• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Optimalisasi Parameter Kinerja Sistem CDMA Dengan Menggunakan Kanal Propagasi Gelombang Radio Empiris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Optimalisasi Parameter Kinerja Sistem CDMA Dengan Menggunakan Kanal Propagasi Gelombang Radio Empiris"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Propagasi Sinyal

Dikarenakan mobilitas yang tinggi dari MS yang bergerak dari satu sel ke sel yang lain, mengakibatkan kondisi propagasi sinyal pada komunikasi selular sangat sulit untuk diprediksi. Rugi propagasi (Propagation Loss) mencakup semua pelemahan yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base transceiver station ke mobile station. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi seluler yaitu pathloss, shadowing (slow fading) dan multipath fading (fast fading) (Mahmood, M., Z.1996).

Adanya pemantulan dari beberapa objek dan pergerakan mobile station menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal yang diterima tersebut mengalami path loss. Pathloss adalah fenomena menurunnya daya yang diterima terhadap jarak karena refleksi dan difraksi disekitar lintasan. Path loss akan membatasi kinerja dari sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss merupakan bagian yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak.

Shadowing disebabkan oleh halangan terhadap jalur garis pandang (LOS) antara pemancar dan penerima, seperti terhalang oleh bangunan perumahan, gedung-gedung, pohon dan sebagainya.

Multipath fading (fast fading) timbul karena pantulan multipath dari sebuah gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan, struktur-struktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan yang berada di sekitar MS.

(2)

dapat mengatasinya dengan efektif. Kondisi propagasi dapat diilustrasikan seperti gambar 2.1 (Chen, Y., 2003).

Gambar 2.1 Komponen Propagasi

2.1.1 Propagasi Lintasan Bebas (free space loss)

Propagasi gelombang radio sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Gambar 2.2 menunjukkan parameter-parameter propagasi radio.

Gambar 2.2 Parameter dasar propagasi radio

Base transceiver station mentransmisikan daya sebesar Pt dari suatu antena

dengan gain Gt pada jarak d, receiver menerima daya sebesar Pr dari antena dengan

(3)

daya yang dipancarkan, jarak, gain antena, kecepatan cahaya dan frekuensi (Seybold, John S., 2005).

𝑃𝑟 =�4𝜋𝑑𝑃𝑡2� 𝐺𝑟𝐺𝑡(4𝜋𝑓𝑐22) (2.1)

Dimana Pt/4πd2, menunjukkan daya yang dipancarkan oleh base transceiver

station dengan daerah sebar seluas 4πd2. GtGr, menunjukkan gain dari antena

pemancar dan antena penerima. Semakin besar gain, semakin besar pula daya yang diterima dan c2/4πf2

𝑃𝑟 = (𝑃𝑡𝐺𝑡𝐺𝑟)/𝐿0 (2.2) , menunjukkan bahwa daya yang diterima akan berkurang seiring dengan meningkatnya kuadrat frekuensi. Persamaan (2.1) dapat ditulis kembali dalam bentuk:

dengan:

Free space loss = L0 = (4πdf/c)2

dalam bentuk dB, persamaan (2.3) menjadi:

(2.3)

L0

dimana:

(dB)= 32 + 20 log f MHz + 20 log d Km (2.4)

L0

f = frekuensi (MHz)

= rugi-rugi lintasan bebas (dB)

d = panjang lintasan propagasi (Km)

2.1.2 Model Propagasi

(4)

Model dari rugi-rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis yaitu: Model Teoritis, Model Empiris dan Model Stokastik. Secara empiris telah ditentukan beberapa model propagasi, diantaranya adalah model propagasi Okumura, Hata dan W.C.Y. Lee (atau yang sering dikenal sebagai model Lee) (Mohammad, S., and Hes-Shafi, A. Q. M. A., 2009) (Sizun, H. 2005).

2.1.2.1 Model Okumura

Model Okumura adalah model yang cocok untuk range frekuensi antara 150-1920 MHz dan pada jarak antara 1-100 km dengan ketinggian antena base transceiver station (BTS) berkisar 30 sampai 100 m.

Untuk menentukan redaman lintasan dengan model Okumura, pertama kita harus menghitung dahulu rugi-rugi lintasan bebas (free space path loss), kemudian nilai Amu (f,d) dari kurva Okumura ditambahkan kedalam faktor koreksi untuk

menentukan tipe daerah. Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut (Rappaport, T. S.,1995) (Goldsmith, A. 2005) (Pinem,M.2012).

L (dB) = LF + Amu(f,d) – G(hte) – G(hre) - GAREA

dimana: (2.5)

LF

Amu = rata-rata redaman relatif terhadap rugi-rugi lintasan bebas (dB)

= Rugi-rugi lintasan bebas yang dapat dihitung dengan persamaan (2.4):

G(hte

G(h

) = gain antena BTS (dB)

re

G

) = gain antena MS (dB)

AREA = gain tipe daerah (dB)

Gain antena berkaitan dengan tinggi antena dan tidak ada hubungannya dengan pola antena. Kurva Amu(f,d) untuk range frekuensi 100-3000 MHz

ditunjukkan oleh Gambar 2.3a, sedangkan nilai GAREA untuk berbagai tipe daerah dan

(5)

a Kurva Amu(f,d) b Nilai G

Gambar 2.3 Perbandingan frekuensi terhadap gain

AREA

G(hre) = 20log(hte/200) 100 m > hte

G(h

> 10 m (2.6)

re) = 20log(hre/3) 10 m > hre

G(h

> 3 m (2.7)

re) = 10 log(hre/3) hre

dimana: h

≤ 3 m (2.8)

te

h

= tinggi antena BTS (m)

re = tinggi antena MS (m)

(6)

2.1.2.2 Model Hata

Model Hata merupakan bentuk persamaan empiris dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hata. Model ini cocok untuk daerah frekuensi antara 150-1500 MHz. Hata membuat persamaan standar untuk menghitung redaman lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung redaman lintasan di tipe daerah lain (suburban, open area, dll), Hata memberikan persamaan koreksinya. Persamaan prediksi Hata untuk daerah urban adalah (Parsons,J.D,.2000) (Goldsmith, A. 2005) ( William, C. Y. L,. 2006).

L(urban)(dB) = 69,55+26,16logfc–13,82loghte–a(hre)+(44,9–6,55loghre

(2.9)

dari luas daerah yang dilayani.

Untuk kota kecil sampai sedang, faktor koreksi a(hre) atau a(hms) diberikan oleh persamaan:

a(hre) = (1,1logfc – 0,7) hre – (1,56logfc

sedangkan untuk kota besar:

(7)

Walaupun model Hata tidak memiliki koreksi lintasan spesifik seperti yang disediakan model Okumura, tetapi persamaan-persamaan diatas sangat praktis untuk digunakan dan memiliki akurasi yang sangat baik. Hasil prediksi dengan model Hata hampir mendekati hasil dengan model Okumura, untuk jarak d lebih dari 1 km. Model ini sangat baik untuk sistem komunikasi bergerak dengan ukuran sel besar, tetapi kurang cocok untuk sistem dengan radius sel kurang dari 1 km.

2.1.2.3 Model Lee

Model propagasi Lee diturunkan dari data eksperimen di beberapa kota besar di dunia. Parameter referensi 900 MHz, pada tinggi antena 30.5 m, dengan daya transmisi 10 W. Persamaan matematika model Lee ini ditunjukkan persamaan berikut ini (Seybold, John S., 2005),( William, C. Y. L,. 2006).

