THE EFFECT OF NANO ZINC OXIDE TO BIODEGRADABILITY OF BIONANOCOMPOSIT
Siti Agustina
Balai Besar Kimia dan Kemasan. Kementrian Perindustrian Jl Balai Kimia No 1 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
e-mail: tinaratujaya@yahoo.com
ABSTRACT
People needs of plastic material is increasing, in contrast environmental
awareness also increasing, so that plastic material that preferred by people these
days is eco friendly material. Bionanocomposit zinc oxide is a material that
ecofriendly, because tapioca starch and polivynil alcohol as its polymer matrix and
have antimicrobial characteristic, because its using additive agent, nano zinc oxide.
This research aims to know effect of nano zinc oxide to biodegradability of
bionanocomposits. The method to make bionanocomposit is using casting method,
which consists of tapioca starch 5%, polivynil alcohol 1%, carageenan 1%, and
glycerol 1%. Other parameter that been used are the variation of concentration on
nano zinc oxide (0%, 1%, 2%, 3%, and 4%). antimicrobial, and biodegradable
characteristics are analyzed in this research. The result shows that the higher
concentration of nano zinc oxide, so that antimicrobial increased, and biodegradation
decreased
PENGARUH NANO SENG OKSIDA TERHADAP BIODEGRADASI BIONANOKOMPOSIT
Siti Agustina
Balai Besar Kimia dan Kemasan. Kementrian Perindustrian Jl Balai Kimia No 1 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
e-mail: tinaratujaya@yahoo.com
ABSTRAK
Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan bahan yang terbuat dari plastik dan
kesadaran akan kelestarian lingkungan, sehingga bahan plastik yang digunakan
adalah yang bersifat ramah lingkungan. Bionanokomposit seng oksida merupakan
bahan yang mempunyai sifat ramah lingkungan, karena menggunakan matrik
polimernya pati tapioka dan polivinil alkohol serta bersifat antimikroba, karena
menggunakan bahan aditif yaitu nano seng oksida. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh penambahan nano seng oksida terhadap sifat biodegradasi
bionanokomposit. Metoda pembuatan bionanokomposit menggunakan metoda
casting dengan komposisi pati tapioka 5 %, polivinil alkohol 1 %, karagenan 1 % dan
gliserol 1 %. Parameter yang diteliti adalah variasi konsentrasi nano seng oksida
(0 %, 1 %, 2 %, 3 % dan 4 %). Bionanokomposit yang dihasilkan selanjutnya
dianalisa sifat mekanis, sifat antimikroba dan sifat biodegradasi. Hasil penelitian
menunjukkan makin tinggi konsentrasi nano seng oksida, maka sifat antimikroba
meningkat dan sifat biodegradasi menurun.
PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan bahan yang terbuat dari plastik semakin
meningkat. Plastik digunakan untuk kemasan, alat kesehatan, alat transportasi dan
bahan bangunan. Plastik banyak digunakan, karena mempunyai sifat yang fleksibel
dan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Meningkatnya kesadaran
masyarakat akan kelestarian lingkungan, maka bahan plastik digunakan adalah
bahan plastik yang terbuat dari polimer bersifat ramah lingkungan. Material ramah
lingkungan adalah merupakan material yang menggunakan bahan baku polimer
yang dapat diperbaharui atau polimer alami. Sumber polimer alami dapat dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu pertama adalah agropolimer (misalnya polisakarida)
didapat dari pemisahan biomassa, kedua adalah poliester yang diperoleh dari proses
fermentasi dari biomassa (misalnya polihidroksi alkanoat (PHA), ketiga adalah
poliester yang diperoleh dari sintesis monomer dari biomassa ( misalnya asam
polilaktat, PLA) dan keempat adalah poliester yang disintesis dari petroleum
(misalnya pokarprolakton PCL, poliesteramida, PEA) (Robertson 2009).
