• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Filsafat Pemikiran Haji Agus Sa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Filsafat Pemikiran Haji Agus Sa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

0

MAKALAH SINGKAT

JUDUL:

PEMIKIRAN NEGARA ISLAM OLEH H. AGUS SALIM:

ANALISIS ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS DAN

AKSIOLOGIS

MATA KULIAH

: FILSAFAT ILMU

DOSEN PENGAMPU

: Dr. Surwandono, S.Sos., M.Si.

Oleh:

GANENDRA WIDIGDYA

20130510007

PROGRAM SARJANA STRATA-1

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

1

PEMIKIRAN NEGARA ISLAM OLEH H. AGUS SALIM:

ANALISIS ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS DAN AKSIOLOGIS

I. Dasar Pemikiran

Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh Dr. Surwandono, S.Sos., M.Si mengenai telaah terhadap filsafat pemikiran negara Islam dengan pendekatan landasan berpikir filsafat ilmu, maka penulis berupaya untuk mencari literatur dan bahan bacaan lanjutan tentang pemikiran tokoh mengenai konsep Negara Islam yang berkembang di Indonesia. Pemilihan perkembangan pemikiran tokoh mengenai konsep Negara Islam yang terjadi di Indonesia ini menjadi pilihan agar dalam memahami pemikiran Negara Islam tersebut, menjadi sangat kontekstual dengan dinamika yang terjadi di Indonesia.

(3)

2

II. Dasar Teori

Menurut Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, landasan berpikir dalam Filsafat Ilmu dibagi menjadi 3 (tiga) analisis utama yaitu:

1. Landasan Ontologis:

Landasan yang mempelajari tentang apa yang ingin diketahui dari sebuah pemikiran ataupun ilmu atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang kebradaaan sesuatu. Sehingga melalui landasan ini dapat diketahui asal-usul tentang suatu pemikiran, bagaimana sumber logikanya dan basis logis yang menyusun pemikiran tersebut sehingga suatu hal ataupun suatu pemikiran tersebut dapat terjadi hingga sedemikian.

2. Landasan Epistemologis:

Landasan yang membahas secara mendalam tentang segenap proses yang terlibat dalam suatu usaha memperoleh suatu pengetahuan atau pemikiran. Landasan ini akan berupaya mengkaji mekanisme untuk melihat tata laksana maupun proses sebuah alur pemikiran atau pengetahuan. Pada landasan epistemologis ini digunakan logika analogi, silogisme, premis mayor dan premis minor.

3. Landasan Aksiologis:

(4)

3

III. Analisis Pemikiran

Berdasarkan informasi dari beberapa literatur dan bahan bacaan tambahan, pemikiran H. Agus Salim terhadap Negara Islam dapat dijabarkan dengan pendekatan landasan filsafat ilmu dengan pembahasan sebagai berikut:

1. Landasan Ontologis:

H. Agus Salim lahir di desa Koto Gadang, Bukittinggi Sumatera Barat tanggal 8 Oktober 1884 dengan nama kecil Masyudul Haq (artinya: pembela kebenaran). H. Agus Salim berasal dari lingkungan keluarga terkemuka pada masyarakat adat Minangkabau sebagau putra dari Sutan Muhammad Salim bekas jaksa Pengadilan Negeri di wilayah Riau. Kedudukan sebagai pejabat daerah dari orang tuanya inilah yang memudahkan bagi H. Agus Salim untuk bisa leluasa masuk sekolah Belanda yang waktu itu, hanya diperuntukkan buat anak-anak non-pribumi dan pejabat atau priyayi saja. Pada masa HBS ini ia kos di rumah Keluarga The Koks dengan gaya yang sangat kebarat-baratan. Inilah yang, membuatnya mengenal konsep-konsep Barat seperti sosial demkcrat sekaligus menjauh dari Islam. Pada berbagai kesempatan ketika dewasa, H. Agus Salim mengisahkan masa-masanya ini sebagai masa dimana ia cukup menjauh dari Islam. Setelah 5 tahun di HBS, pada tahun 1903 beliau lulus sebagai siswa HBS terbaik se-Indonesia.