𝐿50= 𝐿0+𝛾log𝑑 − 𝐹0 (2.13) Dengan: L50

L

= rugi-rugi propagasi model Lee (dB)

0

γ = slope dari path loss (dB/decade)

= rugi-rugi transmisi pada jarak 1 km (dB)

d = jarak dari base transceiver station (m) F0

Nilai L

= faktor penyesuaian

0

Tabel 2.1 Parameter Model Propagasi Lee

(8)

Newark 106.3 43.1

Sedangkan nilai F0

F

diberikan oleh persamaan:

0 = F1F2F3F4F5

Dengan:

(2.14)

𝐹1 = [𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝑏𝑎𝑠𝑒𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑎𝑛𝑡𝑒𝑛𝑛𝑎ℎ𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 (𝑚)]2

(30.5𝑚)2 (2.15)

𝐹2 = [𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟10𝑊 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 (𝑊)] (2.16)

𝐹3 = [𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝑔𝑎𝑖𝑛𝑜𝑓𝑏𝑢𝑠𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑎𝑛𝑡𝑒𝑛𝑛𝑎]

4 (2.17)

𝐹4 =[𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙𝑒𝑎𝑛𝑡𝑒𝑛𝑛𝑎ℎ𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 (𝑚)] 2

(3𝑚)2 (2.18)

𝐹5 = [𝑓𝑐]2

[𝑓0]2 dimana f0 = 1800 MHz (2.19)

2.2 Soft Handover

Handover adalah komponen yang esensial dalam sistem komunikasi selular bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat interferensi pada sistem seluler, terkadang sebuah user (mobile station; MS) tertentu harus mengganti base transceiver station (BTS) yang melayaninya. Pergantian ini dikenal sebagai handover.

(9)

handover dibuat untuk berkomunikasi hanya dengan satu BTS. Hal ini normal terjadi setelah diperoleh jelas bahwa sinyal dari satu BTS lebih kuat dari yang lainnya. Pada prosesnya MS menggunakan kanal secara simultan rerhadap setiap BTS yang terlibat.

2.2.1 Prosedur Handover

Prosedur handover dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: pengukuran, pengambilan keputusan dan eksekusi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4 (Chen, Y., 2003).

Gambar 2.4 Prosedur Handover

2.2.2 Konsep Soft handover

Soft handover memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk melayani user (mobile station) secara bersama-sama selama transisi handover. Transisinya adalah ketika MS bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada di sel baru. Hal ini dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama. Soft handover selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga

Mengukur informasi yang dibutuhkan untuk keputusan handover (contoh: Ec/I0, dan RSS)

Kriteria handoverterp

enuhi?

• Selesaikan proses handover

• Meng-update parameter

Fase Pengukuran

Fase Pengambilan Keputusan

Fase Eksekusi Ya

(10)

menyebabkan proses handover berjalan dengan halus sehingga tidak mengganggu pengguna. Dalam sistem analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi switching berhasil dilakukan (break-before-make) sementara pada CDMA hubungan dengan sel lama tidak diputuskan sampai MS benar-benar mantap dilayani oleh sel baru (make-before-break).

Setelah sebuah panggilan dilakukan, MS selalu mencek sel-sel tetangga untuk menentukan apakah sinyal dari sel yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan indikasi bahwa MS (Mobile station) telah memasuki daerah cakupan sel yang baru dan handover dapat mulai dilakukan. Mobile station mengirim pesan kendali (control message) ke MTSO yang menunjukkan sinyal dari sel baru semakin menguat. MTSO melakukan handover dengan menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link yang lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel site, hal ini menyebabkan berkurangnya efek ping-pong atau mengulang permohonan untuk menangani kembali panggilan diantara kedua sel site. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile station sudah sungguh-sungguh mantap dilayani oleh sel yang baru. Gambar 2.5 memperlihatkan perbandingan proses dasar dari hard dan soft handover (Chen, Y., 2003).

(11)

Jika dibandingkan dengan hard handover tradisional, soft handover memperlihatkan banyak keuntungan, contohnya menghilangkan efek ping-pong dan menghaluskan transmisi (tidak ada break point pada soft handover). Tidak ada efek ping-pong berarti beban signaling diakibatkan oleh pemutusan transmisi yang mana terjadi pada hard handover.

Terpisah dari masalah mobilitas, ada alasan lain kenapa soft handover diimplementasikan pada CDMA. Alasannya adalah soft handover bersama dengan kendali daya (power control) juga menggunakan mekanisme pengurangan interfensi. Gambar 2.6 memperlihatkan dua skenario (Chen, Y., 2003). Pada bagian (a) hanya power control yang diaplikasikan. Pada bagian (b) power control dan soft handover diaplikasikan. Misalkan mobile station (MS) bergerak dari BTS1 menuju BTS2. Pada posisinya seperti pada gambar, sinyal pilot yang diterima dari BTS2 sudah lebih kuat dari pada dari BTS1. Ini berarti BTS2 lebih baik dari BTS1.

(a) Tanpa SHO

(12)

Gambar 2.6 Pengurangan interferensi dengan soft handover pada uplink

Pada (a), power control meningkatkan kuat sinyal kirim mobile station untuk menjamin QoS pada uplink ketika mobile station bergerak menjauhi BTS yang melayaninya, yaitu BTS1. Pada (b) mobile station ada dalam status soft handover, yaitu BTS1 dan BTS2 terhubung dengan mobile station secara simultan. Sinyal yang diterima dikirimkan ke RNC. Pada arah uplink, pemilihan dilakukan pada soft handover. Yang paling kuat akan dipilih dan yang lebih lemah akan diputuskan. Karena BTS2 lebih baik dari BTS1 dan untuk mencapai QoS yang diharapkan maka kuat sinyal kirim lebih rendah dibandingkan dengan skenario (a). Melalui hal diatas diperoleh bahwa interferensi yang dihasilkan oleh mobile station pada arah uplink lebih rendah pada soft handover karena soft handover selalu menjaga agar mobile station terhubung dengan BTS yang terbaik. Pada arah downlink, situasinya jauh lebih rumit. Meskipun kombinasi rasio maksimum memberikan penguatan makrodiversitas, dibutuhkan kanal downlink tambahan untuk mendukung soft handover .

2.2.3 Inisiasi Soft handover

Inisiasi soft handover yang digunakan akan menentukan penentuan handover dan nilai dari active set. Ada beberapa inisiasi handover yang digunakan ( William, C. Y. L,. 2006). Berikut ini adalah penjelasannya.

1. MCHO (Mobile Control Handover): Mobile station (MS) melakukan pengukuran kualitas, memilih BTS (Base transceiver station) yang terbaik, dan melakukan switch melalui koordinasi dengan jaringan (network). Handover jenis ini biasanya dipicu oleh kualitas link yang rendah yang diukur oleh MS.

(13)

(Traffic Reason Handover). TRHO adalah algoritma berbasis beban yang mengubah nilai ambang (threshold) dari handover untuk satu atau lebih sel yang berdampingan bergantung pada beban sel itu. Jika beban dari suatu sel melebihi level yang ditentukan dan beban sel tetangga dibawah level yang telah ditentukan, maka sel tersebut akan mengecilkan area cakupannya (coverage) kemudian menyerahkan sebagian trafik (handover) kepada sel tetangga. Oleh karenanya, blocking rate dapat dikurangi dan meningkatkan utilisasi sel.

3. NCHO/ MAHO (Network Control Handover/ Mobile Assist Handover): Jaringan dan MS melakukan pengukuran. MS memberikan laporan pengukuran terkait BTS disekitarnya dan kemudian jaringan yang mengambil keputusan apakah handover diperlukan atau tidak.

Pada penelitian ini, parameter yang digunakan untuk menginisiasi handover adalah kuat sinyal pilot itu sendiri (RSS, Received Signal Strength).

