• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pekerja Sosial Potensi Zakat dan Nilai n

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pekerja Sosial Potensi Zakat dan Nilai n"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEKERJAAN SOSIAL DAN KEBIJAKAN SOSIAL :

Potensi Zakat Dan Nilai-Nilai Agama Dalam Pengurangan Kemiskinan

Mokhamad Alfian, S.ST1

KEBIJAKAN TERKAIT KEMISKINAN DI INDONESIA

Kebijakan dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang diambil pemerintah yang tidak hanya dalam arti yang terkait kepada aparatur negara, namun juga pada pengelolaan sumberdaya publik2. Indonesia sebagai negara kesejahteraan (walfare state) dilandasi oleh penyebutan kesejahteraan dalam pramble (pembukaan) UUD 1945 sebagaimana berikut “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Berdasarkan konsepsi tersebut Indonesia berperan dalam penyaluran berbagai kebijakan publik yang mengarah pada kebijakan sosial. Kebijakan sosial tersebut merupakan keputusan atau tindakan pemerintah untuk mendistribusikan sumber daya yang dapat dinikmati bagi seluruh masyarakat, dalam hal ini, segala elemen dari masyarakat baik minoritas, maupun minoritas mempunyai hak yang sama dalam mengakses sumber daya.

Kebijakan sosial di Indonesia terkait kemiskinan telah diatur dalam bentuk-bentuk kebijakan dalam hal ini berupa aturan-aturan yang tercantum pada Undang-undang No. 13 Tahun 2011 Tentang Penangan Kemiskinan yang secara eksplisit

digambarkan pada batang tubuh undang-undang tersebut yakni upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan,

pendampingan serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara3. Penanganan fakir miskin juga digambarkan pada adanya unsur yang harus

diperhatikan terhadap fakir miskin diantarnya kemanusiaan, keadilan sosial, nondiskriminasi, kesejahteraan, kesetiakawan, dan pemberdayaan4. Peraturan-peraturan mengenai kemiskinan tersebut dapat dipahami tidak terlepas dari makna dari kebijakan sosial yang merupakan tindakan yang ditempuh pemerintah dalam kaitannya pengurangan dan penanganan kemiskinan yang ditujukan untuk berbagai hal dalam hal menjaga, melindungi, dan memberdayakan masyarakat.

1

Mahasiswa Program Spesialis-1 Pekerjaan Sosial STKS Bandung, NRP 15.01.015 2

Edi Suharto, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, 2007 3

Pasal 1 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Kemiskinan 4

(2)

2

Persoalan kemiskinan pada dasarnya menjadi permasalahan utama diberbagai negara. Kemiskinan dikategorikan sebagai masalah sosial klasik. Permasalahan kemiskinan tidak dapat dihilangkan pada satu negara bagaimanapun majunya negara tersebut disebabkan adanya tingkatan (strata) sosial yang merujuk pada kepemilikan materi oleh warga negara, hal ini kemudian dinyatakan oleh masyarakat itu sendiri dalam kelas-kelas seperti kaya dan miskin. Berdasarkan pemahaman mengenai kemiskinan bahwa kemiskinan merupakan masalah yang tidak dapat dihindari oleh satu negara berdampak pada pengistilahan penanganan kemiskinan yang tadinya disebut sebagai pengentasan kemiskinan kini dianggap sebagai pengurangan kemiskinan.

Pengurangan kemiskinan di Indonesia telah berada pada era baru, dimana pada era Presiden Ke-7 Indonesia berfokus kepada adanya perlindungan sosial dengan diterbitkannya berbagai kebijakan seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Sejahtera, dan lain sebagainya. Sebagai upaya dalam mendukung hal tersebut berbagai Kementeriaan juga berperan dalam penanganan kemiskinan, dalam hal ini Kementeriaan Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kementeriaan Sosial Republik Indonesia dengan diluncurkannya berbagai aturan dan kebijakan. Fokus Pemerintah terkait permasalahan kemiskinan dapat pula dilihat dari Perpres RI Nomer 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penaggulangan Kemiskinan.

