• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL MATERI UJIAN ALIH JENJANG PFM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL MATERI UJIAN ALIH JENJANG PFM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN

DARI TERAMPIL KE AHLI

PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM

MATA PELAJARAN:

KONSEP DASAR PENYUSUNAN

PERATURAN/STANDAR/PEDOMAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Modul ini dimaksudkan sebagai panduan untuk menempuh ujian peralihan dari PFM Terampil menjadi PFM Ahli Pertama dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Sebelum suatu produk beredar di pasaran, maka obat/produk terapetik, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan maupun pangan harus dikawal dengan pengawasan yang ketat, begitu juga untuk produk yang sedang beredar, untuk menghindari risiko peredaran produk yang tidak memenuhi standar, palsu ataupun illegal.

Bila suatu produk tidak memenuhi standar mutu, risiko yang ditimbulkan dapat bermacam-macam seperti timbulnya efek yang tidak diinginkan atau dapat juga menimbulkan kematian bila tercemar dengan bahan berbahaya. Oleh karena itu, untuk pengawasan pre market, sebelum suatu produk beredar harus dilakukan penilaian terhadap pemenuhan standar khasiat, keamanan dan mutu serta penandaannya (brosur, etiket/label, strip). Sedangkan untuk pengawasan post market, setelah produk beredar, antara lain dilakukan sampling, pengujian untuk mengetahui mutu produk, apakah masih sesuai dengan standar mutu yang sudah ditentukan. Dengan demikian peraturan/standar/pedoman sangatlah penting untuk menjadi acuan dalam pengawasan.

Dengan makin meningkatnya penggunaan obat generik atau obat copy oleh masyarakat, maka akan semakin besar pula tuntutan masyarakat akan mutu suatu obat. Oleh karena itu persyaratan mutupun makin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya industri farmasi melakukan uji bioekivalen (BE) terhadap produk obatnya untuk melihat kesetaraan terapetik produknya dengan obat innovator. Hal ini menyebabkan perlunya standar metodologi pada protokol uji BE maupun laporan

uji BE. Dan untuk melihat pemenuhan standar GCP dan Good Laboratory Pratices

(3)

Adapun pokok bahasan adalah penyusunan peraturan/standar/pedoman dan kebijakan di bidang produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PT dan PKRT), pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan serta standardisasi produk pangan.

Ruang lingkupnya yaitu (1) Pelaksanaan kajian dalam rangka penyusunan peraturan/standar/pedoman, (2) Proses penyusunan peraturan/standar/pedoman, dan (3) Proses penetapan dan sosialisasi/advokasi peraturan/standar/pedoman. Sosialisasi dilakukan kepada semua pemangku kepentingan (stake holder) terkait.

B. Tujuan Umum (TU)

Setelah mempelajari modul ini, para peserta diharapkan mampu memahami dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai PFM Ahli Pertama di bidang penyusunan rancangan peraturan, standar, pedoman, kriteria, kajian atau persyaratan lain yang selanjutnya dalam modul ini disebut sebagai peraturan/standar/pedoman.

C. Tujuan Khusus (TK)

Setelah mempelajari modul ini, sebagai pejabat baru PFM Ahli Pertama diharapkan dapat:

1. Memahami konsep dan tujuan serta mampu mengerjakan proses pengkajian. 2. Memahami konsep dan mampu mengerjakan proses penyusunan rancangan

peraturan/standar/pedoman.

3. Memahami dan mampu mengerjakan proses pembahasan rancangan peraturan/standar/pedoman.

4. Memahami dan mampu mengerjakan proses penetapan rancangan peraturan/standar/pedoman.

5. Memahami dan mampu mengerjakan proses sosialisasi dan advokasi peraturan/standar/pedoman.

D. Materi Bahasan

Materi bahasan pada modul ini terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Pelaksanaan kajian dalam rangka penyusunan peraturan/standar/pedoman. 2. Proses penyusunan peraturan/standar/pedoman.

