PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK CENGKEH
(
Syzygium aromaticum)
TERHADAP SELAI NANAS SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI DANANTIOKSIDAN
Skripsi
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
SHINTANOVA PARWITASARI H 06006029
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
i
PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK CENGKEH
(
Syzygium aromaticum)
TERHADAP SELAI NANAS SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI DAN ANTIOKSIDAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
SHINTANOVA PARWITASARI
H 06006029
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK CENGKEH
(
Syzygium aromaticum)
TERHADAP SELAI NANAS SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI DAN ANTIOKSIDAN
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Shintanova Parwitasari
H 0606029
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal: 17 Juni 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua
Ir. Kawiji, MP
NIP. 196112141986011001
Anggota I
Rohula Utami, S.TP, MP
NIP. 198103062008012008
Anggota II
Setyaningrum Ariviani, STP, MSc NIP.197604292002122002
Surakarta, Juni 2010 Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, terima kasih ya Allah, rasanya ungkapan itu yang pertama kali terbesit dalam benak penulis. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Bubuk Cengkeh (Syzygium aromaticum) Sebagai Antimikroba Alami dan Antioksidan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Stratum Satu (S-1) pada program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, selaku Pembimbing Utama Skripsi, dan selaku Pembimbing Akademik kami. Terima kasih banyak ya Pak atas bimbingan Bapak selama ini.
3. Ibu Rohula Utami, S.TP, MP selaku Pembimbing Pendamping Skripsi, Pembimbing Magang, dan Pembimbing Laporan Perancangan Pabrik II kami. Terima kasih banyak ya Bu, untuk masukan, saran, semangat, serta dukungan yang ibu berikan kepada saya, oiy terima kasih juga atas buku yang Ibu pinjamkan ke saya. ^_^
4. Ibu Setyaningrum Ariviani, STP, MSc selaku Dosen Penguji kami. Terima kasih banyak atas masukan dan perbaikan untuk karya ini. Tak lupa kami ucapkan terima kasih atas pustaka yang Ibu pinjamkan kepada kami.
5. Ibu Sri Liswardani, STP, Pak Slamet, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak atas segala bantuannya.
commit to user
menapaki hari-hari ^_^. Terima kasih juga untuk Ibu Gusti Fauza ST. MT. yang banyak memberikan masukan untuk Rancob karya ini.
7. Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tuaku, Bapak (Alm) Drs, Suparno M.Si. dan Ibu Dwi kuspriyati, serta untuk adikku tersayang Laras Mahatsasuci. Mbah Putri dan Mbah kakung di Delanggu. Terimakasih atas semua kasih sayang dan pengorbanan yang senantiasa keluarga berikan ke saya.
8. Mz Irawan Bagus Ariyono STP (Pelitaku yang tak pernah redup sinarnya untuk menemaniku di setiap waktu)
9. Mz Rizal dan Edwan (saudara sepupuku) yang sudah repot-repot mengantarku ke IPB (kapan-kapan anterin ke IPB lagi ya? biar ga’ nyasar, hehe..)
10. Papah, mamah, mbk ita, mz iwan, dan mz sukron yang sudah banyak membantu dan memberi dukungan untuk saya.
11. Dika, dwi, silvi, v3, tice, ratna, firlia, dan frika (trimakasih atas kebersamaannya selama ini “always keep contact ya?”). Buat teman2 PP II dan magang (Sita, Ela, dan Cua, makasih banyak buat kenangan indah di MJK, main ke Magetan lg yukz?hehe..). Dan buat temen THP’06 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Makasih banyak ya..
12. Temen-temen kos Anissa : eva, jane, nia, yayah, ervi, siwi, mia, tika, ayu, ike, dll.
13. Buat mbk tika & mbk Febi (Maksih buat sarapan paginya,hehe..)
14. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dan memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus berjuang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juni 2010
commit to user
v DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN ... x
SUMMARY ... . xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1. Tujuan Penelitian ... 4
2. Manfaat Penelitian ... 4
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6
1. Nanas (Ananas comosus (L) Merr) ... 6
2. Selai ... 9
3. Cengkeh (Syzygium aromaticum) ... 12
B. Kerangka Berpikir ... 19
C. Hipotesa ... 20
III.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
B. Bahan dan Alat ... 21
1. Bahan ... 21
2. Alat ... 22
C. Tahapan Penelitian ... 22
commit to user
2. Pembuatan Selai Nanas ... 22
3. Formulasi Selai Nanas dengan Penambahan Bubuk Cengkeh ... 23
D. Perancangan Penalitian dan Analisa Data ... 25
E. Pengamatan Parameter ... 25
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Total Plate Counts ... 26
2. Water activity (Aw) ... 29
3. Keasaman (pH) ... 32
4. Padatan Terlarut ... 34
5. Aktivitas Antioksidan ... 35
6. Sifat Organoleptik Selai Nanas ... 38
a. Warna ... 38
b. Aroma ... 39
c. Aftertaste ... 41
d. Kemudahan oles ... 42
e. Keseluruhan ... 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Nanas per 100 gram Bahan ... 8
Tabel 2.2 Karakteristik Kimia Cengkeh Zanzibar, Siputih, Ambon, dan Zambon dalam (%) ... 14
Tabel 2.3 Komponen Nutrisi dalam 100 gr Bubuk Bunga Cengkeh ... 16
Tabel 3.1 Formulasi Selai Nanas dengan Bubuk Cengkeh ... 23
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 25
Tabel 3.3 Metode Analisa ... 25
Tabel 4.1 Hasil Analisis Total Plate Counts Selai Nanas ... 27
Tabel 4.2 Hasil Analisis Aw Selai Nanas ... 29
Tabel 4.3 Hasil Analisis pH Selai Nanas ... 32
Tabel 4.4 Hasil Analisis Padatan Terlarut Selai Nanas ... 35
Tabel 4.5 Hasil Analisis Penangkapan Radikal Bebas Selai Nanas ... 37
Tabel 4.6 Penilaian Mutu Warna Nanas ... 39
Tabel 4.7 Penilaian Mutu Aroma Nanas ... 40
Tabel 4.8 Penilaian Mutu Aftertaste Nanas ... 41
Tabel 4.9 Penilaian Mutu Kemudahan Oles Nanas ... 43
commit to user
DAFTAR GAMBARHal.
Gambar 2.1 Tanaman Nanas (Ananas Comosus (L) Merr) ... 6
Gambar 2.2 Golongan Nanas (a) Cayenne, (b) Queen, (c) Spanish, (d) Abacaxi ... 7
Gambar 2.3 Selai Nanas yang Telah Mengalami Kerusakan Mikrobiologis . 11 Gambar 2.4 Varietas Cengkeh (a) Ambon, (b) Siputih, (c) Znazibar, (d) Zambon ... 13
Gambar 2.5 Struktur Kimia Eugenol ... 17
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian ... 19
Gambar 3.1 Urutan Pembuatan Selai Nanas ... 24
Gambar 4.1 Grafik Analisis Total Plate Counts Selai Nanas ... 27
Gambar 4.2 Grafik Analisis Aw Pada Selai Nanas ... 30
Gambar 4.3 Grafik Analisis pH Pada Selai Nanas ... 33
Gambar 4.4 Grafik Analisis Padatan Terlarut Selai Nanas ... 35
Gambar 4.5 Grafik Analisis Penangkapan Radikal Bebas Selai Nanas ... 37
Gambar 4.6 Grafik Penilaian Mutu Warna Selai Nanas ... 39
Gambar 4.7 Grafik Penilaian Mutu Aroma Selai Nanas ... 40
Gambar 4.8 Grafik Penilaian Mutu Aftertaste Selai Nanas ... 42
Gambar 4.9 Grafik Penilaian Mutu Kemudahan Oles Selai Nanas ... 43
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
1. Borang Penilaian ... 52
2. Metode Analisa ... 53
a. Analisa Penangkapan Radikal Bebas ... 53
b. Analisa Aktivitas Air (Aw) ... 53
c. Analisa Keasaman (pH) ... 53
d. Analisa Padatan Terlarut ... 54
e. Analisa Total Plate Count (TPC) ... 54
f. Analisa Uji Mutu Hedonik ... 55
3. Hasil Analisa Penangkapan Radikal Bebas Selai Nanas ... 56
4. Hasil Analisa Aw Nanas ... 57
5. Hasil Analisa pH Selai Nanas ... 59
6. Hasil Analisa Padatan Terlarut Selai Nanas ... 61
7. Hasil Analisa Statistik 8 Penangkapan Radikal Bebas Selai Nanas ... 62
8. Hasil Analisa Statistik 8 Uji Aw Selai Nanas ... 62
9. Hasil Analisa Statistik 8 Uji pH Selai Nanas ... 64
10. Hasil Analisa Statistik 8 Uji Padatan Terlarut Selai Nanas ... 66
11. Hasil Analisa Statistik 8 Uji Mutu Hedonik Selai Nanas ... 67
a. Warna ... 67
b. Aroma ... 68
c. Aftertaste ... 68
d. Kemudahan Oles ... 68
e. Keseluruhan ... 69
12. Dokumentasi ... 70
a. Perubahan Visual Selai Nanas Selama Penyimpanan ... 70
b. Total Plate Counts (TPC) Selai Nanas Selama Penyimpanan ... 71
commit to user
PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK CENGKEH (Syzygium aromaticum)
TERHADAP SELAI NANAS SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI DAN ANTIOKSIDAN
SHINTANOVA PARWITASARI H 0606029
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bubuk cengkeh terhadap total mikroba, Aw, pH, padatan terlarut, aktivitas antioksidan, dan pengujian mutu hedonik selai nanas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan berdasar perbedaan konsentrasi bubuk cengkeh. Adapun perlakuan tersebut yaitu : P1 (kontrol/tanpa penggunaan bubuk cengkeh), P2 (bubuk cengkeh 0,2 %), P3 (bubuk cengkeh 0,4 %), dan P4 (bubuk cengkeh 0,6 %). Penelitian menggunakan enam macam analisa yang terdiri dari analis total plate count (TPC), Aw, pH, padatan terlarut, aktivitas antioksidan, dan uji mutu hedonik. Analisa aktivitas antioksidan dan uji mutu hedonik dilakukan terhadap sampel selai nanas tanpa penyimpanan, namun untuk analisa TPC, Aw, pH, dan padatan terlarut dilakukan pada selai nanas dengan penyimpanan hari ke 0, 1, 2, 3, dan 4. Analisis data secara statistik dengan ANOVA pada α = 5% serta dilanjutkan dengan uji Tukey apabila terdapat beda nyata.
Hasil analisa menunjukkan bahwa penggunaan bubuk cengkeh dapat mengurangi jumlah mikroba total yang terdapat pada selai nanas, sehingga umur simpan selai nanas menjadi lebih lama. Semakin besar penggunaan bubuk cengkeh, maka semakin sedikit jumlah total mikroba yang terdeteksi pada selai nanas. Sedangkan nilai Aw, pH, dan padatan terlarut selai nanas meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi bubuk cengkeh. Aktivitas antioksidan pada selai nanas secara berurutan dari yang paling kecil adalah sampel tanpa penggunaan bubuk cengkeh, bubuk cengkeh 0,2%, bubuk cengkeh 0,4%, dan bubuk cengkeh 0,6%. Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,2% merupakan konsentrasi maksimun penggunaan bubuk cengkeh terhadap selai nanas. Penggunaan bubuk cengkeh diatas 0,2% dapat menurunkan mutu warna, aroma, aftertaste, dan kemudahan oles selai nanas.
commit to user
xi
THE EFFECT OF CLOVE (Syzygium Aromaticum) POWDER ADDITION
ON PINEAPPLE JAM AS ANTIMICROBIAL AND ANTIOXIDANT AGENTS
SHINTANOVA PARWITASARI H 0606029
SUMMARY
This research purposed to find out the effect of the use of clove powder on the microbe total, Aw, pH, dissolved density, antioxidant activity, and hedonic quality of pineapple jam. This research used Complete Random Program with four various treatments based on the difference of clove powder concentration. The five tratments are: P1 (control/sample without clove powder use), P2 (clove powder 0,2%), P3 (clove powder 0,4%), and P4 (clove powder 0,6%). The research used six types of analysis: total plate counts (TPC), Aw, pH, dissolved density, antioxidant activity, and hedonic quality analysis. Antioxidant activity and hedonic quality analysis are conducted to sampel of pineapple jam without storage, but for TPC, Aw, pH and dissolved density analysis are conducted at pineapple jam” with 0, 1st, 2nd, 3th, and 4th day storage. Statistically data analysis using ANOVA in α 5% as well as followed by the Tukey test if there is significant variance.
The result of analysis shows that the use of clove powder can reduce the total number of microbe existing in the pineapple jam, so that the storability of pineapple jam is longer. The more the use of clove powder in the pineapple jam, the less is the total number of microbes in pineapple jam. Meanwhile Aw, pH, dissolved density, pineapple jam values increase with the increase of clove powder concentration. Antioxidant activity in the pineapple jam successively from the smallest is the sample without clove powder use, clove powder 0,2%, clove powder 0,4%, and clove powder 0,6%. The result of hedonic quality analysis shows that 0,2% the use clove powder is the maximum addition concentration clove powder in pineapple jam. The use of clove powder above 0,2% can decrease quality color, aroma, aftertaste, and spreadbility on the pineapple jam.
commit to user
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang
Nanas merupakan salah satu jenis holtikultura unggulan yang terdapat
di Indonesia dengan produktivitas yang cukup tinggi. Data yang dilaporkan
BPSa (2009), menyatakan bahwa produktivitas nanas di Indonesia pada tahun
2008 sebesar 1.433.133 ton. Sedangkan FAO dalam Deptana (2007)
melaporkan, Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Thailand (41,27%)
dan Philipina (20,81%) sebagai negara pengekspor nanas dalam kemasan
kaleng di dunia, yaitu sebesar 10,64 % dari kebutuhan ekspor dunia. Besarnya
nilai produktivitas ini, menandakan bahwa nanas merupakan buah yang cukup
banyak diminati masyarakat Indonesia maupun dunia.
Buah nanas memiliki umur simpan yang singkat dalam keadaan utuh
atau segar. Apandi (1984) berpendapat, pada nanas segar masih berlangsung
aktivitas metabolisme pada jaringan hidup, sehingga nanas segar hanya dapat
bertahan tujuh hari pada suhu kamar (28-300C). Oleh karena itu, salah satu
cara untuk memperpanjang umur simpan buah nanas adalah dengan cara
mengawetkan buah tersebut menjadi produk olahan nanas yang memiliki
umur simpan yang lebih lama. Pengawetan buah nanas dapat dilakukan
dengan cara mengolah buah nanas menjadi aneka produk makanan, seperti
sirup, selai, jelly, manisan buah nanas (dehydrated pineapple), pengawetan
buah nanas dalam kaleng, dan lain sebagainya (Irmayani, 2005).
Salah satu produk olahan nanas yang banyak di masyarakat adalah
selai nanas. Desrosier (1970) mendefinisikan, selai sebagai produk makanan
yang kental atau setengah padat dibuat dari campuran 45 bagian berat buah
dan 55 bagian berat gula. Selai nanas banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pelengkap kue-kue kering maupun roti tawar.
Selai memiliki kadar gula yang tinggi. Hal ini didukung dengan
Buckle et. al., (1987) yang menyatakan bahwa kadar gula selai sebesar
60-73%, sehingga produk ini cenderung mudah rusak oleh khamir dan kapang.
commit to user
dipengaruhi oleh pH dan water activity (Aw). Selain itu padatan terlarut pada
selai berpengaruh terhadap pembuatan selai karena menunjang kestabilan
sistem dispersi pektin dalam air (Charley dan Weaver, 1998). Oleh karena itu,
pertumbuhan aktivitas antimikroba pada selai nanas dapat ditekan dengan
menambahan pengawet atau antimikroba alami pada produk pangan tersebut.
Di masyakat, sering kita jumpai produk selai nanas dengan tambahan
natrium benzoat sebagai pengawet sintetis (Buckle, et al., 1987). Batasan
penggunaan natrium benzoat pada bahan pangan menurut Peraturan Menkes
RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dalam Suparinto dan Handayati (2006) adalah 1
gr/kg berat bahan.
Hasil penelitian yang dilakukan Johnson dan Hewgill (1961),
melaporkan penggunaan pengawet sintetis yang berlebihan dapat berdampak
negatif bagi tubuh, seperti kerusakan hati dan paru-paru. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengawet alami yang cocok pada
selai nanas, berdasarkan cita rasa maupun flavor serta memiliki efektivitas
pengambat pertumbuahan mikrobia selai nanas. Salah satu jenis dari pengawet
alami tersebut adalah cengkeh (Syzygium aromaticum).
Cengkeh (Syzygium aromaticum) merupakan tanaman rempah-rempah
yang terkenal di Indonesia Timur sejak berabad-abad tahun yang lalu.
Menurut Hadiwijaya (1983), tamanam cengkeh memiliki nilai tinggi bagi
bangsa Indonesia. Hal ini didukung dengan produktivitas tanaman cengkeh
yang cukup tinggi. BPSb (2009) melaporkan bahwa produktivitas tanaman
cengkeh di Indonesia selama tahun 2008 mencapai 79.000 ton per hekar per
tahun.
Pemanfaatan cengkeh di Indonesia lebih banyak pada industri rokok,
pengolahan minyak, oleoresin cengkeh, serta industri obat-obatan. Sedangkan
pemanfaatan cengkeh pada bidang pangan sangatlah kecil. Cengkeh biasa
digunakan sebagai penyedap rasa atau seasoning. Selain itu, pemanfaatan
cengkeh pada bidang pangan lebih sering digunakan sebagai bumbu masakan
(bumbu kare) dan bumbu produk makanan yang dipanggang (baked foods)
Bardut, dkk. (1985) dan Haraguchi dkk. (1992), melaporkan cengkeh
merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang telah lama digunakan secara
luas dalam berbagai produk makanan sebagai bumbu maupun pengawet.
Kemampuan cengkeh sebagai pengawet dapat dihasilkan karena cengkeh
memiliki kandungan antimikroba. Hal ini senada dengan Tsujimura dkk.
(2009), yang menyatakan bahwa cengkeh memiliki aktivitas antimikroba
alami.
Aktivitas antimikroba cengkeh terdapat dalam senyawa fenol, salah
satunya eugenol. Menurut Agusta (2000), kandungan eugenol pada minyak
cengkeh mencapai 85%. Eugenol merupakan komponen senyawa fenol yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat dibuktikan
sebelumnya oleh penelitian Wedhaningsih (2008) yang melaporkan bahwa
penggunaan cengkeh pada roti manis dapat dijadikan pengawet alami yang
mempengaruhi daya simpan roti tersebut. Selain itu, Blank et, al,. (1987)
dalam Charles et. al., (2001) melaporkan bahwa bubuk cengkeh (1.200
µgr/ml) dapat menghambat germinasi spora Bacillus subtilis.
Hal tersebut yang melatar belakangi penggunaan bubuk cengkeh
sebagai antimikroba alami terhadap selai nanas. Selai nanas dengan
penggunaan cengkeh tidak hanya menambah citarasa dan aroma, tetapi dapat
dijadikan antimikroba alami, serta dapat meningkatkan kandungan antioksidan
pada selai tersebut. Hal ini didasari oleh pendapat Doyle, et. al., (2001) yang
menyatkan bahwa eugenol merupakan komponen antimikroba utama pada
cengkeh, dan menurut Kulisic (2006) eugenol merupakan senyawa yang
memiliki efektivitas antioksidan, sehingga penggunaan cengkeh pada selai
nanas diharapkan dapat meningkatkan kandungan antimikroba dan
antioksidan pada produk tersebut. Jumlah penggunaan bubuk cengkeh pada
selai nanas perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan cengkeh memiliki aroma
commit to user
B. Perumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumusakan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum) sebagai
antimikroba alami pada selai nanas?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium
aromaticum) terhadap aktivitas antioksidan pada selai nanas?
3. Bagaimana sifat sensori selai nanas dengan penggunaan bubuk
cengkeh berdasarkan pengujian mutu hedonik selai nanas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan
Sejalan dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui pengaruh penggunaan antimikroba alami cengkeh
(Syzygium aromaticum) dengan berbagai macam konsentrasi bubuk
cengkeh terhadap pertumbuhan mikroorganisme, activity water (Aw),
kadar pH, dan padatan terlarut selai nanas.
b. Mengetahui pengaruh penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium
aromaticum) dengan berbagai macam konsentrasi terhadap
peningkatan aktivitas antioksidan pada selai nanas.
c. Mengetahui formulasi kriteria mutu penggunaan bubuk cengkeh
(Syzygium aromaticum) berdasarkan uji mutu hedonik.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:
a. Dapat memberikan informasi tentang alternatif pengawet alami untuk
selai nanas.
b. Memberikan informasi mengenai cara peningkatan kandungan
c. Memberikan informasi banyaknya penggunaan bubuk cengkeh pada
commit to user
6
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Nanas (Ananas comosus (L) Merr)
Menurut Deptan (2005), nanas (Ananas comosus (L) Merr)
merupakan tanaman buah berupa semak yang berasal dari Brasilia
(Amerika Selatan). Penyebaran buah nanas mula-mula dilakukan oleh
bangsa Spanyol yang membawa buah nanas ke Filipina dan Semenanjung
Malaysia, kemudian masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Pada mulanya
tanaman nanas hanya digunakan sebagai tanaman pekarangan dan meluas
untuk dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara.
Nanas merupakan salah satu komoditi nonmigas yang berpotensi untuk
dikembangkan. Hal ini dikarenakan produk-produk buah tropis memiliki
prospek yang baik dipasaran internasional.
Gambar 2.1 Tanaman Nanas (Ananas comosus (L) Merr)
Sumber: Anonima (2009)
Tanaman nanas (Gambar 2.1) termasuk dalam famili Bromeliaceae yang bersifat terrestrial (tumbuh di tanah dengan menggunakan akarnya).
Berikut klasifikasi tanaman nanas menurut Anonima (2009) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Farinosae
Famili : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Nanas merupakan tanaman hortikultura yang dapat hidup dalam
berbagai musim (perennial). Tanaman ini digolongkan ke dalam kelas
monokotil yang bersifat tahunan yang mempunyai rangkaian bunga dan
buah di ujung batang. Batang nanas berbentuk gada, beruas-ruas pendek,
dan tertutup oleh daun-daun dan akarnya (Rakhmat dan Handayani, 2007).
Menurut Rakhmat dan Handayani (2007), berdasarkan bentuk daun
dan buahnya, tanaman nanas dikelompokan dalam 4 golongan yaitu
golongan Cayenne, golongan Queen, golongan Spanish dan golongan
Abacaxi. Golongan nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah
golongan Cayenne dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di
kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Sedangkan
golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.2. Golongan Nanas: (a)Cayenne, (b)Queen, (c)Spanish dan (d)Abacaxi
Sumber: Rakhmat dan Handayani (2007)
Golongan Cayenne (Gambar 2.2a) mempunyai ciri-ciri antara lain daun halus, ukuran buah besar menggelembung, berduri, bentuk silindris,
mata buah agak datar, warna kulit buah hijau kekuning-kuningan dengan
mahkota buah kecil, banyak mengandung air dan rasanya manis-asam
dengan aroma kuat. Golongan Queen (Gambar 2.2b) berbentuk daun lebih pendek dan berduri tajam, ukuran buah relatif kecil dengan bentuk lonjong
dengan ukuran mahkota buah besar, daging buah berserat dengan rasa
manis. Golongan Spanish (Gambar 2.2c) memiliki sifat perantara antara
Cayenne dan Queen, daun panjang dan berduri, mengandung serat yang
sangat kuat dengan regangan tinggi, berat buahnya 0,9-1,8 kg; daging
commit to user
dipelihara di Brazil untuk pasaran lokal. Pinggiran daunnya berduri. Berat
buahnya 1,5 kg, dengan dagingnya berwarna kuning pucat.
Pracahaya (1985) menyatakan, nanas yang dikenal di Indonesia
adalah nanas Subang varietas Cayenne, nanas Bogor dan Blitar varietas
Queen. Nanas Blitar merupakan nanas varietas Queen yang paling terkenal
karena memiliki rasa manis, warna daging kuning tua, beraroma harum,
serat halus, warna kulit kuning tua jika buah telah masak serta bermata
dalam.
Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Buah Nanas per 100 gram Bahan
Nilai gizi Kandungan
Protein Lemak Karbohidrat Fosfor Zat besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air
0,40 gr 0,20 gr 16,00 gr 11,00 gr 0,30 gr 130,00 S.I
0,08 mg 24,00 mg
85,30 gr
Sumber: Rakhmat dan Handayani (2007)
Berdasarkan Tabel 2.1, buah nanas memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah, yaitu secara berturut-turut 0,40 gr/100 gr bahan dan
0,20 gr/100 gr bahan. Sedangkankan jumlah air yang terkandung dalam 100
gr buah nanas adalah 85,30 gr.
Selain itu, berdasarkan Tabel 2.1, nanas juga memiliki berbagai macam vitamin, kandungan vitamin tebesar pada nanas adalah vitamin C
yaitu sebesar 24,00 mg per 100 gr bahan, sedangkan menurut Dull (1971)
dalam Supriyanto (1984) jumlah viamin C pada buah nanas sebesar 10-25
mg tiap 100 gr bahan segar. Namun demikian menurut Tressler dan Yoslyn
(1971) dalam Supriyanto (1984), vitamin C tidak tersebar merata dalam
buah, disamping itu kandungan vitamin C total buah nanas dipengaruhi
oleh tingkat kemasakan buah, dengan kata lain makin masak buah nanas,
Nanas mengandung berbagai jenis gula, asam organik, asam amino,
serta pigmen. Hulme (1971) menyatakan bahwa jenis gula yang terdapat
dalam buah nanas terdiri dari sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Sedangkan
asam organik yang dominan pada buah nanas adalah asam malat dan asam
sitrat. Jenis asam amino yang terdapat pada buah nanas antara lain glisin,
alanin, metionin, lisin, prolin, histidin, arginin dan metionin. Metionin
merupakan asam amino yang dominan pada buah nanas masak. Buah nanas
memiliki pigmen khorofil dan karetonoid. Kedua pigmen ini akan
berkurang sampai dimulainya kematangan buah.
Buah nanas disukai karena memiliki cita rasa yang khas dan tekstur
yang lunak. Perlunakan tekstur pada buah nanas masak penuh disebabkan
adanya pektin yang larut (Hulme, 1971).
Buah nanas segar hanya dapat bertahan selama tujuh hari pada suhu
kamar (28-30˚C). Hal ini dikarenakan pada umumnya produk hortikultura
merupakan struktur hidup yang masih mengalami perubahan kimiawi dan
biokimiawi yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme (Apandi, 1984).
Oleh karena itu, dapat dilakukan pengawetan buah nanas. Seperti
yang disebutkan Irmayani (1995), pengawetan buah nanas dapat dilakukan
dengan mengawetkan nanas dalam kemasan kaleng, pengolahan buah nanas
menjadi sirup, jam, selai, jelly, manisan buah nanas (dehydratedpineapple),
dan lain sebagainya.
2. Selai
Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat, dibuat
dari campuran 45 bagain berat buah dan 55 bagian berat gula (Desrosier,
1970). Sedangkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008),
mendefinisikan selai sebagai produk makanan semi basah yang dapat
dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
commit to user
beku, buah kaleng, maupun campurna ketiganya dalam proporsi tertentu
terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa penambahan air.
Ciri-ciri selai yang berkualitas baik adalah sebagai berikut: 1)
Warna: Bening (kekuning-kuningan, coklat tua, coklat muda, dan lain-lain
tergantung dari warna buah aslinya); 2) Konsentrasi: kental tetapi tidak
homogen benar; 3) Kemampakan: bening dan jernih; 4) Aroma: Wangi
buah, dan 5) Rasa: Manis (Anonim, 2004).
Selai diperoleh dengan cara menambahkan campuran antara bubur
buah dan gula, kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang
sampai kandungan gulanya menjadi 68%. Proses pembuatan selai
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah pemanasan pada waktu
pemasakan, pengadukan, jumlah gula yang digunakan, serta keseimbangan
gula, pektin dan asam (Anonim, 2004). Rakhmat dan Handayani (2007),
berpendapat bahwa pamanasan dan pemasakan yang terlalu lama
menyebabkan hasil selai terlalu keras dan membentuk kristal gula.
Sedangkan, bila terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer.
Demikian pula pengadukan yang terlalu cepat akan menimbulkan
gelembung udara yang akan merusak tekstur dan penampakan akhir.
Beberapa aspek lain yang mempengaruhi pembuatan selai antara lain tipe
pektin, tipe asam, kualitas buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisian
dapat juga berpengaruh pada kualitas akhir dan stabilitas fisik dan stabilitas
mikroorganisme pada selai nanas (Buckle, et al., 1987).
Salah satu faktor terpenting dalam pemasakan selai adalah
penambahan gula. Tujuan dari penambahan gula antara lain untuk
memperoleh tekstur, kenampakan, dan rasa yang ideal (Anonim, 2004).
Untuk produk selai nanas, yang bersifat asam, maka perbandingan
penambahan gula dan buah sebaiknya 1:1. Sedangkan, untuk memperoleh
selai dengan aroma yang harum dan kekentalan yang baik maka digunakan
campuran buah setengah matang dengan buah yang matang penuh. Buah
buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik (Rakhmat dan
Handayani, 2007).
Kandungan nanas per 100 gram bahan, yaitu 49% gula, 38% serat
buah, 1% pektin, dan 12% air. Selain itu, kondisi gel yang baik, dapat
dicapai pada kisaran pH 2.5-3.45 dan pH optimum 3,0 (Anonimb , 2009).
Menurut Kertez (1951) selai yang baik mempunyai sifat-sifat antara
lain kukuh, bertekstur halus dan tidak bersineresis. Sifat yang lainnya
adalah tidak berkristal, tidak lengket, mempunyai rasa dan flavor, serta
warna sesuai dengan buah yang digunakan. Sedangkan Badan Standarisasi
Nasional Indonesia (2008), menyebutkan standar mutu selai berdasarkan
SNI 3746 : 2008 antara lain: kadar air maksimal 35%; kadar gula minimal
55%; kadar pektin maksimal 0,7%; kadar padatan tidak terlarut minimal
0,5%; memiliki warna, rasa, dan aroma yang normal; serta memiliki
jumlah batasan angka lempeng total 1 x 103 koloni/g.
Selai nanas merupakan salah satu bahan produk hasil olahan pangan
yang kemunduran mutunya disebabkan oleh kerusakan mikrobiologis
(Gambar 2.3). Jenis-jenis mikroba yang menyebabkan kerusakan bahan pangan antara lain jamur, khamir, dan bakteri.
Gambar 2.3. Selai Nanas yang Telah Mengalami Kerusakan Mikrobiologis Penyusun tersbesar selai adalah karbohidrat atau gula. Gula pada
selai dapat terdegradasi menjadi asam organik, alkohol, dan CO2 oleh
bakteri, jamur maupun khamir. Kerusakan pada karbohidrat bermolekul
besar (polisakarida), mula-mula mengalami pemecahan oleh enzim
ekstraseluler menghasilkan campuran dengan berat molekul (BM) rendah,
oligosakarida dan monosakarida. Selanjutnya bahan monosakarida dan
commit to user
Asam piruvat ini kemudian dapat diubah menjadi asan trikarboksilat (TCA)
dan akhirnya terpecah menjadi CO2 dan H2O. Asam pirivat ini juga dapat
diubah dalam proses fermentasi menjadi asam laktat atau alkohol,
tergantung jenis mikroba yang berperan (Wibowo, dkk., 1988).
Menurut Buckle, et al. (1987), untuk memperpanjang masa simpan
pada selai dapat ditambahkan natrium benzoat. Batasan penggunaan
natrium benzoat pada bahan pangan menurut Peraturan Menkes RI
No.722/Menkes/Per/IX/88 dalam Suparinto dan Handayati (2006) adalah
1 gr/kg berat bahan. Penggunaan pengawet sintetis ini dapat
membahayakan kesehatan. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Johnson
dan Hewgill (1961), adalah penggunaan antioksidan sintetis yang
berlebihan sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan kerusakan hati
dan paru-paru. Oleh sebab itu, digunakan pengawet alami pada selai nanas
yang lebih aman bagi kesehatan. Salah satu pengawet alami tersebut adalah
rempah-rempah. Menurut Bardut, dkk. (1985) dan Haraguchi dkk. (1992)
rempah-rempah telah lama digunakan secara luas dalam berbagai produk
makanan, sebagai bumbu maupun pengawet. Salah satu dari jenis
rempah-rempah tersebut adalah cengkeh (Syzygium aromaticum)
3. Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Cengkeh merupakan tanaman rempah-rempah asli Indonesia.
Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan
Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Dalam
taksonomi, tanaman cengkeh termasuk:
Kingdom : Plantae
Filum : Angiosperms
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum
Di Indonesia, cengkeh memiliki nama daerah, antara lain bugeu
lawang (Gayo), dingke (Karo), bunga langsang (Toba), cengke (Bugis),
pualawane (Ambon), hungo lawa (Gorontalo), dan lain-lain. Cengkeh
merupakan salah satu tanaman berbentuk pohon tinggi, pohonnya mencapai
10 meter, bahkan lebih tergantung pada tipe daun dan perkembangan
tumbuhnya. Untuk pertumbuhannya, cengkeh menghendaki tanah yang
gembur dan sekurang-kurangnya memiliki ketinggian 2 meter dari
permukaan tanah tidak bercadas dan drainasenya baik. Kondisi tanah
dengan pH 4,5 masih dapat dipakai untuk penanaman cengkeh. Cengkeh
juga masih bisa ditanam pada lahan sampai ketinggian 900 meter dpl.
Curah hujan yang dikehendaki pada lahan kering berkisar antara 60-80 mm
per tahun dan pada lahan basah 2000-4000 mm per tahun (Lutony dan
Rahmayanti, 1994).
Menurut Deptanb (2007), tanaman cengkeh terdiri dari 4 varietas,
diantaranya varietas Ambon, varietas Siputih, varietas Zanzibar, dan
varietas Zambon (zanzibar komposit).
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.4 Varietas Cengkeh: (a) Ambon, (b) Siputih, (c) Zanzibar, dan
(d) Zambon
Sumber: Deptanb (2007)
Varietas Ambon (Gambar 2.4a) memiliki ciri-ciri: bentuk daun bulat panjang tidak simetris, warna daun tua hijau, tipe rangkaian bunga
gagang panjang, bentuk bunga berpinggang pada bagian tengahnya, warna
bunga masak petik hijau kemerahan, warna buah matang ungu hitam.
Sedangkan varietas Siputih (Gambar 2.4b) memiliki ciri-ciri: bentuk daun bulat panjang besar tidak simetris, warna daun tua hijau kekuningan, tipe
rangkaian bunga gagang panjang, bentuk bunga bentuk corong gemuk,
commit to user
simetris, langsing; warna daun tua hijau tua; tipe rangkaian bunga gagang
sedang; bentuk bunga langsing agak corong; dan warna buah matang ungu
hitam. Dan vaietas Zambon (zanzibar komposit) (Gambar 2.4d) memiliki ciri-ciri: bentuk daun bulat panjang, tidak simetris dan lebar; warna daun
tua hijau tua; tipe rangkaian bunga gagang sedang; bentuk bunga corong,
panjang, agak besar; bentuk buah: konis panjang; dan warna buah matang:
ungu.
Menurut Nurdjannah (2004), kandungan utama dari minyak cengkeh
adalah eugenol, eugenol asetat dan caryophyllen. Selain itu, pada serbuk
bunga dan daun cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid, glikosida
dan flavonoid, sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung saponin,
tannin, glikosida dan flavonoid (Ferdinanti, 2001).
Tabel 2.2 Karakteristik Kimia Cengkeh Zanzibar, Siputih, Ambon, dan Zambon dalam (%)
Karakter Zanzibar Siputih Ambon Zambon
Kadar minyak atsiri (%) 19-23 - 19-20 17-21
Kadar eugenol bebas (%) 76 - 62 56-70
Kadar kariofilen (%) - - 7 9-25
Kadar eugenol asetat (%) - - 20 2-24
Sumber: Anonim, 2007
Berdasarkan Tabel 2.2 jumlah kandungan eugenol bebas terbanyak dimiliki oleh cengkeh dengan varietas zanzibar, yaitu sebesar 76% per 100
gr bahan. Sedangkan menurut Purseglove et al. (1981) kandungan eugenol
pada minyak cengkeh yang diperoleh secara distilasi air dapat mencapai
85-89%. Eugonel pada minyak cengkeh dapat mencapai 85% (Agusta, 2000).
Minyak esensial cengkeh mengandung 50-80% eugenol, asetik eugenol,
serquiterpen, eugenin, caryopillin, vanillin, asam gullatanat, kalsium
oksalat dan ortho-metoxycinnamaldehyde (Dharma, 1987).
Dalam industri makanan, cengkeh digunakan dalam bentuk bubuk
atau produk hasil ekstraksi dari bunga cengkeh seperti minyak cengkeh atau
oleoresin. Selain digunakan sebagai penambah rasa dan aroma untuk
memasak, cengkeh juga dapat digunakan dalam industri makanan dan
bumbu kare (curry powder), saus dan makanan yang dipanggang (baked
foods). Penggunaan cengkeh tersebut dalam jumlah yang relatif sedikit.
Menurut Farrell (1990) bumbu curry menggunakan 2-3% cengkeh bubuk
bedasarkan berat bahan, saus dan makanan panggang sebanyak 0,37%
bubuk cengkeh, sedangkan “food seasonings” seperti “Bologna
seasonings” menggunakan 0,39% bubuk cengkeh. “Chili sauce”
menggunakan 0,025% minyak cengkeh, mustard Dijon dan Dusseldorf
masing masing menggunakan 0,111% dan 0,222% bubuk cengkeh, “tomato
ketchup” menggunakan 0,139% minyak cengkeh, sedangkan “SweetItalian
sasages” menggunakan 0,111% bubuk cengkeh.
Menurut Moyler (1977) penggunaan terbaik cengkeh sebagai
penambah cita rasa dalam makanan adalah 0,236% bubuk cengkeh,
sedangkan untuk minuman beralkohol menggunakan 0,06% minyak bunga
cengkeh atau 0,078% oleoresin cengkeh. Nurdjannah (2004) berpendapat,
keuntungan dari penggunaan cengkeh bubuk adalah lebih tahan terhadap
panas selama proses pengolahan (contohnya pemanggangan) dibandingkan
dengan cengkeh dalam bentuk utuh, minyak, maupun oleoresin.
Bagian tanaman cengkeh yang banyak digunakan sebagai bubuk
cengkeh adalah bunga cengkeh. Bunga cengkeh memiliki kandungan fixed
oil antara 5-10 % yang terdiri dari minyak lemak dan resin. Minyak lemak
tersebut sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh (94% dari total
asam lemak), dan asam lemak tersebut sebagian besar terdiri dari asam
stearat yaitu sekitar 89% dari total asam lemak jenuh (Purseglove, et al.,
1981). Di samping sebagai sumber bahan flavor alami, bunga cengkeh juga
mengandung unsur-unsur nutrisi lain seperti: protein, vitamin dan mineral
commit to user
Tabel 2.3. Komponen Nutrisi dalam 100 gr Bubuk Bunga Cengkeh
Komponen Kandungan Air
kalori Protein Lemak Karbohidrat Abu Ca P Na K Fe Thiamin Riboflavin Niacin
Asam Askorbat Vitamin A
6,86 gr 323 kcal
5,98 gr 20,06 gr 61,22 gr 5,88 gr 0,646 gr
105 mg 343 mg 1,102 mg
8,68 mg 0,115 mg 0,267 mg 1,458 mg 80,81 RE 53 RE
Sumber: Tainter dan Grenis (2007)
Pada Tabel 2.3 terlihat bahwa bunga cengkeh mengandung lemak, karbohidrat, dan kalori yang cukup tinggi yaitu, sebesar 20,06 gr; 61,22 gr
dan 323 kcal. Selain itu, bunga cengkeh juga mengandung mineral-mineral
penting seperti Na, P, Ca, K, dan Fe, serta vitamin-vitamin seperti thiamin,
riboflavin, niacin, asam askorbat, dan vitamin.
Bunga cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri. Menurut
Tampubolon (1981), minyak atsiri tersusun atas beberapa komponen kimia
yang digolongkan sebagai senyawa fenol dan senyawa selain fenol. Salah
satu dari kompenen fenol yang dimiliki cengkeh adalah eugenol (Sundari
dan Winarno 1995).
Senyawa penyusun minyak atsiri yang termasuk fenol pada
umumnya mempunyai kasiat antimikroba dan antioksidan. Hal ini
sependapat dengan Tsujimura dkk. (2009), yang menyatakan bahwa
cengkeh dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba. Menurut Ray dan Bhunia
(2007), komponen fenol pada cengkeh yang berupa eugenol dapat berfungsi
sebagai inhibitor pertumbuhan mikroba pada produk makanan. Efektifitas
antimikroba cengkeh dapat dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan
bubuk cengkeh (1.200 µgr/ml) dapat menghambat germinasi spora Bacillus
subtilis.
Fereidoon dan Naczk (1995) melaporkan, kerja antimikrobia
komponen fenolik berhubungan dengan inaktivasi enzim seluler yang
tergantung dari penetrasi substansi tersebut ke dalam sel. Penghambatan
pertumbuhan mikroba disebabkan oleh pelemahan (weaking) atau perusak
(destruction) permeabilitas membran sel. Perubahan permeabilitas
membran disebabkan andanya interaksi fenol dengan komponen membran
fosfolipid sehingga menyebabkan kebocoran pottasium, glutamat, dan
fosfor.
Selain itu, letak dan jumlah gugus hidroksil pada gugus fenol
berperan dalam toksisitasnya terhadap mikoorganisme. Mekanisme
toksisitas kemampuan fenol berhubungan dengan inhibitor enzim melalui
rekasi gugus sulfihidril. Eugenol merupakan salah satu kelompok fenol
yang terdapat dalam cengkeh (Cowan, 1999).
OH
O CH3
CH2 CH CH2
Gambar 2.5 Struktur Kimia Eugenol
Sumber: Guenther (1950) dalam Peter (2001)
Eugenol (C10H12O2) atau 1-hidroksi-2-metoksi-4-alilbenzen pada
Gambar 2.5, dapat dikelompokkan dalam alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol (Anonimd, 2009). Eugenol bersifat mudah menguap, tidak
berwarna atau bewarna agak kuning dan mempunyai rasa getir (Leody,
1970).
Kaur dan Kapoor (2002) melaporkan, aktivitas antioksidan dari
senyawa fenol terutama disebabkan oleh sifat redoksnya yang
memungkinkan fenol berfungsi sebagai senyawa pereduksi, pendonor
commit to user
et al. (1995), cengkeh memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi didalam
emulsi minyak dalam air dibanding kunyit, bunga pala, rosemary, pala,
jahe, oregano, dan sage.
Keefektifan antioksidan dari rempah-rempah menarik untuk
dicobakan pada berbagai jenis makanan. Menurut Kulisic (2006),
senyawa-senyawa fenolik volatil seperti eugenol, isoeugenol, thymol dan lain-lain
memiliki aktivitas antioksidan menonjol, namun mereka memiliki odor
yang terlalu kuat sehingga membatasi kegunaannya sebagai bahan
B. Kerangka Berpikir
¾ Uji Total Plate Count
(TPC)
¾ Uji Aw
¾ Uji pH
¾ Uji Padatan Terlarut
¾ Uji Aktivitas Antioksidan
¾ Uji Mutu Hedonik
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian NANAS
SELAI NANAS
SELAI NANAS + CENGKEH
PENGUJIAN PENELITIAN
¾ Komoditi holtikulatura unggulan Indonesia
¾ Mudah rusak selama penyimpanan
¾ Umur simpan nanas selama 7 hari pada suhu 28-300C
¾ Selai yang banyak diminati masyarakt
¾ Mudah rusak karena mikroba
¾ Umur simpan selai selama 2 minggu pada suhu 28-300C PENGAWET
¾ Alami :
(+) aman bagi kesehatan, memiliki sifat fungsional bagi tubuh. (-) mahal, mempengaruhi
rasa dan flavor
¾ Sintetis
(-) pada penggunaan yang berlebihan dapat bersifat toksik (+) murah dan tidak
mempengaruhi rasa bahan pangan
¾ Cengkeh dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada selai nanas
¾ Selai nanas mengandung senyawa antioksidan
commit to user
Kerangkan berpikir penelitian (Gambar 2.6) berdasarkan pada kondisi buah nanas segar yang mudah rusak karena masih terdapatnya aktifitas
metabolisme pada jaringan hidup. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan
buah nanas yang bertujuan untuk meningkatkan umur simpannya. Salah satu dari
produk olahan nanas yang disukai masyarakat adalah selai nanas.
Selai nanas yang banyak dijual di pasaran, sering menggunakan pengawet
sintetis, salah satunya natrium benzoat. Pengawet sintetis tersebut dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merupakan salah satu penyebab
utama kerusakan selai nanas. Namun pengawet sintetis dapat memberikan efek
samping terhadap kesehatan manusia apabila dikonsumsi dalam dosis yang tidak
tepat.
Pada penelitian ini, penggunaan pengawet sintetis pada selai nanas dapat
digantikan dengan pengawet alami, salah satu dari pengawet alami tersebut adalah
cengkeh. Dengan adanya penggunaan pengawet alami, diharapkan selai nanas
memiliki umur simpan yang lebih lama, serta dapat meningkatkan antioksidan
yang terdapat pada selai nanas tersebut.
C. Hipotesa
1. Penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum)pada pembuatan selai
nanas dapat menurunkan jumlah total mikroba pada selai nanas.
2. Penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum) pada pembuatan selai
nanas dapat meningkatkan antioksidan selai nanas.
3. Penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum) dapat mempengaruhi
kriteria mutu selai nanas berdasarkan mutu warna, aroma cengkeh,
commit to user
III. METODE PENELITIANA. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, serta Laboratorium Rekayasa Proses dan Labiratorium Bioteknologi, Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama 6 bulan (Januari-Juni 2010).
B. Bahan dan Alat 1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan selai nanas yaitu nanas golongan Queen asal Blitar yang didapatkan di pasar Gede, Surakarta. Nanas ini memiliki rasa yang manis, serat yang halus, serta buah yang berwarna kuning. Nanas yang digunakan adalah nanas perpaduan nanas setengah matang dan nanas matang penuh karena buah nanas setengah matang akan memberikan pektin dan asam yang cukup, sedangkan buah nanas matang penuh akan memberikan aroma yang baik.
Varietas cengkeh yang digunakan pada penelitian ini dalah varietas Zanzibar, hal ini dikarenakan jenis cengkeh ini memiliki kandungan eugenol terbesar dibandingkan dengan jenis lain sehingga diharapkan kandungan antimikroba yang dihasilkan akan lebih besar pula. Selain itu dibutuhkan gula dan air sebagai bahan tambahan pada pembutan selai. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari pasar Gede di Surakarta.
commit to user
2. AlatAlat yang digunakan untuk pembuatan selai nanas adalah pisau, blender, wajan, pengaduk, baskom, kompor gas, dan cup plastik, thermometer. Sedangkan untuk preparasi bubuk cengkeh menggunakan blender, baskom, ayakan, timbangan analitik dan alat untuk analisa:
1. Water Activity (Aw): Aw-meter merek Pawkit.
2. Kadar Padatan Terlarut: refraktometer dan bekker glass
3. Keasaman (pH): pH meter merek Eutech waterproff pH scan dan bekker glass
4. Total Mikroba: cawan petri, inkubator, lampu spirtus, tabung reaksi, counter, erlenmeyer, proll pipet, hotplate, vortex.
5. Antioksidan (DPPH): pipet, gelas beker, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, labu takar, vortex dan spektrofotometer.
6. Uji Mutu Hedonik: nampan, piring, sendok, pisau oles, tisu, cawan, borang.
C. Tahapan Penelitian
Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Preparasi Bubuk Cengkeh
Cengkeh dibersihkan dari kotoran-kotoran yang masih menempel, kemudian disangrai selama 5 menit. Setelah itu diblender kering hingga menjadi bubuk. Bubuk diayak pada saringan 80 mesh. Penggunaan bubuk cengkeh pada selai nanas terdiri dari 4 perlakuan, yaitu cengkeh 0,2%, 0,4%, 0,6%, dan kontrol (tanpa bubuk cengkeh).
2. Pembuatan Selai Nanas berdasarkan Rakhmat dan Handayani (2007) yang dimodifikasi dengan penelitian pendahuluan.
air dengan perbandingan daging buah : air = 2 : 1. Kemudian daging nanas dimasak hingga mendidih dan ditambah gula pasir. Bubur nanas dimasak hingga kental atau selama 30 menit. Selai nanas dimasukan ke dalam cup plastik dengan berat netto 50 gr (kondisi gelas cup dengan tutup diberi lubang). Kemudian digunakan bubuk cengkeh sesuai dengan konsentrasi, yaitu 0%; 0,2%; 0,4%; dan 0,6%; serta diaduk hingga homogen. Selai nanas yang telah dikemas di simpan pada suhu kamar (280C-300C). Urutan pembuatan selai nanas dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3. Formulasi Selai Nanas dengan Bubuk Cengkeh
Pada penelitian ini, jumlah selai yang digunakan sebanyak 50 gr, penggunaan bubuk cengkeh diformulasikan berdasarkan berat selai yang digunakan, seperti yang terlihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Formula Selai Nanas dengan Bubuk Cengkeh
Formula Penambahan Bubuk Cengkeh
Berat Bubuk Cengkeh (gr)
Berat Selai Nanas (gr)
Formula 1 (P0) 0% 0 50
Formula 2 (P1) 0,2% 0,1 49,9
Formula 3 (P2) 0,4% 0,2 49,8
commit to user
Gambar 3.1. Urutan Pembuatan dan Analisa Selai Nanas
Sumber: Rakhmat dan Handayani (2007) yang Dimodifikasi dengan Penelitian Pendahuluan. Pengupasan, pengecilan
ukuran, dan pencucian
Blanching
Suhu 62,50C selama 5 menit Nanas
Penirisan 600 gr
Penghancuran dengan blender
Pemasakan Selama 30 menit
SELAI NANAS Pengemasan @ 50gr
Analisa pada hari ke-1, 2, 3, dan 4 Kadar Aw, Kadar Padatan Terlarut,
kadar pH, dan Total Plate Count
Analisa pada hari ke-0
• Uji mutu hedonik
• Uji Aw
• Uji pH
• Uji Padatan Terlarut
• Uji Total Plate Count • Uji Aktivitas Antioksidan
BUBUR NANAS
850gr (50% nanas matang : 50% nanas mengkal)
Penambahan Gula 215gr Air 300 mL
Gelas cup dan Bubuk Cengkeh (mesh 80) dengan konsentrasi:
D. Perancangan Penelitian dan Analisis Data
Rancangan penelitian menggunakan pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan berdasar perbedaan penggunaan konsentrasi bubuk cengkeh, yaitu: 0 % (kontrol); 0,2%; 0,4%; dan 0,6%. Adapun percobaan ini dilakukan lima kali terhadap pengamatan berdasarkan lama penyimpanan. Kelima pengamatan tersebut yaitu lama penyimpanan hari ke-0, 1, 2, 3, dan 4. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA menggunakan software Statistik 8 dan dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui tingkat α = 5% (Tabel 3.2)
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian
E. Pengamatan Parameter
Selai nanas yang sudah jadi, disimpan pada cup plastik namun dengan kondisi tutup gelas diberi lubang yang bertujuan untuk mempercepat kerusakan selai, kemudian dilakukan analisa total plate count (TPC), kadar Aw, kadar padatan telarut, dan kadar pH pada hari ke 0, 1, 2, 3, dan 4. Analisa antioksidan dan uji mutu hedonik dilakukan pada hari ke 0. Masing-masing metode analisis dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Metode Analisa
No Macam Analisa Metode
1. Antioksidan DPPH(Amrum, dkk., 2007)
2. Aktifitas Air (Aw) Aw-meter (ASTM, 1983) 3. Derajat Keasaman pH-meter (Widiowati, 1986)
4. Kadar Padatan Terlarut Refraktometer (Sulaeman dkk., 1995)
5. Total Plate Count Metode pour plate (Thayib dan Amar,
1988)
6. Organoleptik Uji mutu hedonik (Soekarto., 1985)
Penyimpanan Konsentrasi
0 hari (T0)
1 hari (T1)
2 hari (T2)
3 hari (T3)
4 hari (T4)
0 % (P0) T0P0 T1P0 T2P0 T3P0 T4P0
0,2% (P1) T0P1 T1P1 T2P1 T3P1 T4P1
0,4% (P2) T0P2 T1P2 T2P2 T3P2 T4P2
commit to user
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selai nanas merupakan salah satu hasil olahan buah nanas yang banyak digemari masyarakat. Proses pengolahan selai nanas dilakukan dengan memasak bubur nanas dan gula pasir sehingga dihasilkan produk selai yang bertekstur semi padat. Produk selai nanas mudah sekali mengalami kerusakan. Penyebab utama kerusakan selai nanas adalah karena kontaminasi mikroba. Hal ini disebabkan karena kondisi produk tersebut yang memiliki nilai activity water (Aw) yang cukup tinggi, yaitu antara 0,60-0,85 (Ray dan Bhunia, 2007), sehingga dapat dijadikan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba. Oleh sebab itu, perlu adanya penambahan pengawet pada selai nanas sebagai antimikroba. Salah satu pengawet alami yang dapat digunakan untuk produk selai nanas adalah cengkeh.
Menurut Sukarminah (1997), antimikroba pada cengkeh terdapat pada senyawa eugenol yang dimilikinya. Selain sebagai antimikroba, eugenol juga merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan (Kulisic, 2006).
Perlakuan penggunaan bubuk cengkeh pada selai nanas terdiri dari perlakukan kontrol, penggunaan bubuk cengkeh 0,2 %; 0,4%; dan 0,6%. Pengamatan selai nanas dilakukan setiap 1 hari sekali selama 4 hari, yang meliputi pengamatan total plate count, water activity (Aw), pH, dan padatan terlarut. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan fisik dan kimiawi yang menyertai kerusakan selai nanas. Sedangkan pengamatan aktivitas antioksidan, dan uji mutu hedonik dilakukan pada hari ke-0. Kondisi penyimpanan selai nanas dilakukan dengan mempercepat kerusakan selai nanas dan disimpan pada suhu ruang (28-300C).
1. Total Plate Counts (TPC)
Total Plate Counts dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, dan 4. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengamati tingkat pertumbuhan total mikroba setiap harinya. Hasil analisa Total Plate Counts selai nanas dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Total Plate Counts Selai Nanas
Perlakuan Total Mikroba (log cfu/gr) Pada Pengamatan Hari ke-
0 1 2 3 4
Kontrol 2,62 2,76 2,98 3,45 4,46
Bubuk cengkeh 0,2% 2,15 2,28 2,53 2,95 3,87
Bubuk cengkeh 0,4% 2,11 2,18 2,51 2,53 3,71
Bubuk cengkeh 0,6% 1,68 1,83 1,86 2,41 2,53
Keterangan :
¾ SNI 3746 : 2008 = log 1x10 3 cfu/g = 3.00
Gambar 4.1. Grafik Analisis Total Plate Counts Selai Nanas
Produk pangan dapat mengalami perubahan mutu atau kerusakan selama penyimpanan karena adanya mikroorganisme. Menurut Fardiaz (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah ketersediaan nutrien, Aw, pH, suhu, oksigen, adanya zat penghambat dan adanya mikroorganisme lain.
Salah satu indikator kerusakan produk pangan yaitu bila jumlah mikroorganisme yang tumbuh melebihi batas yang telah ditetapkan. Batas penetapan jumlah total mikroba maksimal selai nanas sesuai dengan SNI 3746:2008 adalah 1x10 3 cfu/g (BSN, 2008). Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1, hasil analisa total mikroba selai nanas menunjukan untuk
2.62 2.76
1.68 1.83 1.86
commit to user
penggunaan bubuk cengkeh 0,2% dan 0,4% pada hari ke-4 telah melebihi standar total mikroba yang telah ditetapkan SNI 3746:2008. Hal ini disebabkan oleh kondisi penyimpanan sampel selai nanas yang dipercepat kerusakannya, sehingga lebih mudah terkontaminasi oleh mikroba dan kecepatan kerusakan selai nanas dapat cepat terlihat.
Selain itu, hasil penelitian menunjukan banyaknya prosentase penggunaan bubuk cengkeh pada selai nanas dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, yang didukung dengan nilai total plate counts selai nanas kontrol lebih besar dibandingkan dengan selai nanas dengan penggunaan bubuk cengkeh. Efektivitas penghambatan mikroorganisme selai nanas-cengkeh diperoleh dari senyawa eugenol yang terdapat pada tanaman cengkeh. Senada dengan pernyataan Sukarminah (1997), yang menyatakan bahwa antimikroba pada cengkeh terdapat pada senyawa eugenol yang dimilikinya. Sehingga dengan penggunaan bubuk cengkeh pada bahan makanan khususnya selai nanas dapat menekan pertumbuhan mikroba. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Wedhaningsih (2005) yang menyatakan bahwa penggunaan cengkeh pada roti manis dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada roti tersebut.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba pada selai nanas-cengkeh disebabkan oleh kandungan senyawa eugenol yang merupakan kompoenen fenol. Komponen fenol tersebut dapat merusak sel mikroorganisme dengan cara menyebabkan koagulasi protein serta menyebabkan kebocoran membran dinding sel, serta dapat menyebabkan inaktivasi enzim-enzin yang penting dalam metabolisme sel mikroorganisme (Fardiaz, dkk, 1988).
cengkeh. Menurut Ray dan Bhunia (2007), eugenol merupakan komponen antimikroba yang terdapat dalam cengkeh.
Sukarminah (1997) menyatakan bahwa senyawa fenolik seperti eugenol, mampu menghambat pertumbuhan Streptococcusenteridis, Basilus substilis, Pseudomonas aeruginosa, S. aureus dan E. coli. Sedangkan menurut Ting et al., (1992) eugenol dapat menghambat pertumbuhan L monocytogenes.
2. Water Activity (Aw)
Air dalam bahan pangan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba dinyatakan dengan istilah aktivitas air atau water activity (Aw). Aw merupakan perbandingan antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama (Po) (Winarno, 2002). Ray dan Bhunia (2007) berpendapat bahwa Aw dapat digunakan oleh mikroba untuk mengangkut nutrien dan mengeluarkan hasil metabolit, membawa atau mengeluarkan reaksi enzimatis, mensintesis material dalam sel, menjadi bagian dalam reaksi biomekanikal yang lain, seperti hidrolisis polimer menjadi monomer (protein menjadi asam amino).
Pengukuran water activity (Aw) di dalam bahan pangan dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkann oleh mikroorganisme bagi pertumbuhannya. Oleh karena itu pengukuran Aw penting dilakukan untuk mengetahui kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Hasil analisa Aw selai nanas dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Analisis Aw pada Selai Nanas
Perlakuan Aw Pada Pengamatan Hari
ke-0 1 2 3 4
Kontrol 0,90a 0,90a 0,8925a 0,88a 0,8725c
Bubuk cengkeh 0,2% 0,90a 0,90a 0,895a 0,885a 0,8825bc Bubuk cengkeh 0,4% 0,91a 0,91a 0,9075a 0,90a 0,895ab Bubuk cengkeh 0,6% 0,91a 0,91a 0,9a 0,9075a 0,9025a
Keterangan :
commit to user
Berdasarka selai nanas ngaruh (P>0 enakan semaunan nilai A mpanan hari
sedangkan s ikan sehingg mpanan hari
Berdasarkan menurun sel gkatan jumla karenakan ju akan untuk p h Aw yang atakan bahw n dan mikro n merubah oleh air beba
Nilai Aw njukan samp liki Aw tertin
0.8 an hasil perh
berpengaru 0,05) pada akin lama pe Aw. Jumlah p ke 0, 1, 2, d ah mikroba y umlah air be
pertumbuhan terdapat pa wa mikroorg oba dapat m substrat at s.
yang ditam pel selai nan
nggi, diikuti uh nyata (P<
hari ke-1, enyimpanan penggunaan k dan 3 tidak m impanan har naan bubuk ngaruh nyata
dan Gamba mpanan. Pen
yang terdapa ebas yang ter n mikroorga ada selai nan ganisme mem meningkatkan
au melepas
mpilkan pad nas dengan i oleh konsen
3 4
isis Aw Sela atistik, pengg ri ke-4 terjad
cengkeh p a.
ar 4.2 hasil nurunan nilai
at bahan sela rdapat pada anisme sehin uhi performa
di penurunan pada selai n
analisis Aw i Aw ini seir ama penyim selai nanas ngga akan m r dan Westh
air bebas p bahan panga metabolisme
4.2 dan Ga n bubuk cen k cengkeh 0,4
ol
k cengkeh
k cengkeh
k cengkeh
uk cengkeh dan tidak w. Hal ini akin terjadi
keh selama perubahan n Aw yang nanas pada
w pada selai ing dengan mpanan. Hal akan terus mengurangi hoff (1978) pada bahan an tersebut e sehingga
dan kontrol. Nilai Aw selai nanas (0,91-0,87) sesuai dengan nilai Aw sampel selai jahe-teh hijau yang dilaporkan oleh Karina (2008), yaitu 0,912 pada penyimpanan minggu ke-0 dan berturut-turut mengalami penurunan hingga 0,908 selama penyimpanan 4 minggu.
Menurut Buckle et. al. (1987), stabilitas selai terhadap mikroorganisme dikendalikan oleh sejumlah faktor, antara lain Aw dalam kisaran antara 0,75-0,83. Nilai Aw sampel selai nanas dengan penggunaan bubuk cengkeh melebihi standar nilai Aw selai (0,75-0,83), hal ini menyebabkan selai mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Adapun jenis mikroorganisme perusak spesifik sesuai dengan kisaran Aw menurut Mossel (1975) dalam Buckle et. al. (1987) adalah Aw 0,87-0,91 adalah kebanyakan khamir, sementara mikroorganisme perusak pada kisaran Aw 0,91-0,95 adalah kebanyakan cocci, lactobacilli, sel vegetatif dari Bacillaceae, dan beberapa kapang. Sedangkan pada kisaran Aw 1,00-0,95 adalah bakteri gram negatif berbentuk batang, spora bakteri, dan beberapa jenis khamir.
Mekanisme peningkatan atau penurunan Aw dapat disebabkan adanya faktor perubahan kelembaban lingkungan selama penyimpanan. Perpindahan uap air akan terjadi jika terdapat perbedaan kelembaan relatif antara produk dengan lingkungannya dan RH lingkungan berbanding lurus dengan Aw bahan (Purnomo, 1995). Nilai Aw meningkat seiring dengan peningkatan RH pada bahan pangan. Sedangkan nilai Aw menurun seiring dengan penurunan RH pada bahan pangan. Berdasarkan pada penelitian ini, terjadi penurunan Aw yang disebabkan oleh adanya penurunan RH pada produk selai nanas.
commit to user
banyak bubuk cengkeh yang digunakan pada selai nanas, maka semakin banyak pula penyerapan air yang terdetekasi pada selai tersebut selama penyimpanan. Sehingga Aw yang terdeteksi pada selai nanas-cengkeh akan lebih tinggi dibandingkan dengan selai nanas kontrol. Sesuai dengan pernyataan Susiwi (2009) bahwa kondisi bahan yang kering seperti tepung-tepungan, dapat mudah menyerap air dari lingkungan.
3. Keasaman (pH)
pH diperoleh dari pengukuran konsentrasi hidrogen yang ada di dalam larutan, yaitu dalam bentuk asam terdisosiasi (Ray dan Bhunia). Pengukuran keasaman (pH) dilakukan untuk mengetahui kecenderungan penurunan atau peningkatan pH selai nanas selama penyimpanan. Besarnya pH berhubungan dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang bersifat asam selama penyimpanan dan akan mempengaruhi pertumbuhan total mikroba. Selain itu, menurut Kurniasari (1997), pengukuruan pH berhubungan erat dengan tekstur selai, sifat koloidal, serta retansi flavor dan warna produk selai. Hasil analisa keasaman (pH) selai nanas dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Analisis pH Selai Nanas
Perlakuan pH Pada Pengamatan Hari
ke-0 1 2 3 4
Kontrol 5,2a 5,175a 4,4a 4,325c 4,025c
Bubuk cengkeh 0,2% 5,2a 5,2a 4,425a 4,35bc 4,2b
Bubuk cengkeh 0,4% 5,3a 5,3a 4,475a 4,4ab 4,325a
Bubuk cengkeh 0,6% 5,3a 5,3a 4,475a 4,45a 4,4a
Keterangan :
pada s selai nanas p (P<0,01) da 05) dengan p
maka sem ntrasi bubuk pengaruhi pe ke-3 dan k unanan pH
eh yang sang Penurunan n hasil perh pada penyim an pada peny
pH. Hal ini makin terjad k cengkeh se erforma peru ke-4 terjadi
hari ke-3 d gat nyata.
pH selama nurut Ray d endah, yaitu gan penggu g dan khamir
kerusakan mir dan kap m dan kand oba terutam ula menjadi am organik
Bhunia (200
afik Hasil An hitungan stat mpanan hari yimpanan h dikarenakan dan Bhunia ( u dibawah pH unaan bubuk
r. Hal ini se mikrobiolog pang. Menur dungan gulan ma jenis kap alkohol dan
nalisis pH Se tistik, pengg
ke-3 dan ke hari ke-0, 1, n semakin la n nilai pH. gis produk rut Thorner nya cukup,
elai Nanas gunaan bubu
e-4 berpenga 2 tidak berb ama penyimp . Jumlah p ri ke 0, 1, d n selama pen
g signifikan leh penggun
akan adany duk selai me ngkan rentan
yaitu 5,3-4 n pernyataan selai lebih d dan Hezbe memungkin khamir. Kh beberapa kh babkan peru Aspergillus m ntrol
ubuk cengkeh 2%
ubuk cengkeh 4%
ubuk cengkeh 6%
uk cengkeh aruh sangat beda nyata panan selai penggunaan dan 2 tidak
nyimpanan n sehingga naan bubuk
a aktivitas emiliki pH ng pH pada 4,0 mudah
commit to user
salah satu jenis jamur perusak pada produk selai. Jamur ini digolongkan dalam jenis jamur xerophilik (yang dapat tumbuh pada kisaran Aw rendah).
Selain itu, menurut Ray (1996), Aspergillus niger merupakan jamur yang dapat menghasilkan asam sitrat dari sukrosa. Frazier dan Westhoff (1978) melaporkan bahwa Aspergillusniger membutuhkan pH yang rendah untuk pertumbuhannya. Mekanisme pembentukan asam sitrat diperoleh dari glukosa atau sukrosa serta adanya sumber nitrogen dan mineral. Konsentrasi mineral dan ion sangat penting untuk meningkatkan produksi asam sitrat. Aspergillus niger merupakan jamur perusak bahan pangan yang berwarna hitam.
Setiap mikroba memiliki pH minimal, maksimal, dan optimal, untuk pertumbuhannya (Frazier dan Westhooff, 1988). Secara umum, kapang dan khamir lebih dapat bertahan hidup pada pH yang lebih rendah dibandingkan bakteri. Fardiaz (1989) berpendapat, sebagaian besar bakteri tidak dapat tumbuh pada pH dibawah 4,0 dan diatas 8,0 sedangkan kapang mempunyai kisaran pH 1,5-11,0 dan khamir memiliki pH pertumbuhan antara 1,5-8,5.
4. Padatan Terlarut
5
k cengkeh 0,2 k cengkeh 0,4 k cengkeh 0,6
gan :
gka yang diikut rlaku pada kolom
Gambar Bedasarkan ungan statis ngaruh nya mpanan hari ut pada selai unan tersebu k cengkeh p
an terlarut se
itas Antioks
ti huruf yang s m yang sama) i nanas cend ut tidak terj pada selai n elai nanas.
sidan
atan Terlarut ( 1 rjadi secara nanas tidak
kan metode an ini, hal i
t Selai Nanas
(Brix) Pada P 2 23,5a 23,7a 24,3a 24,5a
kan tidak berbe
datan Terlaru Gambar 4.4
k cengkeh p nilai pad Hal ini dika urun selama
eda nyata pada
ut Selai Nan 4, berdasar pada selai n atan terlaru arenakan, nil a penyimpan sehingga p h nyata terh
n aktivitas a kan DPPH m , 2008), n dilihat b
ntrol
buk cengkeh 2%
buk cengkeh 4%
buk cengkeh 6%
rkan hasil nanas tidak
ut selama lai padatan nan, namun penggunaan hadap nilai
commit to user
kemampuannya sebagai senyawa pereduksi, pendonor hidrogen, pengikat logam, dan singlet oxygen quenchers (Kaur dan Kapoor, 2002).
Mekanisme kerja antioksidan yang memiliki gugus fenol adalah dengan cara berintegrasi dengan radikal bebas yang terdapat dalam sistem. Reaksi ini terjadi jika radikal antioksidan yang dihasilkan cukup stabil, sehingga tidak merupakan inisator bagi reaksi pembentukan radikal bebas berikutnya (Fardiaz et. al, 1992). Menurut Fessenden dan Fessenden (1986) senyawa fenol merupakan inhibitor radikal bebas yang dapat menghambat suatu reaksi radikal bebas. Kerja suatu inhibitor radikal bebas adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif dan relatif stabil. Produk radikal bebas dari senyawa ini terstabilkan secara resonansi dan antioksidan ini biasa disebaut pengawet (preservative) pada industri bahan pangan.
Menurut Dorman dan Deans (2000), sebagian besar rempah-rempah yang biasa digunakan sebagai flavor makanan merupakan sumber senyawa fenol yang menunjukan aktivitas antioksidan yang baik. Sedangkan Kulisic (2006) melaporkan bahwa senyawa fenolik volatil yang terkandung dalam cengkeh seperti eugenol dan isoeugenol memiliki aktivitas antioksidan menonjol, namun senyawa tersebut memiliki odor yang terlalu kuat sehingga membatasi kegunaanya sebagai bahan tambahan makanan, termasuk dalam penggunaannya pada selai nanas.