10
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)
U R L : h t t p : / / e j o u r n a l f i a . u b . a c . i d / i n d e x . p h p / j i a p
Evaluasi Kebijakan Pembangunan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang
Iqbal Ruliansyaha
a
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia
———
Corresponding author. Tel.: +62-821-3981-6708; e-mail: iqbaloasetrans@yahoo.com
I N F O R M A S I A R T IK E L A B S T R A C T
Article history:
Dikirim tanggal: 26 Oktober 2017 Revisi pertama tanggal: 10 April 2018 Diterima tanggal: 18 April 2018 Tersedia online tanggal: 24 April 2018
The construction of Hamid Rusdi Terminal was initially one of the efforts of Malang City Government to break up the traffic in Gadang area and its surroundings due to avoid heavy traffic, besides that Gadang Terminal was unable to accommodate vehicles and passengers due to the existence of a gadang market that is integrated with the gadang terminal. The construction of Hamid Rusdi Terminal is seen as one of the solutions, but it is not working well, so the policy should be evaluated. This research uses descriptive qualitative method by focusing on 1) Development Policy Planning Process of Hamid Rusdi Terminal Malang; 2) The Impact of Ongoing Development Policy of Hamid Rusdi Terminal; and 3) Future Challenge for Hamid Rusdi Terminal can run in accordance with policy objectives. The result of the evaluation of Hamid Rusdi's terminal development policy shows that at the planning stage the policy does not go through a rigorous planning process. So the construction of Hamid Rusdi Terminal is not in line with expectations.
INTISARI
Pembangunan Terminal Hamid Rusdi awalnya menjadi salah satu upaya Pemerintah Kota Malang untuk memecah kemacetan di wilayah Gadang dan sekitarnya akibat tidak tertibnya angkutan umum, baik dari dalam Kota Malang sendiri atau dari luar Kota Malang dalam menaikkan dan menurunkan penumpang. Selain itu, pada Terminal Gadang sudah tidak mampu menampung kendaraan dan penumpang diakibatkan adanya Pasar Gadang yang terintegrasi dengan Terminal Gadang. Pembangunan Terminal Hamid Rusdi dipandang sebagai salah satu solusi, tetapi tidak berjalan dengan baik, sehingga kebijakan tesebut harus dievaluasi.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan memfokuskan kepada 1) Proses Perencanaan Kebijakan Pembangunan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang, 2) Dampak Berlangsungnya Kebijakan Pembangunan Terminal Hamid Rusdi, 3) Tantangan Kedepan agar Terminal Hamid Rusdi dapat berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan. Hasil evaluasi kebijakan pembangunan Terminal Hamid Rusdi menunjukkan bahwa pada tahapan perencanaan kebijakan tidak melalui proses perencanaan yang matang. Akibatnya, pembangunan Terminal Hamid Rusdi tidak sesuai dengan harapan.
2018 FIA UB. All rights reserved. Keywords: policy planning, policy
evaluation, Terminal Hamid Rusdi
11
1. Pendahuluan
Kota Malang sebagai Kota terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah 110,06 km dan jumlah penduduk sebanyak 421.577 jiwa (BPS Kota Malang, 2014), merupakan kota pendidikan dan perdagangan yang baik disektor bisnis maupun pariwisata berkembang dengan pesat. Terletak sebagai jalur penghubung dengan wilayah Jawa Timur bagian selatan, yang menjadikan Kota Malang terletak di jalur strategis perhubungan. Perkembangan Kota Malang juga nampak pada perkembangan fisik dan peningkatan jumlah kegiatan yang cukup cepat, yang ditandai dengan tumbuhnya kegiatan komersial, jasa pelayanan umum, ,dan pusat perdagangan. Perkembangan diberbagai
sektor kehidupan tersebut menyebabkan tingkat
perjalanan juga terus mengalami peningkatan pada tahun 2013-2016. Angka tingkat perjalanan Kota Malang mencapai pertumbuhan rata-rata 18% pertahun.
