Implementasi Manajemen
Bandwidth
Menggunakan
Metode
Hierarchical Token Bucket
(HTB)
(Studi Kasus: LAB SMK Telekomunikasi Tunas
Harapan Salatiga)
Artikel Ilmiah
Oleh :
Elizabeth Anggie Utamy Putri (672010066)
Wiwin Sulistyo, ST., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Implementasi Manajemen
Bandwidth
Menggunakan
Metode
Hierarchical Token Bucket
(HTB)
(Studi Kasus: LAB SMK Telekomunikasi Tunas
Harapan Salatiga)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Oleh :
Elizabeth Anggie Utamy Putri (672010066)
Wiwin Sulistyo, ST., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Implementasi Manajemen
Bandwidth
Menggunakan
Metode
Hierarchical Token Bucket
(HTB)
(Studi Kasus: LAB SMK Telekomunikasi Tunas
Harapan Salatiga)
1)
Elizabeth Anggie Utamy Putri, 2)Wiwin Sulistyo
Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
E-mail: anggieelizabeth@gmail.com1), wiwinsulistyo@staff.uksw.edu2)
ABSTRACT
The use of the Internet raises issues especially on bandwidth management. Currently the use of computer networks typically manage the bandwidth is without separated specifically according to the type of user groups, so that there is no difference partition bandwidth between the groups of users with a higher priority and user groups with lower priority. Therefore, it is necessary to design the bandwidth manager can set the bandwidth according to priority users in groups based on the type of user. One of the methods applied to ensure each user group gets the bandwidth according to the priority groups that use Hierarchical Token Bucket (HTB) method. In this research discusses the implementation of the HTB method in SMK Telecommunication Tunas Harapan Salatiga
Keywords : Bandwidth management, HTB, Mikrotik
ABSTRAK
Penggunaan jaringan internet memunculkan permasalahan khususnya pada pengelolaan
bandwidth. Saat ini penggunaan jaringan komputer mengelola bandwidth tanpa memisahkan secara spesifik menurut jenis kelompok pengguna, sehingga tidak terdapat perbedaan pembagian
bandwidth antara kelompok pengguna dengan prioritas lebih tinggi dan kelompok pengguna dengan prioritas lebih rendah. Oleh karena itu, diperlukan perancangan pengelola bandwidth yang dapat mengatur bandwidth pengguna sesuai dengan prioritas di dalam kelompok berdasarkan jenis pengguna. Salah satu metode yang diterapkan untuk menjamin setiap kelompok pengguna mendapat bandwidth sesuai dengan kelompok prioritas yaitu menggunakan metode Hierarchical Token Bucket (HTB). Dalam penelitian ini membahas mengenai implementasi metode HTB di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga.
Kata Kunci : Pengelolaan Bandwidth, HTB, Mikrotik
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
1. Pendahuluan
Saat ini institusi maupun dunia pendidikan menggunakan layanan internet secara serentak, penggunaan layanan internet yang beragam sifatnya secara bebas dapat mengakses semua aplikasi yang ada dalam internet seperti
email, web, chatting, browsing, dan multimedia. Untuk mengakses aplikasi yang berhubungan dengan internet maka perlu mengatur bandwidth yang akan dibagi ke setiap user. Pada saat ini sudah terdapat routerboard mikrotik yang dapat langsung digunakan tanpa harus menginstal RouterOS lagi, sistem yang digunakan juga lengkap salah satunya adalah manajemen bandwidth.
Untuk mengatur bandwidth banyak sekali metode-metode yang digunakan. SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan Mikrotik
RouterOS untuk mengatur bandwidth, yang memiliki banyak teknik
memanajemen bandwidth seperti simple queue, HTB (Hierarchy Token Bucket), PFIFO (Packet First In First Out) dan BFIFO (Bytes First In First Out), RED (Random Early Drop), SFQ (Stochastic Fairness Queuin) dan PCQ (Per Connection Queue).
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti manajemen bandwidth yang ada di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan yang menggunakan hotspot
login dengan metode simple queue dimana setiap user diberi batasan
bandwidth untuk download dan upload yang sudah ditentukan. Internet yang digunakan untuk siswa dan guru adalah menggunakan hotspot dan LAB, total
bandwidth untuk LAB yaitu sebesar 20Mbps dan total bandwidth untuk
hotspot sebesar 20Mbps, sedangkan total bandwidth yang dimiliki SMK Telekomunikasi Tunas Harapan yaitu sebesar 20Mbps, jika semua total
bandwidth untuk LAB dan hotspot adalah 20Mbps maka tidak dapat bekerja optimal apabila semua LAB digunakan untuk internet maka user pada hotspot
tidak mendapat bandwidth untuk download dan upload karena saling berebut
bandwidth antara LAB dan hotspot. Untuk LAB sendiri tidak dipisahkan secara spesifik untuk pengguna yang membutuhkan bandwidth besar sehingga sangat merugikan karena semua pengguna mendapatkan bandwidth yang sama-sama besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan manajemen bandwidth di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan kurang baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menerapkan metode HTB dalam membagi bandwidth pada setiap LAB dalam prioritas berdasarkan kebutuhan LAB dan membagi bandwidth dari total
bandwidth di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan untuk LAB dan hotspot
sehingga hotspot mendapat sisa bandwidth. Manfaat penelitian ini adalah dapat mengetahui kinerja HTB dalam mengelola bandwidth di setiap LAB sesuai dengan kategori prioritasnya.
2. Tinjauan Pustaka
Dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan perancangan manajemen
Hierarchical Token Bucket (HTB) yaitu mengelola bandwidth menggunakan atribut user-profil untuk mengatur bandwidth pengguna berdasarkan jenis kebutuhan pengguna sehingga dapat menjamin para pengguna mendapatkan
bandwidth sesuai dengan jenis kelompok yang berbeda-beda [4]. Namun dalam penelitian tersebut digunakan untuk hostpot dengan menggunakan
user-profil dengan metode HTB, sedangkan untuk di LAB SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan masih menggunakan hotspot login
menggunakan simple queue sehingga tidak terdapat penggunaan prioritas untuk jenis pengguna. Pada kesempatan ini dilakukan penelitian sebelumnya hanya tidak menggunakan hotspot, tetapi menggunakan switch pada tiap LAB-nya dan diberikan prioritas dalam HTB untuk membagi bandwidth
setiap LAB.
Penerapan manajemen bandwidth menggunakan HTB (Hierarchical
Token Bucket) juga telah dilakukan pada SMPN 5 Semarang dengan
Implementasi metode Hierarchical Token Bucket (HTB) dapat mengkontrol penggunaan internet yang digunakan oleh tiap–tiap klien dengan baik sehingga klien tidak dapat menggunakan bandwidth secara berlebihan walaupun kecepatan download pada masing – masing klien lebih sedikit dari sebelum penggunaan Hierarchical Token Bucket [3]. Metode HTB juga digunakan untuk membatasi bandwidth secara berlebihan seperti LAB dan
hotspot di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan dengan membagi bandwidth
untuk kelompok LAB dan kelompok hotspot sehingga setiap kelompok dapat dibatasi total bandwidth-nya
Manajemen bandwidth adalah membatasi penggunaan bandwidth
jaringan internet, manajemen dilakukan untuk membagi rata bandwidth per-client agar tidak terjadi congestion (waktu proses yang lama), jika sebuah jaringan internet belum menerapakan manajemen bandwidth maka salah satu
client menggunakan bandwidth secara penuh, client-client setelahnya akan mengalami antrian permintaan paket data dan mendapatkan bandwidth ketika permintaan paket data dari client 1 terpenuhi [6].
HTB adalah aplikasi yang berfungsi untuk mengatur pembagian
bandwidth, pembagian dilakukan secara hirarki yang dibagi-bagi kedalam kelas sehingga mempermudah pengaturan bandwidth. HTB diklaim menawarkan kemudahan pemakaian dengan teknik peminjaman dan implementasi pembagian trafik yang lebih akurat. Teknik antrian HTB memberikan fasilitas pembatasan trafik pada setiap level maupun klasifikasi,
bandwidth yang tidak terpakai bisa digunakan oleh klasifikasi yang lebih rendah [1].
