• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian-pengertian a) Pengertian Perceraian - Faktor perceraian suami isteri usia dewasa awal (Studi di Pengadilan Agama Palangka Raya Tahun 2012) - Digital Library IAIN Palangka Raya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian-pengertian a) Pengertian Perceraian - Faktor perceraian suami isteri usia dewasa awal (Studi di Pengadilan Agama Palangka Raya Tahun 2012) - Digital Library IAIN Palangka Raya"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik

1. Pengertian-pengertian a) Pengertian Perceraian

Slamet Abidin dan Aminudin menjelaskan bahwa perceraian

menurut bahasa artinya sama dengan talak, sedangkan talak diambil dari

kata Itlak, artinya melepaskan, atau meninggalkan.1 Sedangkan dalam

istilah agama menurut Syaikh Hasan Ayyub yang dimaksud dengan talak

adalah pemutusan tali perkawinan.2 Dalam kata lain menurut Slamet

Abidin dan Aminudin perceraian atau talak bisa diartikan melepaskan

ikatan perkawinan, rusaknya hubungan perkawinan, dan atau putusnya

ikatan perkawinan.3 Dalam KHI Pasal 144 dijelaskan bahwa putusnya

perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak

atau berdasarkan gugatan perceraian.4

1

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fikih Munakahat II, Bandung: Pustaka Setia, 1999, Cet.1, h. 9

2

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, alih bahasa Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, Cet.1, h. 207

3

Slamet Abidin dan Aminudin, Fikih Munakahat II, h. 9

4

Lihat: Kompilasi Hukum Islam, Pasal 144, Tim Penyusun, Yogyakarta: Graha Pustaka, h. 140

(2)

b) Pengertian Suami Istri

Suami secara bahasa artinya adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri),5 sedangkan istri secara bahasa artinya adalah wanita (perempuan) yang telah menikah atau yang bersuami.6 Berarti definisi dari kata suami-istri adalah pasangan pria dan wanita yangg telah

menikah.7 Kata suami dan istri, kadang berkembang menjadi pasutri (pasangan suami istri) adalah kata yang tentu saja kita kenal sehari-hari.8

Di Indonesia, agar hubungan pria dan wanita diakui secara hukum

maka pernikahan diatur dalam suatu undang-undang. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahu n 1974 pasal 1 tentang

pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah :

ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.9

c) Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata

adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang

sempurna atau telah menjadi dewasa.10 Menurut Rina Yunanta masa

dewasa awal terentang sejak tercapainya kematangan secara hukum

5

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, Cet. 3, h. 1093

6

Ibid., h. 446

7Ibid.,

h. 1093

8

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/liche/material/psikologisuamiistriliche.pdf (online 1 april 2014)

9

Lihat: Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1 Tentang Perkawinan: Tim Penyusun: Wipress, 2007, Cet. 1, h. 1-2

10

(3)

(sekitar usia 18/20 tahun) sampai kira-kira usia 40 tahun.11 Hurlock

mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai

umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang

menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.12

Teori Papalia dan Olds, membagi kategori umur manusia dewasa menjadi tiga, yatitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (>(41-65 tahun).13

Menurut Hurlock dewasa awal merupakan masa permulaan dimana

seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya.

Hurlock dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa

awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan

suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan

kebebasan yang diperolehnya.14

Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2003).15

Papalia dan Olds (2011) mengemukakan bahwa pemuda atau

dewasa awal berada di puncak fungsi sensoris dan motoris. Pada

11

http://rinayunanta.blogspot.com/2012/01/karakteristik-perkembangan-masadewasa.html (Online 6-november-2013)

12

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28956/4/Chapter%20II.pdf (Online 6-november-2013)

13

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46392/BAB%20IV%20 Pembahasan%20_I05cms.pdf?sequence=4 (Online 20-April-2013)

14

http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-perkembangan-dewasa-awal (Online 6-november-2013)

15

(4)

pertengahan usia 20 tahun, semua fungsi tubuh telah berkembang dengan

sempurna dan mencapai puncaknya pada usia 40 tahun.16

Berdasarkan uraian di atas memberi pemahaman bahwa dewasa

awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40

tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu,

merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara

ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa

untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin

hubungan dengan lawan jenis atau menikah.

2. Dasar Hukum Tentang Perceraian a) Berdasarkan al-Qur’an

Di dalam al-Qur‟an, secara tegas dinyatakan sebagai berikut.























































































16
(5)









Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.17

Menurut Quraish Shihab talak yang dapat dirujuk dua kali, artinya

seorang suami hanya memperoleh kesempatan dua kali melakukan

perceraian dengan istrinya. Kata yang digunakan ayat ini adalah dua kali,

bukan dua perceraian. Menurutnya ini memberikan kesan bahwa dua kali

tersebut adalah dua kali dalam waktu yang berbeda, dalam arti ada

tenggang waktu antara talak yang pertama dan talak yang ke dua.18

Tentunya dapat dipahami bahwa tenggang waktu itu untuk memberikan

kesempatan kepada pasangan suami istri melakukan pertimbangan ulang

serta saling instropeksi diri. Selebihnya mari kita simak penuturan

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat ini:

Setelah dua kali talak dilakukan oleh suami, maka ia diberi kesempatan untuk kembali kepada istrinya, dan sejak saat itu ia hanya memeliki kesempatan sekali talak. Karena itu, lanjutan ayat di atas menyatakan: Setelah itu, yakni setelah talak yang ke dua, suami boleh menahan dengan ma’ruf , yakni rujuk atau kembali lagi kepada istrinya dengan cara yang baik atau menceraikan,

17

Al-Baqarah [2]: 229. Lihat: Departemen Agama Republik Indonesia,

Al-Qur’an Dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi, 2010, h. 336

18

(6)

yakni talak yang ketiga kalinya tanpa boleh kembali lagi sesudahnya sebagaimana dua kali sebelumnya.19

Allah Swt. menambahkan mengenai hal diatas melalui ayat

selanjutnya berikut ini:































































Artinya: Kemudian jika dia menceraikannya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.20

Menurut Quraish Shihab seandainya suami memilih untuk

menceraikan istrinya dengan perceraian yang tidak ada lagi kesempatan

untuk rujuk, yakni talak yang dimaksud disini adalah talak tiga, maka

bekas istrinya tersebut tidak lagi halal baginya sampai ia menikah lagi

19Ibid.,

h. 493

20

Al-Baqarah [2]: 230. Lihat: Departemen Agama Republik Indonesia,

(7)

dengan lelaki lain selain bekas suaminya yang lalu.21 Selanjutnya Quraish

Shihab mmenjelaskan dalam kitab Tafsir al-Mishbah sebagai berikut:

Seandainya dia menceraikannya, yakni jika suami yang baru itu menceraikan wanita tersebut, maka tidak ada halangan dan dosa bagi ke duanya yakni suami yang lalu dan bekas istrinya itu, untuk kawin, yakni melakukan perkawinan yang baru dengan akad yang baru, setelah selesai iddahnya dari suami yang ke dua. 22

b) Berdasarkan Hadis

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis sebagai berikut:

َيِىَو ُوَت َأَرْم ا َقَّلَط ُوَّنَأ اَمُهْ نَع ُللها َيِض َر َرَمُع ِنْب ِللها ِدْبَع ْنَع

اَح

ِئ

ٌض

ُنْب ُرَمُع َلَأَسَف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ِلوُسَر ِدْهَع ىَلَع

ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلوُسَر ِباَّطَْلْا

ُلوُسَر َل اَقَ ف َكِلَذ ْنَع َمَّلَسَو

َّتََّح اَهْكِسْمُيِل َُّثُ اَهْع ِج اَرُ يْلَ ف ُهْرُم َمَّلَس َو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها

َقَّلَط َء اَش ْنِاَو ُدْعَ ب َكَسْمَأ َء اَش ْنِا َُّثُ َرُهْطَت َُّثُ َضيَِتَ َُّثُ َرُهْطَت

ْلا َكْلِتَف َّسََيَ ْنَأ َلْبَ ق

.ُءاسِّنلا اََلَ َقَّلَطُت ْنَا ُللها َرَمَأ ِتَِّلا ُةَّدِع

Artinya: Riwayat dari Abdullah bin Umar radhliyallaahu „anhuma,

bahwa pada masa Rasulullah s.a.w. ia mencerai istrinya, sedangkan istrinya itu dalam keadaan berhaid. Lalu Umar bin al-Khathab

21

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 496

22Ibid.,

(8)

bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang hal itu. Rasulullah s.a.w.

bersabda: “perintahkanlah kepadanya agar merujuk dengannya,

kemudian mempertahankan istrinya sampai ia bersuci, kemudian haid, kemudian bersuci lagi, kemudian jika ia masih suka hendaklah ia pertahankan, dan jika tidak suka, hendaklah ia menceraikannya sebelum ia menggaulinya. Itulah Iddah yang diperintahkan oleh Allah ketika seorang wanita hendak diceraikan.23

