• Tidak ada hasil yang ditemukan

Holistik dan Integratif di PAUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Holistik dan Integratif di PAUD"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia

dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini.

Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik

dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan. Selain itu pendidikan di

usia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses

pendidikan di usia-usia berikutnya.

Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara

sah. Hal itu terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan

anak usia dini diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun.

Dalam penjabaran pengertian, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

menyatakan bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Undang-Undang Republik Indonesia.

Nomor 20 Tahun 2003).

Pendidikan kita selama ini memandang sekolah sebagai tempat untuk

menyerahkan anak didik sepenuhnya. Sekolah dianggap sebagai tempat segala

ilmu pengetahuan dan diajarkan kepada anak didik. Cara pandang ini sangat keliru

mengingat sistem pendidikan juga harus dikembangkan di keluarga. Sekolah

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan tentang paud holistik integratif

(2)

intensitas penanaman cita-cita sosial budaya yang tidak mungkin lagi

dikembangkan melalui mekanisme keluarga (Mukhlishah, 2002).

Dewasa ini telah terjadi pergeseran arah perubahan kebijakan di bidang

pendidikan, di mana kini bidang pendidikan diletakkan pada desentralisasi yang

kemudian menempatkan/menyerahkan pendidikan menjadi bagian dari otonomi

daerah. Sehingga pendidikan yang selama ini dikelolah secara sentralistik harus

diubah mengikuti irama yang sedang berkembang di daerah.

Di era reformasi saat ini, terjadi perubahan cukup mendasar di bidang

pendidikan dengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakan menjadi UU

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang telah meletakkan

sektor pendidikan sebagai salah satu yang diotonomisasikan dan UU No.20 Tahun

2003 tentang Sistem pendidikan Nasional (SISDIKNAS), sebagai pengganti UU

No.2 Tahun 1989. Hal ini menunjukkan bahwa otonomi pendidikan sudah

dicanangkan dan tidak lagi menganut sistem sentralistik, tetapi lebih bertumpu

pada dua paradigma baru yaitu desentralisasi dan otonomi. Artinya, banyak hal

yang sudah dipercayakan untuk ditangani dan dikelola oleh daerah bahkan

sekolah.

Demikian pula dalam penyelenggaraan PAUD, dapat diawali dari

pendirian PAUD yang terintegrasi dari Posyandu setempat, yang kemudian

dinamai POS PAUD. Sistem pengelolaannya sangat sederhana, dan dikelola oleh

kader Posyandu serta tenaga pendidik yang kadang juga merupakan salah satu

(3)

Meskipun demikian penyelenggaraan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

( PAUD ) yang kini kian menjamur, masih asing bagi warga pedesaan, khususnya

bagi mereka yang setiap harinya selalu bergelut dengan padi dan sawah. Belum

terpikir oleh mereka jika anak balita mereka sudah selayaknya masuk dalam dunia

pendidikan usia dini sebelum balita mereka tumbuh besar dan siap menerima

jenjang pendidikan di sekolah dasar.

Penyelenggaraan PAUD yang berada di wilayah pedesaan juga terbentur

pada kondisi ekonomi masyarakat yang tergolong kurang mampu. PAUD sebagai

lembaga pendidikan akan dipandang sebelah mata,. Dalam pola pikir mereka

tersirat bahwa pendidikan identik dengan biaya yang mahal dan jika anak - anak

disekolahkan pada usia dini maka kebutuhan ekonomi akan meningkat. Jika pola

pikir yang demikian terus berlanjut maka itu berarti sebagian penerus dan pengisi

kemerdekaan bangsa ini telah kehilangan momentum penting dalam hidupnya,

yaitu layanan Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ).

Bertolak pada hal tersebut, kini masyarakat tidak ragu lagi

mengembangkan sistem pendidikan yang berbasis masyarakat. Meskipun secara

teori tidak banyak mereka pahami, namun hal tersebut sudah mereka laksanakan

dengan cukup baik. Alasan penyelenggaraan PAUD berbasis masyarakat

diantaranya adalah keterbatasan dana pemerintah, serta penguatan masyarakat

madani. Sedangkan salah satu tujuannya adalah untuk mendukung prakarsa

pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat terhadap sekolah,

khususnya orang tua dan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi.

Untuk berperan sebagai kekuatan pendidikan nasional, sekaligus untuk

memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, maka

(4)

pengembangan yang melibatkan seluruh potensi di dalam masyarakat untuk turut

bertanggung jawab mengenai mutu pendidikan setempat khususnya, dan mutu

pendidikan nasional pada umumnya.

Kedua, pola berbasis masyarakat mengutamakan pengelolaan sendiri pendidikan di dalam konteks masyarakat, meliputi; penentuan prioritas program

pendidikan yang khas, penyediaan dana operasional dan infrastruktur, pengadaan

tenaga-tenaga yang kompeten, pelaksanaan dan pemantauan secara menyeluruh,

penilaian dan peningkatan efisiensi dan efektifitas.