3. Proses konsultasi publik peraturan/standar/pedoman.

(4)

BAB II

FUNGSI DIREKTORAT STANDARDISASI

Direktorat Standardisasi di Badan POM mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT: Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

2. Dit Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen: Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

(5)

BAB III

PELAKSANAAN KAJIAN DALAM RANGKA PENYUSUNAN

PERATURAN/STANDAR/PEDOMAN

Berdasarkan PP nomor 102 tahun 2000, yang dimaksud dengan standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.

Sistem Manajemen Standardisasi yang diterapkan di Badan POM:

Sebelum merencanakan penyusunan peraturan/standar/ pedoman, perlu dilakukan kajian terlebih dahulu dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, hasil evaluasi

peraturan/standar/pedoman yang sudah ada, atau masukan stake holder

(pemangku kepentingan).

Materi yang perlu dipersiapkan dalam menyusun peraturan/standar/ pedoman, sebagai bahan pembahasan internal di lingkungan Badan POM maupun pembahasan eksternal dengan nara sumber atau instansi lain (pemangku kepentingan) terkait seperti:

1. Peraturan/standar/pedoman internasional 2. Peraturan/standar/pedoman dari negara lain 3. Jurnal dan atau hasil penelitian ilmiah 4. Peraturan teknis terkait

(6)

1.1 Alur Perumusan SNI

Pustaka :

(7)

1.2. Proses perumusan SNI dilaksanakan melalui tahapan berikut:

Pustaka :

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2007. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 01:2007 Pengembangan Standar Nasional Indonesia.

2. Proses Revisi Farmakope Indonesia

Badan POM sebagai lembaga yang mengawasi obat dan makanan, mempunyai peran yang sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dari risiko obat yang tidak memenuhi syarat, sub standar, obat palsu, dan ilegal melalui pengawasan pre market dan post market. Jaminan mutu suatu sediaan obat bukanlah sesuatu yang mudah, karena harus dimulai sejak pemilihan sumber bahan baku obat, zat tambahan, formula, proses produksi sampai menjadi sediaan obat yang akan dikonsumsi masyarakat. Oleh karena itu, metode analisa dalam

Farmakope Indonesia harus up to date mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sesuai standar International yang berlaku.

Peran Farmakope Indonesia (disingkat FI) sangatlah penting dalam menjamin mutu standar obat, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 105 yaitu “Sediaan Farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya”. Dengan demikian Farmakope Indonesia/Suplemen Farmakope Indonesia merupakan standar mutu obat yang menjadi acuan pengujian bahan baku obat, sediaan obat secara nasional dan bersifat mandatori untuk dilaksanakan oleh

stakeholder (seperti Industri farmasi). Demikian juga Badan POM dalam melakukan pengawasan pre market dan post market.

Sejak diterbitkan Suplemen I FI edisi IV tahun 2009, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT secara rutin menyusun Farmakope Indonesia dan Suplemennya untuk menambah monografi baru atau merevisi monografi yang sudah ada, karena adanya perubahan acuan atau parameter uji. Sebagai upaya untuk senantiasa mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, dan meningkatkan daya saing obat di era globalisasi ini, maka perlu dilakukan up date

(8)

3. Penyusunan Standar Uji Bioekivalensi (uji BE)

Dengan adanya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), maka semakin

meningkatnya penggunaan obat generik atau obat copy oleh masyarakat, maka

akan semakin besar pula tuntutan masyarakat akan mutu suatu obat. Oleh karena itu persyaratan mutupun makin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya industri farmasi melakukan uji bioekivalensi (uji BE) terhadap produk obatnya untuk melihat kesetaraan efek terapetik produknya dengan obat inovator. (NB: obat inovator adalah obat yang pertama kali ditemukan dengan melalui uji klinik). Hal ini menyebabkan perlunya regulasi/standar/pedoman metodologi pada protokol uji BE maupun laporan uji BE.

(9)

4. Standar Internasional

Di bidang standardisasi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Food and Agriculture Organization/World Health Organization (FAO/WHO) telah membentuk

Codex Alimentarius Commission (CAC) untuk mengembangkan standar pangan dan mewujudkan perlindungan kesehatan konsumen serta perdagangan pangan internasional yang adil dan jujur. Keanggotaan CAC terbuka bagi semua anggota

PBB. CAC menjalankan fungsinya melalui penyusunan standar, pedoman dan code

of practice yang disebut sebagai Codex Standard. Codex Standard merupakan standar yang bersifat non mandatori (sukarela) namun menjadi acuan dalam pengambilan keputusan jika terjadi dispute dalam perdagangan dunia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif berpartisipasi dalam proses

penyusunan Codex Standard serta pemanfaatan Codex Standard sebagai acuan

dalam penyusunan standar nasional. Penanganan Codex dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional melalui Panitia Nasional Codex Indonesia.

(10)

Pustaka :

http://codexindonesia.bsn.go.id/main/submodule/submodule_det/5, diunduh pada tanggal 9 Agustus 2017

Keterangan :

1. Informasi mengenai aktivitas Codex

2. Distribusi dokumen mengenai aktivitas Codex 3. Pembahasan di tingkat Mirror Committee 4. Usulan posisi Indonesia

5. Pembahasan di tingkat Working Group untuk verifikasi usulan posisi Indonesia, jika

diperlukan

6. Pembahasan di tingkat Panitia Nasional Codex, jika diperlukan

(11)

Dalam penyusunan standar perlu mempertimbangkan standar yang ada di negara lain. Negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia dan New Zealand, serta Jepang merupakan acuan ideal dalam penyusunan standar. Namun perlu dipertimbangkan kemampuan nasional dalam mengikuti standar di negara tersebut. Standar yang ada di negara berkembang merupakan acuan yang dapat dijadikan pembanding mengingat kondisi negara tersebut hampir sama dengan Indonesia.

Lembaga pemerintah yang bertugas menyusun standar dan melakukan pengawasan di bidang pangan yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan standar pangan, antara lain:

 Amerika Serikat United States Food and Drug Administration

(USFDA)

United States Department of Agriculture (USDA)

 Uni Eropa European Food Safety Authority (EFSA)

European Commission (EC)

 Australia dan New Zealand Food Standards Australia New Zealand (FSANZ)

 Jepang Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries

(MAFF)

5. Proses Pengkajian

Dalam penyusunan standar harus berbasis pada data ilmiah dan menggunakan pendekatan risiko.

Dalam penyusunan standar di bidang obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, pangan, perlu diperhatikan keterlibatan berbagai sektor sebagai berikut:

1. Unit lain di Badan POM (Direktorat Penilaian, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi, PROM, PPOMN, Balai Besar/Balai POM);

2. Instansi Pemerintah (Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dll);

3. Masyarakat (konsumen dan termasuk diantaranya Lembaga Swadaya Masyarakat);

4. Asosiasi dan Pelaku Usaha (produsen, importir, distributor, peritel dan pelaku jasa boga); standar tersebut harus di notifikasikan kepada WTO (World Trade Organization).

(12)

Adapun langkah-langkah dalam proses pengkajian sebagai berikut:

1. Tentukan materi yang akan dikaji untuk penyusunan regulasi, pedoman dan/atau rancangan standar;

2. Tentukan tujuan dan ruang lingkup kajian;

3. Lakukan penelusuran pustaka sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup kajian; 4. Kompilasikan hasil penelusuran informasi dengan mencantumkan data-data

dukung yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup kajian (dalam bentuk Matriks);

5. Diskusikan hasil kajian secara bertahap bersama KaSie, KaSubdit dan Direktur; 6. KaSubdit, KaSie beserta staf membuat laporan hasil kajian;

7. Laporkan hasil kajian kepada Direktur;

8. Bila diperlukan penelitian untuk pembuatan standar/monografi, maka penelitian diserahkan pada pihak ketiga;

9. Hasil penelitian pihak ketiga dibahas pada pembahasan eksternal bersama tim ahli;

10. Dokumentasikan hasil kajian.

(13)

BAB IV

PROSES PENYUSUNAN PERATURAN/STANDAR/PEDOMAN

A. Dasar hukum pelaksanaan tugas di bidang standardisasi, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan;

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan

Gizi Pangan;

8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 39 Tahun

2013 tentang Standar Pelayanan Publik; dan

9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 21 Tahun

2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik.