Plastik ramah lingkungan dapat dibuat dari biopolimer, contohnya pati
tumbuh-tumbuhan, misalnya pati tapioka. Indonesia merupakan negara penghasil singkong
atau pati tapioka, berdasarkan data BPS tahun 2011 menunjukkan produksi tapioka
adalah 4 - 5 juta ton pertahun. Indonesia merupakan negara ketiga penghasil
singkong terbesar didunia setelah Brasil dan Thailand. Potensi pengembangan
singkong di Indonesia cukup besar mengingat lahan yang tersedia masih cukup luas
terutama lahan di dataran rendah dan dataran tinggi disekitar hutan. Daerah - daerah
penghasil singkong diantaranya adalah : Jawa timur, Jawa tengah, Lampung,
Sumatera Selatan, Sulawesi tenggara, Maluku dan Yogyakarta. Pemanfaatan
singkong terdiri dari 65% untuk pangan, 20% untuk pakan ternak dan 15 % untuk
bahan baku industri. Plastik dengan bahan dasar biopolimer mempunyai beberapa
keuntungan seperti: ketersediaannya melimpah, terbarukan, biodegradabel, ringan
dan kuat. Penggunaan polimer alami pada material melalui 3 generasi, yaitu
generasi pertama material menggunakan polimer alami sebanyak 5 % - 20 %, terjadi
degradasinya selama 3 – 5 tahun, generasi kedua adalah material menggunakan
generasi ketiga adalah material dengan menggunakan polimer alami semua dan
dapat terdegradasi lebih cepat (Robertson 2006).
Polimer plastik dapat digunakan dalam berbagai bentuk material, diantaranya
dalam bentuk komposit. Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari
kombinasi dua atau lebih material, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya
berbeda-beda. sehingga akan dihasilkan material baru yang mempunyai sifat
mekanis dan karakteristik berbeda dengan material pembentuknya (Agustina et al.
2010). Apabila salah satu dari komponen pembentuknya (matriks, penguat atau
aditif) berukuran nano partikel maka komposit yang terbentuk disebut dengan
nanokomposit (Koo 2006). Perkembangan komposit tidak hanya dari komposit
sintetis tetapi juga mengarah ke komposit alami dikarenakan keistimewaan sifatnya
yang renewable atau terbarukan, sehingga mengurangi konsumsi polimer dari
petrokimia yang menyebabkan pencemaran lingkungan (Beilie 2004).
Bionanokomposit merupakan gabungan dari sifat 2 bahan atau lebih, yaitu antara
bahan polimer alami dengan bahan organik/anorganik yang berukuran nanometer.
Polimer alami berfungsi sebagai matriks dan bahan organik / anorganik berfungsi
sebagai bahan pengisi atau bahan penguat (Koo 2006). Karakteristik
bionanokomposit menunjukkan peningkatan sifat mekanis, kestabilan thermal dari
komposisi hanya dengan penambahan bahan pengisi berukuran nano (< 10%).
Serta mempunyai keuntungan bersifat biokompatibel, biodegradable dan
mempunyai sifat khusus sesuai dengan bahan anorganik yang digunakan (Othman
2014).
Seng oksida merupakan satu diantara lima compound yang terdapat pada
daftar sebagai bahan aman untuk manusia (GRAS) oleh U.S. Food and seng drug
administration (21CFR 128991) dan seng merupakan salah satu essential trace
element serta nano partikel seng oksida adalah bahan yang tidak berbahaya
sehingga dapat digunakan sebagai carriers dan medical filling material. Biopolimer
dengan penguat nano seng oksida akan menghasilkan ikatan fisika yang baik dan
dapat digunakan sebagai film anti UV dan insulator panas pada industri kemasan (
Nafchi et al. 2013). Nanopartikel seng oksida bersifat luminisen, warnanya
transparan ketika tidak disinari dengan sinar ultraviolet dan berubah menjadi warna
Bionanokomposit dengan menggunakan ZnO dapat meningkatkan penyerapan
radiasi sinar UV dan pencegahan terhadap laju uap air, bionanokomposit ini
potensial untuk aplikasi pada kemasan, pertanian, kesehatan (Ma et al. 2009). Nano
seng oksida pada formulasi bionanokomposit berfungsi sebagai bahan aditif.
Penggunaan bionanokomposit diharapkan mampu mengurangi limbah plastik
pada lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
nano seng oksida terhadap biodegradasi bionanokomposit.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nano seng oksida (hasil dari
sintesa seng asetat dari limbah seng dross dengan metoda kimia, ukuran partikel
120 nm), tepung tapioka merk orang tani, polivinil alkohol (PVOH) dari Bratachem,
karagenan, gliserol dari Bratachem, aquades dan bahan kimia untuk analisis. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi oven memmert, magnetik stirrer
magsuda SM 60N, pemanas listrik selecta multimatic 5N, peralatan gelas, cetakan
dari kaca, pengaduk, neraca analitis sartorius BSA 2245-CW. Alat analisis kuat tarik,
jangka sorong, pot tanaman.