Mengingat anak merupakan suatu totalitas yang utuh, maka

pengembangannya harus dilakukan secara holistik (utuh dan menyeluruh) dan

tidak tersekat-sekat oleh ego sektoral. Sehingga perlu dikembangkan strategi

pengelolaan PAUD yang berbasis masyarakat secara holistik (menyeluruh) serta

terintegrasi. Disebut Holistik-Integratif karena program layanan yang diberikan

tidak hanya bergerak dalam bidang pendidikan saja, namun juga mencakup

program layanan yang terkait dengan kesehatan dan gizi, pengasuhan, serta

perlindungan anak.

B. MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka muncul

sebuah rumusan masalah sebagi berikut :

“Bagaimana mengelola PAUD berbasis masyarakat dengan pendekatan holistik

integratif?”

C. TUJUAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari karya tulis ini adalah : memaparkan

pengelolaan PAUD berbasis masyarakat dengan pendekatan holistik integratif.

(5)

Dengan adanya karya tulis ini, manfaat yang dapat diperoleh antara lain :

1. Menguraikan strategi pengelolaan PAUD yang berbasis masyarakat.

2. Memberikan pengetahuan kepada para pengelola PAUD dalam mengelola

PAUD di tengah-tengah masyarakat yang multikultur

3. Sebagai salah satu pedoman mengembangkan PAUD dengan pendekatan

holistik integratif

4. Sebagai bahan referensi pembaca dalam mengembangkan pendidikan

(6)

BAB II

LANDASAN TEORETIS A. Pengertian Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pendidikan berbasis masyarakat atau Community based educatioan (CBE)

diartikan sebagai proses dimana individu atau orang dewasa menjadi lebih

kompeten menangani keterampilan, sikap, dan konsep mereka dalam hidup di

dalam dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi

demokratis (Michael W. Galbraith, dalam pengemprogpls.doc Pendidikan

Berbasis Masyarakat. http://agus.blogchandra.com/standar-pengelolaan-pendidikan, diunduh Kamis, 11 April 2013, pukul 09:10 WIB ).

CBE adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan

individual dan kelompok dgn mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah

geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan

dengan suka rela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang

ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.

CBE berasumsi bahwa masyarakat memiliki potensi untuk mengatasi

masalahnya dengan mempercayai kepada sumber daya yang dimilikiny dan

dengan memobilisasi masy bertindak bagi pemecahan masalah (Hamilton &

Cunningham).

Fadli Yanur (dalam http://fadliyanur.multiply.com, 2007) mengemukakan

bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi

pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan

masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran

masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi tantangan

(7)

Maryono (dalam http://library.uny.ac.id, 2003) mengemukakan bahwa

secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan

pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan

untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan memberi

jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya

masyarakat ditempatkan sebagai subyek/ pelaku pendidikan, bukan obyek

pendidikan. Pada konteks ini masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktif dalam

setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat

artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk

menjawab kebutuhan mereka. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa masyarakat

perlu diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain,

merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan

secara spesifik didalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.

Abu Hadfi Effendi (dalam http://re-searchengines.com, 2008) menyatakan

bahwa tujuan dari pendidikan berbasis masyarakat mengarah pada isu-isu

masyarakat yang khusus seperti pelatihan keterampilan, perhatian terhadap

lingkungan, pendidikan dasar, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah,

pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, penanganan

masalah kesehatan seperti korban narkotika, HIV/AIDS dan sejenisnya. Serta,

lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakatan bisa dari kalangan bisnis

dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, organisasi pelayanan

kemanusiaan, lembaga keagamaan dan lain-lain. Jadi munculnya pendidikan

berbasis masyarakat didorong oleh kebutuhan belajar keterampilan dalam

berbagai bidang dan pengetahuan baru dalam rangka mengatasai berbagai

(8)

Dari sini dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis

masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada ditangan

masyarakat. Konteks berbasis masyarakat disini menunjuk pada derajat

kepemilikian masyarakat. Masyarakat memiliki otoritas dalam mengambil

keputusan dan menentukan tujuan pendidikan, sasaran, pembiayaan, kurikulum,

standar dan ujian, kualifikasi guru, persyaratan siswa, tempat penyelenggaraan

dan lain-lain.

Dengan demikian, pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah

proses dan terprogram. Secara esensial, pendidikan berbasis masyarakat adalah

munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa

membantu mengembangkan interaksi sosial yang membangkitkan concern

terhadap pembelajaran, sosial, politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain.

Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan

pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal

yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari

kebebasan dan atau tanpa tekanan, kemampuan berpartisipasi dan keinginan untuk

berpartisipasi.