Berdasarkan data BPS dari jumlah penduduk yang mencapai 249 juta jiwa terdapat 28.594 juta jiwa yang mengalami kemiskinan pada tahun 20125. Pada dasarnya terdapat pengurangan jumlah kemiskinan dari tahun ke tahunnya, namun angka pengurungan tersebut berkisar dibawah 1% yang menunjukkan penduduk miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Berbagai aturan dan program tersebut dapat diartikan sebagai panduan dalam penanganan kemiskinan itu sendiri yang secara eksplisit menggambarkan fokus utama pemerintah dibawah kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam merespon tingginya angka kemiskinan di Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi satu titik tolak penanganan kemiskinan ditinjau dari kebijakan sosial dan kebijakan kesejahteraan sosial yang dibangun pemerintah dengan pelbagai payung hukum dalam mengurangi kemiskinan.

KEBIJAKAN SOSIAL DAN PEKERJA SOSIAL DALAM PENGURANGAN KEMISKINAN

Pekerja sosial dan kebijakan sosial bertujuan dalam mempromosikan kesejahteraan sosial yang menjadi fokus dari profesi pekerja sosial, yang dinyatakan dalam banyak pemahaman mengenai kebijakan sosial sebagai upaya untuk membagi sumberdaya sehingga dapat diakses oleh pelbagi lapisan masyarakat untuk tujuan kesejahteraan sosial. Berkaitan dengan kemiskinan dapat dipahami bahwa terdapat unsur-unsur

5

(3)

3

penanganan kemiskinan seperti yang tercantum dalam Pasal 2 UU No. 13 Tahun 2011 yakni kemanusiaan, keadilan sosial, nondiskriminasi, kesejahteraan,

kesetiakawan, dan pemberdayaan. Unsur tersebut secara langsung menyentuh ranah praktek pekerjaan sosial dimana dalam prakteknya pekerjaan sosial mengharuskan adanya empowerment yang dapat diartikan sebagai bentuk keberdayaan masyarakat miskin dalam menghadapi permasalahan-permasalahan kemiskinan.

Pekerjaan Sosial sebagai suatu profesi pertolongan yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok, dan masyarakat, serta menciptakan kondisi-kondisi yang dapat memudahkan individu, kelompok, dan masyarakat tersebut dalam mencapai tujuannya yang dapat diartikan sebagai kesejahteraan. Berangkat pada asumsi tersebut dapat diketahui bahwa pekerja sosial merupakan satu profesi yang berperan penting dalam pengurangan kemiskinan dengan berdasar kepada pengetahuan, keterampilan, dan nilai profesi pekerja sosial. Perkembangan pekerja sosial sebagai satu profesi juga dapat dilihat dari adanya perubahan paradigma dimana pada mulanya pekerja sosial berfokus kepada mengatasi permasalahan (problem oriented) mengalami pergeseran yang

menempatkan pekerja sosial untuk mengembangkan berbagai kekuatan (perspektif strength). Pada praktek pekerjaan sosial dengan masyarakat dikenal konsep yakni Aset Based Community Development (ABCD) yang ditandai dengan pergeseran penanganan kemiskinan dari yang tidak dimiliki oleh masyarakat kepada apa yang dimiliki masyarakat.

Berkaitan dengan konsep ABCD tersebut dapat dipahami bahwa terdapat irisan penangan kemiskinan dari beberapa unsur yang tercantum dalam penanganan kemiskinan yakni pemberdayaan (individu/kelompok/masyarakat sebagai aset). Konsep ABCD tersebut sering diungkapkan dalam istilah bahasa inggris yakni ‘Nobody has nothing, everybody has something to contribute’ yang dapat diartikan tidak ada seorangpun yang tidak memiliki apa-apa, setiap orang pada dasarnya memiliki sesuatu untuk didistribusikan.