Metode Penelitian
Tahap pembuatan bionanokomposit.
Proses pembuatan film bionanokomposit, dengan variabel konsentrasi nano
seng oksida 0 %, 1 %, 2 %, 3 %, 4 %) . Aquades sebanyak 200 ml ditambahkan
nanopartikel seng oksida, diaduk selama 1 jam, ditambahkan gliserin 1 % diaduk
selama 15 menit, tambahkan karagenan 1 % diaduk selama 15 menit. Panaskan
larutan dan tambahkan polivinil alkohol sebanyak 1 %. Pada saat suhu 70 oC
tambahkan tapioka 5 %. Panaskan pada suhu 125 oC sampai terjadi gelatinasi
sempurna. Tuangkan pada cetakan dengan ukuran 30 cm x 20 cm. Keringkan di
oven pada suhu 50 oC selama 48 jam. Dinginkan pada suhu 27 oC . lepaskan film
Tahap Karakterisasi Film Bionanokomposit.
Film bionanokomposit yang terbentuk dianalisis sifat mekanis untuk
mengetahui kuat tarik (tensile strength) dan perpanjangan putus (elongasi) dan
analisis antimikroba dengan metode zona hambat (metoda Nafchi et al, 2012),
analisis biodegradasi bionanokomposit dengan metode pemendaman (burial)
(metoda Chrisnayanti et al, 2000)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sifat mekanis bionanokomposit
Pada proses pembuatan bionanokomposit digunakan komposisi bahan-bahan,
diantaranya adalah tapioka, karagenan, gliserol, polivinil alkohol (PVOH) dan
nanopartikel seng oksida. Bahan-bahan yang digunakan pada komposisi
bionanokomposit mempunyai fungsi tertentu dalam proses pembuatan film
bionanokomposit. Pati tapioka pada komposisi bionanokomposit berfungsi sebagai
matrik polimer alami. Karagenan merupakan senyawa yang termasuk kelompok
polisakarida galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Menurut Winarno 2002,
karagenan dibagi menjadi 3 fraksi, yaitu kappa, iota dan lambda. Karagenan pada
formulasi bionanokomposit berfungsi sebagai serat alami untuk bahan penguat.
Gliserol dapat digunakan sebagai bahan pemlastis (plastisizer) dalam pembuatan
film dan dapat meningkatkan fleksibilitas film (Souza et al. 2012). Bahan pemlastis
mempunyai sifat mempunyai berat molekul rendah, tidak mudah menguap, polaritas
tinggi dan banyak gugus polar tiap molekulnya. Penambahan pemlastis dapat
mengakibatkan perubahan signifikan pada sifat permeabilitas film atau pelapis
plastik, menurunkan kemampuan kemasan berinteraksi dengan air dan menurunkan
kuat tarik (Chalid 2012). Pembuatan film dibutuhkan pemlastis (plastisizer), yang
bertujuan agar film yang dibentuk tidak bersifat getas atau kaku. Gliserol digunakan
sebagai pemlastis pada pembuatan plastik berbasis pati (Waryat et al. 2013).
Gliserol pada formulasi bionanokomposit berfungsi sebagai pemlatis. Polivinil
alkohol merupakan polimer sintetis yang bersifat biodegradabel, dibuat dengan
polivinil asetat, mempunyai sifat rendah dalam pencegahan uap air tapi tinggi pada
pencegahan gas oksigen dan lemak. Polivinil alkohol dalam bentuk film mempunyai
kekuatan tinggi pada keadaan kering dan sebaliknya kekuatan rendah pada keadaan
basah serta larut dalam air (Robertson 2006). Polivinil alkohol mempunyai sifat
kompatibilitas yang tinggi dengan polimer alami seperti pati dan dapat meningkatkan
karakteristik biokomposit yang dihasilkan (Follain et al. 2005). Pencampuran polivinil
alkohol dengan pati akan menghasilkan komposit yang sinergis dan kuat, hal ini
disebabkan karena adanya gugus hidroksil yang membentuk ikatan hidrogen
diantara molekul pati dan polivinil alkohol ( He et al. 2004). Polivinil alkohol
mempunyai gugus hidroksil bebas yang tinggi, sehingga akan mengikat molekul air
yang ada disekitarnya. Akibatnya molekul air dari pati dan serat juga akan terikat.