Menurut Syaikh Hasan Ayyub hadis di atas berkaitan dengan salah

satu jenis talak, yaitu talak bid‟iy. Talak bid‟iy (talak bid‟ah) berarti seorang

suami menceraikan istrinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci, tetapi

ia sudah menggaulinya. Maka dengan demikian ia telah berdosa dan talaknya pun

dianggap sah.24 Menurut Wahbah Zuhaili talak semacam ini diharamkan

sebab memperlama masa „iddah.25

Dalam hadis lain Nabis Muhammad Saw. bersabda:

ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ِلوُسَر َلاَق : َلاَقٍراَثِد ِنْب ِبِراَُمُ ْنَع

ِا َضَغْ بَاًأْيَش ُللها َّلَحَااَم : َمَّلَسَو

. ٌلَسْرُم اَذَى. ِقَلاَّطل َنِم ِوْيَل

Artinya: Dari Muharib bin Ditsar R.A. dia berkata: Rasulullah

S.A.W. bersabda: “Allah tidak menghalalkan sesuatu yang paling

dibenci-Nya dari pada talak.” Hadis ini Mursal.26

Terkait dengan hadis di atas menurut Wahbah Zuhaili para ulama

telah sepakat (ijma‟) bahwa talak itu dibolehkan.27

Meskipun begitu,

23

Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Sahih al-Bukhary, Alih Bahasa Abu Muhammad Ismail al-Hasany, t.tp, t.np, 2010, h. 947

24

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, alih bahasa Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, Cet. 1, h. 214

25

Wahbah Zuhaili, Fikih Imam Syafi’i, alih bahasa Muhammad Afifi dan Abdul Hafizh, Jakarta: Almahira, 2010, h. 608

26

(9)

menurut peneliti talak merupakan jalan akhir bagi penyelesaian konflik

rumah tangga yang rumit dan berkepanjangan. Analoginya adalah, seperti

pintu darurat pada sebuah pesawat yang tidak akan digunakan kecuali

berada dalam kondisi darurat.

c) Berdasarkan Pendapat Ulama

Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi menyatakan bahwa

ulama sepakat makruh hukumnya menjatuhkan talak ketika hubungan

suami istri sedang rukun, damai dan tentram. Akan tetapi menurut Hanafi

hukumnya haram.28 Lebih jelasnya jika dilihat dari segi kemaslahatan dan

kemudharatannya Syaikh Hasan Ayyub mengklasifikasikan hukum talak

menjadi lima macam yaitu:

1. Wajib jika sebuah rumah tangga tidak mendatangkan apa-apa selain keburukan, perselisihan, pertengkaran dan bahkan menjerumuskan keduanya (suami-istri) kedalam kemaksiatan, maka saat itu talak adalah wajib baginya.

2. Makruh jika talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan.

3. Mubah atau boleh jika talak yang dilakukan karena ada kebutuhan. Misalnya karena buruknya akhlak istri dan kurang baiknya pergaulannya yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.

4. Sunnah jika talak yang dilakukan pada saat istri mengabaikan hak-hak Allah yang telah diwajibkan kepadanya. Misalnya shalat, puasa dan kewajiban lainnya, sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya. Atau istri sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.

5. Mahzhur atau terlarang jika talak yang dilakukan ketika istri sedang haid. Para ulama mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini juga disebut dengan talak

bid‟ah.29

27

Wahbah Zuhaili, Fikih Imam Syafi’i, h. 580

28

Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmah Ummah fi Ikhtilaf

al-A’immah (Fikih Empat Madzhab), alih bahasa Abdullah Zaki Alkaf, Bandung: Hasyimi Press, 2004, Cet. 1, h. 366

29

(10)

Terkait hal di atas, menurut Muhammad bin Abdurrahman

ad-Dimasyqi para imam mazhab sepakat bahwa talak yang dilakukan pada

masa haid setelah disetubuhi atau pada masa suci setelah disetubuhi

hukumnya adalah haram, tapi talaknya tetap sah. Demikian pula,

mengumpulkan tiga talak sekaligus dengan sekali ucapan hukumnya

adalah haram, tetapi talaknya tetap sah. 30

Adapun menurut Ibnu Rusyd jumhur Fuqaha amsar (negri-negri

besar) berpendapat bahwa talak yang diucapkan tiga kali (dalam satu

waktu) hukumnya sama dengan tiga kali talak secara terpisah-pisah (jatuh

talak tiga).31 Lebih lanjut Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa lain halnya

dengan Fuqaha Zhahiri yang menyatakan bahwa mengumpulkan tiga talak

sekaligus dalam satu ucapan maka dianggap menceraikan dengan satu

talak, bukan menceraikan dengan tiga talak (jatuh talak satu).32

Senada dengan hal di atas Slamet Abidin dan Aminudin

menjelaskan bahwa jatuh talak satu, dengan syarat apabila niatnya

memang talak satu, atau kata-kata yang kedua dan ke tiga itu hanya

merupakan kata ulang atau taukid (kata penguat makna).33 Akan tetapi

menurut Ibnui Rusyd berbeda halnya dengan Imam Malik yang

berpendapat apabila seseorang menjatuhkan talak tiga sekaligus dengan

30

Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmah Ummah fi Ikhtilaf

al-A’immah (Fikih Empat Madzhab), h.367

31

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, alih bahasa M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah , Semarang: Asy Syifa, 1990, Cet. 1, h. 478

32Ibid. 33

(11)

satu ucapan kepada istrinya, maka baginya apa yang telah diniatkannya

tersebut telah mengikatnya pula.34

Pendapat di atas dikemukakan pula oleh Imam Syafi‟i, kecuali jika

suami membatasi kata-katanya itu dengan menambahkan “ Satu

kali cerai”. Pendapat inilah yang dipilih dikalangan pengikutnya.35

Menurut Slamet Abidin dan Aminudin para ulama berbeda

pendapat mengenai talak tiga sekaligus dalam satu ucapan apakah

termasuk talak sunni36 atau talak bid’iy, sebagian tabi‟in antara lain:

Hisyam bin al-Hakam, Abu Ubaidah, aN-Nasir, mereka berpendapat

bahwa, talak tiga yang diucapkan itu tidak jatuh sama sekali, dengan

alasan talak tersebut termasuk talak bid’iy.37 Sedangkan Menurut Imam

Malik talak tiga kali dalam satu ucapan termasuk talak bid’iy dan Imam

Syafi‟i mengatakan bahwa itu termasuk talak sunni.38

Demikianlah hukum talak jika ditinjau dari segi kemaslahatan dan

kemudharatannya. Namun kurang elok rasanya jika dalam pembahasan ini

hanya mengupas dari satu sisi saja. Untuk itu penulis mencoba

menjelaskan dari sisi yang lain. Yaitu hukum talak jika ditinjau dari boleh

tidaknya untuk rujuk kembali. Secara garis besar ditinjau dari segi boleh

tidaknya untuk rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Talak Raj‟i

34

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 505

35

Ibid.

36

Talak sunni (talak sunnah) adalah talak yang dijatuhkan ketika istri telah suci dari haidnya dan belum dicampuri. Sejak saat berhentinya dari haid ini, maka ia telah masuk ke dalam iddahnya. Dan pada saat ini, suami boleh menjatuhkan talak bila ia hendak menceraikannya. Lihat: Slamet Abidin dan Aminuddin, Fikih Munakahat II, Bandung: Pustaka Setia, 1999, Cet. 1, h. 41

37

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fikih Munakahat II, Bandung: Pustaka Setia, 1999, Cet.1, h. 40

38Ibid.,

(12)

Menurut Slamet Abidin dan Aminudin talak raj‟i yaitu talak

dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya,

setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal tertentu, dan istri

benar-benar sudah digauli.39 Adapun menurut Muhammad Jawad Mughniyah

para ulama sepakat bahwa talak raj‟i ialah talak dimana suami masih

memiliki hak untuk kembali kepada istrinya (rujuk) sepanjang istrinya

tersebut masih dalam masa „iddah, baik istri tersebut bersedia rujuk atau

tidak.40

Dalam kata lain Menurut Ali Yusuf As-Subki talak raj‟i adalah

talak yang diperbolehkan bagi laki-laki untuk kembali kepada istrinya,

sebelum habis masa ‘iddah dengan tanpa mahar baru dan akad baru.41

Abdul Rahman ghazali menegaskan bahwa talak raj‟i adalah talak yang

pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.42

Allah Swt. berfirman dalam al-Qur‟an:















...

Artinya:"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang

baik”.43

39Ibid.,

h. 17

40

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki dan Hambali, alih bahasa Masykur A.B, Afif Muhammad dan Idrus al-Kaff, Jakarta: Lentera Basritama, 2003, h. 451

41

Ali Yusuf As-Subki, Fikih Keluarga, alih bahasaNur Khozin, Jakarta: Amzah, 2010, cet. 1, h. 336

42

Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. 3, h. 196

43

Al-Baqarah [2]: 229. Lihat: Departemen Agama Republik Indonesia,

(13)

Terkait hal di atas maka menurut Slamet Abidin dan Aminudin

suami boleh merujuk istrinya kembali yang telah ditalak sekali atau dua

kali selama mantan istrinya itu masih dalam masa iddah.44 Oleh karena itu,

menurut peneliti apabila istri telah diceraikan dua kali, kemudian dirujuk

atau dinikahi kembali setelah sampai masa iddahnya, sebaiknya ia tidak

diceraikan lagi.

2. Talak Ba‟in

Menurut Abdurrahman Ghazali talak ba‟in yaitu talak yang tidak

memberi hak merujuk bagi mantan suami terhadap mantan istrinya.45

Senada dengan pendapat tersebut menurut Rahmat hakim talak ba‟in

adalah jenis talak yang tidak dapat dirujuk kembali, kecuali dengan

perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak yang belum

dukhul (menikah tapi belum disetubuhi kemudian ditalak).46 Ali Yusuf

As-Subki menegaskan bahwa talak ba‟in adalah talak yang memutuskan,

artinya suami tidak memiliki hak untuk kembali kepada perempuan yang

diceraikannya dalam masa iddahnya.47 Talak Ba‟in ada dua macam, yaitu

talak ba’in shughra dan talak ba’in qubra.

Terkait hal di atas, menurut Ali Yusuf as-Subki Talak ba’in

shughra yaitu talak yang bagi mantan suami tidak boleh kembali kepada

44

Slamet Abidin dan Aminudin, Fikih Munakahat II, h.18

45

Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, h. 198

46

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 2000, h. 162

47

(14)

mantan istrinya kecuali dengan mahar dan akad baru.48 Talak ini

menurutnya dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya setelah terjadi

talak, istri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah habis masa

iddahnya.49 Abdurrrahman Ghazali mencontohkan seperti talak yang

belum dikumpuli (disetubuhi), talak karena tebusan (khuluk’)50 dan talak

satu atau dua kali, tetapi telah habis masa tunggunya (habis masa iddah).51

Adapun talak ba’in qubra, menurut Abdul Rahman Ghazali adalah

talak yang menghilangkan hak kepemilikan mantan suami terhadap

mantan istri serta menghilangkan kehalalan mantan suami untuk menikah

kembali dengan mantan istrinya, kecuali setelah mantan istri itu kawin

dengan laki-laki lain, telah berkumpul dengan suami keduanya itu serta

bercerai dengan cara wajar dan telah selesai menjalankan iddahnya.52

Talak ba’in qubra terjadi pada talak yang ketiga kalinya. Hal ini sesuai

dengan firman Allah Swt di dalam Al-Qur‟an:























48

Ibid.

49

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, h.162

50

Maksud Khuluk yang dikehendaki menurut ahli fikih adalah permintaan istri kepada suaminya untuk menceraikan (melepaskan) dirinya dari ikatan perkawinan dengan

disertai pembayaran „iwadh, berupa uang atau barang, kepada suami dari pihak istri, sebagai imbalan penjatuhan talaknya. Khuluk adalah pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri dari ikatan perkawinan yang dianggap sudah tidak ada kemaslahatan sebagai imbalan hak talak yang diberikan kepada laki-laki. Dimaksudkan untuk mencegah kesewenangan suami dengan hak talaknya, dan menyadarkan suami bahwa istri pun mempunyai hak yang sama untuk mengakhiri perkawinan. Artinya dalam situasi tertentu, istri yang sangat tersiksa akibat ulah suami mempunyai hak menuntut cerai dengan imbalan sesuatu. Khuluk dewasa ini dikenal dengan istilah cerai gugat. Lihat: Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 2000, h..172

51Ibid.

