangunan flat-flat di tengah kota.

(15)

5

bagian selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 M di atas permukaan air laut (DPL).

Kawasan pinggiran kota Semarang sebagai lokasi penelitian merupakan pemilihan lokasi perumahan bagi penduduk kota Semarang, dikarenakan daya tampung lahan di pusat kota sudah tidak mampu untuk menerima pertambahan perumahan, selain itu harga lahan di tengah kota harganya sudah tidak terjangkau. Sementara pada saat penduduk memutuskan pilihan tempat tinggalnya dipinggiran kota yang dihadapai adalah bagaimana memecahkan mobilitas transportasinya untuk kegiatan rutinitas ke tujuan bekerja. Sehingga aspek perumahan tidak bisa terlepas dari mobilitas transportasinya, karena transportasi diproduksi oleh perumahan.

Namun yang menjadi permasalahan dalam kondisi Indonesia yang sedang mengalami kepekaan sosial kearah gaya hidup, maka perlu adanya pengembangan konsep baru yaitu, ” mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran ”, sebagai upaya memberikan masukan bagi

pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan perkembangan

pemukiman sekaligus permasalahan transportasi sebagai dasar pengendalian perkembangan kota.

1,76%

2.94 %

3.11% 1.67%

Kec. Gayamsari 1,19 % Kec. Semarang Timur

-0,42 %

2,360% Semarang Utara

0,43 %

1,15%

Kec.Semarang Selatan

3,191%

Kec. Pedurungan 2,71 %

Kec. Candisari 1,53%

316%

1.90%

8 K m

10 16

K m 6 K m 6K m

CBD

Sub Lokus Penelitian

Sumber: BaPeda Tk II, 2009

Gambar 1.2

(16)

6

2.TATA CARA PENELITIAN

Metode penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini dengan paradigma

positivistik metode deduktif kuantitatif teknik kualitatif sebagai upaya

mengungkapkan makna yang melatar belakangi pembentukan pengetahuan teoritis “pemilihan tempat tinggal yang dikaitkan dengan mobilitas transportasi di kawasan pinggiran Kota Semarang.

Penelitian dilakukan dua (2) tahap penelitian yaitu penelitian pertama (1) untuk

mengeksplorasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pemilihan tempat

tinggal di kawasan pinggiran kota dan menguji apakah faktor jarak signifikan mempengaruhi dalam pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota, dengan menggunakan anilisis statistik uji korelasi dan analisis deskriptif. Penelitian tahap pertama (1) dilakukan pada lokus kawasan pinggiran Kota Semarang dengan pengambilan sampling dilakukan secara random berstrata pada wilayah studi yaitu, kawasan pinggiran Kota Semarang (Gambar 1.2)

Jumlah sampling ditentukan dengan pilot survai yang diambil sebanyak 31 responden yang disebar secara acak pada wilayah sampling yang masing-masing mewakili status sosio ekonomi lemah, menengah dan menengah keatas. Dari uji coba kuessioner sebanyak 31 sample dari 15 pertanyaan yang ada dengan variasi jawaban yang hampir merata, diantaranya pertanyaan point 3 (tiga), 7 (tujuh) dan 21 (dua puluh satu). Ke-3 data tersebut untuk kemudian menjadi patokan untuk penghitungan jumlah sampel yang dibutuhkan dari populasi yang ada sebanyak

43536.

σ2

n ‘ =

{ s.e (x) }2

Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh jumlah sample sebesar 738 yang disebar secara random proposional pada rumah tangga berdasarkan strata sosial pada 6 kecamatan dipinggiran kota Semarang baik pada rumah tangga di

pemukiman non formal (tradisional) atau pemukiman formal (pemukiman yang di

bangun oleh develover) yang dianggap bisa mewakili. Adapun variabel-variabel

yang diperlukan untuk menentukan faktor faktor yang mempengaruhi pola sebaran penduduk sudah tersusun dalam pertanyaan pertanyaan dalam kuesioner yang dibagikan.

Sedangkan penelitian tahap dua (2) dilakukan dengan teknik kualitatif ( penelitian mikro) dengan tujuan :

a) Untuk melihat bagaiman hubungan pemilihan tempat tinggal dengan mobilitas transportasi di kawasan pinggiran Kota Semarang

b) Melihat lebih dalam hubungan strata sosial terhadap pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi.

Penelitian tahap ke dua (2) dilakukan dengan teknik kualitatif strategi wawancara mendalam yang dilakukan pada sub lokus penelitian yang ditentukan

n’ = jumlah sample

σ = Standart deviasi pilot survai

s.e = Standart error yang dapat

diterima

(17)

7

dengan dasar temuan pada penelitian tahap pertama dan hipotesis baru dari penelitian tahap pertama tersebut yang mengarah pada penyusunan bangun teori pada disertasi ini.

Penelitian tahap ke dua dilakukan pada sub lokus penelitian dengan prosedur pemilihan sub lokus dijelaskan sebagai berikut:

2.1. Prosedur Pemilihan Sub Lokus Penelitian

Pemilihan sub lokus penelitian dilakukan setelah dari hasil verifikasi pada

penelitian pertama (1) yang mana hipotesis kerja dari penelitian tahap pertama belum terjawab dan dibangunnya hipotesis baru, dengan pertanyaan:1) bagaimana mobilitas transportasi dikawasan pinggiran kota Semarang? 2) bagaimana keterkaitannya mobilitas transportasi

dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ? 3) pengetahuan konsepsi teoritis apa yang dapat dikontribusikan pada disiplin ilmu perencanaan wilayah dan kota serta ilmu transportasi pada khususnya.

Sedangkan kriteria penentuan sub lokus ditentukan secara purposive yaitu

dengan pertimbangan pada lokasi pemukiman formal pada Kecamatan Tembalang dan Banyumanik yang mempunyai ciri-ciri pada zona yang unik (kegiatan adanya kampus UNDIP dan pemukiman campuran formal dan tradisional serta dilalui jalur regional (gambar 2.2)

Kriteria tersebut adalah pada pemukiman formal yang mempunyai kriteria dengan

perbedaan strata sosial serta dibedakan jarak terhadap pelayanan angkutan umum sebagai berikut:

Lokasi 1 : perumahan Tembalang Pesona Asri terletak pada Kecamatan Tembalang dengan tipe rumah 54 m², 45 m² dan 36 m² dan mempunyai jarak ke

jalur pelayanan angkutan umum 4-5 km.

Lokasi 2 : Bukit Diponegoro terletak pada Kecamatan Tembalang dengan tipe rumah 45 m², 36 m², 27 m² serta mempunyai jarak ke jalur pelayanan angkutan

umum 1 km.

Lokasi 3 : Srondol Bumi Indah terletak pada Kecamatan Banyumanik akan tetapi berbatasan dengan jalan yang masuk wilayah Kecamatan Tembalang dengan jarak ke pelayanan angkutan umum 200 – 500 m.

(18)

8

Sumber : Peneliti, 2010

Jl. Setiabudhi Kec. Banyumanik

Kecamatan Tembalang Kecamatan Banyumanik

Lok asi 1

Te m bala ng Lok asi 4

Taman Setiabudhi

Lok a si 2 Lok asi 3

Sumber : BaPeda Tk II, 2009

Gambar: 2.1

(19)

9

2.2. Langkah – langkah Penelitian

PERM ASALAHAN TRANSPORTASI INDIKASI TINGGINYA TINGKATPEM AKAINAN

KENDARAAN PRIBADI PERKEM BANGAN PEM UKIM AN

KEARAHPINGGIRAN KOTA TAK H1: Jarak Tidak Significantberpengaruh

Penelit ian M akro (I)

jarak ke pelayanan public

transport

Penelit ian Kualit atif Teknik Wawancara

Gambar :2.2

(20)

10

3. HASIL ANALISIS DAN PEMAKNAAN

3.1. Analisis Penelitian Kuantitatif (Makro)

Proses analisis dilakukan pada awal peneliti mulai melaukan penelitian dan melakukan dialog teori, kemudian setelah dilakukan analisis dari responden yang diambil dari sampling pada lokus peneltian yaitu kawasan pinggiran kota Semarang seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3.1

Diagram Analisis Statistik dengan Klasifikasi silang yang menghasilkan Nilai Korelasi (R)

Temuan Penelitian Kuantitatif (Makro)

Dari hasil analisis deskriptif nilai kecenderungan yang diperoleh dari responden yang berada di wilayah studi enam (6) kecamatan yang berada di pinggiran Kota Semarang (table 3.1 ) menggambarkan secara makro:

A. Preferensi Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang

1. Penduduk yang melakukan perpindahan tempat tinggal di kawan pinggiran terbesar dari dalam Kota Semarang > 70 %, kecuali Kecamatan Genuk

Kel Rum ah Tangga Ek. Lem ah (I)

Lokasi St udi Analisis Klasifikasi Silang Hasil Uji

Variabel

Preferensi Pem ilihan Tem pat Tinggal

Variabel Kepem ilikan Ken daraan Roda 2 Kepem ilikan Ken d Rod a 4 Kepem ilikan Ken daraan Roda 2 Kepem ilikan Ken d Rod a 4 Kepem ilikan Kendaraan Roda 2 Kepem ilikan Kend Rod a 4 St at us Perkaw inan (Su am i & Ist ri beker ja)

Pendidikan

(21)

11

terbesar untuk kelompok RT ekonomi menengah 75 % dari luar kota (pendatang dari kota lain).

2. Status perkawinan dengan usia perkawinan relative rumah tangga muda jika dibandingkan dengan memilih kedekatan dengan tempat kerja, kecuali Kecamatan Genuk yang mempunyai kondisi topografi rendah dengan ketinggian – 0,50 m yang sering terjadi rob, pilihan tempat tinggalnya lebih memilih kedekatan dengan tempat kerja.

B. Mobilitas Transportasi

1. Tujuan perjalanan: dari keenam kecamatan responden wilayah studi dominan tujuan perjalanan untuk bekerja.

2. Jarak perjalanan: Jarak perjalanan dari rumah ke tujuan bekerja untuk empat kecamatan yaitu, Kecamatan Tembalang, Ngaliyan, Mijen dan

Gunungpati, dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap hari >5

km.,sedangkan Kecamatan Banyumanik dengan jarak perjalanan dari ke tiga strata sosial rata-rata jarak yang ditempuh adalah 1- 5 km. Demikian untuk Kecamatan Genuk hanya 1-5 km untuk kelompok pemukiman dengan strata sosial ekonomi menengah kebawah sebesar 56 % dan dengan jarak 100 – 500 m sebesar 23 % dengan menggunakan angkutan umum 40 % dan sepeda motor 36 %.

3. Perbedaan yang terjadi pada jarak perjalanan untuk Kecamatan Banyumanik jarak yang ditempuh hanya 1- 5 km untuk semua kelompok strata sosial dan > 5 km hanya berkisar 30 %, sedangkan kendaraan yang digunakan rata rata terbesar adalah kendaraan roda dua (2) bagi kelompok ekonomi menengah dan menengah keatas, sedangkan untuk kelompok ekonomi menengah kebawah terbesar kendaraan yang digunakan angkutan umum.

4. Jarak perjalanan pada Kecamatan Genuk dengan jarak hanya 100 meter didominasi oleh kelompok ekonomi menengah keatas ( RT III).

5. Pemilihan kendaraan pribadi untuk kendaraan roda 2 digunakan terbesar oleh kelompok pemukiman yang mewakili kelompok pemukiman dengan strata ekonomi menengah dan strata ekonomi menengah kebawah, akan tetapi untuk kelompok pemukiman dengan strata ekonomi menengah

kebawah lebih banyak menggunakan kendaraan umum (kelompok captive

yaitu kelompok yang tidak punya pilihan). Kendaraan roda empat (4) lebih banyak di gunakan oleh kelompok pemukiman strata ekonomi menengah keatas bagi semua penduduk kecamatan di kawasan pinggiran kota Semarang.

6. Alasan pemilihan kendaraan pribadi bagi penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran Kota Semarang adalah lebih efisien dan tepat waktu dalam mobilitasnya untuk tujuan bekerja, serta biaya transportasi lebih murah. Penggunaan kendaraan roda 2 oleh kelompok rumah tangga ekonomi menengah dengan mengatakan biaya transportasi

lebih murah dikarenakan lebih sensitive (peka)terhadap biaya transportasi.

(22)

12

Kesimpulan Temuan Penelitian Kuantitatif (Makro)

Dari hasil analisis kecenderungan tabel3.1 dan analisis klasifikasi silang menggambarkan adanya perbedaan pemilihan lingkungan pemukiman yang dibedakan terhadap pengelompokan status sosialnya. Kecamatan yang mempunyai topografi perbukitan seperti Kecamatan Banyumanik, Tembalang, Ngaliyan, Mijen dan Gunungpati bahwa kedekatan dengan tempat kerja tidak menjadi penghalang untuk

menentukan pilihan tempat tinggalnya di kawasan pinggiran meskipun mobilitas rutinitas terbesar adalah dengan tujuan bekerja. Kondisi tersebut terlihat dari tingginya penduduk ingin memiliki kendaraan sendiri serta memakai dalam

mobilitasnya, sementara jarak yang ditempuh rata-rata > 5 km. Yang berbedadari

temuan ini pada Kecamatan Genuk dengan perjalanan ke tempat bekerja hanya 100 m dari tempat tinggalnya dan kendaraan yang digunakan kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat.

Pengaruh Aksesibilitas terhadap Sebaran Penduduk dan Tingkat Urban di Kota Semarang

Pengaruh aksesibilitas terhadap pola sebaran penduduk diperlihatkan pada tabel 3.1. yang menjelaskan bahwa perbedaan variasi nilai lahan selain disebabkan tingkat aksesibilitas dan aktivitas sistem kegiatan yang dinyatakan dengan intensitas guna lahan (IGL) juga ada faktor – faktor lain.

Variasi topografi pada kecamatan yang ada dipinggiran menyebabkan nilai lahan menjadi bervariasi, sehingga pada titik yang sama dari pusat kota (Simpang Lima Semarang) terjadi variasi harga lahan.

Dari gambaran penyebaran nilai lahan tersebut mengindikasikan pola

sebaran penduduk terkonsentrasi ke kawasan pinggiran kota bukan karena semata-mata pertimbangan jarak dan nilai lahan yang lebih murah seperti apa yang

dijelaskan oleh teori Alonso, namun dalam hal ini gambaran secara makro selain

jarak ada faktor aspek lingkungan yang lebih baik (bebas banjir/rob, polusi, ruang terbuka hijau, serta permukiman tertata dengan teratur, yang membuat kecenderungan pola pergeseran tempat tinggal ke kawasan pinggiran kota.

Tabel 3.1

Rekapitulasi Hasil Nilai Kecenderungan Responden

(23)

13

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Peran Jalan Tol dalam Konteks Pengembangan Kawasan Pinggiran

Aksesibilitas adalah alat untuk mengukur potensial dalam melakukan perjalanan selain untuk menghitung jumlah perjalanan itu sendiri. Ukuran ini biasanya menggambarkan sebaran geografis tata guna lahan dengan kualitas sistem jaringan jalan transportasi yang menghubungkannya. Jalan Tol yang ada di Kota Semarang adalah jalan tol seksi C yang menghubungkan kecamatan Gayamsari (CBD) dengan Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Banyumanik yang berada di Kawasan Pinggiran Kota Semarang. Sedangkan Jalan Tol Seksi A dan B yang masing-masing menghubungkan Jl.Jatingaleh-Setiabudhi serta Jl Siliwangi (Bandara A. Yani). Keberadaan jalan Tol (bebas hambatan) ini membawa dampak terhadap tingginya nilai lahan terutama pada Kecamatan Tembalang sebagai mulut Tol dan Kecamatan Banyumanik yang terletak berdampingan.

Tingginya nilai lahan di lokasi yang berada di Kecamatan Tembalang dan

Banyumanik ini selain disebabkan kedekatannya dengan jalan Tol, karena

RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III

PREFERENSI PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL 1. Alasan bermukim ( % )

a. Dekat tempat kerja 54.2 62.5 75.0 8.1 34.8 25.0 16.7 38.7 36.0 8.3 20.0 0.0 13.5 18.9 25.0 30.0 40.0 22.2 b. Ingin buka usaha 12.5 12.5 25.0 21.6 13.0 18.8 11.9 6.5 4.0 8.3 6.7 16.7 21.6 21.6 18.8 16.7 15.0 0.0 c. Baru berumah tangga 16.7 12.5 0.0 40.5 21.7 25.0 38.1 16.1 36.0 66.7 40.0 50.0 40.5 40.5 25.0 50.0 30.0 44.4

d. Tanah yang lebih luas 4.2 0.0 0.0 13.5 13.0 13.8 19.0 35.5 24.0 8.3 6.7 16.7 8.1 2.7 18.8 0.0 10.0 33.3

- Peil / Ketinggian -0,5 m Lereng lereng bukit bukit lereng - kondisi jaringan jalan lingkungan kurang baik baik baik sedang sedang baik

- Tercemar polusi pabrik tercemar polusi pabrik udara segar udara segar udara segar udara segar sedang - lingkungan kumuh dan rob sering banjir/ rob bebas banjir bebas banjir bebas banjir bebas banjir bebas banjir

MOBILITAS TRANSPORTASI ( % ) 1. Tujuan Perjalanan (%)

a. bekerja 60 48 50 50 58 57 64 66 60 78 66 72 100 91 93 67 60 48

b. Sekolah 14 16 8 13 13 9 17 15 20 9 18 18 0 0 0 16 20 26

c. berbelanja 24 36 42 33 24 24 19 15 13 11 16 5 0 9 7 17 16 18

2. Jarak ke lokasi Tuj.Perj Utama

a. 100 - 500 m 23 8 71 11 10 0 20 7 3 26 6 0 30 16 14 11 9 4

(24)

14

menghubungkan kawasan pinggiran dengan pusat kota, dengan bandara udara A. Yani Semarang, serta merupakan lokasi adanya perguruan tinggi UNDIP yang merupakan perguruan tinggi negri yang menjadi kebanggaan penduduk Kota Semarang (Gambar: 3.2, Gambar:3.3, table 3.1)

Peta Kecamatan Tembalang di Kawasan Pinggiran Kota Semarang

3.2. Hasil Penelitian Kualitatif (Penelitian Mikro)

Perolehan informasi data dilakukan dengan wawancara langsung ke lapangan pada lokus yang sudah ditentukan yaitu pada pemukiman formal dengan kriteria yang dianggap bisa mewakili tingkatan strata sosialnya berdasarkan tipe rumah

dan lingkungan perumahannya (tipe cluster dan ada satpam). Wawancara

dilakukan pada rumah tangga pada pemukiman tersebut sampai jenuh dan tidak ditentukan batasan jumlahnya, artinya pada satu kompleks ada sepuluh rumah

HARGA LAHAN CBD - KECAMATAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG

0

Grafik Nilai lahan Kecamatan Pinggiran – terhadap Jarak ke- CBD (Simpang Lima)

Sumber : Gogle Art 2009

(25)

15

tangga yang diwawancarai dan dari sepuluh rumah tangga tersebut hampir sama jawabannya, maka pengambilan informasi dianggap jenuh.

Te m balang Pesona

Diagram Prosedur Pemaknaan Temuan Penelitian Mikro ( Kualitatif Strategi Wawancara Mendalam)

(26)

16

(27)

17

Sumber: Hasil Penelitian Kualitatif (Mikro), 2009

Tabel 4.12

(28)

18

Jarak rumah - ke pelayanan AU

500 m

Eksplorasi Temuan Pada Sub Lokus Penelitian Kualitatif di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik Kota

Semarang)

Sumber: Hasil Penelitian Kualitatif (Mikro), 2009

Tabel 3.4

(29)

19

Temuan Pada Penelitian Kualitatif

A. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA

1. Usia Kepala Keluarga rata-rata berkisar 30-45 tahun baik pada kelompok pemukiman rumah tangga ekonomi lemah, menengah, maupun menengah keatas.

2. Pekerjaan rata-rata dominan swasta untuk kelompok pemukiman ekonomi menegah dan menengah keatas, sedangkan untuk kelompok pemukiman ekonomi menengah kebawah dominan Pegawai Negeri (PNS).

3. Penghasilan rata-rata untuk kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah keatas rata rata lebih besar dari tiga juta ( > 3 jt) per bulan, sedangkan untuk kelompok pemukiman yang mewakili rumah tangga ekonomi menengah kebawah tingkat penghasilan hanya berkisar 1- < 3 jt per bulan.

4. Kepemilikan kendaraan untuk kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah keatas rata rata memiliki kendaraan roda empat (4) dan roda dua (2) lebih sedikit, sedangkan kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah kebawah memiliki dan menggunakan kendaraan roda 2.

5. Status kepemilikan runah semua kelompok pemukiman rata-rata rumah milik sendiri. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa penduduk keinginan mempunyai rumah sendiri sangat tinggi.

B. PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL

1. Kualitas lingkungan: dalam pemilihan tempat tinggal di pinggiran rata-rata pada semua kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah keatas, menengah dan menengah kebawah lebih memilih lingkungan yang nyaman, bebas banjir, dan aman dari gangguan penjahat atau preman.

2. Sikap dan persepsi kepadatan lingkungan atau kesesakan, dalam pemilihan tempat tinggalnya di pinggiran rata-rata untuk semua kelompok rumah tangga menjadi pertimbangan.

3. Keputusan menentukan lokasi di pinggiran, dikarena aksesnya mudah karena bisa menggunakan kendaraan pribadi terutama untuk kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah keatas.

4. Status Pekerjaan istri merupakan faktor yang berpengaruh dalam pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang terutama bagi kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah keatas. Untuk kelompok pemukiman yang mewakili strata ekonomi menengah kebawah justru terbesar tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan hanya sebagian kecil saja yang bekerja.

(30)

20

1. Tujuan kegiatan : Penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran Kota Semarang baik yang mewakili kelompok ekonomi kebawah, menengah dan menengah keatas dari hasil analisis rata-rata dengan tujuan bekerja.

2. Alasan memiliki kendaraan sendiri merupakan alasan yang kuat dari ke tiga kelompok pemukiman, baik pada kelompok pemukiman menengah kebawah, kelompok pemukiman menengah dan kelompok pemukiman menengah keatas. Keputusan memiliki kendaraan sendiri dikarenakan merupakan kebutuhan keluarga dalam melakukan aktivitasnya terutama dalam perjalanan untuk tujuan bekerja.

3. Jarak perjalanan yang dilakukan bagi penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran Kota Semarang terbesar 10-15 km yang dilakukan bagi ke 3 kelompok pemukiman terutama untuk kelompok pemukiman menengah dan menengah keatas. Sedangkan untuk kelompok pemukiman menengah dan menegah kebawah jarak perjalanan rutinitas yang ditempuh sekitar 6 km, yang berarti penduduk kelompok ini bekerjanya hanya di lingkungan dekat dengan tempat tinggalnya.

4. Alasan kenggunaan kendaraan pribadi bagi penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran kota, karena angkutan umum yang ada pelayanannya kurang baik dan tidak tepat waktu,

5. Pilihan moda pribadi dengan alasan lebih efisien dan lebih nyaman dan leluasa. Bagi kelompok pemukiman yang mewakili strata menengah dan menengah keatasa menggunakan mobil, sedangkan bagi kelompok pemukiman menengah sebagian k3endaraan roda 2 dan kelompok menengah kebawah menggunakan angkutan umum.

PEMAKNAAN TEMUAN PENELITIAN

Dari gambaran informasi sekunder dan hasil analisis rekaman data yang diperoleh dari penelitian kualitatif dengan strategi wawancara mendalam yang dilakukan pada empat (4) pemukiman formal yang dibedakan kelompok pemukiman yang mewakili strata sosial dan jarak ke jalur pekayanan angkutan umum, maka digambarkan prosedur pemaknaan temuan studi hingga pembentukan konsep, yang digambarkan dalam diagram 3.4; gambar 3.5 sebagai berikut:

KAWASAN PINGGIRAN KOTA

Strata sosial

Pemukiman Lingkungan

M obilitas Transportasi

(31)

21

Sumber: Peneliti, 2010

Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang

1)Berpengaruhnya Strata Sosial Terhadap Pemilihan Tempat

Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang.

Dari hasil analisis deskriptif dan holistik yang dilakukan pada penelitian tahap

pertama dan kedua menggambarkan bahwa karakteristik rumah tangga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi di dalam memutuskan pemilihan tempat tinggal. Dari pengamatan di lapangan dan wawancara secara langsung tanpa menggunakan kuesioner diperoleh beberapa variabel karakteristik rumah tangga yang terkait dengan pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi di kawasan pinggiran kota

2)Tidak Berpengaruhnya Faktor Jarak dari Tempat Tinggal ke Lokasi Tujuan Bekerja Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal

Dari hasil analisis statistik dengan cross tabulasi silang pada penelitian pertama membuktikan bahwa pengaruh jarak terhadap pemilihan tempat tinggal

tidak significan berpengaruh karena mempunyai nilai koefisien korelasi kecil (R) <

0.3( tabel:4.1, 4.2, 4.3).

Demikian dengan analisis pada penelitian mikro yang digambaran pada tabel 3.2;tabel 3.3;tabel 3.4 tersebut memperlihatkan bahwa peran jarak dari lokasi tempat tinggal baik tempat tinggal dengan strata sosial oleh kelompok rumah tangga menengah keatas, menengah dan menengah kebawah ke lokasi bekerja tidak selalu berpengaruh terhadap preferensi pemilihan tempat tinggal. Kondisi tersebut disebabkan di kawasan pinggiran Kota Semarang terjadi plurarisasi kebudayaan antara penduduk asli pedesaan penduduk pendatang dari kota lain serta pergeseran penduduk dari pusat ke pinggiran (Bar-Gal dalam Koestur, 1997). Selain itu adanya suatu pergeseran fenomena karena perkembangan teknologi informasi sehingga hubungan tatap muka tidak harus dilakukan dengan tatap nuka (Tjahjati, 2005).