Polivinil alkohol pada formulasi bionanokomposit berfungsi sebagai matrik polimer
sintetis. Sebagai aditif ditambahkan nano seng oksida. Aditif merupakan bahan
tambahan yang jumlahnya lebih kecil dari bahan pengisi, biasanya aditif mempunyai
fungsi khusus.
Sifat mekanis bionanokomposit adalah untuk mengetahui kehomogen
campuran bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bionanokomposit. Pada
komposisi pembuatan bionanokomposit menggunakan pati tapioka sebagai matrik
polimer alami dan polivinil alkohol sebagai matrik polimer sintetis, karagenan sebagai
serat alami dan nano seng oksida sebagai aditif serta gliserol sebagai pemlastis.
Sifat mekanis terdiri dari kuat tarik dan perpanjangan putus.
Pada penelitian ini menggunakan variabel konsentrasi nano seng oksida, yaitu
0 %, 1 %, 2 %, 3 % dan 4 %. Pada Gambar 1 menunjukkan kuat tarik film
bionanokomposit. Makin tinggi konsentrasi nano seng oksida, maka akan
menghasilkan kuat tarik makin menurun. Hubungan kuat tarik dengan jumlah partikel
menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi partikel yang ditambahkan, maka kuat
tarik akan menurun, ini dikarenakan adanya ruang partikel yang lebih banyak pada
matriks, sehingga mempengaruhi kuat tarik film, seperti yang didapat pada
Gambar 1. Hubungan konsentrasi nano seng oksida terhadap kuat tarik film
bionanokomposit
Gambar 2. Hubungan konsentrasi nano seng oksida dan perpanjangan putus
bionanokomposit
Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara konsentrasi nano seng oksida
dan perpanjangan putus bionanokomposit. Makin tinggi konsentrasi nano seng
oksida, maka perpanjangan putus makin tinggi, tetapi pada konsentrasi nano seng
oksida 3 % terjadi penurunan. Perpanjangan putus yang terendah adalah pada
konsentrasi nano seng oksida 4 % , yaitu 34,63 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada
konsentrasi nano seng oksida 4 %, maka film yang terbentuk daya elastisitasnya
Sifat antimikroba bionanokomposit
Sistem nanokomposit antimikroba merupakan sistem yang menggunakan agen
antimikroba dalam ukuran nanopartikel. Kelebihan sistem ini menghasikan
permukaan aktif antimikroba yang lebih besar dengan ratio volume nanopartikel.
Bahan yang dapat digunakan sebagai antimikroba akan berfungsi sebagai
penghambat pertumbuhan mikroba, mematikan sel mikroba dan bersifat antimikroba.
Nanokomposit antimikroba dapat diaplikasikan sebagai kemasan aktif. Logam oksida
merupakan bahan antimikroba yang terdiri dari TiO, ZnO dan MgO.Menurut De Silva
et al (2015) nano seng oksida dengan matrik PLA dapat digunakan sebagai komposit
antimikroba, dimana terdapat 3 mekanisme nano seng oksida dalam membunuh
mikroba, yaitu (1) bentuk ion Zn+ . (2) daya elektrostatik, (3) Reactive Oxygen
Species (ROS).
Nano seng oksida yang digunakan dalam campuran bionanokomposit adalah
berfungsi sebagai aditif yang bersifat antimikroba, sehingga bionanokomposit yang
dihasilkan akan merupakan bionanokomposit yang bersifat antimikroba. Nano seng
oksida dapat berfungsi sebagai antimikroba pada matrik apa saja dan besarnya
konsentrasi nano seng oksida yang digunakan tergantung pada jenis bakteri yang
akan dihambat dan matrik yang digunakan. Matrik yang mengandung polimer alami
akan berbeda dengan matrik yang mengandung polimer sintetis. Pada matrik polimer
alami nano seng oksida berikatan lebih rendah dibanding dengan pada polimer
sintetis.
Pada Gambar 3 diatas menunjukkan bahwa pada konsentrasi nano seng oksida
0 % dan 1 % tidak menunjukkan adanya sifat antimikroba, tetapi pada konsentrasi 2
%, 3 % dan 4 % menunjukkan adanya sifat antimikroba. Sifat antimikroba ini
berdasarkan analisis antimikroba dengan menggunakan metoda zona hambat. Makin
tinggi konsentrasi nano seng oksida yang ditambahkan, maka zona hambat yang
terbentuk semakin besar. Bakteri yang digunakan pada analisis ini adalah bakteri E.
Coli. Ini dikarenakan bakteri E. Coli dapat digunakan sebagai model untuk bakteri
gram negatif lainnya, sehingga hasilnya dapat memiliki relevansi yang luas dan
menjadi referensi jenis bakteri lainnya.
Potensi penggunaan bionanokomposit antimikroba cukup luas, diantaranya
sebagai bahan alat kesehatan, kemasan antimikroba dan bahan untuk keperluan
bayi.
Sifat biodegradasi bionanokomposit
Analisis biodegradasi bionanokomposit bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana terjadi degradasi polimer yang terdapat dalam bionanokomposit. Pembuatan
bionanokomposit ini menggunakan 2 jenis polimer, yaitu polimer alami dan polimer
sintetis. Polimer alami bertujuan untuk mendapatkan bionanokomposit yang dapat
terurai setelah penggunaan, sedangkan polimer sintetis bertujuan untuk
mendapatkan bionanokomposit yang mempunyai sifat mekanis yang baik. Polimer
sintetis yang digunakan adalah polivinil alkohol, yang mempunyai sifat dapat larut
dalam air, sehingga cepat terdegradasi.
Menurut Batoli (2005), degradasi polimer dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim dari mikroorganisme dan dapat juga dengan proses hidrolisis.
Proses dengan mikroorganisme dapat berlangsung secara aerobik dan anaerobik.
Biodegradasi secara aerobik
C polimer + O2 CO2 + H2O + C residu + C biomas
Biodegradasi secara anaerobik
C polimer CO2 + H2O + CH4+ C residu + C biomas
Faktor yang mempengaruhi proses degradasi secara hidrolisis adalah jenis ikatan
degradasi dengan menggunakan mikroorganisme adalah jenis kimia polimer, metode
pembuatan polimer dan sifat polimer (biodegradabel atau tidak). Metode degradasi
polimer dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah metoda
pemendaman (burial). Pada metoda ini merupakan degradasi yang dipengaruhi oleh
lingkungan dan mikroorganisme, pada pemendaman dalam tanah maka akan terjadi
proses aerobik sebanyak 50% - 60% selebihnya adalah faktor yang lain, yaitu sinar
matahari, air hujan, makroorganisme dan tanah (tekstur, struktur, komposisi,
kandungan organik, asam/basa, air). Pemendaman sebaiknya dilakukan di ladang
pertanian, sehingga C residu dapat digunakan sebagai pupuk atau agrokimia.
Polimer sintetis yang dapat terdegradasi oleh lingkungan adalah polyhydroalkanoat
(PHA), polyhydrobutyrate (PHB), polycaprolactone (PCL) dan polyvinil alkohol
(PVOH).
Metoda biodegradasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metoda
pemendaman, ini dikarenakan polimer sintetis yang digunakan mempunyai sifat
dapat larut dalam air dan polimer alami dapat terdegradasi oleh mikroorganisme.
Gambar 4. Hubungan konsentrasi nano seng oksida dan degradasi bionanokomposit
Pada Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa bionanokomposit yang bersifat
antimikroba mempunyai tingkat degradasi lebih lama dibandingkan dengan
bionanokomposit yang tidak bersifat antimikroba. Makin tinggi konsentrasi nano seng
oksida akan mempunyai tingkat degradasi makin rendah. Berdasarkan jenis
disebabkan merupakan faktor lingkungan ( air hujan, sinar matahari, pH tanah),
sehingga bionanokomposit yang tersisa merupakan hasil pelapukan, sedangkan
bionanokomposit yang tidak bersifat antimikroba, disebabkan mikroorganisme yang
terdapat didalam tanah, sehingga bionanokomposit yang tersisa hanya sedikit,
karena dimakan mikroba. Waktu yang diperlukan untuk mendegradasi
bionanokomposit seng oksida yaitu selama 4 bulan.
Faktor yang mempengaruhi bionanokomposit yang mengandung nano seng
oksida dapat terdegradasi oleh lingkungan adalah (1) jenis matrik polimer yang
digunakan, (2) konsentrasi matrik polimer yang bersifat ramah lingkungan dan (3)
konsentrasi nano seng oksida .
KESIMPULAN
Pada penelitian ini nano seng oksida yang digunakan bersifat antimikroba,
sehingga berdasarkan hasil analisis sifat antimikroba menunjukkan makin tinggi
konsentrasi nano seng oksida, maka menghasilkan bionanokomposit yang
mempunyai sifat antimikroba makin tinggi.
Pada sifat biodegradasi menunjukkan makin tinggi konsentrasi nano seng
oksida, maka akan menghasilkan tingkat biodegradasi makin rendah, sehingga
bionanokomposit akan lebih lama terdegradasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Virgus Y, Nirrim, Khairurijal. 2008. Review: Sintesis nanomaterial. Jurnal
nanosains dan nanoteknologi. Vol I. (2): 33-57
Agustina S, Andriati S, Triwidiyanto. 2010. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai
komposit untuk mebel. Proceeding seminar nasional teknik kimia Universitas
parahyangan. Bandung
Bailie C. 2004. Green Composites polymer composites and the environment. Wood
head publishing limited. Cambridge England
Bastioli C. 2005. Hand book of biodegradable polymer. Rapra technology. London
Chalid M. 2012. Kondisi dan perkembangan teknologi edible film serta prospeknya.
Chrisnayanti E, Martius E, Sunaryanto R, Dwiarti L, Pranamuda H, Tohwa Y. 2000.
Kerentanan polyester alifatik terhadap biodegradasi. Jurnal mikrobiologi
Indonesia. Vol 5 no 2: 32-35.
De Silva RT, Pasbaksh P, Suima L, Kit WY. 2015. ZnO deposited/encapsulated
hlloysite- poly (lactic acid) (PLA) nanocomposite for high performance
packaging film with improved mechanical and antimicrobial properties.
Applied clay science. 111: 10-20
Follain N, Joly C, Dole P, Bliard C. 2005. Properties of starch based blends. Part 2:
Influence of polyvinyl alcohol addition and crosslinking on starch based
materials mechanical properties. Carbohydrat polymer. Vol 60 : 185- 192
He Y, Zhu B, Inoue Y. 2004. Hydrogen bonds in polymer blends. Prog polymer
science. Vol 29: 1021- 1051
Koo HJ. 2006. Polymer nanocomposite. Processing, characterization and application.
Nano science and technology series. Mc Graw Hill
Ma X, Chang PR, Yang J, Yu J. 2009. Preparation and properties of glycerol
plastisized- pea starch/ zinc oxide- starch bionanocomposite. Carbohydrate
polymers. Vol 75 (3): 472-478
Nafchi AM, Alias AK, Mahmud S, Robal M. 2012. Antimicrobial rheological and
physicochemical properties of sago starch film filled with nanorods rich zinc
oxide. Journal of food engineering. Vol 113 (4): 511-519
Nafchi AM, Nassini R, Sheibara S, Ariffin S, Karim AA. 2013. Preparation and
characterization of bionanocomposite films filled with nanorod-rich zinc oxide.
Carbohydrate polymers. Vol 96 (1): 233-239
Othman SH. 2014. Bionanocomposite materials for food packaging application types
of biopolymer and nano sized filler. Agricutural and agricultural science
Robertson G. 2006. Food packaging principles and practice. Second edition. Taylor
& Francis .
Souza AC, Benze R, Ferro ES, Ditchfield C, Coelho CA,Tadini C. 2007. Cassava
starch biodegradable films; influence of glycerol and clay nanoparticle
content on tensile and barrier properties and glass transition temperature.
Wang ZL. 2012. Toward self-powered nano system; from nanogenerators to
nanopiezotronics. Advanced Functional Material.
Waryat, Romli M, Suryani A, Yuliasih I, Johan S. 2012. Karakteristik morfologi
termal, fisik-mekanik, dan barrier plastic biodegradable berbahan baku
komposit pati termoplastik - LLDPE/HDPE. Jurnal Teknologi Pertanian
Agritech. Vol 33 (2): 197 – 207
Winarno FG, Ivone E, Fernandez. 2009. Nanotechnology bagi industri pangan dan