BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknologi komunikasi untuk standar 3G didalam komunikasi bergerak. 3G adalah standar teknologi internasional yang mempunyai tujuan meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kinerja jaringan seluler. 3G menawarkan peningkatan kualitas pelayanan (QoS) (Smith,C. et al.). Salah satu fasilitas dalam sistem seluler untuk
menjamin adanya kontinuitas komunikasi apabila pelanggan bergerak dari satu sel ke sel yang lain adalah handover. Jaringan selular berbasis CDMA mampu mendukung soft handover, yang mana membuat transisi yang lebih halus dan meningkatkan kualitas komunikasi. Dengan Soft handover, beberapa link radio dapat beroperasi secara paralel, sehingga koneksi MS (mobile station) dengan beberapa BTS (base transceiver station) dapat terlaksana secara simultan (Singh ,N.P., Singh, B., 2008).
Soft handover sering dikaitkan dengan active set dan ukurannya. Active set merupakan himpunan semua BTS yang berkomunikasi dengan MS. Pemasukan/pengeluaran sebuah BTS ke/dari active set ditentukan oleh pemicu inisiasi yang telah ditentukan. Inisiasi dapat dilakukan dengan pengukuran kuat sinyal dari himpunan BTS yag ada. Salah satu metode pemicu inisiasi untuk memasukkan/mengeluarkan sebuah BTS ke/dari active set berdasarkan pengukuran kuat sinyal adalah metode Hysteresis-threshold (Rezaei, S.S.C., and Khalaj, B.H., 2005)( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).
Adapun tujuan utama dari algoritma soft handover adalah untuk memberikan kualitas sinyal yang lebih baik. Kualitas sinyal dapat diperbaiki dengan memasukkan BTS lebih banyak pada active set, tetapi cara ini menyebabkan peningkatan pada penggunaan sumber daya sistem. Salah satu pilihan untuk menurunkan ukuran active set, yaitu dengan sering memperbarui active set sebagai pemeliharaan pada setiap waktu yaitu, active set terkecil dengan kualitas sinyal yang memadai. Namun, seringnya update atau handover menambah biaya penyambungan (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003).
Sebuah algoritma handover dikatakan optimal jika ia mencapai tradeoff yang terbaik diantara kelas dari semua algoritma handover. Desain algoritma handover yang optimal membutuhkan model lintasan mobile berikutnya ke depan. Oleh karena informasi tentang lintasan mobile ke depan ini belum tersedia, maka penggunaaan algoritma optimal kurang praktis. Kelemahan lain dari algoritma optimal adalah desain komputasinya sulit dipecahkan. Oleh karenanya, model algoritma locally optimal dapat digunakan sebagai pendekatan sebagai pengganti algoritma yang optimal. Hal ini dikarenakan, locally optimal menggunakan lintasan mobile yang lurus dan desain komputasinya lebih sederhana
Dikarenakan mobilitas yang tinggi dari MS yang bergerak dari satu sel ke sel yang lain menimbulkan kesulitan dalam memprediksi propagasi sinyal dan berpengaruh pada level kuat sinyal penerimaan. Level kuat sinyal yang diterima oleh MS dipengaruhi oleh path loss, Shadow fading dan Fast fading, sebagai akibat dari redaman propagasi dan keadaan lingkungan yang tak beraturan
(Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003).
(Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997)
Disebut model stokastik karena ada peubah yang dianggap berubah-ubah dengan pola sebaran acak dengan distribusi tertentu. Model Empiris adalah suatu model propagasi yang dirancang untuk menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah yang ditetapkan berdasarkan obervasi dan pengukuran. Dengan model empiris prediksi rugi-rugi propagasi di sepanjang lintasan bergerak dari MS dapat ditentukan. Adapun beberapa model propagasi untuk daerah urban adalah model Okumura, model Hata, dan model Lee (Alim, M.A., et al., 2010et al. 2010)
(Pinem,M.2012).
Kinerja soft handover merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handover. Indikator kinerja soft handover dikategorikan pada dua jenis, yaitu, indikator kualitas link dan indikator alokasi sumber daya (Wong, D., and Lim, T. J., 2009). Adapun komponen indikator yang digunakan tergantung dari model sistem yang direncanakan. Mengacu pada (Singh, N.P. and Singh, B., 2010), (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003) dan (Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997)
Ukuran Rata-rata Active Set dan Laju Handover. Selanjutnya dengan memanfaatkan algoritma Locally Optimal maka diharapkan kedua parameter kinerja sistem yaitu ukuran rata-rata Active Set dan Laju Handover dicoba untuk dioptimalkan dengan kualitas link radio yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini ditentukan beberapa rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana perbaikan parameter kinerja sistem cdma terhadap perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS serta parameter Hysteresis Add dengan variasi jenis model propagasi empiris maupun dengan peningkatan jumlah BTS 2. Bagaimana tingkat perbaikan parameter yang optimal dari kinerja sistem cdma
keluaran algoritma soft handover hysteresis-threshold dengan algoritma soft handover locally optimal .
3. Bagaimana tingkat kebaikan diantara model propagasi gelombang radio empiris yang berkontribusi pada perbaikan kinerja sistem cdma yang lebih optimal.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis perbaikan parameter kinerja sistem cdma terhadap perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS serta parameter Hysteresis Add dengan variasi jenis model propagasi empiris maupun dengan peningkatan jumlah BTS 2. Menganalisis tingkat perbaikan parameter yang optimal dari kinerja sistem cdma
keluaran algoritma soft handover hysteresis threshold dengan soft handover locally optimal
1.4 Batasan Masalah
Sehubungan dengan pembahasan kinerja soft handover dan propagasi sinyal gelombang radio pada sistem komunikasi bergerak CDMA adalah cukup luas dan kompleks juga agar arah penelitian lebih fokus maka ditetapkan beberapa batasan sebagai berikut :
a. Untuk mengamati prilaku parameter propagasi sinyal terhadap kinerja soft handover pada sistem CDMA maka dibangun model sistem simulasi berbantukan komputer atau Simulasi berbasis Komputer (Law, et al. 1991).
b. Algoritma soft handover yang digunakan adalah algoritma soft handover hysteresis threshold dan locally optimal dan parameter kinerja yang diamati adalah laju drop call, penurunan link radio, ukuran active set dan laju handover. c. Parameter yang ditentukan sebagai variabel adalah model propagasi gelombang
radio, Jumlah BTS, Tinggi Antena ( BTS dan MS ) serta parameter Hysteresis. d. Inisiasi untuk soft handover dilakukan berdasarkan kuat sinyal penerimaan. e. BTS yang dimodelkan memancar daya sama besar dan terpisah pada jarak
tertentu dan MS bergerak dalam arah lintasan lurus.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari hasil Penelitian ini adalah :
a. Dapat diketahui parameter-parameter yang berpengaruh dari propagasi gelombang radio terhadap kinerja soft handover dari sistem komunikasi bergerak, sehingga dapat dijadikan sebagai kajian dan umpan balik untuk mengoptimalkan resources pada perangkat sistem komunikasi bergerak untuk menghasilkan pelayanan komunikasi yang berkualitas dan efisien.
b. Diperolehnya suatu simulator yang dapat dijadikan sebagai instrumen pembelajaran bagi peneliti dan mahasiswa dalam menjelaskan hubungan parameter propagasi gelombang radio algoritma soft handover.