Dengan kemajuan teknologi dan informasi, jarak bukan satu-satunya pertimbangannya, karena ada alat transportasi seperti sepeda motor atau kendaraan pribadi yang bisa digunakan dalam kemudahan mobilitasnya.

Menurut Shirvani.H (1985:57) dalam Darmawan (2007:20) bahwa ada 6 kriteria disain tak terukur untuk mengukur kualitas lingkungan kota, antara lain : (Gambar 3.6)

a. Pencapaian (Access)

Accses memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi para

pengguna untuk mencapai tujuan dengan sarana prasarana transportasi yang mendukung kemudahan aksessibilitas yang direncanakan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga dapat

Gambar 3.5:

(32)

22

memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam menjalankan

aktivitasnya.

b. Kecocokan (compatible)

Kecocokan adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan.

c. Pemandangan (view)

Pemandangan berkaitan dengan aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan.

d. Identitas (identity)

Identitas adalah suatu nilai yang dibuat atau dimunculkan oleh obyek (bangunan/manusia) sehingga dapat ditangkap dan dikenali oleh indera manusia.

e. Rasa (sense)

Rasa kesan atau suasana yang ditimbulkan. Sense ini biasanya merupakan simbol karakter dan berhubungan dengan aspek ragam gaya yang disampaikan oleh individu/kelompok bangunan atau kawasan.

f. Kenyamanan (liviability)

Kenyamanan adalah kenyamanan untuk tinggal atau rasa kenyamanan untuk tinggal atau beraktivitas di suatu kawasan/obyek (Darmawan, 2008).

Dari 6 kriteria tak terukur tersebut memperlihatkan bahwa persepsi setiap individu atau kelompok masyarakat akan menuntut kebutuhan fasilitas kota yang berlainan pula, tergantung pada hirarkhi sosial ekonomi masyarakat pengguna

kota. Sedangkan menurut hirarkhi Maslow bahwa kebutuhan dasar manusia yang

antara

lain: I. tersedia semua fasilitas kebutuhan fisik II. nyaman, aman dan perlindungan

III. suatu sarana lingkungan yang kondusive, IV suatu image yang baik, reputasi

dan prestisive yaitu tempat yang dapat memiliki rasa percaya diri yang kuat bagi lingkungan, status dan kebanggaan, memberi peluang bagi individu untuk

membentuk personal space. V. ada kesempatan untuk menciptakan kreativitas

yaitu suatu kesempatan untuk berkomunikasi membentuk lingkungan mereka

sendiri, VI. lingkungan nyaman yang estetis yaitu suatu kebutuhan tempat dengan

desain estetis dan menyenangkan, tempat yang secara fisik memberi kesan yang

mendalam, kota yang merupakan tempat yang syarat dengan nilai budaya dan karya seni tinggi.

Gambar 3.6

(33)

23

Dengan melihat uraian tentang penilaian tak terukur tentang kualitas lingkungan perkotaan dari Shirvani, dan hirarkhi kebutuhan dasar manusia oleh Maslow, maka apa yang ditemukan dari hasil penelitian disertasi ini, bahwa pergeseran pemukiman ke kawasan pinggiran yang terjdi di Kota Semarang dengan melihat preferensi pemilihan lokasi tempat tinggal tidak sepenuhnya kebutuhan dasar tentang fasilitas kota bisa terpenuhi seperti pada kebutuhan dasar hirarkhi I kebutuhan Maslow I akan tempat tinggal dan pekerjaan, sekolah, transportasi serta aksessibilitas ke fasilitas pelayanan.

Dari informasi data sekunder tentang ketersediaan infrastruktur dan fasilitas transportasi (lampiran A) memperlihatkan tidak seimbang antara kepadatan penduduk, tempat tinggal dan kebutuhan untuk beraktivitas seperti fasilitas transportasi yang melayani Kecamatan Tembalang, sementara tuntutan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal sudah sangat mendesak untuk menampung pertumbuhan penduduk yang terus bertambah.

Perkembangan teknologi transportasi dan informasi yang memungkinkan suatu pergeseran fenomena, karena kebutuhan dasar pelayanan transportasi dan komunikasi bisa terpenuhi. Kondisi demikian berakibat tidak berperannya variable jarak dalam pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa pemukiman formal baik pada status sosial menengah dan menengah keatas di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik memperlihatkan, bahwa tempat tinggal menjadi kebutuhan dasar utama. Sementara kedekatan dengan tempat kerja tidak selalu menjadi pertimbangan, namun kemudahan akses tetap menjadi pertimbangan, artinya meskipun tempat tinggal di pinggiran kota dan aktivitas utama sehari-harinya di pusat kota yang berjarak antara 8 – 16 km tidak menjadi masalah, karena bisa dicapai dengan kendaraan sendiri.

Kondisi tersebut terlihat dari trend kepemilikan kendaraan bermotor pada

Kecamatan Tembalang dibandingkan dengan trend kepemilikan kendaraan Kota

Semarang dari tahun 2000 – tahun 2008 (Gambar: Grafik 3.7).

