T
ujuan akhir dari penyelenggaraan pendidikan tinggi di kampus adalah menghasilkan dua domain produk. Pertama adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, berupa temuan riset, paten, konsep, teori, metodologi, prototip, atau bentuk‐bentuk hak atas kekayaan intelektual lainnya (intellectual property). Kedua adalah lulusan yang merupakan sumber daya manusia siap terjun ke dalam dunia kerja, baik sebagai pengusaha, karyawan, wiraswastawan, profesional, politikus, birokrat, maupun akademisi. Dua domain itu biasanya berjalan seiring dimana ilmu pengetahuan diperoleh melalui interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam proses belajar mengajar, meneliti, dan melayani masyarakat – sementara mahasiswa yang berkemampuan atau memiliki kuali�ikasi tertentu terbentuk selama yang bersangkutan berinteraksi, belajar, berlatih, bereksperiman, berkomunikasi, dan bergaul dengan segenap civitas akademika di kampus.Dalam proses belajar mengajar, hampir setiap dosen pengajar mata kuliah akan menggunakan buku referensi sebagai pegangan umum. Pada ilmu informatika, biasanya buku tersebut berisi teori dan konsep terkait dengan ilmu komputasi, teknologi, informasi, dan lain sebagainya. Sejumlah buku juga berisi metodologi, prinsip, mekanisme, anatomi, dan sejumlah aspek teknologi beserta komponen‐komponennya. Buku ini biasanya bertujuan untuk memperkaya mahasiswa dengna khasanah ilmu pengetahuan termutakhir di bidang komputer dan informatika. Diharapkan melalui pendidikan tinggi, akan lahir pengetahuan‐pengetahuan baru yang berasal dari pengembangan ilmu pengetahuan yang dipelajari ini sesuai dengan dinamika perkembangan jaman dan kemajuan teknologi. Disamping itu diharapkan pula mahasiswa mampu menyerap dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut ke dalam dunia nyata, agar memberikan manfaat bagi sekitarnya.
Belakangan ini ada yang menarik dari berbagai buku‐buku informatika, terutama bagi mereka yang menekuni bidang sistem informasi dan teknologi informasi. Yaitu mulai diperkenalkannya sejumlah standar atau “best practices” internasional ke dalam buku referensi tersebut. Jika dahulu kebanyakan konten ilmunya berasal dari asosiasi berbasis keilmuan semacam IEEE, ACM, AIS, dan lain sebagainya – maka organisasi berbasis profesi industri seperti ISO, ISACA, The Open Group, British Standard, dan lain‐lain mulai memberikan sumbangan pengetahuan terapan ke dalamnya. Bagi para dosen dan mahasiswa informatika, keberadaan standar industri dunia ini perlu untuk mendapatkan perhatian, karena kenyataannya telah dipakai sebagai “good practices” oleh perusahaan dalam hal pengelolaan sistem dan teknologi informasi yang dimilikinya. Berikut adalah sejumlah badan standar yang paling banyak mendominasi pasar industri di Indonesia belakangan ini.
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 1 DARI 2 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
Badan Standar Informatika Dunia
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu
EKOJI
999
Nomor 373, 16 September 2013
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
Pertama adalah International Standard Organisation atau yang dikenal dengan ISO. Sejumlah standar mulai menjadi perhatian dan diadopsi oleh perusahaan‐perusahaan terkemuka di tanah air. Katakanlah ISO‐17799 yang kemudian diperbaharui dengan ISO‐27001 untuk Keamanan Informasi. Kemudian diikuti oleh ISO‐20000 tentang Layanan Teknologi Informasi yang Berkualitas. Tak lama kemudian ISO‐38500 tentang Tata Kelola Informasi juga mulai mendapat perhatian luas di kalangan praktisi.
Kedua adalah Information System Audit and Control Association (ISACA) dengan institusi bentukannya Information Technology Governance Institute (ITGI), yang dikenal dengan kerangka COBIT‐nya (Control Objectives for Information and Related Technology) – dimana merupakan “good practices” terbuka yang dapat dipergunakan untuk berbagai hal, seperti: audit teknologi informasi, pengembangan kebijakan teknologi informasi, tata kelola teknologi informasi, prosedur operasional standar teknologi informasi, dan lain sebagainya. ISACA juga memperkenalkan sejumlah “good practices” lainnya seperti Risk‐IT untuk mengelola Manajemen Risiko, Val‐IT untuk Analisa Cost‐Bene�it, dan beberapa kerangka konseptual lainnya.
Ketiga adalah The Open Group, yang dikenal dengan kerangka fenomenalnya untuk Arsitektur Teknologi Informasi yaitu TOGAF (The Open Group Architectural Framework) maupun untuk Manajemen Proyek yaitu Prince‐2. Belakangan ini The Open Group mulai pula mengakuisisi dan memperbaharui sejumlah standar lain dunia yang banyak diadopsi oleh kalangan industri.
Disamping itu masih banyak lagi badan‐badan standar dunia lainnya yang banyak diadopsi oleh standar Indonesia maupun dunia industri informatika di tanah air, baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan teknologi informasi, seperti: Capability Maturity Model Integration (CMMI) yang dikeluarkan oleh Software Engineering Institute – lembaga riset di bawah asuhan Carnegie Mellon University, Project Management Body of Knowledge (PMBOK) yang diperkenalkan oleh Project Management Institute, Information Technology Architecture Body of Knowledge (ITABOK) yang dikeluarkan oleh Information Association of Software Architect (IASA), Information Technology Infrastructure Library (ITIL), People Capability Maturity Model, Zachman Framework, dan lain sebagainya.
Sudah merupakan suatu keharusan bagi perguruan tinggi untuk mulai mempelajari dan memasukkan konten standar yang diproduksi dan diperkenalkan badan terkemuka dunia ini ke dalam kurikulumnya, untuk memastikan relevansi lulusannya terhadap kebutuhan sektor industri.
‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT