PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN
KERJA PEGAWAI
Usulan penelitian untuk skripsi Program studi Manajemen
Diajukan oleh: Dewi Rahmawati
(13133200107)
FAKULTAS EKONOMI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
(Malayu, 2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Locke memberikan definisi komperhensif dari kepuasan kerja yaitu keadaan emosional yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, sedangkan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Pegawai yang puas terhadap pekerjaannya akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membatu orang lain dan melakukan pekerjaan melibihi harapan yang norml dalam pekerjaan mereka (Robbin, 2003). Kepuasan kerja yang tinggi juga sering menghasilkan lebih sedikit keluhan dan kecelakaan kerja, sedikit waktu diperlukan untuk mempelajari tugas baru dan berkurangnya stres (Luthans, 2006).
kepuasan kerja dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah gaya kepemimpinan (Locke dalam Marcelius dan Rita, 2004).
Peran pimpinan dalam suatu perusahaan sangat penting untuk memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua pegawai agar bekerja sebaik-baiknya dan mencapai hasil yang diharapkan. Karakteristik kepemimpinan akan sangat berpengaruh terhadap iklim kerja dalam suatu perusahaan. Berbagai cara dilakukan seorang pimpinan dalam mempengaruhi pegawainya agar dapat mlakukan pekerjaan sesuai dengn kebijakan yg telah ditetapkan, diantaranya dengan memberikan pujian, memberikan hadiah dan penghrgaan tertentu, melakukan tindakan korektif, bahkan dengan cara memberikan tekanan terhadap pegawainya. Kemungkinan yang diharapkan oleh pegawai perusahaan adalah pimpinan yang mampu memberikan kepuasan kerja pada pegawainya.
(Jenkins dalam Marcelius dan Rita, 2004) mengungkapkan bahwa keluarga pegawai lebih banyakdisebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena pegawai merasa pimpinan tidak memberikan kepercayaan, tidak ada keterlibatan pegawai dalam pembuatan keputusan, pimpinan berlaku tidak obyektif dan tidak jujur pada pegawai.
(Bas dalam Marcelius dan Rita, 2004) menyatakan bahwa salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprensif berkitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinn transformasional dan transaksional. Dan gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, presepsi, dan perilaku pegawai dimana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin. Motivasi dan kepuasan kerja serta mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi. Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin memfokuskan perhatian pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan pegawai yang melibatkan hubunagan pertukaran (Yuki, 1998)
dilihat dari gaya kepemimpinan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis perbedaan kepuasan kerja pegawai jika ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan kepuasan kerja pegawai jika ditinjau dari gaya kepemimpinan tranformasional dan transaksional ?
C. Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepusan kerja pegawai.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepuasan kerja pegawai.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibagi beberapa pihak antara lain:
a. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai bahan pertimbangan atau masukan berkaitan dengan gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
b. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengaplikaian ilmu pengetahuan dibidang manajemen, khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia.
c. Bagi Pihak Lain
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah “melakukannya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman, ahli pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/intruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin yang efekti mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi dan intensitas. Ciri-ciri pemimpin berkarakter sebagai berikut:
a. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Jujur dengan kekuatan diri dan kelemahan dan usaha untuk memperbaikinya.
c. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya.
d. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya.
e. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara profesional dalam jabatannya.
f. Memiliki rasa kehormatan diri dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggung jawab pribadi atas prilaku pribadinya.
g. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat “team work”, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk mnyelesaikan tugas (Field Manual 22:100).
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mngenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
2. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.
dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap bawahan untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
3. Pengertian Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah perilaku pemimpin yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan anggota ang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan engenai klarisifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja dan penghargaan.
Pemimpin transaksional harus mampu mengenali apa yang diinginkan anggota dari pekerjaannya dan memastikan apakah telah mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, apa yang diinginkan pemimpin adalah kinerja sesuai standar yang telah ditentukan.
pemimpin reponsif terhadap kepentingan-kepentingan pribadi anggota selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan anggota.
Berdasarkan pengertian mengenai kepemimpinan transaksional yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan transaksional merupakan presepsi para anggita terhadap perilaku pemimpin dalam mengarahkan anggotanya untuk bekerja sesuai standar yang ditetapkan.
Karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas: imbalan kontigen dan manajemen melalui eksepsi. Kedua karakteristik kepemimpinan transaksional, selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Imbalan kontigen. Imbalan kontigen adalah kontrak pertukaran imbalan untuk upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan bagi kinerja ang baik, dan menghargai prestasi kerja yang dilakukan anggota.
dan standar, serta mengambil tindakan korektif. Sebaliknya, dalam pelaksanaan manajemen melalui eksepsi secara passif, pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar tidak tercapai.
Penelitian mengenai kepemimpinan transaksional mengemukakan ada dua karakteristik utama tipe kepemimpinan transaksional, yaitu: (1) pemimpin menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi para anggota, dan (2) pemimpin hanya melakukan tindakan nkoreksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi yang ditetapkan. Kepemimpinan transaksional dengan demikian mengarah pada upaya mempertahankan keadaan yang telah dicapai. 4. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan variabel sikap (attitude), yang berkaitan dengan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya. Oleh karena menggambarkan perasaan, maka mengacu komponen sikap, kepuasan kerja merupakan komponen afeksi. Sikap atau afeksi tersebut terbentuk sebagai hasil evaluasi terhadap pengalaman aspek-aspek pekerjaannya. Lebih lanjut, karena kepuasan kerja merupakan afeksi, maka keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku lebih lanjut, baik intensitas atau arahnya (pilihan-pilihan).
terhadap lingkungan tugasnya (rekan kerja, kondisi kerja dan organisasi).
Karyawan yang tidak puas dalam kerjanya dapat dinyatakan dalam berbagai cara. Misalnya, berhenti bekerja, karyawan mengeluh, tidak patuh, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerjanya. Sementara kepuasan kerja merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap karyawan ditempat kerjanya. Dan tidak mudah memuaskan karyawan karena kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan pengertian kepuasan itu sendiri, dimana kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya.
Dalam kepuasan kerja ada yang dinamakan pengukuran kepuasan kerja digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja pegawai. Dalam pengukiurannya dapat digunakan berbagai cara. Pengembangan sumber daya manusia merupakan uatu proses mengembangkan keahlian karyawan untuk dapat bekerja secara profesional. Ketika karyawan dapat bekerja secara profesional, maka kepuasan kerja dapat dicapai (Hassan et al., 2006).
5. Teori-teori kepuasan kerja
yaitu yng disebut sebagai a) Disperancy theory, b) Equity theory, c) two factor theory:
a. Disperancy theory (Teori Perbedaan)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja seseorangdengan menghutung selisih antara apa yang seharusya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how much of something there should be and how much there “is now”). Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seeorang bergantung pada perbedaan (disperancy) antara nilai dari harapan yang diinginkan, dengan apa yang menurut perasaan atau presepsinya yang telah dicapai atau diperoleh dari pekerjaanna. Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan presepsina atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi walaupun terdapat perbedaan (disperancy), tetapi merupakan perbedaan yang positif. Sebaliknya semakin jauh kenyataan ang dirasakan tersebut dibawah standar minimum maka akan terjaditerjadi pebedaan negaif (negative disperancy), dan akan semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
dengan dirinya sendiri diwaktu lampau (the comparison person may be someone in a defferent organization or even the person himself in a previous job).
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Teori Dua Faktor yaitu yang membuat orang merasa puas dan faktor yang membuat orang merasa tidak puas. Dalam pandangan lain dua faktor yang dimaksud dalam teori ini adalah adanya dua rangkaian kondisi, pertama kondisi ang menyebabkan orang merasa tidak puas, jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi. Kondisi kedua digambarkan Hezberg dalam Yuli (2005) sebagai serangkaian kondisi intrinsik, apabila kepuasan kerja terdapat dalam pkerjaan akan menggerakan tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor motivator yang perlu diperhatikan kepada bawahan:
1) Keberhasilan pelaksanaan (achievement)
2) Tanggung jawab (responbililities)
4) Pengembangan (advancement)
5) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
Menurut Yuli (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan berdasarkan teori motivasi Hezbreg antara lain dipengaruhi oleh:
1. Pendapatan atau Kompensasi
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi/perusahaan tempat ia bekerja. (Pangabean, 2004)
2. Aktivitas Kerja
Aktivitas kerja merupakan kegiatan atau rutinits bkerja yang dilakukan karyawan, yang terdiri dari tugas dan tanggyng jawab dalam bekerja sesuai dengan uraian kerja yang ditetapkan (Yuli, 2005).
Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manaje dlam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan (Winardi, 2001).
4. Promosi Karir
Promosi kari adalah perencanaan karir seseorang pada pekerjaan yang lebih baik dalam bentuk bertanggung jawab yang lebih besar, status yang lebih, skill yang lebih tinggi berdasarkan ukuran kinerja yang ditetapkan (Yuli, 2005).
5. Hubungan dalam Kelompok Kerja
dalam perusahaan merupakan hal yang pening karena merupakan jembatan antara karyawan dengan sesama karyawan maupun karyawan dengan pemimpin (Yuli, 2005)
6. Kondisi Kerja
Kondisi Kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja (Mangkunegara, 2000).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan ditempmat kerja. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhu kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karawan (Sutrisno, 2009:82).
1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan;
2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan bereaksi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan;
3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pda diri pegawai dan faktor pekerjaannya (Mangkunegara, 2009:120).
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecerdasan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, presepsi, dan sikap kerja.
Menurut Sutrisno, (2009:82-84) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini, ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengarui perasaan karyawan selama kerja.
3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.
5. Pengawasan. Sepervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turnover.
7. Kondisi kerja. Termasuk disini kondisi kerja tempat, ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.
9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dlam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas. Fasilitas rumah skit, cuti, dana pensiun, atau nperumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
7. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
tenaga kerja tidak mempresepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik ang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dakam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004:113).
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter dan Streers mngatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan kedalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuru barang milik organisassi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Tiga cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan,
b) Menyuarakan (Voice), ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan kontruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
c) Mengabaikan (Neglect), ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi le bih buruk, termasuk misalnya sering absen atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
8. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun, pimimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing memiliki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbedaterjadi, apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya bawahan merasa dilindungi oleh pemimpin apabila pemimpin dapat menyejukkan hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih senang menerima atasan yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.
mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi. Pemimpin dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalamkepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.
9. Pengaruh Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja
Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dapat dikatakan juga bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk meyakinkan orang-orang agar mengusahakan secara tegas tujuan-tujuannya dengan penuh semangat. Dalam menjaga kinerja yang tinggi, kepemimpinan tidak dapat diremehkan karena dalam hubungannya harus memiliki kemampuan tertentu dalam mendorong orang lain untuk bekerja keras dan mengarahkan usaha-usaha ketujuan bersama. Oleh sebab itu pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan arahan kepada karyawan guna meningkatkan kinerjanya.
terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Mengacu pada beberapa pendapat tentang gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan maka dapat ditarik pemahaman bahwa gaya kepemimpinan memiliki toleransi yang kuat dengan kinerja karyawan dan tidak dapat dipisahkan karena jika diterapkan dengan tepat pada sebuah organisasi maka akan menciptakan kepuasan kerja yang pada akhirnya mendorong terciptanya kinerja karyawan yang unggul dan sesuai dengan visi, misi serta tujuan organisasi.
B. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan mempunyai kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepusan kerja pegawai.
Penelitian terdahulu mengenai kepuasan kerja pegawai ditinjau dari gaya kepemimpinan Transaksional dan Tranformasional yang kemudian menjadi referensi yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
pengerjaan suatu pekerjaan, kepuasan bekerja, sampai mengeluarkan suatu hasil pekerjaan. Fungsi dari pemimpin didalam organisasi juga mempunyai peran lebih didalam suatu organisasi, apakah pemimpin itu dapat melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak, ataukah komunikasi dengan seluruh lini didalam organisasi baik atau tidak.
2. Muhammad, Reidy dkk (2016) penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menjelaskan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepuasan kerja pegawai. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif.
C. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2008). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1.1
D. PERUMUSAN HIPOTESIS
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang dianjurkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Gaya Kepemimpinn Transfomasional berpngaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Gaya kepemimpinan Transformasional
(X1)
Kepuasan Kerja (Y)
Gaya Kepemimpinan Transaksional
H2 : Gaya Kepemimpinan Transaksional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
H3 : Gaya kepemimpinan Transformasional dan Transaksional secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
BAB III
A. Waktu Penelitian
Penelitian tentang pengaruh gaya kepemimpinan Transformasional dan gaya Kepemimpinan Transaksional terhadap kepusan kerja pegawai dilakukan selama kurang lebih 1 bulan.
B. Variable Penelitian
Variable penelitian adalah segala suatu atribut, nilai/sifat dari objek, individu/kegiatan yang mempunyai banyak variasi tertentu antara satu dan lainnya yang telah ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan dicari informasinya serta ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini terdapat dua variable bebas (X) dan satu variable terikat (Y).
1. Variabel Bebas/Independen Variabel
Yaitu variable yang mempengaruhi variable lain atau yang diselidiki pengaruhnya. Yang menjadi variable bebas dalam penelitian ini adalah :
a. Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)
mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
b. Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2)
Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginspirasi paar pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa. Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut.
2. Variabel Terikat/Dependent Variabel (Y) (Kepuasan Kerja) Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah judgement sampling yaitu teknik pengumpulan sampel, dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa ia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.
Untuk menentukan jumlah sampel yang akan diteliti, penulis menggunakan rumus Slovin. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel yang diteliti sudah diketahui sebelumnya, serta jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah kurang dari 100. Teknik pengambilan sampel dengan rumus Slovin adalah sebagai berikut:
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian merupakan metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
Metode Wawancara. Wawancara dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber/sumber data.
Kuesioner, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan/pernyataan kepada orang lain yan dijadikan responden untuk dijawabnya.
Teknik analisis data adalah upaya menolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yan berkaitan dengan keiatan penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan model analisis Jalur. Pemilihan model ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional melalui variabel kepuasan kerja, adapun model dasar dari analisis jalur ini adalah :
1. Menentukan model diagram jalurnya berdasarkan paradigma hubungan antar variabel.
2. Membuat diagram jalur persamaan strukturalnya, dimana X1 dan X2 adalah variabel eksogen dan Y1 adalah variabel endogen.
3. Menganalisis dengan menggunakan SPSS yang terdiri dari dua langkah yaitu :
Y1= PY1XI+PY1X2+ ɛ 1
Dimana :
Y1 = Kepuasan Kerja
X1 = Kepemimpinan Transformasional X2 = Kepemimpinan Transaksional