B. Definisi/Pengertian Umum

a. Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.

b. Obat Copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama.

c. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

d. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

e. Suplemen Kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan memperbaiki fungsi kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, yang tidak dimaksudkan sebagai pangan.

f. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

(14)

g. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

h. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.

i. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan

Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.

j. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

k. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan.

l. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau

metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

m. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.

n. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan/atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia. o. Pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan

siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

p. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

q. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuanketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

r. Sanitasi pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.

s. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia. t. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,

mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan.

(15)

menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan.

w. Penyimpanan pangan adalah proses, cara dan/atau kegiatan menyimpan pangan baik di sarana produksi maupun distribusi.

x. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran dan/atau perdagangan pangan.

y. Industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

z. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

aa. Pangan produk rekayasa genetika adalah pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika. pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.

ee. Standar adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

ff. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

gg. Sertifikasi mutu pangan adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(16)

Proses penyusunan peraturan/standar/pedoman dapat dirangkum sebagai berikut:

Untuk meningkatkan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan, telah diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam Instruksi Presiden ini menunjukkan peran Badan POM dalam:

1. menyusun dan menyempurnakan regulasi terkait pengawasan obat dan makanan sesuai dengan tugas dan fungsinya;

2. melakukan sinergi dalam menyusun dan menyempurnakan tata kelola dan bisnis proses pengawasan obat dan makanan;

3. mengembangkan sistem pengawasan obat dan makanan;

4. menyusun pedoman untuk peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan.

Perlu diperhatikan keterlibatan berbagai sektor dalam penyusunan peraturan/standar/pedoman, seperti:

(17)

3. Asosiasi dan Pelaku Usaha (produsen, importir, distributor, peritel dan pelaku jasa boga);

4. Laboratorium;

5. Kalangan perguruan tinggi; dan 6. Organisasi Profesi.

Adapun output peraturan/standar/pedoman yang dihasilkan oleh Badan POM adalah:

1. Rancangan Permenkes

2. Peraturan Kepala Badan POM

3. Keputusan Kepala Badan POM

4. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)

5. Rancangan Farmakope Indonesia edisi V

6. Suplemen Farmakope Indonesia edisi I, II, III

7. Rancangan monografi Farmakope Herbal Indonesia

8. Rancangan monografi Kodeks Kosmetika Indonesia

9. Pedoman di bidang obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan

makanan

10. Kajian di bidang obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan makanan

11. Code of Practice (bidang pangan)

Dalam penyusunan peraturan/standar/pedoman, perlu mempertimbangkan standar yang ada di negara lain. Negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan European Union merupakan acuan ideal dalam penyusunan standar. Namun perlu disesuaikan dan dipertimbangkan kemampuan/kondisi nasional dalam mengikuti standar di negara tersebut. Standar yang ada di negara berkembang merupakan acuan yang dapat dijadikan pembanding mengingat kondisi negara tersebut hampir sama dengan Indonesia.

Di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan, pembahasan standar dan pedoman teknis di bidang ASEAN dilakukan melalui pembentukan ASEAN Consultative Committee for Standard and Quality – Traditional Medicine and Health Supplement Product Working Group (ACCSQ TMHS-PWG)

Khusus kosmetika, penyusunan standar dilakukan dengan menyesuaikan terhadap implementasi harmonisasi ASEAN bidang kosmetika yang telah diberlakukan sejak tahun 2008. Di bidang kosmetik, pembahasan standar dan pedoman teknis di

bidang ASEAN dilakukan melalui pembentukan ASEAN Cosmetic Committee.

Disamping kosmetika, dalam rangka menghilangkan barier teknis perdagangan

negara-negara ASEAN dan mencapai sasaran ASEAN Free Trade Area (AFTA)

telah dibentuk ASEAN Consultative Committee for Standard and Quality -Pharmaceutical Product Working Group (ACCSQ-PPWG) yang berperan dalam mengupayakan harmonisasi standar dan persyaratan di bidang farmasi/obat. Salah satu standar yang diharmonisasikan adalah uji BA/BE karena banyaknya industri farmasi di Indonesia dan industri tersebut juga memproduksi obat generik/ obat

(18)

BAB V

PROSES PENETAPAN DAN SOSIALISASI/ADVOKASI

PERATURAN/STANDAR/PEDOMAN

Setelah rancangan peraturan/standar/pedoman selesai dilakukan pembahasan baik secara internal dan eksternal, maka selanjutnya dibuatkan verbal persetujuan Pimpinan Unit Kerja dan ditandatangani pula oleh Pejabat Struktural Eselon II terkait. Verbal juga disampaikan kepada Kepala Badan melalui Sestama.