Lebih lanjut dalam Bagian Kedua Pasal 55 tentang pendidikan berbasis

masyarakat diuraikan :

(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat

pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,

lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

(2) Penyelenggara pendididkan berbasis masyarakat mengembangkan dan

melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan

(9)

(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat

bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah

dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan

teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari

Pemerintah dan/atau pemerintah Daerah

(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan pemerintah.

Dari ketentuan yang tersurat dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional terlihat bahwa pendidikan berbasis

masyarakat ditujukan untuk memperoleh output pendidikan yang dapat berperan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun keberadaan dari pendidikan

berbasis masyarakat ini justru akan menajamkan friksi kemajemukan masyarakat

bangsa Indonesia, karena dengan penyelenggaraan pendidikan yang

diselenggarakan berdasarkan karakteristik wilayah, sosial dan budaya

masayarakat Indonesia maka ego kedaerahan akan semakin tinggi dan ini sangat

berbahaya.

Bila pendidikan berbasis masyarakat tersebut ditujukan untuk

menyelesaikan masalah krisis ekonomi di Indonesia yang kemudian

mempengaruhi kemampuan negara untuk menyediakan dana pendidikan, hal ini

dapat diterima. Tetapi bila model pendidikan ini akan terus dikembangkan, maka

yang perlu diantisipasi adalah kemungkinann adanya keberagaman dalam mutu

(10)

otonomi pendidikan, tetapi di sisi lain memiliki kemungkinan yang besar dalam

mengancam intergrasi nasional serta mempengaruhi keberhasilan dari

pembangunan karakter manusia Indonesia.

B. Penerapan Manjemen Pendidikan Berbasis Masyarakat

Achmad Munib (2011: 106) menyatakan bahwa lembaga pendidikan

formal masih dinilai lamban dalam merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat

dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu, terkait dengan kesejahteraan. Oleh

karena itu, dunia pendidikan dituntut untuk membuka diri dalam merespon

perubahan di antaranya dengan memodernisasi manajemen pengelolaannya.

Sudah saatnya dioptimalkan manajemen pendidikan ditangani secara rapi sesuai

prinsip-prinsip manajemen yang benar berbasis kemasyarakatan. Manajemen pada

konteks ini dimaksudkan sebagai proses perencanaan dan pembuatan keputusan,

pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian keuangan, fisik, dan sumber

informasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada guna mencapai tujuan yang

telah ditetapkan secara efektif dan efisien (Kamisa 1997: 49). Efektif dan efisien

dimaksudkan ketepatan cara, usaha, kerja dalam menjalankan sesuatu dengan

tidak membuang waktu, tenaga, biaya; kedayagunaan; ketepatgunaan.

Zubaedi (2007: 156) menyatakan bahwa desain manajemen pendidikan

berbasis masyarakat meliputi; perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan

pengembangan yang terus-menerus melalui budgeting dan evaluasi. Berikut

dijelaskan secara rinci penerapan desain manajemen pendidikan berbasis

masyarakat.

1. Perencanaan (planning)

Abad milenium sekarang ini, yang menjadi perhatian serius adalah sebuah

(11)

semakin terkikis eksistensinya. Hal ini terjadi karena generasi muda sebagai

penerus bangsa dalam konteks siswa sudah tidak lagi mendapatkan pendidikan

karakter dalam dunia pendidikan, misal pengajaran tentang akhlak, tata krama,

sopan santun dan budaya. Karena pendidikan berbasis sekolah sekarang yang ada

mayoritas hanya berorientasi pada nilai rapor (hasil daripada proses) dan kurang

mengedepankan keterampilan hidup bersosial (nilai-nilai iman dan moral).

Sehingga moralitas bangsa, salah satunya nilai-nilai kesopanan dan kesantunan di

dalam dirinya, berangsur-angsur pudar. Keidentikan bangsa Indonesia sebagai

bangsa yang ramah perlahan terkikis bersamaan tergerusnya nilai-nilai moral lain.

Maka, untuk menjawab permasalahan tersebut sebagai sebuah kebutuhan

adalah konsep pendidikan berbasis masyarakat harus mengedepankan nilai-nilai

moral kemasyarakatan sebagai upaya pembangunan karakter siswa yang pandai

juga baik dalam arti luas. Pendidikan tidak hanya menghasilkan orang pandai

tetapi tidak baik, begitu juga sebaliknya. Pendidikan tidak cukup hanya untuk

membuat anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau

karakter.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Zubaedi (2007: 158) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan

aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang

sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pada tahap pengorganisasian ini, merupakan pengaturan dan

pembagian tugas-tugas pada seluruh pengurus atau pengelola lembaga pendidikan

untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuannya dirangkai dalam visi dan misi pendidikan berbasis masyarakat

(12)

dan berakhlak mulia. Generasi juara tersebut dimaksudkan pada tatanan mind set

yaitu terciptanya generasi yang tangguh, pantang menyerah, berani mencoba,

optimis, sportif, jujur, dan tak kenal putus asa yang memiliki jiwa kompetitif

(daya saing yang berkualitas) deduktif (sikap deduksi) dan beakhlak mulia

(bermoral, beradab dan berbudaya).

Sedangkan misi yang ditempuh adalah menyelenggarakan konsep

pendidikan berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

tahun 2003, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Hal ini telah

selaras (balance) antara menekankan kecakapan keilmuan umum dan nilai-nilai

kesusilaan.

3. Pengendalian (Controlling)

Kembali pada dasar pendidikan berbasis masyarakat yaitu pendidikan dari

masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, maka dalam proses

penyelenggaraan pendidikan pengendalian dilakukan secara bersama-sama antara

pengurus, pengelola dan masyarakat.

Pada tataran implementasi pendidikan berbasis masyarakat, menjadi

keharusan masyarakat untuk berpartisipasi melakukan pengendalian dan

pengawasan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut

pendayagunaan dan pengelolaan pendidikan.

(13)

Setiap Organisasi membutuhkan dana untuk membiayai kegiatannya.

Begitu halnya dengan organisasi pendidikan, baik pendidikan formal maupun

pendidikan non formal. Organisasi pendidikan harus mengadakan perencanaan

budget secara berkala untuk mengalokasi dana yang tersedia, agar dana itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh setiap unit kerja dalam lembaga tersebut.

Menurut Koontz (dalam Zubaedi 2007: 160) penganggaran (budgeting)

merupakan satu langkah perencanaan dan juga sebagai instrumen perencanaan

yang fundamental. Anggaran dapat diartikan sebagai suatu rencana operasi dari

suatu kegiatan atau proyek yang mengandung perincian pengeluaran biaya untuk

suatu periode tertentu. Selanjutnya koontz (dalam Zubaedi 2007: 160) membatasi

bahwa budgeting adalah formulasi perencanaan untuk periode tertentu dibutuhkan

sejumlah dana.

5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi sebagai fungsi dari administrasi pendidikan merupakan aktivitas

untuk meneliti dan mengetahui sampai di mana pelaksanaan yang dilakukan

didalam proses keseluruhan ketercapaian program organisasi. Untuk mengukur

hasil kesesuaian dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka

pencapai tujuan pendidikan berbasis masyarakat tersebut.

Evaluasi mencakup input, proses dan produk (IPP), penilaian input

memfokuskan pada kemampuan sistem dan strategi pencapaian tujuan. Penilaian

proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan

keputusan dalam melaksanakan program. Sedangkan penilaian produk berfokus

pada mengukur pencapaian proses dan akhir program.

Jika input yang telah menjalani proses kemudian menghasilkan produk

(14)

tetap dan terus dikembangkan. Namun jika tidak sesuai dengan visi dan misi yang

telah dicanangkan maka konsep tersebut harus ditinjau ulang dan proses

pembelajaran harus ditingkatkan dengan melihat kualitas sarana dan prasarana

baik fisik (Kurikulum, gedung, peralatan, bahan kajian, media, metode dan

(15)

C. Manajemen PAUD

PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani

dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

PAUD bertujuan mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai

persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Anak Usia dini mencakup janin dalam kandungan sampai dengan usia 6

tahun. Pengelompokan anak usia dini: janin dalam kandungan sampai lahir; bayi

usia 0 – 28 hari; anak usia 1 – 24 bulan; anak usia 2 – 6 tahun.

Lailatuz Zakiyah, S.Psi (dalam Diklat Peningkatan Kompetensi Guru

PAUD Jombang 15 november 2009) mengemukakan bahwa terdapat 6 hal yang

harus dipenuhi sebagai syarat sah pendirian PAUD, yaitu antara lain :

1. Peserta didik

2. Personalia (SDM)

3. Sarana-prasarana

4. Kehumasan

5. Keuangan

6. Manajemen pembelajaran meliputi manajemen kurikulum dan pembelajaran

serta manajemen kelas (area/sentra).

Sedangkan dalam petunjuk teknis penyelenggaraan PAUD (2012:16)

dijelaskan bahwa komponen penyelenggaraan PAUD antara lain : (1) Kurikulum;

(2) Peserta didik; (3) pendidik dan tenaga kependidikan; (4) sarana dan prasarana;

(16)

Imron Arifin (2009) menerangkan bahwa penyelenggaraan Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD) dilakukan sebelum jenjang pendidikan dasar,

diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Serta

dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak

(TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, dan melalui jalur

pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak

(TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Lalu PAUD berbentuk pendidikan

keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan.

Manajemen Program PAUD adalah manajemen pendirian PAUD (membuka

lembaga PAUD baru dan manajemen perbaikan/pembenahan PAUD(improvisasi

manajemen PAUD yang sudah berjalan)). Persyaratan minimal manajemen

PAUD yaitu, ada peserta didik usia dini (0-6 tahun), ada penyelenggara berbadan

hukum, ada pengelola PAUD (TPA, KB, BKB, TK, dll), ada pendidik dan tenaga

kependidikan PAUD. Juga tersedia saran dan prasarana pendidikan, memiliki

menu generik (kurikulum), memiliki program kegiatan belajar-bermain dan

mengajar (PKBM), dan tersedia sumber dana untuk pelaksanaan atau operasional

pendidikan (petunjuk teknis penyelenggaraan PAUD:31).

Manajemen PAUD mempunyai orientasi layanan berupa layanan kesehatan

dan gizi (pertumbuhan, layanan kecerdasan dan psikologis, layanan sosial dan

sikap (emosional), layanan keagamaan dan spiritualisasi. Hal ini bertujuan agar

anak usia dini yang terdidik dapat memiliki pengalaman belajar, otak berkembang

optimal, pertumbuhan fisik yang sehat, perkembangan psikososial positif, dan

bertumbuh sesuai dengan dunia anak.

Selain substansi pengelolaan program PAUD yang meliputi manajemen

(17)

manajemen peserta didik, manajemen keuangan lembaga, dan manajemen humas

serta manajemen sarana- prasarana.

Dalam hal ini Imron Arifin (2009) menegaskan bahwa di dalam manajemen

keuangan lembaga harus jelas yaitu pembukuan keuangan yang akuntabel,

pembukuan sumbangan-sumbangan, pelaporannya dan pertanggungjawaban,

pelaporan keuangan dana bantuan dari pemerintah dan instansi terkait. Selain itu

pun juga harus memiliki manajemen pendukung keuangan yang juga mempunyai

pembukuan usaha-usaha ekonomi PAUD, dan pembukuan khusus dana-dana

keagamaan, serta pembukuan keuangan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab

1, Pasal 1, Butir 14, yang menyatakan bahwa : “Pendidikan Anak Usia Dini

adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan

usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembanagan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

Persyaratan umum pendirian lembaga PAUD adalah sejumlah ketentuan

umum yang harus dipenuhi bagi sebuah yayasan yang ingin mendirikan lembaga

PAUD. Merujuk pada Pasal 62 ayat 2, persyaratan yang harus dipenuhi untuk

dapat menyelenggarakan lembaga pendidikan adalah :

1. Kurikulum

Kurikulum merupakan seperangkat panduan yang mengatur isi program dan

proses pendidikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran dan

penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum ini dapat merajuk pada PKB-TK

94 (Program Kegiatan Belajar TK). Atau bisa juga merajuk pada kurikulum

(18)

2. Peserta didik / Siswa / Anak Didik

Sebelum mendirikan PAUD, yayasan yang akan menyelenggarakan PAUD

harus melakukan survei tentang jumlah anak didik yang ada di wilayah

tersebut. Dari survei ini bisa memanfaatkan data primer dari Posyandu di

masing-masing wilayah. Biasanya, setiap Posyandu memiliki data jumlah

anak lengkap dengan usia dan berat badannya. Yayasan yang akan

mendirikan PAUD bisa memanfaatkan data ini sebagai penguat data hasil

survei.

3. Tenaga Kependidikan (Guru dan Staf)

Selain anak didik, yayasan juga harus menyertakan jumlah tenaga

kependidikan (guru atau staf administrasi) lengkap dengan latar belakang

keilmuan para guru yang dicantumkan. Merujuk pada UU Sistem

Pendidikan Nasional 2003, guru yang akan mengajar di lembaga PAUD

harus berlatar belakang SI PG-PAUD atau SI PG-TK.

4. Sarana Prasarana

Untuk mendukung proses pembelajaran berdasarkan kurikulum yang telah

dicantumkan, Yayasan pendiri PAUD harus memenuhi standar minimal

sarana dan prasarana minimal yang telah di tentukan. Dalam Pasal 45 ayat 1

UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa “Setiap satuan pendidikan formal

maupun non-formal harus menyediakan sarana prasarana yang memenuhi

keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan perkembangan potensi

fisik, kognitif, sosial, emosi, dan kejiwaan anak didik ”

5. Pembiayaan Pendidikan

Setiap lembaga kependidikan, khususnya lembaga PAUD, yang sebagian

(19)

pendidikan bagi peserta didik maupun dana awal yang dimiliki untuk

penyelenggaraan pendidikan. Dalam pasal 48 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003

juga ditegaskan bahwa pengelolaan pembiayaan harus memenuhi

prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparasi dan akuntabilitas publik atau

pertanggugjawaban kepada masyarakat.

6. Sistem Evaluasi

Setiap lembaga pendidikan, termasuk PAUD, harus mempunyai sistem

evaluasi, baik evaluasi program, proses, maupun hasil tumbuh-kembang

anak-didik. Evaluasi ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian mutu

pendidikan, sekaligus sebagai upaya akuntabilitas penyelenggaraan

pendidikan.

D. Tujuan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini secara Holistik Integratif

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20/2003 BAB II

Pasal 3)

Tujuan PAUD yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan

pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait

dengan pendidikan dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang

(20)

1. Dapat mengidentifikasikan perkembangan fisiologis anak usia dini dan

mengaplikasikan hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis

yang bersangkutan.

2. Dapat memahai perkembangan kreatifitas anak usia dini dan usaha-usaha

yang terkait dengan perkembangannya.

3. Dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya dengan perkembangan

anak usia dini.

4. Dapat memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini.

5. Dapat memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi

perkembangan anak kanak-kanak

Selain itu, tujuan pendidikan anak usia dini adalah :

1. Membentuk anak indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan

berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki

kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta

mengarungi kehidupan dimasa dewasa.

2. Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di

sekolah.

3. Intervensi dini dengan memberikan rangsangan sehingga dapat

menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi yaitu dimensi

perkembangan anak (bahasa, itelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri,

bakat dan minat).

4. Melakukan deteksi diri terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam

(21)

Tujuan manajemen PAUD secara holistik dan integratif adalah agar seluruh

kebutuhan esensial anak usia dini dapat terpenuhi, sehingga anak dapat tumbuh

kembang secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan usianya.

Sasaran pengembangan PAUD secara holistik integratif terbagi menjadi 2

yaitu sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran langsungnya meliputi anak

usia dini sejak janin dalam kandungan sampai dengan usia 6 tahun. Sasaran tidak

langsung meliputi orang tua, keluarga, kader, tenaga kesehatan dan gizi, pendidik,

pengasuh, masyarakat, organisasi sosial masyarakat, para pengambil kebijakan,

berbagai provider dan stakeholder lainnya yang relevan dengan terpenuhinya

(22)

BAB III

PROSEDUR IMPLEMENTASI GAGASAN A. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

Penyelenggaraan PAUD saat ini masih menjadi tren dalam masyarakat. Di

tengah-tengah kemajemukan masyarakat, hakikat pendirian PAUD menjadi sering

dikaburkan dari tujuan utamanya. Pengelolaan PAUD harus terpisah jauh dari

kepentingan-kepentingan ego sektoral, maupun keperluan beberapa oknum.

Sedangkan pengelolaannya masih belum sistematis dan masih berpijak pada

kemampuan SDM yang kurang memenuhi syarat.

Berdasarkan wacana tersebut, kini dikembangkan manajemen PAUD yang

memanfaatkan potensi lokal, yang lebih mengetahui kebutuhan dan batasan

maksimal kemampuan penyelenggaraan PAUD. Namun tetap memperhatikan

keberlangsungan PAUD secara menyeluruh dan terintegrasi. Pendekatan yang

digunakan adalah holistik integratif, Mengingat anak merupakan suatu totalitas

yang utuh, maka pengembangannya harus dilakukan secara holistik (utuh dan

menyeluruh) dan tidak tersekat-sekat oleh ego sektoral

Pengembangan anak usia dini holistik integratif adalah pengembangan

anak usia dini yang dilakukan berdasarkan pemahaman untuk memenuhi

kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling berkait secara simultan dan

sistematis. Tujuan utamanya mengacu kepada kebutuhan esensial anak usia dini

agar dapat terpenuhi, sehingga anak dapat tumbuh kembang secara optimal sesuai

dengan tahap perkembangan dan usianya.

Berbagai evaluasi ilmiah menunjukkan bahwa pelayanan anak usia dini

memberikan manfaat yang positif. Hasil studi mengungkapkan bahwa investasi

(23)

hasil berlipat ganda di kemudian hari. Strateginya adalah dengan

menyelenggarakan pelayanan pengembangan anak usia dini yang merata dan

terjangkau untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengembangan anak usia dini.

B. DESKRIPSI STRATEGI

Kegiatan pendukung terlaksananya PAUD holistik intrgratif adalah :

1. Peningkatan kemampuan SDM pengembangan anak usia dini.

2. Peningkatan pemahaman masyarakat

3. Peningkatan pemahaman dan kemampuan lembaga penyelenggara

pelayanan

4. Peningkatan peran dan kemitraan dengan dunia usaha yang mempekerjakan

ibu/bapak anak usia dini.

5. Peningkatan peran dan kemitraaan dengan media masa

6. Peningkatan Manajemen Kelembagaan dan Program Instansi Pemerintah.

Pengelolaan PAUD dengan pendekatan holistik integratif dapat dicapai jika

memenuhi indikator capaian sebagai berikut :

1. Pelayanan untuk janin dalam kandungan sampai bayi lahir:

a. Status gizi ibu dan cakupan gizi mikro terutama zat besi.

b. Cakupan K-4 dan cakupan penyuluhan ibu hamil.

c. Cakupan imunisasi ibu hamil.

d. Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

2. Pelayanan bayi usia 0-28 hari

a. Cakupan menyusu dini.

b. Cakupan ASI eksklusif.

c. Status gizi ibu dan cakupan gizi mikro.

(24)

e. Cakupan Imunisasi.

f. Cakupan anak yang memperoleh stimulasi.

g. Presentase bayi yang memiliki akte kelahiran.

3. Pelayanan Bayi Usia 1-24 bulan

a. Cakupan ASI eksklusif

b. Persentase bayi usia 6-24 bulan yang mendapat ASI

c. Cakupan MP-ASI untuk keluarga miskin

d. Status gizi balita

e. Cakupan vitamin A

f. SKDN

g. Cakupan anak yang memperoleh stimulasi

h. Cakupan ibu/keluarga yang mendapat penyuluhan

i. Cakupan DDTK

j. Cakupan imunisasi

k. Persentase balita sakit yang dilayani

l. Presentase balita gizi buruk yang dirawat

m. Cakupan keluarga yang mengakses air bersih dan sanitasi yang layak.

n. Cakupan keluarga yang menggunakan kelambu (khusus daerah

endemik malaria).

Prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini

holistik-integratif antara lain :

1. Pelayanan yang holistik

2. Pelayanan yang berkesinambungan

3. Pelayanan yang tidak diskriminatif

(25)

5. Partisipasi masyarakat

6. Berbasis budaya yang konstruktif

7. Good governance

Penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini dengan jenis

pelayanan yang lengkap dan utuh mencakup pemenuhan kebutuhan pelayanan

kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan serta perlindungan yang dilaksanakan

(26)

BAB IV

KELAYAKAN PENGEMBANGAN GAGASAN A. DAMPAK YANG DICAPAI

Pembangunan SDM memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai

kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Agar semua kebutuhan esensial anak

dapat dipenuhi, maka diperlukan pendekatan holistik-integratif dalam

pengembangan anak usia dini.

Penyelenggaraan pelayanan anak usia dini dapat memilih bentuk/ tipologi

pelayanan Lengkap dan Terintegrasi atau Pelayanan Lengkap dan Terintegrasi

Satu Atap. Mengingat penyelenggaraan pengembangan anak usia dini

dilaksanakan oleh berbagai pihak, maka diperlukan kejelasan peran keluarga,

pemerintah, masyarakat, lembaga sosial kemasyarakatan, dunia usaha, media

massa, dan lembaga penyelenggara.

Pendekatan holistik integratif layak dikembangkan sejalan dengan

pengelolaan PAUD berbasis masyarakat, mengingat pendekatan holistik integratif

mempertimbangkan peningkatan kemampuan SDM pengembangan anak usia dini,

sehimgga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan pengeloaan PAUD

yang baik dan terintegrasi.

B. KENDALA

Pengelolaan PAUD berbasis masyarakat dengan pendekatan holistik

integratif menemui kendala di lapangan ketika stakeholder tidak mempunyai visi

misi yang sama dalam mencapai tujuan bersama. Desentralisasi pendidikan yang

banyak berkembang saat ini akibat tidak sinkronnya program yang canangkan

pemerintah dengan lembaga pelaksana. Dengan adanya manajemen pendidikan

(27)

Selain hal tersebut, kendala lain yang muncul seiring pengelolaan PAUD

berbasis masyarakat adalah kualitas SDM. Saat ini tunjangan guru yang semakin

naik belum berlaku pada pendidik PAUD yang beban tugasnya sama dengan

pendidik di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Bahkan kebanyakan para

pendidik PAUD memperoleh gaji di bawah rata-rata. Hal tersebut sedikit banyak

berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.

Dengan menjamurnya PAUD saat ini, juga diiringi banyakknya perguruan

tinggi yang membuka program studi S 1 PGPAUD, namun tingginya biaya

pendidikan tidak jarang menyurutkan niat para pendiidk untuk melanjutkan

studinya. Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting, dengan adanya program

penyelenggaraan PAUD harus diimbangi penambahan tenaga pendidik yang

kompeten di tiap wilayah.

Kendala lain yang erat kaitannya dengan pendekatan holistik integratif

adalah rendahnya pemahaman para pengelola PAUD bahwa dalam

mengembangkan AUD harus utuh, menyeluruh. Bahwa anak adalah satu

kesatuan yang mempunyai serangkaian kebutuhan yang harus di penuhi secara

utuh, baik kebutuhan sosialnya, kebutuhan akan pendidikan, perkembangan, serta

pemenuhan kebutuhan gizi masing-masing individu.

Pengeloaan PAUD saat ini sebagian hanya mengikuti tren saja, hanya

untuk memenuhi syarat administratif saja, misalnya dalam satu desa harus ada

satu PAUD. Namun terlepas dari hal tersebut, para pengelola mengabaikan

manajemen PAUD yang harusnya terintegrasi, simultan, dan kontinyu.

C. TINDAK LANJUT

Sebagai tindak lanjut dari penyelenggaraan PAUD di tiap wilayah,

(28)

PAUD dengan adanya pendekatan holistik integratif ini. Manajemen PAUD dapat

dikerjakan oleh kader Posyandu, atau memanfaatkan kader PKK, atau bahkan

memanfaatkan potensi lokal lainnya yang memahami betul proses tumbuh

kembang anak, sehingga system pengelolaan dapat berjalan secara simultan.

Pemerintah daerah sebagai penyambung lidah antara lembaga dan

pemerintah pusat harus ammpu memfasilitasi penyelenggaraan PAUD, baik dari

segi kurikulum, sarana prasarana, maupun sampai pada tingkat peningkatan

kualitas sumber daya manusia. Misalnya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan

(29)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN

1. Masyarakat memiliki potensi untuk mengembangkan pendidikan berbasis

masyarakat dengan memobilisasi masyarakat dalam bertindak untuk

memecahkan masalah pendidikan yang ada di lingkungannya.

2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat dapat dikembangkan

dengan tetap mengacu kepada kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta

manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

3. Anak merupakan suatu totalitas yang utuh, maka pengembangannya harus

dilakukan secara holistik (utuh dan menyeluruh) dan tidak tersekat-sekat

oleh ego sektoral. Sehingga perlu dikembangkan strategi pengelolaan

PAUD yang berbasis masyarakat secara holistik (menyeluruh) serta

terintegrasi

B. REKOMENDASI

Dengan adanya karya tulis ini, penulis merekomendasikan agar para

pengelola PAUD dapat memahami potensi lokal yang ada, dalam

mengembangkan pengelolaan PAUD secara maksimal. Karena bagaimanapun

hanya masyarakat di lingkungan PAUD lah yang memahami kebutuhan layanan

AUD serta memahami keadaan ekonomi mayarakat. Namun pengelolaan PAUD

selain berbasis masyarakat tetap harus memepertimbangkan kulaitas sumber daya

manusia pengelolanya. Pengelolaan atau manajemen PAUD harus dikembangkan

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Imron. 2009. Penyelenggaraan PAUD.Jakarta : Rajawali, C.V

Bahan Ajar Manajemen PAUD. http://agus.blogchandra.com/standar-pengelolaan-pendidikan.

Deputi Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Bidang SDM dan Kebudayaan. 2012. Pedoman Umum Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif (Disampaikan Dalam Tematic Education Dialogue on ECD)Jakarta.

Direktorat PAUD 2008.

Effendi, Abu Hadfi (dalam http://re-searchengines.com, 2008). Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat

Maryono (dalam http://library.uny.ac.id, 2003). Pendidikan Berbasis Masyarakat

Munib , Achmad. 2011. Manajemen Pengelolaan PAUD (http//siswapaudumj.blogspot.com/2012)

pengemprogpls.doc Pendidikan Berbasis Masyarakat. http://agus.blogchandra.com/standar-pengelolaan-pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

12 161166 MM FISIP FISIPOL FEBRIAN ALDEA WIJAYA Kemirirejo-Magelang. 13 161167 MM FISIP FISIPOL DYAH PUSPANDARI

Konsep umum dan prinsip Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP), Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), Pemotongan dan Pemungutan Pajak (Pot/Put), Pajak Pertambahan Nilai dan

Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif yang selanjutnya disebut PAUD HI adalah upaya pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

Berdasarkan pada analisis R square nilai sebesar 0,968, yang berarti kontribusi manajerial kepala sekolah dan kinerja guru terhadap peningkatan mutu pendidikan di SMK

Menurut Ibu Nursyamsiati (Pengawas RA di Kota Metro), upaya untuk pembelajaran yang holistik integratif sesuai ciri pada RA sebagai lembaga Pendidikan anak usia dini

(6) Layanan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf g, secara teknis dilaksanakan oleh perangkat daerah terkait yang menyelenggarakan kegiatan

Sama halnya tolak ukur yang dipakai dalam morfologi derivatif, Parera berpandangan jika sebuah proses morfologis menimbulkan satu perubahan bentuk atau kata bermorfem jamak

Dari pendapat-pendapat sarjana tersebut maupun dari peraturan merek itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang diartikan dengan perkataan merek adalah