Guna untuk memenuhi penyelenggaraan pelayanan akan kebutuhan transportasi kepada masyarakat tersebut Pemerintah Kota Malang juga membuat kebijakan membangun terminal yang digunakan sebagai sarana
kegiatan ekonomi dari sektor jasa. Kebijakan
Pembangunan Terminal Hamid Rusdi salah satunya merupakan kebijakan yang diambil untuk menggantikan Terminal Gadang. Terminal Gadang, merupakan terminal yang terletak di wilayah Kecamatan Sukun, selain terminal di wilayah tersebut juga terdapat Pasar Induk Gadang yang menjadi salah satu pusat perdagangan dan perekonomian Kota Malang. Lokasi antara terminal dan pasar yang berdekatan ini menyebabkan seringnya terjadi kemacetan pada jam-jam tertentu, yang mana hal ini mengganggu baik aktifitas terminal, aktifitas ekonomi dan juga masyarakat pengguna jalan lainnya. Upaya pemerintah untuk menangani kemacetan pada daerah tersebut yaitu dengan memindahkan Terminal Gadang ke Kecamatan Kedungkandang dan beralih nama menjadi Terminal Hamid Rusdi. Selain itu pemerintah juga melakukan perbaikan jembatan dengan memperluas jembatan untuk mengatasi jembatan dan berencana melakukan relokasi Pasar Induk Gadang agar tidak menambah kemacetan pada daerah tersebut. Kepadatan arus lalu lintas yang terjadi di daerah tersebut juga dikarenakan jalan raya gadang merupakan jalur penghubung antar kota, yakni antara Kota Malang dengan Kota Blitar maupun dengan Kabupaten Malang. Jumlah kendaraan yang terus bertambah ditambah dengan terdapatnya Pasar Induk Gadang membuat tingkat kemacetan semakin tinggi. Ketidaktertiban dari supir kendaraan angkutan dalam
menaikkan dan menurunkan penumpang juga
menambah kesemrawutan lalu lintas. Ketidaktertiban tersebut juga menimbulkan munculnya terminal bayangan di sekitar area terminal.
Namun dalam kenyataannya, sejak dibangun hingga sekarang, terminal Hamid Rusdi ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Masyarakat pengguna angkutan umum dan supir bus ataupun angkutan umum lainnya tetap lebih senang menggunakan terminal lama sebagai tempat perpindahan atau berganti moda angkutan. Hingga saat ini terminal tersebut masih sepi, padahal segi fisik masih berdiri kokoh. Pada awal pembangunan, terminal tersebut berfungsi selayaknya tempat transit antara penumpang dan antar moda angkutan. Namun, hal itu hanya bertahan 2 (dua) bulan saja. Sekarang yang terlihat hanya sedikit moda angkutan yang berlalu lalang. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah pada akhirnya tetap tidak juga dapat memfungsikan terminal Hamid Rusdi sebagaimana yang diharapkan. Padahal biaya yang sudah dikeluarkan untuk pembangunan terminal tersebut tidaklah sedikit.
Untuk mengoptimalkan kemudahan akses hal tersebut, kebijakan yang dibuat sudah harus termasuk di dalamnya rencana pengembangan angkutan umum yang terintergrasi, baik antara sesama moda atau dengan moda yang lainnya. Kebijakan pemindahan terminal yang terjadi dikarenakan kodisi terminal yang sebelumnya sudah tidak mampu mengakomodasi berbagai aktivitas angkutan umum dan berimbas pada kesemrawutan lalu lintas kota. Peningkatan pelayanan publik khususnya pelayanan akan transportasi darat juga menjadi alasan pemerintah Kota Malang membuat kebijakan pemindahan Terminal Gadang ke Terminal Hamid Rusdi. Oleh karena itu, melalui penelitian ini akan dikaji mengenai kebijakan pembangunan Terminal Hamid Rusdi dengan melihat bagaimana efektivitas dan efisiensi Terminal Hamid Rusdi dalam menjalankan fungsinya sebagai pendukung sistem transportasi, dan yang terpenting adalah apakah kebijakan yang dibuat selama ini sudah dibuat sesuai dengan analisis kebutuhan akan pelayanan kepada masyarakat.
2. Teori
2.1 Kebijakan Publik
Untuk mengetahui pengertian tentang kebijakan publik, dapat dilihat berdasarkan beberapa perdapat para tokoh kebijakan. Menurut Dye dalam Parsons (2006:12) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah studi tentang apa yang dilakukan oleh pemeritnah, mengapa pemerintah mengambil kebijakan tersebut, dan apa akibat dari kebijakan tersebut. Kemudian Laswell dan Caplan seperti dikutip Islamy (2001:17) mengemukakan
bahwa kebijakn adalah a project program of a goal,
12 tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Disisi lain, Anderson dalam Islamy (2001:19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Sebagai implikasi turunan yang timbul dari pengertian kebijakan oleh Anderson tersebut diantaranya:
a) Bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan
tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan;
b) Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau
pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah;
c) Bahwa kebijakan itu merupakan apa yang
benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermasud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu;
d) Bahwa kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti
merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; dan
e) Bahwa kebijakan publik, setidak-tidaknya dalam arti
positif, didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif).
2.2 Bentuk-bentuk Kebijakan Publik
Secara sederhana seperti yang dijelaskan dalam Nugroho (2014:31) mengenai bentuk kebijakan publik dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Kebijakan publik yang bersifat makro, kebijakan publik yang bersifat meso atau menengah dan kebijakan publik yang bersifat mikro.
a) Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum,
atau mendasar, yaitu kelima peraturan meliputi:
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Undang-undang/ peraturan pemerintah pengganti
undang-undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden; dan
Peraturan Daerah.
b) Kebijakan publik yang bersifat meso atau menengah,
atau penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, dan Peraturan Wali Kota. Kebijakannya dapat pula berbentuk Surat Keputusan Bersama Antar Menteri, Gubernur dan Bupati atau Wali Kota.
c) Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah
kebijakan yang mengatur pelaksanaan atau
implementasi dari kebijakan diatasnya. Bentuk kebijakannya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah Menteri, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Ketiga bentuk kebijakan publik tersebut merupakan suatu langkah atau proses terhadap suatu permasalahan yang akan dipecahkan, dan tidak hanya berdasarkan pada teori semata, namun perlu adanya suatu pengkajian atas permasalahan yang ada dan relevansi dengan ilmu pengetahuan.
2.3 Evaluasi Kebijakan Publik
Terdapat berbagai definisi evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh para ahli baik dalam pengertian yang seluas-luasnya atau dalam pengertian yang sempit. Menurut Dye dalam Parson (2006:547), evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang obyektif, sitematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin
dicapai. Kemudian Dunn (2002:608) juga
mengungkapkan istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program.
Menurut Anderson (2005:67), evaluasi adalah
“proses melekatkan suatu nilai pada beberapa tujuan
tertentu yang berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan derajat keberhasilannya dalam mencapai nilai-nilai yang
telah ditentukan sebelumnya”. Melalui proses evaluasi ini, dapat diukur sampai berapa jauh proses kebijakan tertentu berjalan baik (sesuai rencana) karena evaluasi ini dapat diperoleh perbandingan antara keluaran yang senyatanya dicapai dan keluaran yang diharapkan.
Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu
saja, tanpa dilakukan evaluasi. Evaluasi kebijakan dilakukan untuk menilai sejauh mana efektivitas kebijakan publik untuk dipertanggungjawabkan kepada publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi dibutuhkan untuk melihat
kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
13 kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijkan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi
adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat”
suatu kebijakan (Sadhana, 2011:107).