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menyusun penelitian ini adalah menggunakan pendekatan NDLC (Network Development Life Cycle)
Gambar 1NDLC (Network Development Life Cycle) [2]
Gambar 1 merupakan alur diagram dari metode pendekatan NDLC yang memiliki enam fase. Dalam perancangan jaringan komputer ini sangat cocok menggunakan pendekatan ini, sehingga hasil yang diperoleh terarah dan terperinci.
Tahap analysis merupakan tahap awal untuk melakukan analisa kebutuhan, analisa permasalahan yang muncul, analisa keinginan user, dan analisa topologi atau jaringan sebelumnya yang ada di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan. Permasalahan yang terjadi adalah manajemen bandwidth di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan metode simple queue
dan pembatasan bandwidth menggunakan hotspot user login dimana setiap pengguna dibatasi bandwidth untuk guru sebesar 1Mbps dan untuk siswa sebesar 200kbps dengan bandwidth total 20Mbps.
Tabel 1 Jumlah User Tiap LAB Telekomunikasi Tunas Harapan yang memiliki 3 LAB pada setiap lantainya dan setiap LAB memiliki 30 user, apabila manajemen bandwidth LAB dan
hotspot menggunakan metode simple queue dan hanya dibatasi 200Kbps maka total bandwidth tidak dapat dibagi rata untuk hotspot itu sendiri karena total bandwidth hanya 20Mbps jika dibagi setiap user sebesar 200Kbps maka hanya untuk 100 user, tetapi jika semua LAB digunakan (90 user
menggunakan internet) maka bandwidth yang diterima setiap user pada
hotspot hanya dapat bekerja optimal untuk 10 user yaitu sisa jumlah user di LAB, apabilah lebih dari 10 user maka user untuk hotspot dan LAB tidak dapat memenuhi bandwidth yang ditentukan yaitu sebesar 200k. Apabila ada LAB yang digunakan untuk pelatihan atau pelajaran yang membutuhkan internet maka tidak mendapat pinjaman bandwidth karena manajemen
per user dan tidak dapat memberi prioritas pada setiap kelompok pengguna. Berbeda dengan menggunakan metode HTB, saat bandwidth yang disediakan pada parent memiliki sisa bandwidth, maka akan diberikan kepada user yang membutuhkan bandwidth sebesar max-limit sesuai dengan prioritas. Gambar 2 merupakan topologi jaringan SMK Telekomunikasi Tunas Harapan yang lama menggunakan metode simple queue dimana total bandwidth digabung untuk hotspot dan kabel (LAB). Dilihat dari Gambar 2 pada penelitian ini membagi kelompok antara hotspot dan LAB (menggunakan switch), tetapi dalam penelitian ini hanya membuat perancangan pada LAB bukan pada
hotspot.
Gambar 3 Hasil Trafik Upload dan Download di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan
Gambar 3 merupakan hasil dari trafik upload dan download pada jaringan yang lama dengan menggunakan metode simple queue, pada trafik
download (max-in) sebesar 19.06Mb dan pada trafik upload (max-out) sebesar 2.15Mb, karena untuk LAB diberi total bandwidth sebesar 20Mbps. Jadi bisa dikatakan bahwa download pada LAB sampai kurang lebih 20Mbps.
Analisa kebutuhan hardware dan software yang diperlukan untuk menunjang sistem yaitu:
Tabel 2 Kebutuhan Hardware dan Software
Pada tahap design yang akan dilakukan adalah langkah-langkah untuk merancang sebuah sistem baru yaitu penerapan HTB (Hierarchy Token Bucket) pada jaringan yang lama. Perancangan HTB akan diterapkan dengan diagram alur sebagai berikut:
No Komponen Fungsi Spesifikasi
1 Router Mikrotik
Penghubung router dengan switch
dan client
CAT 5, RJ45
5 MRTG Untuk melihat trafficdownload
dan upload
Windows 7 Ultimated
6 Winbox Remote setting mikrotik dalam bentuk GUI
Gambar 4 Alur Diagram Perancangan HTB
Gambar 4 merupakan diagram alur perancangan HTB (Hierarchy Token Bucket), terdiri dari menetapkan topologi yaitu masih menggunakan topologi yang sama hanya menambahkan RB750, menetapkan alamat IP router dan IP client, Membuat HTB distribution, dan yang terakhir merancang pembagian bandwidth.