(4)

4

Memandang tingginya jumlah penduduk sebagai satu aset bukanlah menjadi hal yang naif, atau bahkan tidak masuk akal. Hal ini jelas dapat dilihat dari adanya

kesinambungan antara jumlah penduduk tersebut dengan tingginya angka penduduk yang beragama yang sampai saat ini Indonesia tercatat sebagai negara berpenduduk Islam terbesar. Hal ini kemudian diperkuat dengan adanya nilai-nilai luhur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada Pancasila. Pancasila mengakui kebebasan beragama bagi masyarakat Indonesia. Nilai-nilai tersebut pada akhirnya menjadi jalan dalam penanganan kemiskinan dengan menjadikan jumlah penduduk yang tinggi, dan agama yang dianut masyarakat sebagai aset dalam penanganan kemiskinan.

Sebagai sebuah potensi dalam pengurungan kemiskinan. aset dalam pengurangan kemiskinan yakni jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2013 mencapai 249.9 juta jiwa dengan jumlah penduduk yang beragama muslim mencapai 87% atau setara dengan 207 juta jiwa pada tahun 20106 dan penduduk yang beragama Kristen

mencapai 40 juta jiwa atau setara dengan 19% dari total penduduk Indonesia7.

Penanganan kemiskinan yang berorientasi pada apa yang dimiliki masyarakat sebagai satu penanganan pekerjaan sosial semestinya dapat diimplementasikan pada

kebijakan-kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pengurangan kemiskinan. Hal yang dapat dimanfaatkan pada penanganannya yakni mengacu kepada adanya nilai saling memberi, atau menyantuni orang-orang kurang mampu pada nilai-nilai agama dalam hal ini merujuk pada dua agama yang mayoritas di Indonesia dimana Islam memuat nilai Rahmatan Lil Alamin yang dapat diterjemahkan sebagai keselamatan seluruh alam semesta yang termaktub dalam adanya anjuran untuk bersedah sebanyak 2.5% dari penghasilan yang diterima, sedangkan pada ajaran Kristen terdapat nilai Agape yang kemudian dapat diartikan sebagai kasih tanpa pamrih.

Keterkaitan nilai-nilai agama tersebut seyogyanya mendorong percepatan penanganan kemiskinan sebagaimana yang dimaksudkan pemerintah dalam hal ini keluarnya Perpres Percepatan Penanganan Kemiskinan. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran tersebut dapat dikelola pemerintah melalui adanya badan amil zakat sebagai sarana dalam perwujudan pengurangan kemiskinan yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab berbagai pihak diantarnya dunia usaha, perguruan tinggi, dan juga masyarakat itu sendiri yang dimaknai dalam nilai-nilai keagamaan. Hal ini tentu saja haruslah dapat dijadikan satu acuan dalam

6

Tempo Online, (http://dunia.tempo.co/read/news/2015/04/05/116655435/india-akan-kalahkan-indonesia-soal-pemeluk-islam), 2015

7

(5)

5

penanganan kemiskinan dengan diterbitkannya aturan, program, atau acuan sebagai satu kebijakan publik dalam penangnaan kemiskinan.

NILAI AGAMA DALAM PENANGANAN KEMISKINAN

Sebagai satu potensi dalam penanganan kemiskinan yakni adanya nilai-nilai agama yang dapat membantu dan mempercepat penanganan kemiskinan. Telah dijabarkan sebelumnya, penanganan kemiskinan dengan berbasis agama dapat dilandasakan dari nilai Islam yang termaktubkan dalam Rahmatan Lil Alamin-nya dengan ayat pada