2.4 Fungsi Evaluasi Kebijakan
Menurut Dunn (2002:69), evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama, yaitu:
a) Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat
dipercaya. Evaluasi tersebut mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dicapai melalui tindakan publik; dan
b) Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi
dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
Nilai-nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan dan kelompok-kelompok klien) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial, substantif).
Mengutip dari pendapat Guba dan Lincoln dalam Wahab (2002:8) ada lima fungsi penting dari evaluasi kebijakan, yaitu:
a) Evaluasi mengemban fungsi pembelajaran, artinya
dengan mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan yang berhasil dan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil dalam mengantarkan pada hasil yang diharapkan, serta dengan menemukan apa yang menyebabkan
keberhasilan dan kegagalan itu maka akan
dimungkinkan penyempurnaan kinerja proyek atau program di masa yang akan datang dan dengan demikian menghindari kesalahan yang telah dibuat di masa lalu;
b) Evaluasi sebagai kemudi dan manajemen. Hasil-hasil
yang diperoleh dari evaluasi akan memberikan umpan balik dan memungkinkan pihak manajemen mengendalikan proyek tetap pada arahnya sesuai dengan tujuan yang akan dicapai;
c) Evaluasi sebagai fungsi kontrol dan inspeksi, dalam
artian bahwa evaluasi dapat digunakan untuk menginformasikan kepada pimpinan puncak atau negara donor apakah kegiatan-kegiatan yang
ditunjukkan dalam dokumen proyek telah
dilaksanakan dengan semestinya dan menunjukkan hasil-hasil sebagai yang diharapkan;
d) Evaluasi sebagai fungsi akuntabilitas karena
memberikan informasi dan atas dasar informasi itu pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pembayar pajak dapat menilai apakah dana yang
telah mereka sediakan telah digunakan dengan benar dan demi tujuan yang diharapakan; dan
e) Evaluasi sebagai fungsi penasehat, dalam artian
bahwa hasil-hasil evaluasi akan dapat digunakan untuk mendapatkan dana yang lebih banyak guna mendanai suatu proyek atau proyek-proyek sejenis di masa yang akan datang.
2.5 Evaluasi Dampak Kebijakan
Setiap kebijakan tentu mempunyai dampak.
Dampak kebijakan adalah akibat-akibat dan
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijakan tadi. Dampak kebijakan dapat dilihat dari ada atau tidaknya perubahan sikap dari
masyarakat setelah kebijakan tersebut
diimplementasikan atau dapat juga dilihat dari
perubahan kondisi masyarakat. Menurut Islamy
(2001:115-116) dampak dari kebijakan publik adalah sebagai berikut:
a) Dampak kebijakan yang diharapkan (intended
consequence) atau tidak diharapkan (unintended consequence) baik pada permasalahannya maupun pada masyarakat;
b) Limbah kebijakan terhadap situasi atau orang-orang
yang bukan menjadi sasaran utama dari kebijakan tersebut, ini biasanya disebut externalities;
c) Dampak kebijakan dapat terjadi atau berpengaruh
pada kondisi sekarang atau kondisi yang akan datang;
d) Dampak kebijakan terhadap “biaya” langsung; dan
e) Dampak kebijakan terhadap biaya tidak langsung
atau indirect cost sebagaimana yang dialami oleh
masyarakat.
2.6 Konsep Terminal
Menurut Syamsul (2015:147), terminal adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik lokasi perpindahan penumpang ataupun barang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas antar lokasi tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam sistem transportasi dan infrastruktur. Pengelolaan pada
berbagai hal tersebut perlu diperhatikan dan
dikembangkan untuk pengembangan manajemen
terminal. Kegiatan pengelolaan, regulasi (peraturan) dan norma-nomra yang disepakati akan menentukan perkembangan terminal secara terarah. Menurut Syamsul (2015:152) bahwa terminal dibagi menjadi beberapa kategori yang meliputi:
a) Terminal penumpang adalah prasarana transportasi
jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang. Perpindahan antar moda transportasi
serta mengatur kedatangan pemberangkatan
14 penumpang dapat dikelompokkan atas dasar tiga tipe sebagai berikut:
Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi dan angkutan lalu lintas batas negara, angkutan antar kota dalam provinsi:
Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi; dan
Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan perdesaan.
b) Terminal barang adalah prasarana transportasi jalan
untuk keperluan bongkar muat barang serta perpindahan antar moda transportasi angkutan barang
c) Terminal peti kemas adalah terminal dimana
dilakukan pengumpulan peti kemas dari hinterland atau pelabuhan lainnya untuk selanjutnya diangkut ke tempat tujuan ataupun terminal peti kemas yang lebih besar lagi.
3. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Pada suatu penelitian dapat dipergunakan
bermacam-macam metode, tergantung dari sifat dan masalah yang diteliti. Dengan memperhatikan tujuan penelitian yang terkait dengan topik yang sedang diteliti, penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis sarana prasarana dan manajemen pengelolaan terminal di Kota Malang untuk mengetahui tingkat pelayanan terminal dan proses kebijakan terminal. Karakteristik pergerakan lalu lintas dan kebutuhan pergerakan pengguna angkutan umum di Kota Malang. Untuk kemudian mengevaluasi pemanfaatan terminal Kota
Malang berdasarkan proses perencanaan dan
pembangunan terminal serta penegakan kebijakan dan manajemen pengelolaan terminal sehingga terjadi peningkatan pelayanan bidang transportasi umum, sehingga difokuskan pada:
a) Proses Perencanaan Kebijakan Pembangunan
Terminal Hamid Rusdi Kota Malang, yaitu; Pihak-pihak yang dilibatkan dalam proses perencanaan kebijakan pembangunan terminal;
b) Dampak Berlangsungnya Kebijakan Pembangunan
Terminal Hamid Rusdi di Kota Malang, yaitu; Menilai berbagai dampak yang bisa terjadi dari kebijakan pembangunan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang; dan
c) Tantangan Kedepan agar Terminal Hamid Rusdi
dapat berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan, yaitu:
Mengkaji berbagai aspek yang bisa menjadi tantangan dari kebijakan pembangunan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang.
3.2 Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Hasil Penelitian
Terminal Gadang merupakan terminal yang terletak di wilayah Kecamatan Sukun, selain terminal di wilayah tersebut juga terdapat pasar induk gadang yang menjadi salah satu pusat perekonomian Kota Malang. Lokasi antara terminal dan pasar yang berdekatan ini menyebabkan seringnya terjadi kemacetan pada jam-jam tertentu, hal ini mengganggu baik aktifitas terminal, aktifitas ekonomi, dan juga masyarakat pengguna jalan lainnya. Upaya pemerintah untuk menangani kemacetan pada daerah tersebut yaitu dengan memindahkan Terminal Gadang ke Kecamatan Kedungkandang dan beralih nama menjadi Terminal Hamid Rusdi. Selain itu pemerintah juga melakukan perbaikan jembatan dengan memperluas jembatan untuk mengatasi kemacetan dan berencana melakukan relokasi Pasar Induk Gadang (PIG) agar tidak menambah kemacetan pada daerah tersebut.
Kepadatan arus lalu lintas yang terjadi di daerah tersebut juga dikarenakan jalan raya gadang merupakan jalur penghubung antar kota, yakni antara Kota Malang dengan Kota Blitar maupun dengan Kabupaten Malang. Jumlah kendaraan yang melintas di jalan tersebut ditambah dengan terdapatnya Terminal Gadang serta Pasar Induk Gadang membuat tingkat kemacetan semakin tinggi.
Proyek ini dilakukan sesuai dengan rencana peningkatan terminal yang tertulis dalam Peraturan Daerah Kota Malang No.4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang tahun 2010-2030. Rencana tersebut meliputi pengalihan fungsi Terminal Gadang ke Terminal Hamid Rusdi, pembangunan terminal barang di sekitar Terminal Hamid Rusdi yang merupakan jalan lingar timur, pengadaan lahan dan alat pengujian kendaraan bermotor serta penyediaan ruang bagi uji KIR.
15 Terminal Hamid Rusdi di hambat oleh Pasar Gadang yang merupakan pusat terjadinya kemacetan.
Kemacetan tersebut mengakibatkan pengemudi angkutan umum dan bus antar kota menjadi enggan untuk transit menuju Terminal Hamid Rusdi, sehingga mereka lebih memilih untuk menurunkan penumpang di terminal yang sebelumnya yaitu Terminal Gadang. Kegiatan itu mengakibatkan semakin macetnya daerah tersebut.
Pembangunan yang menelan biaya puluhan milyar rupiah tersebut dinilai sia-sia sebab meski akses jembatan sudah dibangun, pedagang di Pasar Induk Gadang tetap menolak untuk dipindahkan. Jalan menuju Terminal Hamid Rusdi menjadi sempit karena para pedagang di Pasar Induk Gadang menjajakan dagangan mereka hingga memakan badan jalan. Hal ini tentu saja meningkatkan kemacetan.
Terminal yang telah dibangun dengan daya tampung kurang lebih 400 kendaraan itu hanya terdapat 30 sampai 50 unit bus yang menaikkan dan menurunkan penunpang di terminal tersebut. Menurut kepala Dinas Perhubungan Kota Malang, Terminal Hamid Rusdi telah mengalami kerusakan sebesar 30%, padahal terminal tersebut jarang digunakan. Pihak Dishub juga telah mengajukan dana untuk perbaikan terminal yang baru itu sebesar 100 juta rupiah. Meskipun fasilitas yang ada di Terminal Hamid Rusdi telah lengkap namun tanpa adanya penumpang yang masuk ke terminal, terminal tersebut akan sia-sia.
Banyaknya biaya yang tertelan untuk pembangunan dan perawatan terminal dan jembatan penghubung Pasar Induk Gadang dengan Terminal Hamid Rusdi tidak sebanding dengan pendapatan dari terminal tersebut. Dana yang ditargetkan Rp 35juta/bulan pada tahun 2010 hanya terealisasi sebesar Rp 26 juta/bulan. Hal ini menyebabkan target pendapatan asli daerah tidak dapat tercapai. Terminal yang diresmikan tahun 2009 ini tidak dapat memberikan kontribusi berupa dana pada pendapatan asli daerah.
Pihak pemerintah menyatakan bahwa sepinya Terminal Hamid Rusdi dikarenakan pembangunan di daerah gadang belum selesai namun nyatanya meskipun jembatan penghubung telah selesai dibangun, terminal tersebut masih saja sepi penumpang. Sudah sering dilakukan penertiban para pengendara angkutan kota dan bus antar kota yang kerap berhenti di termnal lama dan dan menjadikan daerah tersebut sebagai terminal bayangan. Usaha tersebut tetap tidak menunjukkan perkembangan.
4.2 Pembahasan
Menurut Salim (2003), suatu tindakan dikatakan bermanfaat apabila golongan yang memperoleh manfaat dari usahanya dapat memberi kompensasi bagi golongan
yang menderita kerugian akibat usaha tersebut sehingga posisi golongan kedua tersebut paling jelek sama seperti sebelum adanya usaha tersebut dan golongan pertama masih untung. Golongan kedua tersebut dapat berupa alam maupun masyarakat, jadi tidak adil bila ada suatu usaha yang kemudian menyebabkan lingkungan menjadi lebih rusak atau masyarakat menjadi lebih menderita dibandingkan keadaan sebalum adanya usaha tersebut. Oleh karena itu peran Pemerintah Daerah menjadi lebih besar dalam mengelola Terminal Hamid Rusdi untuk mencapai tujuan dari pembangunan terminal tersebut.
Langkah yang harus dikaji agar pengelolaan terminal Hamid Rusdi kota Malang dapat mencapai tujuan dapat dikaji dari teori yang dikemukakan George C. Edwards III (1980) dalam Abidin (2005), sehingga dalam pengelolaan Terminal Hamid Rusdi tersebut perlu
memperhatikan beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengelolaan terminal tersebut, antara lain:
a) Komunikasi
Keberhasilan pengelolaan Terminal Hamid Rusdi
Kota Malang mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Tujuan dan sasaran harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Tujuan dan sasaran tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
b) Sumberdaya
Pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang perlu dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumbedaya untuk melaksanakan, pengelolaan tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yaitu kompetensi implementor, dan sumber daya lainnya. Sumberdaya adalah faktor penting untuk untuk pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang agar efektif atau jika tidak maka Terminal Hamid Rusdi Kota Malang hanya menjadi dokumen saja.
c) Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimilki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat menjalankan aturan dengan baik seperti apa yang diinginkan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda, maka proses/ mekanisme pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang juga menjadi tidak efektif.
d) Struktur birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas mengatur
pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
16 Untuk mendukung tercapainya tujuan penerapan teori Donald S, Van Meter dan Carl E Van Horn (Subarsono, 2005); berdasarkan pemikiran tersebut maka ada lima variabel yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) Standar dan sasaran
Standar dan sasaran pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang.
b) Sumberdaya
Pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya non-manusia.
c) Hubungan antar organisasi
Dalam pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
d) Karakteristik agen pelaksana
Agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang.
e) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
Hal ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang, sejauhmana
kelompok-kelompok kepentingan memberikan
dukungan bagi pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang.
f) Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yaitu:
Respon implementor terhadap kebijakan yang
akan mempengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan;
Kognisi, yaitu pemahamannya; dan
Intensitas disposisi implementor.
4.3 Upaya Mengatasi Masalah
Masyarakat khususnya sopir angkutan umum (angkutan kota, desa atau antara kota) ditempatkan pada posisi yang sulit, baik dilihat dari sudut pandang ekonomi maupun kesejahteraan hidup. Penanganan konflik dalam pengelolaan Terminal Hamid Rusdi dapat menggunakan model berorientasi pada diri sendiri
(concern for self). Konsep ini menekankan kepada
semua pihak/ aktor yang terlibat yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat kembali mengkaji diri masing-masing terhadap hak dan kewajibannya. Sedangkan untuk mengatasi konflik yang terjadi dapat dilakukan dengan pendekatan berikut:
a) Pendekatan pertama adalah pendekatan yang berasal
pada pendekatan demokratis. yaitu arah keputusan
atau kebijakan yang disarankan untuk
direkomendasikan atau diputuskan adalah keputusan yang memberikan manfaat bagi mayoritas publik daripada sebagian kecil publik namun dalam pelaksanaannya sangat sulit dicapai;
b) Pendekatan kedua dalam memberikan arah keputusan
dalam konteks konflik adalah dengan menetapkan tingkat ketercapaian tertinggi atau risiko atau kegagalan paling rendah. Pendekatan ini antara lain
menggunakan penggunaan pendekatan cost, benefit,
cost-beneift, risk value, hingga pendekatan game. Pembenaran pendekatan ini adalah bahwa keputusan atau kebijakan harus berhasil. Kegagalan kebijakan publik akan mempunyai dampak sangat besar bagi masyarakat; dan
c) Pendekatan ketiga adalah pendekatan yang
memberikan arah keputusan dengan menetapkan keputusan yang paling mungkin untuk diterima oleh pihak yang berkonflik.
5. Kesimpulan
Dalam penelitian tentang Evaluasi Kebijakan Pembangunan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang dapat disimpulkan bahwa:
a) Proses perencanaan kebijakan pembangunan
Terminal Hamid Rusdi Kota Malang:
Pembangunan Terminal Hamid Rusdi Kota
Malang merujuk Pada Peraturan Daerah Kota Malang No 7 Tahun 2001 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2002-2010. Pertimbangan mendasar dalam pembangunan terminal ini adalah untuk mengurai dan mengatasi masalah kemacetan jalan raya, khususnya diwilayah Terminal Gadang yang dipandang sudah semakin parah.
Proses perencanaan dalam pembangunan
Terminal Hamid Rusdi Kota Malang dinilai kurang melibatkan pihak yang berpentingan antara lain yaitu masyarakat, organisasi angkutan darat (Organda), dan sopir angkutan kota, desa dan antar kota.
b) Dampak berlangsungnya kebijakan pembangunan
Terminal Hamid Rusdi Kota Malang:
17 berungsi. Sesuai perencanaan, pembangunan Terminal Hamid Rusdi diharapkan mengatasi dua permasalahan, yakni mengurai kemacetan di Pasar Induk Gadang (PIG) dan meramaikan Malang Timur. Terminal Hamid Rusdi yang telah dibangun Pemerintah Kota Malang sampai Tahun 2016 belum dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya sesuai tujuan pembangunan terminal tersebut. Sepinya terminal karena tidak ada penumpang yang naik maupun turun di Terminal Hamid Rusdi. Selain itu, para sopir angkutan (angkutan kota, angkutan desa, dan
angkutan antar kota–antar desa) merasa enggan untuk
masuk ke Terminal Hamid Rusdi. Hingga saat ini Terminal Hamid Rusdi dengan gedung baru dan megah itu sepi dari berbagai aktivitas. Tidak terlihat pergerakan angkutan menaikkan maupun menurunkan penumpang. Hanya terlihat dua mikrolet yang mangkal. Itu pun tidak ada penumpangnya.
c) Tantangan Kedepan agar Terminal Hamid Rusdi
dapat berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan: Pemerintah harus berusaha secepatnya dengan menyusun rencana dan kebijakan yang lebih tepat untuk pengelolaan Terminal Hamid Rusdi Kota Malang. Mencarikan jalan keluar mengatasi masalah Terminal Hamid Rusdi ini adalah salah satu strategi untuk mencapai tujuan dari pembangunan terminal tersebut. Agar terminal ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan, maka dalam pengelolaan terminal ini seharusnya dapat melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk organisasi angkutan darat (Organda), dan para sopir angkutan (angkutan kota, angkutan desa, dan angkutan
antar kota–antar desa). Berbagai aktifitas penunjang
dalam bidang sosial dan ekonomi menjadi salah satu alternatif untuk menjawab persoalan dalam pengelolaan terminal ini.
Daftar Pustaka
Anderson, James. E. (2005). Public Policy Making.
Holt-Rinehart and Winston, New York.
BPS Kota Malang. (2014). Kota Malang Dalam Angka
Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kota Malang, Malang.
Dunn, William. N. (2002). Analisis Kebijakan Publik,
Terjemahan Darwin. M. Hanindita. Graha Widia, Yogayakarta.
Islamy, M, Irfan. (2001). Agenda Kebijaksanaan
Reformasi Administrasi Negara. Jurnal
Administrasi Negara, Good Governance, Vol II No.1, pp.12-18.
Nugroho, Rochim. (2014). Pembangunan Wilayah dan
Permasalahannya. Pustaka Jogja Mandiri,
Yogyakarta.
Parsons, Wayne. (2006). Pengantar Teori dan Praktik
Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Sadhana, Kridawati. (2011). Realitas Kebijakan Publik.
Universitas Negeri Malang Press, Malang.
Salim, P. Fadillah. (2003). Paradigma Kritis dalam
Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Subarsono, Abi., & S. Chalid. (2005). Implementasi
Kebijakan Ketertiban terminal Penumpang.
Jurnal Kabijakan Publik, Vol. 4, No. 1, pp.1-18.
Syamsul, Mu’arif. (2015). Kebijakan dan Strategi
Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah. Erlangga, Jakarta.
Wahab, Sholicin Abdul. (2002). Evaluasi Kebijakan