52

(15)









































Artinya: kemudian jika dia menceraikannya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.53

Menurut Muhammad Jawad al-Mughniyah para ulama mazhab

sepakat bahwa seorang laki-laki yang mencerai tiga istrinya, maka istrinya

tersebut tidak halal lagi baginya sampai ia menikah terlebih dahulu dengan

laki-laki lain.54 Disamping itu menurut Rahmat Hakim perkawinan yang

dilakukan dengan suami yang kedua, harus merupakan suatu perkawinan

yang utuh, artinya melakukan akad nikah dan melakukan hubungan

seksual.55

Terkait hal di atas, menurut Muhammad Jawad al-Mughniyah

kalangan Imamiyyah dan Maliki mensyaratkan bahwa, laki-laki yang

menjadi muhallil (penyelang) itu haruslah baligh, sedangkan Syafi‟i dan

53

Al-Baqarah [2]: 230. Lihat: Departemen Agama Republik Indonesia,

Al-Qur’an Dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi, 2010, h. 336

54

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki dan Hambali, h. 453

55

(16)

Hanafi memandang cukup bila dia (muhallil) mampu melakukan

hubungan seksual, sekalipun dia belum baligh.56

Mencermati hal di atas maka menurut Syaikh Hasan Ayyub para

ulama sepakat membolehkan talak atau perceraian. Beliau menambahkan

bisa saja sebuah rumah tangga mengalami keretakan hubungan yang

mengakibatkan runyamnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada

dalam keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak

membawa kemaslahatan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut adanya

jalan untuk menghindari dan menghilangakan berbagai hal negatif tersebut

dengan cara bercerai atau talak.57

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa perceraian

hukumnya boleh, namun merupakan suatu jalan akhir bagi penyelesaian

masalah atau konflik yang sangat pelik di dalam rumah tangga.

3) Perceraian Menurut Undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam

Menurut Rahmat Hakim salah satu yang tidak disenangi oleh istri

dalam perkawinan adalah perceraian. Hal ini disebabkan bahwa selama ini

perceraian sering dipergunakan oleh laki-laki dengan semena-mena kepada

istrinya, padahal perceraian menurut islam, merupakan emergency exit

yang hanya dibuka apabila terjadi keadaan darurat, sepertri layaknya pintu

darurat dalam pesawat terbang.58 Penggunaan hak cerai yang serampangan

tersebut menurut Rahmat Hakim bukan saja merugikan kedua belah pihak,

56

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki dan Hambali, h. 453

57

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h. 208

58

(17)

tetapi juga terutama anak keturunan dan juga masyarakat. Banyak anak

yang kehidupan orang tuanya berantakan, tumbuh menjadi anak nakal dan

masalah-masalah sosial lainnya. 59 Selebihnya menurut Rahmat Hakim:

Untuk mengatasi masalah ini, undang-undang berusaha mengatasinya dengan memberikan aturan, baik tata cara, alasan serta usaha lainnya. Usaha tersebut menurut pada hakikatnya berupaya menekan intensitas perceraian dan segala aksesnya.60

Persoalan putusnya perkawinan telah diatur dalam Undang-undang

Perkawian No. 1 Tahun 1974 Pasal 38 yaitu, perkawinan dapat putus

karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan.61 Adapun

mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian sudah di atur dalam Pasal

116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan anpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri. 6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.62

59

Ibid., h. 166

60Ibid.

h. 167

61

Lihat: Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal 38 Huruf (a), (b), dan (c): Tim Penyusun, Kompilasi Hukum Islam Indonesia dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 dan Penjelasannya: Trinity Optima Media, 2007, h. 99-100

62

(18)

Menurut Zainudin Ali dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

terdapat tambahan mengenai alasan terjadinya perceraian yang berlaku

khusus kepada suami-istri (pasangan perkawinan) yang mememeluk

agama Islam , yaitu suami melanggar taklik talak dan peralihan agama

atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah

tangga.63

Adapun mengenai tata cara perceraian menurut Rahmat Hakim

telah di atur melalui Pasal 14, 15, 16, 17, dan 18 Peraturan Pemerintah

Tahun 1975. Yang pada intinya sebagai berikut: Usaha yang bersangkutan

untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan, penelitian pihak

Pengadilan terhadap permohonan, upaya mendamaikan kedua belah pihak

oleh pihak Pengadilan setiap kali sidang dan pihak Pengadilan

menyaksikan ikrar talak serta membuat keterangan tentang terjadinya

talak. Selanjutnya, keterangan tersebut diberikan kepada yang

bersangkutan dan lembaga terkait.64

Sedangkan mengenai tata cara cerai gugat atau khuluk (talak tebus)

menurut Rahmat Hakim di dalam Kompilasi Hukum Islam tidak

dijelaskan secara detil. Oleh karena itu, pasal yang membahas masalah ini

juga sangat terbatas. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), tidak

dijelaskan suatu proses bagaimana khuluk terjadi secara khusus serta

penyelesaian khuluk. Hal ini disebabkan karena Kompilasi Hukum Islam

63

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 75

64

(19)

KHI memandang, khuluk sebagai salah satu jenis talak, yaitu bagian dari

talak ba’in shughra.65

Meskipun begitu, untuk menyelesaikan kasus khuluk’ atau cerai

gugat KHI memberikan prosedur khusus melalui Pasal 148 yang

lengkapnya sebagai berikut:

1. Seorang istri yang mengajukan gugatan dengan jalan khuluk menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.

2. Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing. 3. Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agma memberikan

penelasan tentang hakikat khuluk, dan memberikan nasehat-nasehatnya.