Pengaruh intelektualitas H. Agus Salim pada masa beranjak dewasa merujuk kepada buku-buku karya C.Snouck Hurgronye. Kekagumannya menghantarkannya ke Batavia dan bertemu dengan Hurgronye yang kemudian menawarinya bekerja sebagai Konsul Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Masa selama menjadi petugas konsul di Jeddah Inilah yang

membuat H. Agus Salim “kembali” kepada kedekatan dengan nilai-nilai Islam. Selama di

Arab Saudi, H. Agus Salim menghabiskan waktu senggangnya untuk belajar Islam dari sumber-sumber asli, berbahasa Arab bahkan sempat berguru pada Syekh Ahmad Khatib seorang Guru Mahzab Syafii sekaligus Imam Besar di Masjidil Haram yang berasal dari Sumatra Barat, Indonesia.

(5)

4 dan Sunah Rasul, dengan kegiatan utama memberdayakan kelompok masyarakat untuk membangkitkan kemampuannya melalui Persatuan Pedagang Pasar, Persatuan Sopir Oplet, Perkumpulan Buruh Batik, dan seterusnya.

2. Landasan Epistemologis:

Pemikiran Agus Salim mengenai agama Islam terutama dikaitkan dengan posisi Islam dalam kehidupan bernagara dipercayai bersifat progresif dan liberal yang didapatnya terutama ketika ia banyak mempelajari Islam langsung dari sumber berbahasa Arab dan Guru Besar di Masjidil Haram pada saat ia bertugas menjadi penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah. Agus Salim sering disebutkan sebagai perintis pemikiran neomodernisme di Indonesia yang mana pola pemikirannya tentang Islam yang bersifat progresif dan liberal. Pola pemikiran tersebut sangat erat kaitannya dengan caranya memberi pemahaman dan mengenalkan Islam dengan cara menaikkan Islam itu sendiri tanapa menjatuhkan agama lain dan juga membanding-bandingkannya.

Mengenai Al-Qur’an Agus Salim berpendapat bahwa isi dari Al-Qur’an itu harus kita pahami secara konstektual yaitu sesuai dengan tempat dan waktunya, dan dia juga menyatakan bahwa Al-Qur’an harus dibaca berulang-ulang untuk dapat mengerti isinya. Agus Salim mengungkapkan suatu pemahaman Islam yang salah yang terjadi Indonesia pada 1953 yang pada waktu itu sebagian besar penduduknya hidup dalam sektor pertanian, saat itu sektor agama sangat dikuasai oleh guru pengajar Islam di pondok-pondok pesantren dan surau yang terpaku pada fikih, yang tidak mengalami perubahan berarti dan karena dan karena itu tidak menampung perkembangan dinamika dunia. Menurut Agus Salim dari situlah muncul kecenderungan konservatif yang sulit menerima inovasi untuk dipertautkan dengan pikiran keagamaan, yang akibatnya untuk dapat membedakan apa yang dapat diterima atau tidak adalah dengan menolak semua hal yang dibawa oleh pemikiran asing dan nir-Islami.

(6)

5 Agus Salim mengisyaratkan pemahaman yang lebih konstektual dengan memperhitungkan sebab turunnya (asbabul-nuzul) ayat tersebut.

Pada tataran Islam dalam politik luar negeri, H. Agus Salim mengenai konsep Pan-Islamisme (persatuan dunia Islam), namun pada konsep ini H. Agus Salim lebih menekankan kepada kerjasama non-politis daripada yang bersifat politis dan baginya ide Pan-Islamisme tak harus berbentuk khilafah Islamiyah tetapi lebih pada kedekatan emosional-religius sebagai faktor pemersatu antar negara-negara Islam.

