• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gender dan Pendidikan id .docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gender dan Pendidikan id .docx"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Gender Dan Pendidikan

Ayusti Widya Laksita

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro E-mail : ayustiwidyalaksita12@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang ketidaksetaraan dalam pendidikan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender dalam pendidikan bagi perempuan di Majalaya - Karawang yang disebabkan oleh pengaruh akses, partisipasi, kontrol, manfaat serta nilai terhadap pendidikan. Faktor penting yang mendorong terciptanya ketidaksetaraan gender dalam pendidikan adalah nilai. Nilai yang ada membentuk stereotip negatif yang menyebabkan terjadinya marjinalisasi, subordinasi dan beban kerja pada perempuan di Kecamatan Majalaya.

Kata kunci: Ketidaksetaraan gender, pendidikan, perempuan

Abstract

This research discusses gender inequality in education in Majalaya district, Karawang, West Java, by using an explanative qualitative approach. The result of the study shows that there is a gender inequality value in Majalaya district forms a negative stereotype that causes women marginalization, subordination and over-load work.

Keyword: Gender inequality, education, woman

A. Pendahuluan

(2)

berperadaban tinggi. Pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Artinya, pendidikan untuk kesejahteraan manusia dunia-akhirat sehingga perlu diaplikasikan, sebab pendidikan memiliki nilai teologis dan sosiologis sekaligus. Oleh karena itu, proses belajar mengajar merupakan kebutuhan penting hidup manusia. Hal ini harus dirasakan bersama oleh setiap individu, baik laki-laki dan perempuan, tanpa pandang bulu, karena samasama memiliki kemampuan untuk belajar. Semakin lama, setiap aspek kehidupan manusia berkembang, kebutuhannya pun kian beragam. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan harus saling membantu, bekerja sama meniti jalan dan mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi. Dalam dekade terakhir ini, upaya penyadaran gender menjadi perbincangan serius di kalangan aktivis perempuan, keluarga-keluarga, wartawan, dunia pendidikan maupun kalangan politisi. Begitupun strategistrategi telah ditawarkan dengan tujuan agar kesetaraan gender tercapai terutama dalam pendidikan yang dianggap dimensi kunci. Maka, dalam tulisan ini akan mencoba memberikan sedikit penjelasan mengenai gender dalam kaitannya dengan pendidikan.

B. Pengertian Gender

Gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Secara umum, pengertian adalah perbedaan yang tampak antara laki laki dan perempuan apabila apabila diliahat dari nilai dan tingkah laku. Dalam women studies dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural, berupaya memebuat perbedaan dalam hal peran,perilaku,mentalitas,dan karakteristik emosional antara lki laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Adapun pengertian gender secara etimologis berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin. Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan,1 melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan kultural. Oleh karena itu, gender dapat berubah dari tempat ke tempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat. Dalam batas perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan sedangkan gender sebagai status yang diterima atau diperoleh. Dengan kata lain, gender merupakan “jenis kelamin sosial” karena lahir dan dibangun dalam kehidupan sosial. Mufidah dalam Paradigma Gender mengungkapkan bahwa pembentukangender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan.

(3)

C. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Suatu pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang atau instansi pendidikan yang memberikan materi mengenai agama islam kepada orang yang ingin mengetahui tentang agama islam baik dari segi materi akademik maupun dari segi praktik yang dapat dilakukan setiap hari. Setiap orang di dunia ini, seperti islam, kristen,khatolik,hindu,budha,dan lain sebagainya. Untuk agama islam sendiri di indonesia merupakan agama yang di anut oleh mayoritas penduduknya, untuk itu pastilah di instansi pendidikan maupun pasti memberikan pelajaran agama islam didalamnya contohnya akhlak . Proses pendidikan akhlak dilakukan sebagian besar dengan metode hafalan,ceramah,dan mencatat sehingga peserta didik mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran2.

D. Permasalahan Gender Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam tradisi jahiliyah Arab, sudah banyak diketahui bahwa perempuan atau wanita diperlakukan dengan zalim, sebagaimana kita ketahui pada masa Pra-Islam dikawasan Arab wanita dianggap sebagai beban dan aib bagi keluarga Arab jahiliyah karena mereka takut dan malu tidak akan mampu memberikan nafkah bagi keluarganya karena mempunyai akan perempuan. Tampaknya tradisi Jahilyah Arab dalam memperlakukan perempuan juga terjadi di kalangan umat Hindu, dalam dunia Hindu kedudukan wanita juga mengalami masa kelam yang menyedihkan. Dalam sejarah India perbudakan dipandang sebagai prinsip utama, dan wanita siang dan malam menjadi makhluk yang sangat tergantung dalam konteks perbudakan tersebut. Hukum pewarisan adalah agnotis artinya perempuan tidak mempunyai hak waris karena garis keturunan ahli waris hanya berasal dari garis keturunan laki-laki. Tampaknya indikasi ini sama persis dengan kondisi dan kedududkan perempuan pada masa Jahiliyah, yang tidak dapat mewaris sama sekali, bahkan mereka dianggap sebagai bagian dari “barang” yang harus diwariskan. Begitu juga dalam realitas hidtoris bangsa Romawi di Eropa bahwa seorang perempuan tidak mendapat hak menduduki jabatan sipil, menjadi saksi, penangungjawab, menjadi guru, tidak bisa memungut anak atau dipungut menjadi anak, tidak bisa membuat surat wasiat, dan sebagainya. Dalam dunia Kristen juga tidak jauh beda, sebagaimana dikemukakan oleh John Stuart Mill, menurutnya, bahwa menurut agama Kristen wanita telah dikembalikan hak-haknya, namun sesungguhnya sang isteri masih merupakan budak-budak suaminya, dan sepanjang menyangkut hukum, kedududkan wanita tidak lebih baik dari mereka yang umumnya disebut budak.