4. Setelah kedua belah pihak sepakat besarnya iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.

5. Penyelsaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam Pasal 131 ayat (5).

6. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwadl Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa.66

4) Teori Perkembangan Psikologi

Umumnya pembahasan teori ini sangat luas, mencakup segala

aspek perkembangan fisik, mentalitas serta moralitas pribadi manusia,

sehingga dewasa ini lebih dikenal dengan istilah ilmu psikologi

perkembangan. Akan tetapi pembahasan ini tidak membahas mengenai

psikologi perkembangan secara spesifik, melainkan hanya membahas yang

berkaitan dengan masalah faktor perceraian suami istri usia dewasa awal

65Ibid.,

h.175

66

(20)

saja yang mana menurut Papalia dan Old kesulitan ekonomi dapat

memberikan tekanan emosional pada pernikahan sehingga tidak jarang

berhujung kepada perceraian.67

Demikian halnya menurut Desmita bahwa ikatan cinta/perkawinan

akan lebih langgeng apabila didasarkan kepada persamaan minat dan nilai,

saling berbagi perasaan dan dukungan materi, serta keterbukaan diri secara

intim.68 Berati aspek materi/ekonomi juga berpengaruh terhadap stabilitas

ikatan perkawinan. Bramlett dan Mosher dalam Papalia dan Old

mengatakan bahwa lulusan perguruan tinggi dan pasangan dengan

pendapatan yang tinggi berkecendrungan lebih rendah mengakhiri

pernikahan jika dibandingkan dengan yang berpendidikan serta

berpenghasilan lebih rendah.69 Brubaker dalam Papalia dan Old

menambahkan bahwa kesuksesan dalam pernikahan amat berkaitan

dengan cara pasangan tersebut berkomunikasi, membuat keputusan dan

mengatasi konflik.70 Artinya faktor pendidikan serta faktor ekonomi cukup

berpengaruh terhadap terjadinya perceraian suami-istri usia dewasa awal.

Sementara itu menurut Soemarti Patmonodewo faktor orang ketiga

(perselingkuhan) bisa mengusik perkawinan dan mengakibatkan

67

Diane E. Papalia dkk, Human Development (Psikologi Perkembangan), A.K. Anwar (penyd), Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 2, h. 708

68

Desmita, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Masa Dewasa dan Tua, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, h. 246

69

Diane E. Papalia dkk, Human Development (Psikologi Perkembangan), h. 708

(21)

keseimbangan perkawinan terganggu, bahkan bisa sampai pada terjadinya

perceraian.71

B. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian

Faktor penyebab terjadinya perceraian diantara pasangan

suami-istri ada yang meninggalkan rumah kediamannya dan ada juga pasangan

yang masih tinggal satu rumah tapi kehidupan rumah tangganya tidak

harmonis lagi, sehinnga berakhir kepada perceraian. Sebagian lieratur

seperti skripsi yang ditulis oleh Nurhayati Idi yang berjudul Faktor

Perceraian Suami-istri Usia Muda: Studi di Pengadilan Agama Pamekasan

menyebutkan bahwa faktor penyebab perceraian diantaranya adalah faktor

ekonomi dan orang ketiga.

Fenomena perceraian tersebut penulis penulis temukan Faktanya di

Pengadilan Agama Palangka Raya, bahwasanya sepanjang tahun 2012

yang lalu telah terjadi perceraian mencapai angka 358 kasus. Ironisnya

kasus perceraian tersebut didominasi oleh pasangan yang berusia mulai

dari 20 sampai dengan 40 tahun, dimana seseorang sudah dianggap

matang secara emosional. Sehingga jika terjadi perceraian di usia tersebut

mengindikasikan sebelumnya ada faktor penyebab ketidakharmonisan

mereka. Faktor penyebab ketidak harmonisan pasangan inilah yang akan

digali pada saat penelitian nantinya terhadap para hakim Pengadilan

Agama Palangka Raya yang menyidang perkara perceraian.