3. Landasan Aksiologis:

Dampak dari pemikiran H. Agus Salim tentang konsep Negara Islam atau hubungan antara negara dan agama (khususnya Islam) dalam berbagai aktivitasnya sebagai salah satu founding fathers Indonesia adalah penekanan tentang pentingnya ketuhanan sebagai

fundamen negara serta perlunya jaminan yang tegas mengenai kemerdekaan warga dalam undang-undang dasar yang dilandaskan nilai-nilai Islam yang kontekstual sesuai dengan dinamika keadaan dan kewilayahan daerah tersebut. Pemikiran agama dalam negara yang disampaikan oleh H. Agus Salim juga mengenalkan konsep nasionalisme yang Islami sebagaimana tulisan beliau pada Fajar Asia (No.170 Tahun 1928) yang menyampaikan bahwa gagasan nasionalisme Eropa yang meminggirkan Tuhan karena berlandaskan material minded yang akhirnya menuju kepada pembunuhan massal dan perperangan sebagaimana yang dilakukan oeh Hitler itu adalah tidak benar. Nasionalisme itu hendaknya bertujuan kepada hak keadilan dan keutamaan yang batasnya dan ukurannya telah ditentukan oleh Allah S.W.T.

Terkait konsep Islam pada tata negara, H. Agus Salim menjunjung tinggi peran negara untuk menjamin hak-hak Islami yang berlandaskan keadilan bagi seluruh masyarakat dimana menurut H. Agus Salim yang selalu digolongkan dalam kelompok Islam ini, bahwa menurutnya paham undang-undang dasar itu sebenarnya tidak menjadi persolan

paham apa yang dianut namun hukum dasar harus selalu memiliki “pagar-pagar penjaga”

(7)

6 yang dengan tegas menyatakan bahwa keadilan sosial-ekonomi yang bersifat material itu jangan sampai mengacu kepada penghambaan terhadap harta duniawi.

IV. Kesimpulan

Adapun kesimpulan terkait pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep Negara Islam berdasarkan analisis landasan Filsafat Ilmu dengan pendekatan Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis dapat dipahami sebagai berikut:

 Berdasarkan analisis landasan Ontologis, pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep

negara Islam sangat dipengaruhi oleh latar belakang dinamika proses pendidikan, perjalanan karir serta lingkungan pembentuk pola pikir H. Agus Salim baik dari sisi tokoh yang berpengaruh dalam kehidupannya maupun dinamika ilmu pengetahuan, kebijakan politik maupun konstelasi pengaruh internasional kala itu baik ketika ia beranjak dewasa di Batavia maupun ketika ia mempelajari Islam lebih dalam ketika melakukan tugas di Jeddah, Saudi Arabia.

 Berdasarkan analisis landasan Epistemologis, pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep negara Islam bersumber dari pemahaman beliau mengenai agama yang pada esensinya harus dipahami dengan pendekatan yang kontekstual dan dinamis. Nilai-nilai dasar agama (dalam hal ini Islam) harus dipegang teguh namun yang dikejar adalah substansi bukan sekedar aksi tanpa makna. Sehingga dasar pemikiran H. Agus Salim dalam konsep bertata negara adalah mengutamakan esensi Islaman bukan sekedar jargon-jargon ke-Islaman yang ternyata apabila ditelaah secara mendalam malah tidak Islami.

 Berdasarkan analisis landasarn Aksiologis, pemikiran H. Agus Salim terhadap konsep

(8)

7

V. Referensi

Latif, Yudi., Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalistas dan Akutalitas Pancasila, Jakarta, Gramedia Pustaka, 2012.

Setiadi, Purwanto dkk., Agus Salim: Diplomat Jenaka Penopang Republik, Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 12-18 Agustus 2013; Edisi Khusus Kemerdekaan, , Jakarta, Tempo Media Inti, 2013.

Referensi

Dokumen terkait