Al-Qur’anul Karim berikut “..Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu akan membersihkan mereka (dari akhlak yang jelek) dan menyucikan mereka (sehingga memiliki akhlak yang mulia) serta berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah: 103). Firman Allah SWT tersebut secara eksplisit menganjurkan ummat Islam untuk berzakat. Adapula Firman Allah SWT yang mencantumkan mengenai sedekah terkandung dalam Q.S At Taubah ayat 104. Pada agama Islam dapat diketahui terdapat perintah Allah SWT yang

menyatakan untuk mensedehkahkan penghasilan sebesar 2.5% dari penghasilan8. Potensi agama dalam penanganan kemiskinan juga dapat dilihat pada pandangan ajaran Kristen yang digambarkan dengan pendalaman nilai Agape. Terdapat beberapa firman Tuhan yang patut dijadikan rujukan dalam penanganan kemiskinan yang didasarkan pada nilai-nilai agama Kristen yang termaktub dalam "Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan,adalah milik Tuhan; itulah persembahan kudus bagi Tuhan. Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari persembahan

persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima. Mengenai segala

persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi Tuhan" (Imamat 27:30-32). Berdasarkan ayat tersebut pada agama Kristen dapat diketahui terdapat anjuran persepuluh dimana ummat Kristiani diharuskan untuk menyumbangkan sebagaian hartanya yakni sebanyak 10% dari total penghasilan9.

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui dengan jumlah penduduk agama Islam yang mencapai 87% dan penduduk agama Kristen berkisar 19%

menggambarkan terdapat potensi dari tingginya angka jumlah penduduk dan kaitannya dengan agama. Hal tersebut, menuntut pemerintah untuk berperan dalam memberikan payung hukum, dan memberikan stimulus terhadap pembentukan badan-badan zakat untuk membantu pemerintah dalam percepatan penanganan kemiskinan.

8

Q.S At Taubah ayat 60 9

(6)

6

POTENSI ZAKAT DALAM PENGURANGAN KEMISKINAN

Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 249.9 juta jiwa memiliki potensi pengumpulan zakat setiap tahun mencapai Rp. 217 Triliun yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan potensi zakat terbesar di dunia, namun angka tersebut belum tergali secara maksimal10. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan anggaran pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan hanya mencapai Rp. 92 Triliun yang mengurangi angka kemiskinan sebesar 0.97% pada tahun 2013. Selesih yang sangat jauh antara pendapatan dari potensi zakat dan anggaran

pemerintah tersebut menggambarkan adanya keefektifan jika keduanya digabungkan untuk penanggulangan kemiskinan yang dimaksukan untuk mempercepat

penanggulangan kemiskinan sesuai dengan Perpres RI Nomer 166 Tahun 2014 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Berdasarkan asumsi terhadap anggaran pemerintah dan potensi zakat tersebut seharusnya pengurangan kemiskanan dapat mencapai 2% hingga 3% tiap tahunnya sehingga percepatan penanggulangan kemiskinan tersebut benar-benar dapat terealisasikan.

Pada dasarnya potensi pengurangan kemiskinan dapat beriringan dengan pemerintah. Potensi zakat semestinya dapat dijadikan landasan gerak dalam percepatan

penanganan kemiskinan. Hal tersebut dapat dimulai dengan adanya kebijakan atau dalam hal ini bentuk-bentuk spesifik dari kebijakan yakni dalam bentuk program, atau aturan mengenai badan amil zakat yang terintegrasi dengan pemerintah itu sendiri sebagai upaya pemerintah dalam pendistribusian sumber daya dan pemberdayaan masyarakat dari dan untuk masyarakat itu sendiri dengan

menggunakan potensi zakat. Terwujudnya hal tersebut dapat dilihat dari adanya gerak pemerintah dalam mengintegrasikan potensi zakat dan pembagian pemahaman terkait permasalahan yang dihadapi, serta menstimulasi pendirian dan pembentukan badan zakat baik terpusat maupun didaerah-daerah yang dapat difokuskan kepada daerah dengan tingkat kemiskinan yang paling tinggi yang didasarkan pada datum yang dimiliki pemerintah maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.