Dalam pengujian apabila gagal maka ada kesalahan pada firewall mangle seperti salah menandai mark-connection maupun mark-packet
1. Perancangan Topologi
Gambar 5 merupakan gambar dari rancangan topologi yang diusulkan untuk mendukung perancangan manajemen bandwidth
menggunakan metode HTB. Pada switch 2 diambil dari topologi jaringan lama, RB750Series ditempatkan dibawah switch 2 karena untuk memanajemen bandwidth menggunakan metode HTB pada setiap client
dalam suatu LAB.
2. Menetapkan Alamat IP Router dan IP Client pada Jaringan Baru
Masing-masing perangkat keras harus diatur pengalamatan IP-nya yang berfungsi sebagai alat komunikasi dalam sebuah jaringan backbone. Tabel 1 merupakan daftar perencanaan pemberian alamat IP pada router
dan masing-masing client.
Tabel 3 Alamat IP router dan client No Nama Perangkat Keras Alamat IP
1 RB750series Ether 1 = 192.168.100.251/24
Ether 2 = 10.10.10.1/24
Ether 3 = 20.20.20.1/24
Ether 4 = 30.30.30.1/24
2 LAB1 (DHCP) 10.10.10.2-10.10.10.254/24
3 LAB2 (DHCP) 20.20.20.2-20.20.20.254/24
4 LAB3 (DHCP) 30.30.30.2-30.30.30.254/24
Tabel 3 merupakan IP router dan client sehingga router dan masing-masing client dapat saling terhubung. Pada client menggunakan DHCP sehingga secara otomatis client mendapat IP otomatis dan tidak perlu mengkonfigurasi IP.
3. Membuat HTB Distribution/Tree
Pada tree ini adalah setiap trafik dibagi masing-masing class, dimana harus menentukan parent class, inner class, dan child class dengan cara membuat skema tree/ HTB distribution seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5. Cara kerja HTB juga dapat diliat pada HTB distribution yang pertama memilih kelas pada cabang terendah (leaf class) yang linknya belum mencapai batas kemudian mulai mengirimkan paket dari kelas yang memiliki prioritas tertinggi kemudian berlanjut ke yang rendah, apabila link
semua kelas melampaui batas link maka dilakukan suatu test melalui suatu putaran lengkap untuk menemukan leaf class yang dapat meminjam
merupakan tree atau HTB distribution untuk download dan upload yang telah ditetapkan untuk perancangan HTB.
Gambar 6 HTB DistributionDownload
Gambar 6 merupakan gambaran HTB yang telah dirancang untuk melakukan perancangan pembagian bandwidth untuk download pada setiap LAB yang menjelaskan bahwa Total-Download adalah parent dari LAB1-HTTP, LAB2-LAB1-HTTP, LAB3-HTTP yang memiliki limit-at 3072kbps dan
max-limit 6144kbps, sehingga pada LAB 1 mendapat max-limit per client
sebesar kurang lebih 200kbps karena total client setiap LAB adalah 30
client. Pada LAB1-HTTP mendapat priority 1 artinya sisa bandwidth untuk
download dari parent diberikan terlebih dahulu pada LAB 1, kemudian sisanya diberikan kepada LAB 2 dan LAB 3.
Gambar 7 HTB Distribution Upload
LAB yang menjelaskan bahwa Total-Upload adalah parent dari LAB1-UP, LAB2-UP, LAB3-UP yang memiliki limit-at 2048kbps dan max-limit
4608kbps, sehingga pada LAB 1 mendapat max-limit per client sebesar kurang lebih 150kbps. Pada LAB1-UP sama seperti HTB distribution download yaitu LAB 1 mendapat prioritas pertama hanya berbeda pada
limit-at dan max-limit, karena bandwidth upload lebih kecil dibanding
bandwidth download.
4. Merancang atau Desain Pembagian Bandwidth
Dalam membuat HTB diperlukan perancangan desain pembagian
bandwidth. Perancangan desain pembagian bandwidth ini menunjukan nilai
limit-at dan max-limit dari setiap protocol. Pada mikrotik satuan limit-at dan max-limit secara default adalah ‘bps’ yang merupakan singkatan ‘bits per
second’, maka penelitian ini dikondisikan sedemikian rupa dengan satuan 'k' yang merupakan singkatan dari 'kilobits’. Pada HTB ini setiap protocol
memiliki prioritas yang berbeda, dalam HTB memiliki prioritas 1 sampai dengan 8, dimana prioritas 1 adalah prioritas yang tertinggi, sedangkan prioritas 8 adalah prioritas paling rendah. Penggunaan prioritas tergantung kepentingan pengguna, penentuan pengguna tersambung didalam kelompok prioritas yang mana didasarkan pada status pengguna. Pada Tabel 4 merupakan perancangan desain pembagian bandwidth.
Tabel 4 Perancangan Desain Pembagian Bandwidth
Nama Parent Priority Limit-At Max-limit
Total-Download Global-out 10240k
LAB1-HTTP Total-Download 1 3072k 6144k
LAB2-HTTP Total-Download 2 3072k 6144k
LAB3-HTTP Total-Download 2 3072k 6144k
Total-Upload Global-in 8 6144k
LAB1-UP Total-Upload 1 2048k 4608k
LAB2-UP Total-Upload 2 2048k 4608k
LAB3-UP Total-Upload 2 2048k 4608k
Tabel 4 merupakan perancangan desain pembagian bandwidth untuk HTB. Pada setiap LAB memiliki proiritas masing-masing dimana LAB1 memiliki prioritas tertinggi karena pada penelitian ini ingin LAB1 digunakan khusus pelajaran produktif TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) dan pelatihan jaringan yang membutuhkan internet lebih besar dibanding LAB lainnya. Sehingga LAB1 yang memiliki prioritas tertinggi mendapat pinjaman
Pada tahap simulasi prototype dibuat perancangan sebuah jaringan untuk membuat simulasi dari topologi jaringan yang dibangun. Simulasi pada penelitian ini dilakukan di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan, dimana ada 1 router yaitu router yang sudah dikonfigurasi HTB dan laptop pada tiap LAB untuk melakukan download dan upload. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kinerja awal dari jaringan yang dibangun. Berikut adalah Gambar 8 yang merupakan tampilan simulasi di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan dari topologi jaringan yang akan dibangun.
Gambar 8 Topologi Simulasi Penerapan HTB (Hierarchical Token Bucket)
Pada tahap implementasi dilakukan pembangunan jaringan di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan router mikrotik dengan melakukan konfigurasi pengalamatan IP seperti IP address, gateway, DHCP
Gambar 9 Konfigurasi Pengalamatan IP pada Mikrotik
Setelah Pengalamatan IP selesai dikonfigurasi, selanjutnya dilakukan konfigurasi NAT pada firewall dengan menggunakan parameter action, chain, dan out. interface, agar IP lokal dapat terhubung internet atau ether1, seperti contoh yang terlihat pada Kode Program 1.
Kode Program 1 Konfigurasi NAT pada Firewall
1. ip firewall nat add action=masquerade chain=srcnat out-interface=ether1
Setelah membuat NAT pada firewall, maka perlu dilakukan konfigurasi pada mangle, mangle pada mikrotik merupakan metode manajemen
bandwidth, dimana bandwidth ingin di bagi sama rata oleh mikrotik, begitu pula dengan metode HTB sama-sama metode manajemen bandwidth hanya HTB menggunakan priority sehingga bandwidth yang dibagi setiap interface
atau client mendapat bandwidth sesuai dengan prioritas. Dalam membuat HTB dibutuhkan firewall mangle untuk menandai trafik dengan menandai paket dan koneksi.
Seperti pada Kode Program 2 dimana harus membuat mark-connection dan mark-packet, konfigurasi pada nomor 1 membuat mark-connection yang digunakan untuk menandai traffic yang lewat berdasarkan
mark-packet, sedangkan konfigurasi nomor 2 membuat mark-packet yang digunakan untuk menandai traffic yang lewat berdasarkan upload_conn-lab1
Kode Program 2 Konfigurasi Mangle pada Firewall
1. ip firewall mangle add action=mark-connection chain=prerouting src-address=10.10.10.0/24 comment="Koneksi Upload LAB 1" disabled=no new-connection-mark=upload_conn-lab1 passthrough=yes
2. ip firewall mangle add chain=prerouting src-address=10.10.10.0/24 connection-mark= upload_conn-lab1 action=mark-packet new-packet-mark=upclient-lab1 passthrough=no comment=”Upload LAB 1”
Selanjutnya membuat queue tree yang digunakan untuk mengatur besar kecilnya bandwidth yang diterima pengguna atau client, sehingga setiap
client dapat dibatasi bandwidth-nya yang diinginkan, seperti pada Kode Program 3. Pada queue tree dikonfigurasi seperti yang telah diterapkan pada perancangan desain pembagian bandwidth sebelumnya dengan memberikan batasan limit-at, max-limit dan priority masing-masing. Pada nomor 1 adalah konfigurasi membuat parent class Total-Download, sedangkan nomor 2 adalah konfigurasi membuat child class yaitu LAB1- HTTP.
Kode Program 3 Konfigurasi Queue Tree pada Queue Mikrotik
1. queue tree add name=Total-Download parent=global-out priority=8
queue=default max-limit=10240k disable=no
2. queue tree add name= LAB1-HTTP parent= Total-Download packet-marks=httpclient-lab1 priority=1 queue=default limit-at=3072k max-limit=6144k disable=no
Pada tahap monitoring dilakukan setelah tahap pembangunan jaringan fisik telah selesai dilakukan. Dalam proses monitoring dilakukan proses pengujian untuk mengambil hasil analisis yang dibutuhkan mengenai traffic
yang berjalan ketika client mengunduh file. Pada tahap memonitoring menggunakan queue tree untuk melihat download dan upload, seperti pada Gambar 10.
Gambar 10 Memonitoring menggunakan Queue Tree
Gambar 10 merupakan hasil monitoring menggunakan queue tree dan dimana client mencoba untuk download dan upload. Pada queue tree untuk
download, avg. rate berjalan sebesar 1788.3Kbps, karena bandwidth untuk
download dengan max-limit sebesar 6144kbps, sehingga avg. rate berjalan sesuai dengan jumlah client yang saat itu juga melakukan download, sama seperti upload karena bandwidth yang diberikan sebesar 566.6kbps maka avg. rate berjalan sesuai dengan jumlah client yang melakukan upload.
Pada tahap terakhir yaitu tahap management atau pengaturan, yang menjadi perhatian khusus pada tahap management ini adalah masalah policy, kebijakan yang perlu dibuat untuk mengatur sistem yang telah dibangun agar berjalan dengan baik, sistem dapat berlangsung lama dan pada unsur
reliability juga terjaga. Pada penelitian ini tahap management tidak dilakukan karena adanya keterbatasan dalam mengimplementasikan lebih lanjut hasil perancangan ini.
4. Hasil dan Pembahasan
Berikut ini merupakan hasil dan pembahasan tentang hasil pengujian dan analisa dari metode HTB (Hierarchy Token Bucket) dimana Mikrotik RouterOS digunakan sebagai gateway, DHCP server, DNS server, pengelola
bandwidth.
Menandai paket dan koneksi menggunakan mangle maka paket-paket dan koneksi-koneksi tersebut nantinya akan diteruskan pada koneksi paket LAB1, LAB2, dan LAB3. Dari konfigurasi paket setiap LAB baik download
maupun upload memiliki filter untuk menandai koneksi, pertama dengan menandai tiap connection yang lewat dan kemudian menandai packet yang melewati mangle tersebut. Gambar 11 merupakan tampilan seluruh mangle
untuk paket-paket yang telah dibuat.
Pada tahap queue tree saat client dari LAB1 melakukan download
maupun upload maka client mendapat bandwidth maksimal apabila kondisi
traffik pada LAB2 dan LAB3 sedang dalam kondisi normal. Berbeda dengan
jika semua LAB melakukan browsing, download file dan upload file secara bersama-sama dan telah melewati batas limit-at-nya maka dilakukan pembagian sisa bandwidth parent dimana akan diberikan kepada LAB yang memiliki prioritas tertinggi yaitu LAB1 yang memiliki prioritas 1 dengan nama HTTP-LAB1 yang memiliki batasan bandwidth limit-at sebesar 3072Kbps dan max-limit sebesar 4608Kbps. Setelah layanan yang memiliki prioritas tertinggi sudah mendapat sisa bandwidth dari parent maka sisanya akan diberikan pada prioritas dibawahnya yaitu LAB2 dan LAB3 yang memiliki prioritas 2. Secara keseluruhan hasil dari Queue Tree yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Queue Tree pada Mikrotik
Setelah seluruh konfigurasi mangle dan konfigurasi queue tree baik
download maupun upload dibuat, maka HTB dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Berikut dibawah ini adalah hasil dari seluruh konfigurasi HTB di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan MRTG yang merupakan aplikasi memonitoring jaringan berbasis web untuk melihat trafik download
Gambar 13 Trafik MRTG Client pada LAB 1
Gambar 14 Trafik MRTG Client pada LAB 2
Gambar 15 Trafik MRTG Client pada LAB 3
Setelah dilihat hasil dari setiap LAB dengan terbaginya bandwidth
terlebih dahulu pada LAB1 sebagai prioritas tinggi dibanding LAB2 dan LAB3, maka menunjukan bahwa metode HTB lebih efektif untuk membagi
bandwidth sesuai dengan prioritasnya, sehingga pada LAB di SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan tidak membuang bandwidth dari total
bandwidth yang ada, karena total bandwidth sebesar 20Mbps dan untuk perancangan HTB sebesar 10Mbps, sehingga sisa bandwidth sebesar 10Mbps digunakan untuk hotspot. Seperti pada Gambar 16 yaitu trafik total dari ether1 (jalur ke internet).
Dilihat dari Gambar 16 maka hostpot tidak lagi berebut bandwidth
dengan LAB karena memiliki sisa bandwidth 10Mbps dari bandwidth total. Disini mencoba melakukan download dan upload menggunakan hotspot
dimana LAB telah dilakuakn perancangan menggunakan metode HTB, seperti Gambar 17.
Gambar 17 Tes Download dan Upload Untuk Hotspot menggunakan MRTG
Dilihat pada Gambar 17 yang merupakan hasil trafik download dan
upload untuk hotspot yaitu max-in (download) sebesar 2338.7kbps dan max-out (upload) sebesar 466.6kbps. Oleh karena itu hotspot memiliki sisa
bandwidth sehingga LAB dan hotspot tidak lagi berebut bandwidth.
5. Kesimpulan
Dari analisa dan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode HTB (Hierarchy Token Bucket) terbukti dapat membagi bandwidth sesuai dengan prioritasnya masing-masing sesuai dengan kebutuhan masing-masing LAB dimana sisa bandwidth pertama dibagikan pada prioritas tertinggi untuk memenuhi max-limit yaitu LAB 1 dan sisanya diberikan kepada prioritas dibawahnya yaitu LAB 2 dan LAB 3. Walaupun simple queue merupakan metode paling mudah implementasinya dalam mengatur bandwidth, tetapi kurang efisien dalam memanajemen bandwidth.
Penelitian manajemen bandwidth menggunakan metode HTB di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan masih bisa dikembangkan lagi dengan menambahkan port-port atau protokol paket data seperti TCP, UDP, ICMP, FTP, DNS, dll supaya lebih komplek dan kinerja HTB dapat terlihat maksimal.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Santoso, Budi. 2007. Manajemen Bandwidth Internet dan Intranet.
[2] James E. Goldman, Philips T. Rawles, Third Edition. 2001. Applied Data Communications, A business-Oriented Approach, John Wiley & Sons: 470
[3] Wijaya, Alfon Indra. 2013. Manajemen Bandwidth dengan Metode HTB
(Hierarchical Token Bucket) pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 5
Semarang. Jurnal Universitas Dian Nuswantoro 2013.
[4] Ananta, Piter. 2014. Perancangan Management Bandwidth pada
User-Profile Hotspot Mikrotik Menggunakan Metode Hierarchical Token
Bucket (HTB).
[5] Arifin, Yunus. 2012. Implementasi Quality of Service dengan Metode HTB (Hierarchical Token Bucket) pada PT. Komunika Lima Dua Belas.
JELIKU Vol.1: 2.