Al ‘Ulum Vol.51 No.1 Januari 2012 halaman 1-3 1
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Beresiko (H. Mustatul Anwar)
PENDAHULUAN
Periode paling rawan dalam kehidupan adalah pada masa remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik termasuk hormon seksualitas sudah berfungsi secara aktif. Secara alamiah remaja mengalami dorongan seksual. Dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan dan berbagai visualisasi termasuk media elektronik mendapat informasi yang memancing remaja mengadopsi kebiasaan tidak sehat, mempercepat usia awal seksual aktif dan mengantarkan remaja pada perilaku seksual beresiko.
Dalam perkembangan anak, khususnya unsur pasikologis atau perilaku, akan mengikuti perkembangan pada waktu anak masih dalam lingkungan keluarga, setelah masuk sekolah, akan terpengaruh dengan lingkungan sekolah. Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Kohnstamm, ”membagi dua masa ”pemberontakan”, yaitu masa pubertas pertama dan kedua. Pubertas pertama antara 3 sampai 7 tahun dan pubertas kedua antara 14 sampai 18 tahun”. (M.J.Langeveld, 1982 : 7).
Dari dasar tersebut di atas memberikan gambaran bahwa perilaku anak masa puber pertama banyak dipengaruhi oleh keluarga. Sebagaimana dikemukakan masa puber pertama “pada masa antara umur 3 dan 7 tahun anak sadar akan kekuatannya sendiri. Akibat kesadaran itu ialah: ia menghendaki, bahwa orang menuruti kemauannya. Ia merasa
ber-kuasa dan “meraja”. (M.J.Langeveld, 1982 : 7). Bagi keluarga yang memanjakan anaknya, masa pubertas pertama ini anak akan menjadi manja, untuk merubah perilaku tersebut tidaklah mudah, bahkan kalau sampai pada waktu remaja, akan berbuntut menjadi kenakalan remaja. Akan tetapi kalau anak pada puber pertama (umur 3-7 tahun) dapat dilewati dengan baik anak tumbuh sesuai dengan perilaku pada umumnya anak normal, maka dapat dipastikan anak seterusnya akan menjadi baik.
Pubertas kedua dinamakan juga tahun-tahun akil balig, masa ini merupakan masa peralihan antara hidup dalam keluarga dan hidup di lingkungan masyarakat. Dikemukakan tanda yang terpenting daripada sifat peralihan ini adalah “nafsu mencari hubungan di luar keluarga dan akibatnya ialah kerenggangan hubungan ikatan keluarga. Masa itu dinamakan pula masa kemasyarakatan.” (M.J.Langeveld, 1982 : 8).
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku seksual mahasiswa Akademi Keperawatan Pandan Harum Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2008, dimana tujuan khusus penelitian, ingin mengetahui hubungan variabel dependent (perilaku seksual) dengan variabel independent (Faktor predisposisi; pendidikan,
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERESIKO
H. Mustatul Anwar*
______________________________
Al ‘Ulum Vol.51 No.1 Januari 2012 halaman 1-3 2
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Beresiko (H. Mustatul Anwar) pengetahuan reproduksi, dan sikap. Faktor
pemungkin; keterpaparan media cetak, media elektronik dan pergaulan bebas/diskotek, serta, Faktor penguat; bimbingan orang tua, bimbingan dan penyuluhan di sekolah, serta nasehat teman sebaya). Metode Penelitian adalah metode survei dengan desain penelitian cross sectional dengan sampel yang terkumpul berjumlah 203 orang, dengan perincian, latar belakang pendidikan Madrasah Aliah (MA) sejumlah 39 orang dan Non-MA (SMA, SMU, SMK dan SPK) 164 orang.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian analisis univariat perilaku seksual yang beresiko cukup besar (53%), pada analisis bevariat bahwa keterpaparan; media cetak, elektronik dan nasehat teman sebaya terdapat hubungan yang signifikan, sedangkan faktor yang dominan ditunjukkan hasil analisis multivariate yaitu media elektronik, sedangkan sikap dan media cetak variabel confounding (sebagai pengontrol).
Sebagai saran dalam promosi
penanggulangan perilaku seksual berisiko perlu dicegah masalah yang mudah mempengaruhi perilaku anak remaja atau mahasiswa adalah media elektronik. Untuk itu disarankan kepada pendidik dan orang tua agar anak didik, dalam mengakses yang ditayangkan oleh media elektornik perlu diawasi oleh keluarga/orang tua, jangan sampai mereka mengakses yang berbau porno. Kepada pemerintah atau badan eksekutif yang terkait, maupun perwakilan rakyat atau legeslatif supaya mengawasi tayangan di media elektronik khususnya
tayangan televisi jangan sampai ada berbau porno.
Perlu diketahui dalam informasi
nampaknya seks bebas di beberapa daerah seperti Jateng, Jatim, Jabar, dan Lampung angkanya berkisar 0,4% - 5%. Di daerah perkotaan Jawa Barat angkanya mencapai 1,3% dan pedesaan 1,4%, sedangtkan Bali angkanya 4,4% di perkotaan dan 0% di pedesaan. (Pikiran Rakyat, 30 Nopember 2002).
Kecemasan Gubernur Kalimatan Selatan (Kalsel), Rudy Arifin, terhadap perilaku seks di kalangan remaja, khususnya di kota Banjarmasin maupun di beberapa daerah lainnya, hal ini dikemukakan pada acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Keluarga Berencana Nasional (PKBN) di Aula Persada
Banjarmasin. Kecemasan tersebut cukup
beralasan, tergambar dari data hasil zero survey 2006 mengemukakan daerah kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan adanya penderita HIV/AIDS, yaitu; Banjarmasin, sampel 638 penderita 2 orang; Banjarbaru, sampel 167 penderita 1 orang; Banjar, sampel 275 penderita 2 orang; Tanah Bumbu, sampel 199 penderita 9 orang; dan Tapin, sampel 130 penderita 1 orang.
KESIMPULAN
Al ‘Ulum Vol.51 No.1 Januari 2012 halaman 1-3 3
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Beresiko (H. Mustatul Anwar) bernuansa Islami, sewajarnya mencegah hal
tersebut, dengan demikian untuk mencegah hal tersebut perlu memperhatikan faktor-faktor yang memicu terjadinya perilaku seks bebas beresiko, terutama yang ditayangkan dalam media elektronik. Untuk itu diminta kepada para dosen sewaktu mengajar, menyisipkan beberapa menit hal tersebut di atas, diharapkan para mahasiswa dapat mencegah diri untuk berbuat atau berprilaku yang merugikan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Langeveld, M. J., 1982, Ilmu Jiwa Perkembangan, Bandung, Jemmars.