E. Solusi Permasalahan Gender Dalam Pendidikan Agama Islam

2 Dedi Wahyudi, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program

(4)

Terlepas benar tidaknya , yang jelas bahwa perempuan dalam sejarahnya pernah mempunyai kedudukan penting dan dominan3. Perwujudan adanya Dewa Ibu ini menunjukkan bahwa perempuan juga pernah menjadi simbil puncak spritualitas. Sebagai puncak spritualitas berarti ia merupakan sumber dari kebaikan. Tapi karena terjadinya pergeseran-pergeseran sosial, politik serta budaya menyebabkan kaum perempuan tenggelam. Secara umum, subordinasi perempuan pada masyarakat Timur Tengah kuno baru terjadi dan benar-benar terlembaga bersamaan dengan munculnya negara-negara kuno (archaic state). Sebelum ini, perempuan dalam keadaan mandiri. Pendapat demikian sekaligus menolak teori sejarah androsentris yang menyatakan bahwa status perempuan yang inferior didasarkan pada faktor biologis dan watak amaliah dasar alamiah. Menurut penemuan arkeologis, perempuan menduduki posisi utama sebelum munculnya pusat-pusat masyarakat urban dan model negara kota yang merupakan implikasi dari pusat-pusat urban tersebut. Dari diorama sejarah masa lalu hingga masa modern, mengindikasikan bahwa pandangan terhadap posisi perempuan atau wanita sangat dinamik sesuai dengan trend-trend yang menginspirasi kedudukan wanita itu sendiri, bahkan dalam konteks kekinian disaat wanita telah mencapai taraf kemajuan yangluar biasa dalam berbagai sektor kehidupan umat manusia. Sehingga tidak ada lagi anggapan dikhotomik yang membelah kedudukan pria dan wanita dalam kehidupan yang lebih realistik. Dan tampaknya itu yang menjadi landasan komunikasi dan saling pengertian antara pria dan wanita dalam mewujudkan tatanan dunia yang lebih egaliter dan emansipatif.

F. Simpulan

Dalam konteks sejarah tampaknya kesadaran gender dipicu oleh perlakuan pejoratif yang ditemukan di berbagai kawasan terutama di Eropa dan Asia pada masa pra-Islam. Praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan mulai mengalami titik terang setelah adanya pengakuan dan persamaan antara pria dan wanita yang mulai diperkenalkan oleh Islam dalam teks-teks wahyu dalam al-Qur’an maupun Hadits. Sehingga tidak heran jika kebangkitan perempuan yang menentut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan sebenarnya juga diperjuangkan oleh umat Islam dalam kurun waktu yang panjang, dan hal ini bisa dilihat dari lahirnya sejumlah ulama-ulama perempuan yang tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Dalam konteks kekinian, akibat pengaruh globalisasi informasi tampaknya gerakan feminis dikalangan aktifis gender Islam mengalami perubahan fundamental. Nuansa liberalisme Barat justeru lebih mendominasi trend dan pola gerakan emansipasi perempuan kontemporer. Seharusnya para aktifis gerakan feminisme di kalangan Muslim tetapi tetap mempertahankan dogmatika agam Islam dan bersikap selektif terhadap gagasan-gagasan feminisme dari Barat. Sebagaimana yang dilakukan oleh para filosof Muslim terhadap ideologi dan pemikiran Yunani, sehingga umat islam dapat menikmati kemajuan

3 Zainal Abidin, “Kesetaraan Gender Dan Emansipasi Perempuan Dalam Pendidikan Islam”, Tarbawiyah, vol.

(5)

peradaban yang menjulang pada era klasik Islam. Begitu juga peranan perempuan dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan masalah-masalah domestik, tetapi juga merambah pada wilayah publik sebagaimana konsep anti-diskriminasi perempuan sejak awal Islam itu muncul, yang mengedepankan persamaan hak dan kewajiban dengan kaum lelaki, dalam beribadah dan menuntut ilmu[.]

REFERENSI

Abidin, Zainal, “Kesetaraan Gender Dan Emansipasi Perempuan Dalam Pendidikan Islam”,

Tarbawiyah, vol. 12, no. 1.

Sa’i, Mad, “Pendidikan Islam Dan Gender”, Islamuna, vol. 2, no. 1.

Referensi

Dokumen terkait

PEMERINTAHAN KABUPATEN LUMAJANG DINAS PENDIDIKAN. SMP NEGERI 02

kurikulum yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa Praktikan, sesuai denganc. persyaratan yang ditentukan dalam penyelenggaraan pendidikan

Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran sua- tu obyek yang sebelumnya masih remang- remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat merupakan hubungan kausal

Untuk mengungkap data menggunakan pendekatan deskriptif- analitik-eksploratif, penulisan ini berupaya memberikan gambaran secara menyeluruh dan utuh terkait dengan perilaku

Kualitas guru pamong bagi mahasiswa praktikan jurusan pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi sudah baik. Bapak Mujiono, S.Pd. sudah berpengalaman, sehingga kualitas

garis bilangan yaitu: 1) Guru melakukan tanya Jawab mengenai operasi hitung bilangan bulat; 2) Guru membagikan kartu-kartu positif dan negatif kepada siswa (setiap bangku

Peserta didik manusia ciptaan Allah SWT yang memiliki potensi untuk..

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENAMBAHAN TALAS BELITUNG (Xanthosoma sagittifolium) TERHADAP KARAKTERISITIK FISIKOKIMIA DAN