71

(22)

Selain hal di atas peran seorang hakim dalam mencegah terjadinya

percerain pasangan suami-istri usia dewasa awal harusnya juga perlu

digiali. Langkah pertama yang dilakukan oleh hakim adalah memberikan

nasehat di setiap persidangan kepada pasangan yang berperkara, kemudian

yang kedua adalah menunjuk hakamain atau juru damai dari kedua belah

pihak yang berperkara, kemudian langkah terakhir yang wajib dilakukan

adalah mediasi.

Berdasarkan gambaran di atas maka memberikan pemahaman

bahwa umumnya perceraian disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor

pendidikan rendah dan faktor orang ketiga (perselingkuhan). Kemudian

sebagaimana umumnya suatu permasalahan pasti membutuhkan solusi,

maka dengan berkaca pada permaslahan di atas seharusnya pihak terkait

seperti Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian (BP4)

memberikan sosialisasi mengenai hukum perceraian dalam Islam serta

dampak positif dan negatif perceraian. Sehingga masyarakat dapat

memahami masalah perceraian dengan seksama. Dengan begitu

diharapkan masyarakat dapat mempertimbangkan dengan matang jika

ingin melakukan perceraian. Lebih dari itu diharapkan agar dapat menekan

laju perceraian yang terjadi pada pasangan suami-istri usia dewasa awal.

Untuk lebih jelasnya proses dan tahapan pemikiran ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

(23)

Beranjak pada kerangka pikir di atas maka pertanyaan penelitian

disusun sebagai berikut:

a. Faktor-faktor penyebab pengajuan gugatan atau permohonan perceraian

suami-istri usia dewasa awal di Pengadilan Agama Palangkaraya.

1. Mengapa kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama

Palangkaraya pada tahun 2012 didominasi oleh kasus perceraian

suami istri usia dewasa awal?

2. Apakah faktor pendidikan rendah menjadi penyebab terjadinya

perceraian suami istri-usia dewasa awal?

Faktor Penyebab: Pendidikan, ekonomi dan orang ketiga (perselingkuhan).

Upaya pencegahan: Nasehat, penunjukan hakamain dan mediasi.

Data primer dan data sekunder.

Analisis dengan teori perkembangan

psikologi.

Hasil penelitian FPUDA

(24)

3. Apakah faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab terjadinya

perceraian suami-istri usia dewasa awal?

4. Adakah orang ketiga menjadi faktor penyebab terjadinya perceraian

suami-istri usia dewasa awal?

b. Upaya yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama

Palangkaraya dalam mencegah terjadinya perceraian suami-istri usia

dewasa awal.

1. Bagaimana nasehat dan saran dari Majelis Hakim Pengadilan Agama

Palangka Raya yang biasanya disampaikan dalam sidang perkara

perceraian kepada pasangan suami-istri yang akan bercerai?

2. Apakah Majelis Hakim Pengadilan Agama Palangka Raya pernah

menganjurkankan para pihak untuk berdamai melalui peran

Hakamain?

3. Apa tanggapan pasangan suami istri yang akan bercerai terhadap

penasehatan damai yang disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan

Agama Palangka Raya?

4. Selain mediasi, cara apa yang dilakukan oleh Pengadilan Agama

Palangka Raya dalam mencegah terjadinya perceraian suami istri usia

Referensi

Dokumen terkait

11.5 Melakukan tindakan pengamanan pada operasi peralatan pengendali daya tegangan rendah yang mengalami gangguan. 12.Mengoperasikan sistem

[r]

“Faktor-faktor Penentu Minat Mahasiswa Manajemen untuk Berwirausaha (Studi Mahasiswa Manajemen FE Universitas Negeri Padang)”.Jurnal Manajemen, Volume 01, Nomor 01, September

The purpose of this study is to understand the influence of profitability, capital adequacy ratio, and leverage on going-concern audit opinion of banks, where Return On Asset

terhadap kelompok minoritas. Contoh yang lain adalah model "sekolah pembauran" Iskandar M uda di M edan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang

Rasio aktivitas berpengaruh terhadap return saham dikarenakan semakin tinggi rasio aktivitas suatu perusahaan dapat mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mampu

Teknik analisis data yang digunakan oleh penelitian terdahulu yaitu menggunakan teknik analisis jalur (Path Analysis) dan juga dilakukan Uji Sobel untuk menguji kekuatan

Mirip dengan port scanner pada bagian sebelumnya, network scanner memberikan informasi mengenai sasaran yang dituju, misalnya saja sistem operasi yang dipergunakan,