Namun sebelum suatu peraturan/standar/pedoman diberlakukan, maka perlu

dilakukan konsultasi publik untuk mendapatkan masukan dari semua stakeholder

dengan tujuan peraturan/standar/pedoman yang telah ditetapkan dan diberlakukan, dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.

Setelah peraturan/standar/pedoman ditetapkan maka dilakukan sosialisasi.

Sosialisasi dilaksanakan untuk mempublikasikan/mendiseminasikan dan

mengedukasikan peraturan/pedoman/standar yang telah disusun kepada instansi terkait, stakeholder serta masyarakat. Sosialisasi dapat dalam bentuk pertemuan dan melalui elektronik. Sosialisasi dalam bentuk pertemuan dilakukan dengan mengundang instansi terkait serta stakeholder. Sedangkan sosialisasi melalui elektronik yaitu melalui website jdih.pom.go.id.

A. NOTIFIKASI WTO (World Trade Organization)

Jika rancangan peraturan/standar/pedoman tersebut berpengaruh terhadap perdagangan dunia (ekspor dan impor), maka rancangan tersebut harus di notifikasikan kepada WTO.

Mekanisme notifikasi

1. Dipersiapkan rancangan Peraturan Kepala Badan POM yang akan dinotifikasi

ke World Trade Organization (WTO), bila perlu.

2. Isi format notifikasi sesuai dengan form Notifikasi ke WTO.

3. Persetujuan dari Direktur Standardisasi.

4. Sampaikan verbal persetujuan Direktur ke Biro KSLN.

(19)

bimbingan teknis, workshop/seminar, pameran, artikel, iklan layanan masyarakat, dan penyuluhan yang ditujukan ke kalangan eksternal maupun internal.

Hal ini guna mendukung program kebijakan revitalisasi Badan POM, yang salah

satunya adalah public awareness yaitu mewujudkan kesadaran dan pengetahuan

masyarakat akan pentingnya komunikasi, informasi, publikasi dan edukasi terkait obat dan makanan dalam melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat khasiat /kemanfaatan, keamanan dan mutu.

Skema alur penetapan sosialisasi

Pemilihan sasaran dan materi sosialisasi

Identifkasi

Sasaran Materi

Penyusunan draft Penyiapan Surat

Pemberitahuan

Koreksi dari Pimpinan Pemberitahuan kepada

Sasaran sosialisasi

Perbaikan draft materi sosialisasi Penyiapan dokumen

administrasi

Penyampaian draf akhir pada

pimpinan

SOSIALIS

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pengelol (sirkulasi kendaraan) tidak mengganggu kegiatan pengunjung museum. · Zona museum pada site tidak dilalui oleh kendaraan,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola jajan kariogenik dan kebiasaan menggosok gigi terhadap kejadian karies gigi molar pertama permanen pada anak

(c) dalam menjalankan rencana, subjek yang satu tidak menggunakan metode pembuktian yang telah direncanakan pada langkah merencanakan pemecahan masalah sedangkan

Tujuan penelitian : (1) Untuk memperoleh lokasi-lokasi yang layak dan sesuai untuk dibudidayakan tanaman jarak pagar menggunakan system informasi geografis,(2) Untuk

The robust hydro-thermal power system controller design with the ECS is proposed in order to improve system stability under wind power disturbance with 5% variation of

Secara operasional peneliti ini mene liti “Pengaruh Terapi Musik Islami untuk Menurunkan Kecenderungan Burnout pada Pekerja Praktik Dokter di Sobontoro-

Pembahasan dalam penelitian ini Dibatasi hanya pada perkembangan bentuk dan tata ruang rumah Kampung Margasari dari sudut pandang pengembangan bentuk pada lingkungan sekitar

Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yaitu: Ha1: Penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan