• Tidak ada hasil yang ditemukan

beku, buah kaleng, maupun campurna ketiganya dalam proporsi tertentu terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa penambahan air.

Ciri-ciri selai yang berkualitas baik adalah sebagai berikut: 1) Warna: Bening (kekuning-kuningan, coklat tua, coklat muda, dan lain-lain tergantung dari warna buah aslinya); 2) Konsentrasi: kental tetapi tidak homogen benar; 3) Kemampakan: bening dan jernih; 4) Aroma: Wangi buah, dan 5) Rasa: Manis (Anonim, 2004).

Selai diperoleh dengan cara menambahkan campuran antara bubur buah dan gula, kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%. Proses pembuatan selai dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah pemanasan pada waktu pemasakan, pengadukan, jumlah gula yang digunakan, serta keseimbangan gula, pektin dan asam (Anonim, 2004). Rakhmat dan Handayani (2007), berpendapat bahwa pamanasan dan pemasakan yang terlalu lama menyebabkan hasil selai terlalu keras dan membentuk kristal gula. Sedangkan, bila terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer. Demikian pula pengadukan yang terlalu cepat akan menimbulkan gelembung udara yang akan merusak tekstur dan penampakan akhir. Beberapa aspek lain yang mempengaruhi pembuatan selai antara lain tipe pektin, tipe asam, kualitas buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisian dapat juga berpengaruh pada kualitas akhir dan stabilitas fisik dan stabilitas mikroorganisme pada selai nanas (Buckle, et al., 1987).

Salah satu faktor terpenting dalam pemasakan selai adalah penambahan gula. Tujuan dari penambahan gula antara lain untuk memperoleh tekstur, kenampakan, dan rasa yang ideal (Anonim, 2004). Untuk produk selai nanas, yang bersifat asam, maka perbandingan penambahan gula dan buah sebaiknya 1:1. Sedangkan, untuk memperoleh selai dengan aroma yang harum dan kekentalan yang baik maka digunakan campuran buah setengah matang dengan buah yang matang penuh. Buah setengah matang akan memberikan pektin dan asam yang cukup, sedangkan

buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik (Rakhmat dan Handayani, 2007).

Kandungan nanas per 100 gram bahan, yaitu 49% gula, 38% serat buah, 1% pektin, dan 12% air. Selain itu, kondisi gel yang baik, dapat dicapai pada kisaran pH 2.5-3.45 dan pH optimum 3,0 (Anonimb , 2009).

Menurut Kertez (1951) selai yang baik mempunyai sifat-sifat antara lain kukuh, bertekstur halus dan tidak bersineresis. Sifat yang lainnya adalah tidak berkristal, tidak lengket, mempunyai rasa dan flavor, serta warna sesuai dengan buah yang digunakan. Sedangkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008), menyebutkan standar mutu selai berdasarkan SNI 3746 : 2008 antara lain: kadar air maksimal 35%; kadar gula minimal 55%; kadar pektin maksimal 0,7%; kadar padatan tidak terlarut minimal 0,5%; memiliki warna, rasa, dan aroma yang normal; serta memiliki jumlah batasan angka lempeng total 1 x 103 koloni/g.

Selai nanas merupakan salah satu bahan produk hasil olahan pangan yang kemunduran mutunya disebabkan oleh kerusakan mikrobiologis (Gambar 2.3). Jenis-jenis mikroba yang menyebabkan kerusakan bahan pangan antara lain jamur, khamir, dan bakteri.

Gambar 2.3. Selai Nanas yang Telah Mengalami Kerusakan Mikrobiologis Penyusun tersbesar selai adalah karbohidrat atau gula. Gula pada selai dapat terdegradasi menjadi asam organik, alkohol, dan CO2 oleh bakteri, jamur maupun khamir. Kerusakan pada karbohidrat bermolekul besar (polisakarida), mula-mula mengalami pemecahan oleh enzim ekstraseluler menghasilkan campuran dengan berat molekul (BM) rendah, oligosakarida dan monosakarida. Selanjutnya bahan monosakarida dan disakarida seperti glukosa, fruktosa, dan maltose akan melalui jalur

commit to user

Asam piruvat ini kemudian dapat diubah menjadi asan trikarboksilat (TCA) dan akhirnya terpecah menjadi CO2 dan H2O. Asam pirivat ini juga dapat diubah dalam proses fermentasi menjadi asam laktat atau alkohol, tergantung jenis mikroba yang berperan (Wibowo, dkk., 1988).

Menurut Buckle, et al. (1987), untuk memperpanjang masa simpan pada selai dapat ditambahkan natrium benzoat. Batasan penggunaan natrium benzoat pada bahan pangan menurut Peraturan Menkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dalam Suparinto dan Handayati (2006) adalah 1 gr/kg berat bahan. Penggunaan pengawet sintetis ini dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Johnson dan Hewgill (1961), adalah penggunaan antioksidan sintetis yang berlebihan sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan kerusakan hati dan paru-paru. Oleh sebab itu, digunakan pengawet alami pada selai nanas yang lebih aman bagi kesehatan. Salah satu pengawet alami tersebut adalah rempah-rempah. Menurut Bardut, dkk. (1985) dan Haraguchi dkk. (1992) rempah-rempah telah lama digunakan secara luas dalam berbagai produk makanan, sebagai bumbu maupun pengawet. Salah satu dari jenis rempah-rempah tersebut adalah cengkeh (Syzygium aromaticum)

3. Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Cengkeh merupakan tanaman rempah-rempah asli Indonesia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Dalam taksonomi, tanaman cengkeh termasuk:

Kingdom : Plantae

Filum : Angiosperms

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium aromaticum

Di Indonesia, cengkeh memiliki nama daerah, antara lain bugeu lawang (Gayo), dingke (Karo), bunga langsang (Toba), cengke (Bugis),

pualawane (Ambon), hungo lawa (Gorontalo), dan lain-lain. Cengkeh merupakan salah satu tanaman berbentuk pohon tinggi, pohonnya mencapai 10 meter, bahkan lebih tergantung pada tipe daun dan perkembangan tumbuhnya. Untuk pertumbuhannya, cengkeh menghendaki tanah yang gembur dan sekurang-kurangnya memiliki ketinggian 2 meter dari permukaan tanah tidak bercadas dan drainasenya baik. Kondisi tanah dengan pH 4,5 masih dapat dipakai untuk penanaman cengkeh. Cengkeh juga masih bisa ditanam pada lahan sampai ketinggian 900 meter dpl. Curah hujan yang dikehendaki pada lahan kering berkisar antara 60-80 mm per tahun dan pada lahan basah 2000-4000 mm per tahun (Lutony dan Rahmayanti, 1994).

Menurut Deptanb (2007), tanaman cengkeh terdiri dari 4 varietas, diantaranya varietas Ambon, varietas Siputih, varietas Zanzibar, dan varietas Zambon (zanzibar komposit).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.4 Varietas Cengkeh: (a) Ambon, (b) Siputih, (c) Zanzibar, dan

(d) Zambon

Sumber: Deptanb (2007)

Varietas Ambon (Gambar 2.4a) memiliki ciri-ciri: bentuk daun bulat panjang tidak simetris, warna daun tua hijau, tipe rangkaian bunga gagang panjang, bentuk bunga berpinggang pada bagian tengahnya, warna bunga masak petik hijau kemerahan, warna buah matang ungu hitam. Sedangkan varietas Siputih (Gambar 2.4b) memiliki ciri-ciri: bentuk daun bulat panjang besar tidak simetris, warna daun tua hijau kekuningan, tipe rangkaian bunga gagang panjang, bentuk bunga bentuk corong gemuk, bentuk buah konis gemuk panjang, dan warna buah matang merah ungu.

commit to user

simetris, langsing; warna daun tua hijau tua; tipe rangkaian bunga gagang sedang; bentuk bunga langsing agak corong; dan warna buah matang ungu hitam. Dan vaietas Zambon (zanzibar komposit) (Gambar 2.4d) memiliki ciri-ciri: bentuk daun bulat panjang, tidak simetris dan lebar; warna daun tua hijau tua; tipe rangkaian bunga gagang sedang; bentuk bunga corong, panjang, agak besar; bentuk buah: konis panjang; dan warna buah matang: ungu.

Menurut Nurdjannah (2004), kandungan utama dari minyak cengkeh adalah eugenol, eugenol asetat dan caryophyllen. Selain itu, pada serbuk bunga dan daun cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid, glikosida dan flavonoid, sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung saponin, tannin, glikosida dan flavonoid (Ferdinanti, 2001).

Tabel 2.2 Karakteristik Kimia Cengkeh Zanzibar, Siputih, Ambon, dan Zambon dalam (%)

Karakter Zanzibar Siputih Ambon Zambon

Kadar minyak atsiri (%) 19-23 - 19-20 17-21

Kadar eugenol bebas (%) 76 - 62 56-70

Kadar kariofilen (%) - - 7 9-25

Kadar eugenol asetat (%) - - 20 2-24

Sumber: Anonim, 2007

Berdasarkan Tabel 2.2 jumlah kandungan eugenol bebas terbanyak dimiliki oleh cengkeh dengan varietas zanzibar, yaitu sebesar 76% per 100 gr bahan. Sedangkan menurut Purseglove et al. (1981) kandungan eugenol pada minyak cengkeh yang diperoleh secara distilasi air dapat mencapai 85-89%. Eugonel pada minyak cengkeh dapat mencapai 85% (Agusta, 2000). Minyak esensial cengkeh mengandung 50-80% eugenol, asetik eugenol,

serquiterpen, eugenin, caryopillin, vanillin, asam gullatanat, kalsium oksalat dan ortho-metoxycinnamaldehyde (Dharma, 1987).

Dalam industri makanan, cengkeh digunakan dalam bentuk bubuk atau produk hasil ekstraksi dari bunga cengkeh seperti minyak cengkeh atau oleoresin. Selain digunakan sebagai penambah rasa dan aroma untuk memasak, cengkeh juga dapat digunakan dalam industri makanan dan minuman. Produk makanan yang menggunakan cengkeh diantaranya adalah

bumbu kare (curry powder), saus dan makanan yang dipanggang (baked foods). Penggunaan cengkeh tersebut dalam jumlah yang relatif sedikit. Menurut Farrell (1990) bumbu curry menggunakan 2-3% cengkeh bubuk bedasarkan berat bahan, saus dan makanan panggang sebanyak 0,37%

bubuk cengkeh, sedangkan “food seasonings” seperti “Bologna

seasonings” menggunakan 0,39% bubuk cengkeh. “Chili sauce

menggunakan 0,025% minyak cengkeh, mustard Dijon dan Dusseldorf

masing masing menggunakan 0,111% dan 0,222% bubuk cengkeh, “tomato ketchup” menggunakan 0,139% minyak cengkeh, sedangkan “SweetItalian sasages” menggunakan 0,111% bubuk cengkeh.

Menurut Moyler (1977) penggunaan terbaik cengkeh sebagai penambah cita rasa dalam makanan adalah 0,236% bubuk cengkeh, sedangkan untuk minuman beralkohol menggunakan 0,06% minyak bunga cengkeh atau 0,078% oleoresin cengkeh. Nurdjannah (2004) berpendapat, keuntungan dari penggunaan cengkeh bubuk adalah lebih tahan terhadap panas selama proses pengolahan (contohnya pemanggangan) dibandingkan dengan cengkeh dalam bentuk utuh, minyak, maupun oleoresin.

Bagian tanaman cengkeh yang banyak digunakan sebagai bubuk cengkeh adalah bunga cengkeh. Bunga cengkeh memiliki kandungan fixed oil antara 5-10 % yang terdiri dari minyak lemak dan resin. Minyak lemak tersebut sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh (94% dari total asam lemak), dan asam lemak tersebut sebagian besar terdiri dari asam stearat yaitu sekitar 89% dari total asam lemak jenuh (Purseglove, et al., 1981). Di samping sebagai sumber bahan flavor alami, bunga cengkeh juga mengandung unsur-unsur nutrisi lain seperti: protein, vitamin dan mineral seperti terlihat pada Tabel 2.3

commit to user

Tabel 2.3. Komponen Nutrisi dalam 100 gr Bubuk Bunga Cengkeh

Komponen Kandungan Air kalori Protein Lemak Karbohidrat Abu Ca P Na K Fe Thiamin Riboflavin Niacin Asam Askorbat Vitamin A 6,86 gr 323 kcal 5,98 gr 20,06 gr 61,22 gr 5,88 gr 0,646 gr 105 mg 343 mg 1,102 mg 8,68 mg 0,115 mg 0,267 mg 1,458 mg 80,81 RE 53 RE

Sumber: Tainter dan Grenis (2007)

Pada Tabel 2.3 terlihat bahwa bunga cengkeh mengandung lemak, karbohidrat, dan kalori yang cukup tinggi yaitu, sebesar 20,06 gr; 61,22 gr dan 323 kcal. Selain itu, bunga cengkeh juga mengandung mineral-mineral penting seperti Na, P, Ca, K, dan Fe, serta vitamin-vitamin seperti thiamin, riboflavin, niacin, asam askorbat, dan vitamin.

Bunga cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri. Menurut Tampubolon (1981), minyak atsiri tersusun atas beberapa komponen kimia yang digolongkan sebagai senyawa fenol dan senyawa selain fenol. Salah satu dari kompenen fenol yang dimiliki cengkeh adalah eugenol (Sundari dan Winarno 1995).

Senyawa penyusun minyak atsiri yang termasuk fenol pada umumnya mempunyai kasiat antimikroba dan antioksidan. Hal ini sependapat dengan Tsujimura dkk. (2009), yang menyatakan bahwa cengkeh dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba. Menurut Ray dan Bhunia (2007), komponen fenol pada cengkeh yang berupa eugenol dapat berfungsi sebagai inhibitor pertumbuhan mikroba pada produk makanan. Efektifitas antimikroba cengkeh dapat dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Blank et, al,. (1987) dalam Charles et. al., (2001) yang melaporkan bahwa

bubuk cengkeh (1.200 µgr/ml) dapat menghambat germinasi spora Bacillus subtilis.

Fereidoon dan Naczk (1995) melaporkan, kerja antimikrobia komponen fenolik berhubungan dengan inaktivasi enzim seluler yang tergantung dari penetrasi substansi tersebut ke dalam sel. Penghambatan pertumbuhan mikroba disebabkan oleh pelemahan (weaking) atau perusak (destruction) permeabilitas membran sel. Perubahan permeabilitas membran disebabkan andanya interaksi fenol dengan komponen membran fosfolipid sehingga menyebabkan kebocoran pottasium, glutamat, dan fosfor.

Selain itu, letak dan jumlah gugus hidroksil pada gugus fenol

berperan dalam toksisitasnya terhadap mikoorganisme. Mekanisme toksisitas kemampuan fenol berhubungan dengan inhibitor enzim melalui rekasi gugus sulfihidril. Eugenol merupakan salah satu kelompok fenol yang terdapat dalam cengkeh (Cowan, 1999).

OH

O CH3

CH2 CH CH2

Gambar 2.5 Struktur Kimia Eugenol

Sumber: Guenther (1950) dalam Peter (2001)

Eugenol (C10H12O2) atau 1-hidroksi-2-metoksi-4-alilbenzen pada

Gambar 2.5, dapat dikelompokkan dalam alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol (Anonimd, 2009). Eugenol bersifat mudah menguap, tidak berwarna atau bewarna agak kuning dan mempunyai rasa getir (Leody, 1970).

Kaur dan Kapoor (2002) melaporkan, aktivitas antioksidan dari senyawa fenol terutama disebabkan oleh sifat redoksnya yang memungkinkan fenol berfungsi sebagai senyawa pereduksi, pendonor hidrogen, pengikat logam, dan singlet oxygen quenchers. Menurut Shahidi,

commit to user

et al. (1995), cengkeh memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi didalam emulsi minyak dalam air dibanding kunyit, bunga pala, rosemary, pala, jahe, oregano, dan sage.

Keefektifan antioksidan dari rempah-rempah menarik untuk dicobakan pada berbagai jenis makanan. Menurut Kulisic (2006), senyawa-senyawa fenolik volatil seperti eugenol, isoeugenol, thymol dan lain-lain memiliki aktivitas antioksidan menonjol, namun mereka memiliki odor yang terlalu kuat sehingga membatasi kegunaannya sebagai bahan tambahan pangan.

B. Kerangka Berpikir

¾ Uji Total Plate Count

(TPC)

¾ Uji Aw

¾ Uji pH

¾ Uji Padatan Terlarut

¾ Uji Aktivitas Antioksidan

¾ Uji Mutu Hedonik

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian NANAS SELAI NANAS SELAI NANAS + CENGKEH PENGUJIAN PENELITIAN ¾ Komoditi holtikulatura unggulan Indonesia

¾ Mudah rusak selama penyimpanan

¾ Umur simpan nanas selama 7 hari pada suhu 28-300C

¾ Selai yang banyak diminati masyarakt

¾ Mudah rusak karena mikroba

¾ Umur simpan selai selama 2 minggu pada suhu 28-300C PENGAWET

¾ Alami :

(+) aman bagi kesehatan, memiliki sifat fungsional bagi tubuh. (-) mahal, mempengaruhi

rasa dan flavor

¾ Sintetis

(-) pada penggunaan yang berlebihan dapat bersifat toksik (+) murah dan tidak

mempengaruhi rasa bahan pangan

¾ Cengkeh dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada selai nanas

¾ Selai nanas mengandung senyawa antioksidan

¾ Umur simpan selai selama 1 bulan atau lebih pada suhu 28-300C

commit to user

Kerangkan berpikir penelitian (Gambar 2.6) berdasarkan pada kondisi buah nanas segar yang mudah rusak karena masih terdapatnya aktifitas metabolisme pada jaringan hidup. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan buah nanas yang bertujuan untuk meningkatkan umur simpannya. Salah satu dari produk olahan nanas yang disukai masyarakat adalah selai nanas.

Selai nanas yang banyak dijual di pasaran, sering menggunakan pengawet sintetis, salah satunya natrium benzoat. Pengawet sintetis tersebut dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan selai nanas. Namun pengawet sintetis dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan manusia apabila dikonsumsi dalam dosis yang tidak tepat.

Pada penelitian ini, penggunaan pengawet sintetis pada selai nanas dapat digantikan dengan pengawet alami, salah satu dari pengawet alami tersebut adalah cengkeh. Dengan adanya penggunaan pengawet alami, diharapkan selai nanas memiliki umur simpan yang lebih lama, serta dapat meningkatkan antioksidan yang terdapat pada selai nanas tersebut.

C. Hipotesa

1. Penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum)pada pembuatan selai nanas dapat menurunkan jumlah total mikroba pada selai nanas.

2. Penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum) pada pembuatan selai nanas dapat meningkatkan antioksidan selai nanas.

3. Penggunaan bubuk cengkeh (Syzygium aromaticum) dapat mempengaruhi kriteria mutu selai nanas berdasarkan mutu warna, aroma cengkeh,

commit to user

Dokumen terkait