REKOMENDASI TERHADAP KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENGURANGAN KEMISKINAN

Perkembangan pengetahuan dalam kaitannya dengan penanganan kemiskinan dapat dimulai dengan adanya kebijakan publik yang tidak hanya berkaitan dengan

perlindungan kepada masyarakat miskin sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam penanganannya. Hal lain yang dapat ditempuh seperti yang terdapat pada unsur-unsur penanganan kemiskinan pada UU No. 13 tahun 2011 tentang

Penanganan Kemiskinan mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan daya tahan

10

(7)

7

masyarakat itu sendiri dalam mengatasi pemerintah sehingga terdapat kemandirian masyarakat tanpa menghilangkan tanggung jawab pemerintah.

Kebijakan sosial sebagaimana yang dikutip pada Edi Suharto (2007) yakni “apa saja yang dipilih pemerintah dalam untuk dilakukan atau tidak dilakukan” berbentuk aturan, program, atau berbagai langkah yang diambil pemerintah dalam hal

menyalurkan sumberdaya yakni berupa sistem perpajakan11. Sepatutnya kebijakan sosial berorientasi pada potensi dalam rangka percepatan penanganan kemiskinan itu sendiri dalam hal ini mengenai potensi zakat yang berasal dari nilai-nilai agama dalam hal essa y ini digambarkan dalam nilai agama Islam dan Kristen sebagai upaya penanganan kemiskinan.

Kebijakan sosial yang dapat diambil pemerintah berwujud dalam hal penanganan kemiskinan yakni berupa aturan mengenai program pelayanan sosial yang berfokus kepada potensi masyarakat itu sendiri sehingga tercipta penanganan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Adapun bentuk wujud kebijakan publik lain yang dapat diambil pemerintah yakni dengan sistem perpajakan yang juga berorientasi kepada potensi dalam hal ini potensi zakat yang dapat diintegrasikan dengan peraturan dan perundang-undangan dan juga diintegrasikan dengan kebijakan lain yang dapat menaikkan jumlah pengurangan kemiskinan yang tidak hanya mencapai 0,97% dengan anggaran yang mencapai Rp. 97 Triliun, dengan peningkatan anggaran dengan memaksimalkan potensi zakat yang mencapai Rp. 217 Triliun maka satu keniscayaan untuk meningkatkan pengurangan kemiskinan 2% hingga 3% pertahunnya.

11

(8)

8

DAFTAR PUSTAKA

Edi Suharto. 2007. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Edi Suharto. 1997. Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

Edi Suharto. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Edi Suharto. 2006. Kebijakan Perilindungan Sosial Bagi kelompok Rentan dan Kurang Beruntung. Jurnal disampaikan pada Seminar Perlindungan Sosial bagi Kelompok Rentan dan Kurang Beruntung.

Sumber Lain :

Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Qur’an Terjemahan. Jakarta: Syamsil Cipta Media

Undang-undang No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Kemiskinan

Peraturan Presiden No. 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulanang Kemiskinan

Kompas. 2015. http://nasional.kompas.com/read/2015/06/29/03455891 Injil. Surah Ulangan 14 : 22-25

Mirajnews. 2014. http://mirajnews.com/id/artikel/opini/di-indonesia-umat-kristen-membengkak-muslim-menyusut

Referensi

Dokumen terkait

Dalam memahami masalah, kedua siswa menggunakan pola sama yaitu terlebih dahulu membaca kembali masalah yang diberikan dan menyebutkan apa yang diketahui dan

hanya beberapa siswa saja yang aktif, responsive dan berani mengemukakan jawabannya dalam menerima pembelajaran di kelas. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Siswa dapat mengetahui sistem pewarnaan pada program grafis vektor dan bitmap Siswa dapat mengetahui sistem pewarnaan pada program grafis vektor dan bitmap Siswa dapat menampilkan

//Sing sapa bendu / marang wong alim sawiji / aprasasat bendu marang / jeng Nabi ingkang sinelir / sing sapa bendu miring / jeng Nabi rasul wong iku / sasat bendu ing

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder karena mengambil data laporan keuangan dan laporan Net Profit Margin (NPM), Return On Invesment

Suatu tata letak iklan yang mengacu pada konsep grid, yaitu desain iklan tersebut seolah-olah bagian per bagian (gambar atau teks) berada di dalam skala grid...