• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemakaian Sapaan Pada Pedagang di Lingku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemakaian Sapaan Pada Pedagang di Lingku"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKAIAN SAPAAN PEDAGANG MAKANAN DI

LINGKUNGAN FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

Hilma Erfiani Baroroh (1106035934) Mesiyarti (1106036086)

Pascasarjana Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok

Abstrak

Penelitian ini berusaha mendeskripsikan pemertahanan dan sikap bahasa daerah Jawa pada pedagang di sekitar stasiun Pondok Cina. Kajian ini menggunakan metode kualitatif yang memperoleh data dari penyebaran kuesioner dan wawancara. Pemertahanan dan sikap bahasa dibahasa dalam bentuk kecenderungan bahasa yang digunakan oleh responden baik ditinjau dari situasi pemakaian baik sebelum berdagang, ketika berdagang, dan setelah berdagang. Penelitian ini juga membahasa sikap bahasa responden terhadap bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemertahanan bahasa terjadi pada responden pria dan wanita lajang sedangkan pergeseran bahasa terjadi pada kalangan pria dan wanita menikah. Pemertahanan dan pergeseran bahasa dipengaruhi oleh situasi, kondisi pekerjaan dan tempat tinggal, serta faktor subyektif. Sikap bahasa menunjukkan bahwa kelompok pria lajang lebih positif dibandingkan pria menikah, sedangkan kelompok wanita lajang dan menikah bersikap positif terhadap bahasa daerahnya.

Abstract

This aim of this research is to describe the traditional language maintenance and language shifting to traders around the Pondok China railway station. This study used qualitative methods to obtain data from questionnaires and interviews. Language maintenance and attitudinal language in the form of the language used by the tendency of respondents both in terms of the situation well before use to trade, when to trade, and after the trade. This study also discusses the attitude of respondents to the Javanese language and Indonesian language. The results showed that the process of language maintenance occurs in single men and women respondents, while language shifting occurs among men and women in marriage. Language maintenance and language shifting is affected by the situation, conditions of employment and housing, as well as subjective factors. The attitudinal of the language indicates that the single men more positive than married men, while single women and married groups are more favorable to language regions.

(2)

1. Latar Belakang

Manusia diciptakan oleh Tuhan dalam berbagai suku dan bangsa. Setiap suku dan bangsa membentuk satu komunitas yang memiliki ciri dan budaya masing-masing. Masyarakat yang merupakan anggota komunitas tersebut memerlukan bahasa untuk dapat berkomunikasi satu sama lain. Bahasa ini dapat dijadikan ciri terpenting dari suatu masyarakat, sebab melalui bahasa, keanggotaan seseorang di dalam masyarakat dapat diidentifikasi.

Namun demikian, suatu masyarakat bahasa yang memiliki bahasa yang sama dapat juga memiliki beragam bahasa, tergantung pada pemakai dan pemakaiannya. Menurut Suhardi dan Sembiring dalam buku yang sama, keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, dan umur. Sebagian besar aspek tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pemakai bahasa itu. Adanya perbedaan dialek dan aksen dalam satu komunitas merupakan bukti keberagaman itu yang keberadaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial (2007:48).

Berkenaan dengan masalah etnisitas, penelitian sosiolinguistik yang penulis lakukan berfokus pada komunitas pedagang makanan di lingkungan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Komunitas pedagang tersebut datang dari berbagai daerah yang melatarbelakangi keragaman variasi bahasa masing-masing, sehingga menghasilkan suatu tindak tutur yang beragam. Sumampouw dalam Purwo (ed.) menegaskan bahwa setiap tindak ujaran yang dihasilkan dalam peristiwa ujaran yang tercipta karena adanya interaksi sosial bersemuka, dengan ragam apapun, salah satu seginya yang penting adalah sistem penyapaan (2000:220).