Meningkatnya kepadatan penduduk yang cepat dan meningkatnya jumlah pemakaian kendaraan pribadi dengan perjalanan yang panjang menuju pusat kota yang terjadi di kota Semarang hampir mirip apa yang terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia seperti di Jakarta dan Kota Bandung. Kondisi tersebut disebabkan penduduk yang tinggal di pinggiran kota semakin bertambah pesat sementara fasilitas pelayanan infrastruktur seperti sekolah, pasar dan swalayan serta sarana

dan prasarana transportasi tidak seimbang.

Menurut Heru Purboyo1, di Indonesia pertumbuhan perekonomian kota dan pertumbuhan perkapita yang besar pemanfaatannya untuk sarana dan prasarana, serta pelayanan publik kurang menonjol di bandingkan dengan negara maju. Di Indonesia secara umum, manfaat ekonomi lebih terjadi pada skala perorangan sehingga pengembangan kapasitas pelayanan umum lebih terbatas dan kurang

terbantu oleh peningkatan kesejahteraan perorangan.

1

(34)

24

Sumber : Semarang dalam Angka, 2009

Gambar 3.7

Grafik Komposisi Kepemilikan Kendaraan Bermotor Kecamatan Tembalang VS Kota Semarang

Menurut Purboyo (2006) keadaan demikian menyebabkan adanya kesediaan atau toleransi bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan perjalanan yang semakin jauh karena didukung oleh sarana pribadi yang terus disesuaikan dengan kebutuhan dan dukungan pasar kendaraan bermotor. Sedangkan masyarakat negara maju, pada skala tertentu, mungkin sudah mengalami kejenuhan untuk konsumsi sarana transportasi. Kalau dilihat dari hirarkhi kebutuhan Maslow II (Gambar: 3.6), bahwa porsi yang menduduki terbanyak adalah bahwa seseorang ada kecenderungan ingin mengaktualkan diri sehinga menyebabkan adanya pergeseran fenomena. Seseorang supaya bisa mengaktualkan dirinya, maka

keinginan punya rumah sendiri dan kendaraan sendiri yang menyebabkan faktor

jarak menjadi tidak berperan lagi dalam pemilihan tempat tinggal yang terkait dengan mobilitas.

3) Pengaruh Faktor Kenyaman Lingkungan Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota

Pada tabel 3.2, 3.3, 3.4 merupakan hasil eksplorasi pada sub lokus penelitian yang berkembang di lapangan yang menggambarkan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang.

Dari ke empat pemukiman formal yang dijadikan sub lokus penelitian menggambarkan bahwa keputusan menentukan tempat tinggal di pinggiran kota adalah:

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

K

KOMPOSISI KENDARAAN DI KECAMATAN TEMBALANG (T) Vs DI KOTA SEMARANG (S) TAHUN 2000 - 2008

Bus_S Truk_S Taxi_S Angkot_S Spd Motor_S MP_S

(35)

25

- Lingkungan yang nyaman, aman terbebas dari banjir, ruang terbuka hijau

masih luas serta rasa aman dari pencurian dan perampokan, kondisi ini

terlihat dari pemukiman-pemukiman formal yang dipilih merupakan

pemukiman Cluster dengan pagar yang tinggi dengan penjaga gerbangnya.

- Sedangkan kesesakan dan kepadatan penduduk juga merupakan sikap

pada saat akan memutuskan membeli rumah dikawasan pinggiran kota.

- Mudah aksesnya karena mereka rata-rata menggunakan kendaraan pribadi

84 % untuk Pemukiman Tembalang Pesona Asri dan 100% untuk pemukiman Bumi Srondol Indah dan 100% untuk pemukiman Taman Setiabudi.

Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Kota Semarang

1)Pengaruh Strata-sosial Terhadap Mobilitas Transportasi

Di dalam melakukan perjalanannya tentu saja variabel variabel mobilitas sangat

mempengaruhi dan saling terkait satu sama lain, terutama terhadap status sosial mereka. Dari hasil analisis klasifikasi silang, meskipun faktor jarak perjalanan tidak signifikan hubungannya dengan preferensi pemilihan tempat tinggal, namun penduduk lebih memainkan perannya ke variabel waktu tempuh dan moda yang digunakan. Dari hasil analisis baik pada penelitian makro maupun penelitian mikro (table 3.2; 3.3; 3.4) pada 4 pemukiman formal di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik yang di jadikan sub lokus penelitian, juga diperoleh temuan bahwa status sosial sangat mempengaruhi pemilihan moda transportasi, yaitu kelompok rumah tangga ekonomi menengah keatas yang berpenghasilan > 3 juta lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi roda empat (4). Kondisi tersebut karena kendaraan pribadi mempunyai otoritas tinggi, artinya bisa lebih leluasa untuk melakukan pergerakan dibandingkan dengan angkutan umum dan untuk mengejar waktu tempuh. Sedangkan untuk kelompok pemukiman yang mewakili strata ekonomi menengah dan kelompok ekonomi menengah kebawah pemilihan moda ke moda pribadi roda 2 karena dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, pendidikan dan pekerjaan serta kepemilikan kendaraan.

