• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN BETON SEME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN BETON SEME"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN BETON SEMEN (RIGID PAVEMENT) DI PALU – SULAWESI TENGAH

Oleh :

Ir. Peter L. Barnabas, MT

Pendahuluan:

Peruntukan prasarana jalan atau jalan raya adalah melayani lalu-lintas kendaraan baik bermotor

maupun tidak bermotor dengan beban lalu-lintas mulai dari yang ringan sampai yang berat,

tentunya ini tergantung pada hirarki fungsional jalan tersebut yang berada baik di luar maupun di

dalam kota

Secara umum konstruksi perkerasan jalan terdiri atas dua jenis, yaitu perkerasan lentur yang bahan

pengikatnya adalah aspal dan perkerasan kaku dengan semen sebagai bahan pengikatnya yang

jalannya biasa juga disebut jalan beton. Jalan beton biasanya digunakan untuk ruas jalan dengan

hirarki fungsional arteri yang berada di kawasan baik luar maupun dalam kota untuk melayani

beban lalu-lintas yang berat dan padat.

Selain itu karena biaya pemeliharaan jalan beton dapat dikatakan nihil walaupun biaya awalnya

lebih tinggi dibandingkan dengan jalan aspal yang selalu memerlukan pemeliharaan rutin,

pemeliharaan berkala, dan peningkatan jalan (tentunya ini akan memakan biaya yang tidak sedikit

pula), maka sangatlah tepat jika jalan beton digunakan pada ruas-ruas jalan yang sangat sibuk

karena sesedikit apapun, perbaikan jalan yang dilakukan akan mengundang kemacetan (kasus

bottle neck) yang tentunya akan berdampak sangat luas.

Ruas Jl. Cut Mutia – Komodo sepanjang 400 m yang dibangun di kota Palu pada tahun 2005

dengan dana DAK (dana alokasi khusus) dalam jangka waktu 120 hari adalah jalan beton yang

pertama di provinsi Sulawesi Tengah. Ruas jalan ini merupakan prasarana jalan yang berperan

sebagai ring road dan terletak di pinggir pantai teluk Palu serta dipersiapkan untuk melayani

lalu-lintas yang berat serta padat sehingga nantinya kendaraan-kendaraan berat/besar tidak perlu lagi

memasuki pusat kota agar tidak menimbulkan kemacetan di kawasan tersebut. Selain itu, ruas Jl.

Cut - Mutia merupakan bagian dari jalan trans Sulawesi yang berada dalam kota dan

menghubungkan provinsi Sulawesi Selatan dengan provinsi Sulawesi Utara.

Pembangunan jalan beton ini dilakukan dengan menggunakan metode dan peralatan penghampar

beton (concrete finisher) yang sederhana yaitu: vibrating screed sesuai dengan kemampuan daerah

dengan tetap mengikuti petunjuk dan persyaratan teknis pelaksanaan pembangunan jalan beton

yang telah ditetapkan.

(2)

Produk akhir jalan lama tersebut (ruas Jl. Cut Mutia - Komodo) adalah lapen + sand sheet dengan

kondisi lapangan mulai dari rusak ringan sampai dengan berat (tanah dasar terlihat karena tergerus

oleh pengaruh air hujan) atau lebih dikenal dengan istilah berlobang-lobang.

Setelah pengukuran, pematokan, dan penentuan elevasi rencana jalan selesai dikerjakan sesuai

dengan gambar kerja yang diberikan maka diadakan pembersihan badan jalan yang akan

dikerjakan dari kotoran-kotoran, termasuk pembersihan/perataan badan jalan dari gundukan tanah

yang menumpuk di badan dan di pinggir jalan.

Konstruksi jalan beton yang dilaksanakan terdiri atas dua bagian utama, yaitu cement treated sub

base (CTSB) dengan persyaratan mutu K125 (non struktural) yang berfungsi sebagai lapisan

leveling (perataan) dan untuk mencegah pumping action. Sedangkan untuk lapisan atas (plat

beton) digunakan beton dengan persyaratan mutu K350.

Demi untuk menjaga konsistensi campuran, kemudahan kecepatan pelaksanaan, serta kebersihan

pekerjaan dan terjaminnya mutu beton maka untuk baik CTSB maupun slab beton (lapis

permukaan) digunakan beton ready mix.

Pelaksanaan:

- Cement Traeted Sub Base (CTSB):

Guna kelancaran pekerjaan penggelaran CTSB, seluruh lebar jalan ditutup (arus lalu-lintas

dialihkan). Kemudian dilakukan penentuan/penyesuaian elevasi rencana ketinggian CTSB

berdasarkan hasil pengukuran dan pematokan. Setelah itu, badan jalan di- basahi/disiram

dengan air terlebih dahulu agar tidak terjadi penyerapan air semen dari CTSB yang akan

digelar. Lalu pemasangan bekesting melintang dengan ukuran selebar jalur lalu-lintas (9,00 m)

dilakukan serta memperhatikan panjang lahan pengecoran yang disesuaikan dengan

kemampuan kerja per hari berdasarkan kapasitas truck mixer (8 truck @ 5 m3 per hari).

Ketebalan CTSB yang digelar tidak sama/merata (fungsinya hanya sebagai lapisan leveling)

sebab kondisi jalan lama sudah rusak dan juga bentuk geometrinya tidak sesuai lagi seperti

penampang ideal jalan yang seharusnya selain itu bentuk akhir atau bagian atas CTSB harus

rata karena diperuntukkan sebagai landasan untuk meletakkan pelat beton.

Setelah pengecoran CTSB selesai dikerjakan maka dilakukanlah proses curing dengan

menebarkan karung goni yang dibasahi selama seminggu (tiga kali sehari disiram air) guna

mencegah terjadinya retakan-retakan sebagai akibat proses pengerasan/pengeringan beton.

- Pengecoran Lapis Permukaan:

ƒ Persiapan di Base Camp:

Penentuan ukuran pelat beton: Lapis permukaan yang digunakan adalah pelat (slab) beton

(3)

(disesuaikan dengan lebar vibrating screed) dan panjang 5 m. Dimensi ini diperoleh

berdasarkan rumus L/B ≤ 1,25 m Î 5,00 m / 4,00 m = 1,25 (memenuhi syarat). Jika

digunakan satuan SI maka ukuran jarak sambungan adalah 24 – 24 x tebal pelat beton (200

mm) jadi: 25 x 200 mm diperoleh 5000 mm atau 5,00 m (lihat gambar 1).

Pembuatan mal (bekesting): Bahannya dari kayu dengan model kotak empat persegi

panjang berdasarkan ukuran pelat seperti pada gambar di atas (4 x 5) m. Hanya saja ukuran

ketebalan mal melintang dibuat miring mengikuti kemiringan melintang normal jalan

sebesar 2 % Sedangkan ukuran mal memanjang mengikuti ketinggian pada kedua ujung

mal melintang (lihat gambar 2).

Penentuan ukuran dowel dan tie bar serta pembuatan alur (lidah sambungan):

Bagian tengah mal sambungan melintang (A) dilobangi sebagai tempat memasang

dowel/ruji (tabel 1) diperoleh dowel: 12 ∅ 25 (besi ulir) dengan panjang 45 cm dan jarak antar dowel 30 cm, khusus untuk pelat dengan lebar 0,50 m digunakan 2 ∅ 25 dengan

panjang 45 cm dan jarak antar dowel 30 cm (gambar 2).

Pada ke dua sisi mal sambungan memanjang (2) dibuat lobang sebagai tempat memasang

tie bar (gambar 3). Dan pada kedua sisi mal memanjang dibuatkan lidah (gambar 4) agar

nantinya tejadi ikatan yang kuat antar slab pada sambungan memanjang, selanjutnya dari grafik 1 diperoleh tie bar: 6 ∅ 12 (besi polos) dengan jarak 84 cm. Sedangkan untuk sambungan memanjang (1) diperoleh tie bar: 5 ∅ 12 (besi polos) dengan jarak 120 cm

(grafik 1).

0,05 m 0,05 m

Gambar 1 Tampak Atas Dimensi dan Jarak Antar Pelat Beton

(4)

Tabel 1 Ukuran dan Jarak Dowel Tebal Pelat

(mm) Ukuran dan Jarak Ruji (mm)

(5)

150

ƒ Persiapan di Lapangan

Pemasangan mal kotak ini dilakukan di atas CTSB hanya pada satu sisi jalan saja sehingga

bagian atau sisi lainnya dapat dilewati oleh kendaraan ringan dengan model papan catur

(nanti setelah pengecoran selesai baru berpindah ke sisi lainnya) sekaligus dapat dilewati

oleh truck mixer sewaktu melakukan pengecoran.

Setelah pemasangan kotak mal sebanyak 10 buah selesai dilakukan maka:

1. Pemasangan/penggelaran plastik dengan maksud sebagai breaker di atas lapisan CTSB

agar tidak terjadi perlekatan antara CTSB dan pelat beton (pergerakan pelat beton tidak

boleh mempengaruhi CTSB, demikian pula sebaliknya). Plastik itu juga dilekatkan

pada mal kotak slab dan secara rapat melekat pada CTSB

2. Pemasangan dowel (ruji) pada mal melintang dan tie bar (batang pengikat) pada mal

memanjang dengan jalan memasukkan kedalam lobang yang sudah tersedia pada

dinding mal melintang slab dan dikontrol dengan teliti agar posisinya tetap tegak lurus

terhadap bidang mal melintang sebelum pengecoran dilakukan. Demikian pula kedua

sisi mal memanjang dipasangi tie bar dan dikontrol dengan teliti posisinya agar tetap

tegak lurus terhadap bidang mal memanjang.

3. Setelah mal, dowel dan tie bar, serta plastik berada dalam posisi yang benar maka

pengecoran segera akan dilakukan.

ƒ Proses Pelaksanaan Pengecoran Slab Beton (dengan metode papan catur):

1. Beton ready mix yang berasal dari truk mixer dituang ke dalam kotak (mal) yang telah

disiapkan lalu diratakan secara manual kemudian selanjutnya diratakan dan diadakan

dengan menggunakan vibrating screed yang sistem operasinya bergerak di atas mal

memanjang (sepanjang mal memanjang) yang ditarik dengan tenaga manusia bolak

balik sebanyak 4 lintasan. Proses perataan dan pemadatan terjadi karena alat vibrating

screed tersebut selain meratakan juga bergetar sehingga terjadi pemadatan sedangkan

(6)

2. Kotak yang pertama dicor kemudian pengecoran dilanjutkan pada kotak yang ketiga

(satu kotak di antaranya kosong) (lihat gambar 5).

3. Setelah slab beton selesai dipadatkan oleh vibrating screed maka pelat beton tersebut

ditutupi dengan atap plastik untuk menghindari sinar matahari secara langsung yang

dapat membuat beton mengering tidak secara alamiah juga untuk mencegah terjadinya

retak rambut.

4. Pembuatan alur (grooving) dilakukan secara manual setelah beton dalam keadaan

setengah mengeras ± 3 - 4 jam sesudah pengecoran

5. Pada hari kedua setelah pengecoran selesai, dilakukan proses curing dengan menggelar

karung goni di atas plat beton dan disiram dengan air 3 kali sehari selama seminggu

6. Pada hari ketiga setelah pengecoran maka mal (bekesting) samping dibuka dilanjutkan

dengan pemasangan mal memanjang (samping) tanpa memasang mal melintang karena

pelat beton yang sudah dicor berfungsi sebagai mal melintang.

7. Setelah mal memanjang selesai dipasang dilanjutkan dengan menggelar/ memasang

plastik di atas CTSB yang juga dilekatkan pada mal memanjang.

8. Kemudian sebagai pemisah antara dua pelat beton (yang sudah dicor dengan hendak

dicor) dilekatkan gabus (styro foam) dengan tebal 0,5 cm untuk membentuk deletasi

(celah) untuk muai dan susut plat beton.

9. Demikianlah sistem pengecoran tersebut dilakukan pada satu sisi jalan dengan lebar 4,0

m dan diselesaikan sesuai dengan panjang rencana jalan itu.

10.Setelah pengecoran pada sisi kiri selesai sesuai dengan panjang jalan rencana,

pemasangan mal (bekesting) pada sisi kanan jalan tersebut dilakukan lagi. Hanya saja

mal memanjang pada salah satu sisi sudah tidak diperlukan lagi karena sudah ada pelat

beton yang telah dicor. Pengecoran dilanjutkan dengan memakai sistem yang sama

hanya pada sisi memanjang plat beton yang sudah dicor diletakkan di atasnya besi siku

L 40.40.4 sebagai landasan/rel vibrating screed ketika ditarik dan bergerak dari ujung

satu ke ujung lain dengan maksud agar tidak terjadi kerusakan pada permukaan pelat

beton yang sudah dicor.

11.Kemudian pada saat pengecoran akan dilakukan, disisipkan/dilekatkan gabus (styro

foam) di antara kedua pelat beton (antara pelat beton lama dan yang baru yang akan

dicor) pada sisi/sambungan memanjang agar tidak terjadi lekatan dan membuat dilatasi

2 %

(7)

(celah) untuk muai susut pelat beton. Demikianlah proses pengecoran tersebut

dilakukan. Untuk jelasnya lihat proses pengecoran pada gambar 5.

Tinggi pelat

panjang pelat: 5,00 m

jarak tie bar 0,84 cm Lobang Tie Bar

Gambar 3 Tampak Mal Memanjang

Gambar 4 Penampang Mal Memanjang dan Lidah Sambungan Memanjang lidah sambungan

1: cor tahap pertama 2: cor tahap kedua 3: cor tahap ketiga 4: cor tahap keempat 5: cor tahap kelima 6: cor tahap keenam

(8)

aspal

0,5 cm

tebal

p

lat

Dowel ∅ 25 (ulir) ½ panjang dowel dibungkus plastik

Gambar 6 Posisi Dowel Pada Sambungan Melintang

0,5 cm h/4

h h/3

tie bar ∅ 12 polos

L (tie bar ) = 120 cm

(9)

ƒ Kendali Mutu:

- Pengendalian mutu mulai dari proses pencampuran di batching plant dilakukan oleh

pengawas teknik kontraktor, pengawas teknik dari KIMPRASWIL, dan pengawas

teknik perushaan ready mix terhadap komposisi dan berat masing-masing agregat

sesuai dengan job mix formula.

- Sedangkan pada pengecoran di lapangan dilakukan pengambilan sampel 2 kubus tiap 5

m3 = kapasitas 1 truk mixer), lalu dilakukan perendaman di lokasi pekerjaan.

- Setelah itu dilakukan pengetesan terhadap kuat tekan kubus beton dengan umur 7, 14,

dan 28 hari) dengan menggunakan fasilitas peralatan laboratorium beton Fakultas

Teknik Jurusan Sipil Universitas Tadulako.

- Hasil yang diperoleh ternyata masih melebihi persyaratan mutu K125 (CTSB) dan

K350 (Pelat Beton).

ƒ Kesimpulan:

- Pelaksanaan pembuatan jalan beton dengan menggunakan vibrating screed sebagai

concrete finisher dapat dapat dipakai terutama jika terkendala dengan tingginya biaya

pelaksanaan karena terdapat perbedaan harga peralatan automatic concrete finisher

dengan vibrating screed yang sangat besar, asal saja persyaratan teknis pelaksanaan

pembangunan jalan beton dapat dipenuhi.

- Slump yang digunakan adalah 10 karena untuk angka yang lebih kecil dari itu akan

menyulitkan pelaksanaan dengan menggunakan vibrating screed yang ditarik oleh

tenaga manusia (vibrating screed sukar ditarik karena terlalu kentalnya campuran

beton).

- Penggunaan dowel ∅ 25 (besi ulir) dimaksudkan agar terjadi lekatan yang sangat baik

pada salah satu sisi dowel, sedangkan pada sisi yang lainnya dowel dibungkus dengan

plastik tipis sehingga tidak terjadi lekatan antara besi dan beton (prinsip perletakan

sendi – rol) Î statis tertentu.