Sistem sapaan dalam interaksi sosial memiliki sebutan lain yaitu tutur sapa. Kridalaksana menjelaskan bahwa sistem tutur sapa yakni “sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa” (1982:14). Kartomiharjo mengatakan bahwa sapaan merupakan salah satu komponen bahasa yang penting karena dalam sapaan tersebut dapat ditentukan suatu interaksi tertentu akan berlanjut. Walaupun sebagian besar pembicara tidak menyadari betapa pentingnya penggunaan sapaan, tetapi karena secara naluriah setiap pembicara akan berusaha berkomunikasi secara jelas, maka dalam berkomunikasi, dengan bahasa apapun, sapaan hampir selalu digunakan (lihat Subiyatningsih 2008:73).

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Pentingnya sistem sapaan dalam interaksi, sebuah ketertarikan tersendiri bagi penulis untuk meneliti sistem sapaan yang digunakan para pedagang makanan di lingkungan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, namun penelitian dikhususkan pada tuturan seputar kegiatan perdagangan, antara penjual-pembeli maupun antara pemilik kantin dengan karyawannya dan respon yang diberikan oleh petutur, baik itu pembeli maupun karyawan kantin. Beberapa permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Tuturan apa sajakah yang digunakan oleh pedagang makanan di kantin Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

2) Alasan apa sajakah yang mempengaruhi pemilihan pemakaian tuturan sapaan itu?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai ragam sapaan ini bertujuan untuk:

1) Menemukan pola tuturan sapaan pedagang makanan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

2) Menemukan

3) Menganalisis dan mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan sapaan tertentu di dalam respons.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang sosiolinguistik, yang dilakukan di ruang lingkup yang sederhana yaitu di lingkungan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Penelitian ini berusaha mengungkapkan sistem sapaan yang digunakan pada tuturan seputar kegiatan perdagangan, antara penjual-pembeli maupun antara pemilik kantin dengan pegawainya dan respon yang diberikan oleh petutur, baik itu pembeli maupun pegawai kantin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang lebih besar dan rinci, terutama mengenai kajian sosiolinguistik.

2. Metode Penelitian

(4)

kegiatan perdagangan yang terjadi di pasar tradisional. Sampel diambil dengan kategori variabel berupa jenis pekerjaan, jenis kelamin dan usia. Metode penyediaan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yakni mencari ciri-ciri khusus pertuturan seputar kegiatan perdagangan yang terjadi di kantin KANSAS Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Teknik pengumpulan data, seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, dilakukan dengan cara wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara langsung dan diikuti dengan pencatatan.

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus didasarkan pada tujuan penelitian (Mahsun 2005:229). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data kualitatif berupa peristiwa bahasa. Alasan penggunaan metode ini adalah karena metode ini mengarah pada penekanan penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang bisa dikatakan sifatnya paparan seperti apa adanya (Djadjasudarma 1993).

2. 1 Kerangka Teori

Keragaman bahasa yang mencerminkan keragaman masyarakat, hal tersebut dapat terlihat pada salah satu segi bahasa yang dinamakan tutur sapa. Semua bahasa mempunyai apa yang disebut sistem tutur sapa, yakni sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana 1982:14).

Dalam penelitian ini, para pelaku peristiwa bahasa adalah pedagang, pembeli, dan pertuturannya.

Kata Sapaan

Brown dan Gilman dalam tulisannya menggunakan T (tu) dan V (vous) sebagai bentuk akrab atau formal. Pemilihan kata ganti orang kedua yang digunakan penyapa kepada pesapa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kekuasaan (power) dan solidaritas (solidarity). (Fasold, 1990:3)

(5)

orang tua terhadap anaknya, atasan terhadap karyawannya dan lain-lain. Sedangkan solidaritas mengimplikasikan kesamaan antara kedua orang, hal ini ditunjukkan dengan sekolah yang sama, pekerjaan yang sama, dan tentu saja hubungan keluarga.