Adapun perbedaan dalam pilihan moda dikarenakan untuk kelompok ekonomi menengah lebih sensitif terhadap biaya transportasi, sedangkan untuk kelompok rumah tangga ekonomi menengah keatas, bahwa biaya transportasi mahal tidak

menjadi masalah. Kelompok ini cenderung untuk melihat kualitas lingkungan

(seperti daerah tidak tergenang air/rob/banjir, tanah yang diperoleh luas, kepadatan pemukimannya, tidak kumuh) demi kelangsungan hidup keluarganya nanti. Bagaimana dengan kelompok ekonomi menengah dan kuat yang tinggal di pemukiman dengan kepadatan tinggi dan di lingkungan yang kualitasnya kurang nyaman seperti di Kecamatan Genuk ? Ditemukan untuk Kecamatan Genuk dengan kondisi lingkungan industri dan kualitas lingkungan pemukiman yang kurang aman dan nyaman (sering terjadi rob dan tergenang air) membuat penduduk tetap tinggal (< 50) di lokasi kurang nyaman ( table Lamp gambar B17, B18, B19.). Demikian untuk kelompok ekonomi menengah dan menengah kebawah, dengan sedikit ada peningkatan terhadap pendapatan maka akan menggantikan dengan moda pribadi roda empat bagi kelompok menengah dan roda dua bagi kelompok ekonomi menengah kebawah.

(36)

26

Dari hasil rekaman data yang diperoleh pada penelitian tahap dua yang

dilakukan dengan teknik wawancara mendalam pada sub lukus penelitian yaitu pada ke empat (4) pemukiman formal yang terpilih sebagai lokus pada penelitian kualitatif ditemukan bahwa jarak tempat tinggal terhadap pelayanan jalur angkutan umum tidak mempengaruhi mobilitas transportasi penduduk pemukiman wilayah studi dalam penggunaan moda transportasi (Tabel: 3.2; 3.3). Penggunaan moda transportasi bagi penduduk yang tinggal pada pemukiman wilayah studi rata-rata hampir 100% menggunakan moda kendaraan sendiri (table 3.3; table 3.4).

Dalam penjaringan informasi melalui penelitian tahap 2 yang dilakukan dengan wawancara mendalam juga ditemukaan bahwa strata sosial masih tetap mempengaruhi dalam pemilihan moda pribadi maupun kendaraan umum baik untuk

kelompok pemukiman yang mempunyai jarak feeder ke pelayanan angkutan umum

pendek (0-300m) maupun kelompok pemukiman yang mempunyai feeder dengan

jarak 1 km maupun 4-5 km ke jalur pelayanan angkutan umum. Bagi penduduk yang mempunyai strata sosial menegah keatas yang diambil dari pemukiman Taman Setiabudhi dan Pemukiman Bumi Srondol Indah (SBI) penggunaan kendaraan pribadi disebabkan karena mengejar waktu tempuh dan lebih leluasa dalam melakukan aktivitasnya (table 3.4).

Penggunaan kendaraan pribadi oleh kelompok pemukiman ekonomi menengah keatas disebabkan kelompok ini melakukan perjalanan rutinitasnya dengan jarak 10-15 km dan kelompok ini mempunyai kegiatan yang menuntut otoritas tinggi, sedangkan kendaraan umum yang ada sekarang tidak bisa melayani otoritas penduduk wilayah studi.

Kelompok ekonomi menengah keatas ini lebih tidak sensitif terhadap pengeluaran biaya transportasi karena selain untuk peningkatan status sosial juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan (Tabel:3.1; Tabel:3.2). Apabila dilihat dari lokasi pemukiman yang menjadi sub lokus penelitian mikro inl adalah pemukiman formal yang dibedakan dengan jarak ke jalur pelayanan angkutan umum, maka bisa diambil kesimpulan bahwa jauh dekatnya jarak tempat tinggal ke jalur pelayanan angkutan umum tidak mempengaruhi untuk pemilihan moda pribadi (Tabel: 3.4).

4. PROSES PEMBENTUKAN KONSEPSI TEORITIS MOBILITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL DI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG

Gambar

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Teoritik
 Gambar  1.2
Gambar :2.2
Kecamatan Banyumanik   Ber bukit Kel Rumah Tangga Ek.  M engh (II) Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi eksisting keadaan elemen detensi pada pinggiran jalan pada kawasan penelitian telah dilengkapi vegetasi berupa jalur hijau jalan pada beberapa tempat yang

pemilihan studi kasus di Kabupaten Semarang adalah karena lokasinya yang mudah dituju dan banyak terdapat perkebunan kopi rakyat sehingga perlu dilakukan analisis

Simpulan : Kasus diare pada balita cenderung mengelompok di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, curah hujan yang tinggi, dan area sekitar tempat tinggal pasien balita

Dari studi ini diketahui bahwa pada tahun 1993 terdapat 48 kelurahan yang termasuk kawasan pinggiran (pedesaan), 33 kelurahan yang termasuk kawasan suburban dan

Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya, fungsi dari kawasan rekreasi kota yang akan direncanakan di sepanjang bantaran kali Banjir Kanal Barat Semarang dan Lingkungan

 Asrama Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang adalah suatu bangunan yang memiliki sejumlah kamar yang berfungsi sebagai tempat. tinggal bagi sekelompok orang

Kondisi eksisting keadaan elemen detensi pada pinggiran jalan pada kawasan penelitian telah dilengkapi vegetasi berupa jalur hijau jalan pada beberapa tempat yang

Preferensi Pemilihan Moda dalam Pergerakan Penglaju Koridor Bogor-Jakarta Terkait dengan Pemilihan Tempat Tinggal Studi Kasus: Moda Bus AC Dan Moda KRL Ekspress.. Model Probabilitas