- Penggunaan tie bar ∅ 12 (besi polos) dengan sistem pemasangan tegak lurus terhadap

(10)

- Penggunaan gabus (styro foam) sebagai lapisan pemisah yang terletak pada sambungan

memanjang dan melintang antar pelat beton ketika dilakukan pengecoran hanya

sementara saja sekalian untuk membuat celah (dilatasi) yang dipersiapkan sebagai celah

perkembangan muai dan susut pelat beton dan ketika pekerjaan jalan beton telah selesai

maka dilakukan pembersihan/pengeluaran kembali lapisan gabus tersebut dan diganti

dengan aspal

- Pengecoran dengan sistem ini (papan catur) cukup efektif dan efisien sepanjang

dilakukan oleh tenaga lapangan yang terampil dan diawasi langsung oleh site manager

yang berpengalaman.

- Ketebalan pelat beton harus selalu dikontrol dan pada daerah tikungan kemiringan

melintang normal jalan harus diputar (as jalan jadi sumbu putar) untuk sisi luar

tikungan, sehingga terjadi superelevasi 2%.

DAFTAR PUSTAKA

Anas Aly, Moh., 2001, Visualisasi Konstruksi Perkerasan Jalan Berbasis Semen, Asosiasi Semen Indonesia, Jakarta.

Departemen KIMPRASWIL. 2002. Pedoman Perencanaan Jalan Beton Semen, Direktorat Jendral Prasarana Wilayah.

Departemen KIMPRASWIL. 2003. Pedoman Pelaksanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, Direktorat Jendral Prasarana Wilayah.

Departemen Pekerjaan Umum. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen, Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

Hendarsin, Shirley L. 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri, Jakarta.

Huang, Yang H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey.

Oglesby, Clarkson H., Hicks, R. Gary. 1996. Teknik Jalan Raya Jilid II. Erlangga, Jakarta.

Suryawan, Ari. 2005, Perkerasan Jalan Beton Semen portland (Rigid Pavement), Beta Offset, Jakarta.

Sukirman, Silvia. 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung. 2 %

as jalan

2 %

(11)

Lampiran:

Pengecoran CTSB

(12)

Curing CTSB

(13)

Pengecoran Pelat Beton

(14)

Proses Perataan dan Pemadatan Pelat Beton dengan Vibrating Screed

(15)

Bio Data:

Nama : Ir. Peter L. Barnabas, MT

Pekerjaan : Dosen Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Universitas Tadulako

Kelompok Bidang Keahlian : Transportasi

Anggota HPJI : B-05270

Alamat Rumah : Jl. Tanjung Tada no. 18 Palu – Sulawesi Tengah Proses Curing Pelat Beton

(16)

Telp. Rumah : (0451) 425928; Fax: (0451) 428550

Hand Phone : 0813 4106 0220

Gambar

Gambar 1 Tampak Atas Dimensi dan Jarak Antar Pelat Beton
Grafik 1 Jarak Tie Bar Maksimum Tabel 1 Ukuran dan Jarak Dowel
Gambar 4  Penampang Mal Memanjang dan Lidah Sambungan Memanjang 9,0 m
Gambar 6 Posisi Dowel Pada Sambungan Melintang h/4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks ini, maka landreform merupakan kebijakan yang sangat solutif, karena memberi otoritas formal kepada masyarakat untuk dapat me- nguasai tanah secara

Think-Talk-Write (TTW) digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis dan praktek berbicara dengan lancar sebelum menulis. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1) Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Jawa kondisinya telah mengalami kerusakan dan kekritisan. Indikatornya dapat dilihat dari luas penutupan

Lebih jelasnya akan dibahas mengenai karakterisasi ideal prima, karakterisasi ideal maksimal, keterkaitan antara kedua ideal tersebut, dan keterkaitan antara kedua

Pada Gambar 2 terlihat bahwa yuwana abalon yang dipelihara dengan pemberian pakan rumput laut yang berbeda menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang berbeda pula dari ukuran

Melestarikan, mendayagunakan dan mengembangkan potensi tumbuhan khususnya yang berasal dari Kawasan Timur Indonesia, melalui kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan serta

Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana sekaligus dosen penguji III penulis,

Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Rapat Anggota, kontrak Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Rapat Anggota, kontrak kerja dan ketentuan lainnya yang