Penggunaan V dan T oleh penutur terhadap mitra tutur dibagi ke dalam dua pola yaitu pola resiprokal dan pola non-resiprokal. Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Table 1: The Dimensional Semantic in Equilibrium

V Superior V Equality and Solidarity

T

Equality and not Solidarity V

T Inferior T

Sumber: Brown dan Gilman (1972:259) dalam Fasold, 1990:5

Penjelasan tabel di atas adalah sebagai berikut. Apabila penyapa dan pesapa keduanya berkuasa, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V. sebaliknya apabila keduanya tidak berkuasa, penyapa dan pesapa akan saling menyapa dengan bentuk T. Namun, apabila penyapa lebih berkuasa daripada pesapa, penyapa akan menyapa dengan bentuk T dan akan disapa dengan bentuk V. Begitupula sebaliknya, apabila penyapa tak lebih berkuasa daripada pesapa maka ia akan menyapa dengan bentuk V dan akan disapa dalam bentuk T. Penyapa dan pesapa yang memiliki tingkat kekuasaan serta memiliki hubungan solidaritas yang sama akan menggunakan bentuk T untuk saling menyapa. Namun, jika keduanya tidak memiliki hubungan solidaritas, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V.

(6)

Table 1: The Dimensional Semantic Under Tension

V Superior and solidarity T

V Superior and not solidarity V

Equal and solidarity T

Equal and not solidarity V

T Inferior and solidarity T V Inferior and not solidarity T

Sumber: Brown dan Gilman (1972:259) dalam Fasold, 1990:5

Pengertian tabel di atas adalah bahwa pada tabel bagian kiri, apabila penyapa lebih berkuasa serta memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa, maka ia akan menyapa dengan bentuk T dan dapat disapa dengan bentuk V atau T. Demikian pula sebaliknya jika penyapa tidak lebih berkuasa namun memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa maka ia dapat menyapa dengan bentuk V atau T akan disapa dengan bentuk T.

Pada tabel bagian kanan, apabila penyapa lebih berkuasa namun tidak memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa maka ia akan menyapa dengan bentuk V dan T dan dapat disapa dengan bentuk T. Demikian pula sebaliknya jika penyapa tidak lebih berkuasa serta tidak memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa maka ia dapat menyapa dengan bentuk V dan akan disapa dengan bentuk V dan T.

Tabel bagian tengah menandakan tingkat kekuasaan yang sama. Apabila penyapa dan pesapa memiliki tingkat kekuasaan yang sama serta memiliki hubungan solidaritas maka ia akan saling menyapa dengan bentuk T. Namun, jika mereka tidak memiliki hubungan solidaritas, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V.

Pada dasarnya pengertian tabel 1 dan 2 tidak jauh berbeda, namun pola yang ada di tabel ini hubungan penyapa dan pesapa juga ditekankan berdasarkan kesolidaritasannya sehingga seseorang dapat disapa ataupun menyapa dengan bentuk T dan V sekaligus. Dengan demikian, terlihat bahwa hubungan solidaritas juga memiliki peran dalam terpilihnya satu bentuk kata ganti.

(7)

Kridalaksana. Penelitian ini dilakukan di kantin KANSAS, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

4. Analisis dan Interpretasi Data

Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara dengan sepuluh informan pedagang makanan yang ada di kantin FIB Universitas Indonesia.Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang diajukan dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap 1) pemakaian sapaan pedagang makanan di kantin FIB Universitas Indonesia, 2)

4. 1. Tutur Sapaan Pedagang kepada Mahasiswa Indonesia

Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang. Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI. Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya. Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 1. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Mahasiswa Indonesia

No Responden Frekuensi

3 R3 Sering Nama Nama Bapak Ibu

(8)

6 R6 Sering Adek Neng Om Tante/Mba

9 R9 Sering Nama Nama Bapak Ibu

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan kepada pembeli mahaiswa Indonesia yang lebih muda usianya dan lebih sering membeli. Sedangkan, untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang usianya lebih muda namun jarang membeli makanan, mereka lebih sering menggunakan Mas untuk merujuk pada pembeli laki-laki yang usianya lebih muda dan sapaan Mba untuk pembeli yang usianya lebih muda dari pedagang tersebut. Sebanyak 90 % responden memilih menggunakan Nama panggilan digunakan untuk menyapa pembeli laki-laki maupun perempuan yang usianya lebih muda. Alasan yang dikemukakan responden memilih Nama panggilan karena merasa lebih kenal dan ingin lebih akrab dengan pelanggan. Hanya 10 % responden yang memilih menggunakan sapaan Adek untuk pembeli mahasiswa Indonesia laki-laki usia muda dan sapaan Neng untuk pembeli mahasiswa Indonesia perempuan usia muda. Responden tidak membedakan frekuensi membeli jarang atau sering, namun mereka cenderung menggunakan sapaan ini karena ingin mengajak pelanggan yang datang membeli untuk lebih akrab terlepas dia sering atau jarang membeli.

(9)

frekuensi membeli dan berusia di bawah atau di atas 40 tahun karena responden memilih untuk lebih akrab walaupun tidak sering membeli. Responden tidak membedakan frekuensi membeli dengan alasan untuk membuat pelanggan merasa nyaman dan akrab. Secara umum, dapat dikatakan bahwa responden lebih memilih sapaan nama untuk pembeli mahasiswa yang berusia lebih muda dan sering membeli, namun lebih menggunakan sapaan Mas atau Mba untuk responden yang dikatakan jarang membeli atau dianggap kurang akrab.

4.2 Tutur Sapaan dengan Mahasiswa Asing

Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang. Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI. Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya. Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 1. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Mahasiswa Asing

No Responden Frekuensi

Mahasiswa Asing Muda Tua

L P L P

1 R1 Sering Nama Nama Anda Anda

Jarang Anda Anda

2 R2 Sering Nama Nama Anda Anda

Jarang Anda Anda

3 R3 Sering Anda Anda Anda Anda

Jarang

4 R4 Sering Anda Anda Anda Anda

Jarang

5 R5 Sering Nama Nama Mister Mis

Jarang Anda Anda Anda Anda

6 R6 Sering Mister - Mister

-Jarang Mister - Mister

-7 R7

Sering Hai/Hello Hai/ Hello Hai/ Hello Hai/ Hello

Jarang Hai/Hello Hai/ Hello Hai/ Hello Hai/ Hello

(10)

Jarang Hai/

10 R10 Sering AndaHai AndaHai AndaHai AndaHai Jarang

Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan kepada pembeli mahaiswa Indonesia yang lebih muda usianya dan lebih sering membeli. Sedangkan, untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang usianya lebih muda namun jarang membeli makanan, mereka lebih sering menggunakan Mas untuk merujuk pada pembeli laki-laki yang usianya lebih muda dan sapaan Mba untuk pembeli yang usianya lebih muda dari pedagang tersebut. Sebanyak 90 % responden memilih menggunakan Nama panggilan digunakan untuk menyapa pembeli laki-laki maupun perempuan yang usianya lebih muda. Alasan yang dikemukakan responden memilih Nama panggilan karena merasa lebih kenal dan ingin lebih akrab dengan pelanggan. Hanya 10 % responden yang memilih menggunakan sapaan Adek untuk pembeli mahasiswa Indonesia laki-laki usia muda dan sapaan Neng untuk pembeli mahasiswa Indonesia perempuan usia muda. Responden tidak membedakan frekuensi membeli jarang atau sering, namun mereka cenderung menggunakan sapaan ini karena ingin mengajak pelanggan yang datang membeli untuk lebih akrab terlepas dia sering atau jarang membeli.

(11)

berusia lebih muda dan sering membeli, namun lebih menggunakan sapaan Mas atau Mba untuk responden yang dikatakan jarang membeli atau dianggap kurang akrab.

4.3 Tutur Sapaan Pedagang dengan Dosen

Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang. Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI. Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya. Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Dosen

No Responden Frekuensi

Jarang Bapak Ibu Bapak Ibu

2 R2 Sering Mas Mba

6 R6 Sering Om Tante Om Tante

Jarang Bapak Ibu Bapak Ibu

7 R7 Sering Mas Mba Bapak Ibu

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

8 R8 Sering Mas Mba

Bapak +

Nama Ibu + Nama

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

9 R9 Sering Mas Mba Bapak Ibu

(12)

10 R10 Sering

Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan kepada pembeli mahaiswa Indonesia yang lebih muda usianya dan lebih sering membeli. Sedangkan, untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang usianya lebih muda namun jarang membeli makanan, mereka lebih sering menggunakan Mas untuk merujuk pada pembeli laki-laki yang usianya lebih muda dan sapaan Mba untuk pembeli yang usianya lebih muda dari pedagang tersebut. Sebanyak 90 % responden memilih menggunakan Nama panggilan digunakan untuk menyapa pembeli laki-laki maupun perempuan yang usianya lebih muda. Alasan yang dikemukakan responden memilih Nama panggilan karena merasa lebih kenal dan ingin lebih akrab dengan pelanggan. Hanya 10 % responden yang memilih menggunakan sapaan Adek untuk pembeli mahasiswa Indonesia laki-laki usia muda dan sapaan Neng untuk pembeli mahasiswa Indonesia perempuan usia muda. Responden tidak membedakan frekuensi membeli jarang atau sering, namun mereka cenderung menggunakan sapaan ini karena ingin mengajak pelanggan yang datang membeli untuk lebih akrab terlepas dia sering atau jarang membeli.

(13)

4.4 Tutur Sapaan Pedagang dengan Karyawan

Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang. Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI. Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya. Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Karyawan

No Responden Frekuensi

6 R6 Sering Nama Nama Bapak Ibu

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

7 R7

Sering Nama Nama Bapak Ibu/ Mba

(14)

9 R9 Sering Mas Mba

10 R10 Sering Mas Mba Bapak Ibu

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

4.5 Tutur Sapaan Pedagang dengan Pejabat Fakultas

Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang. Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI. Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya. Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4. Pemakaian Sapaan Pedagang kepada Pejabat Fakultas

No Responden Frekuensi

Pejabat

Muda Tua

L P L P

1 R1 Sering Bapak Ibu Bapak Ibu

Jarang Bapak Ibu Bapak Ibu

2 R2 Sering - - Bapak Ibu

Jarang Bapak Ibu Bapak Ibu

3 R3 Sering - - Bapak Ibu

Jarang - - Bapak Ibu

4 R4 Sering Mas Mba Bapak Ibu

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

8 R8 Sering Bapak Ibu Bapak Ibu

Jarang Bapak Ibu Bapak Ibu

(15)

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

10 R10 Sering

Mas + Nama

Mba + Nama

Bapak + Nama

Ibu + Nama

Jarang Mas Mba Bapak Ibu

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Djajasudarma, F. 2006. Metode Linguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kridalaksana, H. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: Penerbit Nusa Indah. Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Subiyatningsih. 2008. “Kaidah Sapaan Bahasa Madura” dalam Identitas Madura dalam Bahasa dan Sastra. Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya.

Suhardi, B. dan Sembiring, B.C. 2007. “Aspek Sosial Bahasa” dalam Pesona Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sumampouw, E. 2000. “Pola Penyapaan Bahasa Indonesia dalam Interaksi Verbal dengan Latar Multilingual” dalam Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono. Jakarta: Pereksa Bahasa.

Gambar

Table 1:The Dimensional Semantic in Equilibrium
Table 1: The Dimensional Semantic Under Tension
Tabel 1. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Mahasiswa Indonesia
Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemilihan sistem pengendalian risiko pipa migas bawah laut Lapangan Arjuna dampak jalur baru pelayaran peti kemas pelabuhan Patimban, ditentukan beberapa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku komunikasi verbal Komunitas SHINWA Cosplay Pekanbaru dalam membentuk kohesivitas kelompok adalah dengan menggunakan

Hal-hal yang dilakukan sebelum terjadi tanah longsor antara lain:c. Waspada terhadap curah hujan

Ondorioa: Beraz, esan genezake konpetentzietan oinarritutako hezkuntzan, konpetentzia digitalak pisu handia hartu duela; baina, pisu horrek errealitatean dagoen lanketarekin ez badu

Penelitian yang dilakukan menunjukkan fraksi daun salam yaitu n- heksan, etil asetat dan etanol air dengan dosis masing-masing 200 mg/kgBB memiliki pengaruh dalam

Hasil pengukuran kadar kolesterol dan analisis statistika menunjukkan bahwa induksi hiperkolesterol selama 21 hari berhasil meningkatan kadar kolesterol secara

Simpulan yang didapatkan adalah dengan melakukan implementasi pada jaringan SMA Kemurnian II menggunakan router mikrotik maka jaringan lokal dan jaringan wireless