2.2.4 Parameter Algoritma Soft handover

Soft handover lebih sulit dan kompleks untuk diimplementasikan dibandingkan dengan hard handover. Salah satu alasannya adalah sulitnya menentukan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter soft handover. Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja dari soft handover yang berkaitan juga dengan algoritmanya adalah sebagai berikut (Wong, D., et al, 1997)

1. Add threshold (Hyst_add): batas selisih level sinyal yang digunakan untuk penambahan active set.

2. Drop threshold (Hyst_drop): batas selisih level sinyalyang digunakan untuk pengurangan active set.

3. Tdrop: untuk keluar dari active set, maka kuat sinyal harus dibawah

drop threshold untuk jangka waktu selama Tdrop

4. Soft handoff Window (SHW): adalah perbedaan antara add dan dropthreshold.

(14)

5. Rasio a (rasio SHR) didefeninsikan sebagai perbandingan antara area soft handoff dengan area sel.

2.2.5 Algoritma Soft handover

Algoritma handover yang berbasis pada kuat sinyal pilot, biasanya akan membandingkan kuat sinyal pilot yang diterima dengan batas (threshold) yang telah ditentukan. Kinerja dari soft handover sangat berhubungan dengan algoritmanya. Gambar 2.7 memperlihatkan algoritma soft handover berdasarkan IS-95A (sering disebut algoritma dasar cdma one) (Chen, Y., 2003).

Gambar 2.7 Algoritma Soft handover IS-95A

Active set adalah daftar dari sel-sel (BTS) yang terhubung dengan Mobile station; Candidate set adalah daftar dari sel-sel (BTS) yang awalnya tidak memiliki hubungan, namun memiliki pilot Ec/Io yang cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam

(5) (6)

(1) Pilot Ec/Io Melewati T_ADD, mobile mengirim sebuah Pilot Strength Measurement Message (PSMM) dan mentransfer menjadi candidate set.

(2) BTS mengirim pesan Handover Direction (Handover Direction Message, HDM)

(3) Mobile mentransfer pilot ke active set dan mengirim pesan Handover Completion (Handover Completion Message, HCM)

(4) Pilot Eb/Io dibawah T_DROP, mobile memulai handover drop timer. (5) Handover drop timer selesai, mobile mengirim sebuah PSMM. (6) BTS mengirim sebuah HDM

(7) Mobile mentransfer pilot dari active set ke neighbor set dan mengirim sebuah

Neighbor set Candidate set Active set Neighbor set

(1) (2) (3) (4) (7) Waktu

Pilot Ec/Io

(15)

active set; Neighbouring set adalah daftar dari sel-sel (BTS) dimana pilot diukur secara kontinu tetapi nilainya tidak cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam active set.

Pada IS-95A, nilai ambang (threshold) adalah nilai yang tetap (fixed) dari kuat sinyal pilot Ec/I0

Pada penelitian ini, parameter acuan yang digunakan dalam menginisiasi handover adalah kuat sinyal terima rata-rata RSS (Received Signal Strength) dari sinyal pilot. Jenis inisiasi yang digunakan adalah NCHO/MAHO dengan parameter algoritma yang digunakan adalah Threshold, Hyst_ADD, dan Hyst_DROP.

yang diterima. Sistem ini mudah untuk diimplementasikan, tetapi memiliki kesulitan jika berhadapan dengan perubahan beban yang dinamis. Berdasarkan pada algoritma IS-95A, beberapa algoritma cdma One yang telah dimodifikasi telah diajukan untuk IS-95B dan sistem cdma2000 dengan nilai threshold yang dinamis.

Sebagai ilustrasi, konsep soft handover untuk 2 BTS dapat dijelaskan melalui gambar 2.8 ( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).

Gambar 2.8 Skema algoritma soft handover.

Algoritma tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

𝑆̂1(𝑑) 𝑆̂2(𝑑)

HYST_ADD HYST_DROP

BTS1 BTS1+BTS2 BTS2 Jarak

KuatSinyal

Pilot (dB)

(16)

a. Jika active set berisi BTS1 dan 𝑆̂1(𝑑) >𝑆̂𝑚𝑖𝑛 dan selisih absolut dari 𝑆̂1(𝑑) dan

𝑆̂2(𝑑) lebih besar dari HYST_ADD maka active set tetap berisi BTS1

b. Jika 𝑆̂1(𝑑) dan 𝑆̂2(𝑑) >𝑆̂𝑚𝑖𝑛dan selisih absolut dari 𝑆̂1(𝑑) dan 𝑆̂2(𝑑) lebih kecil dari HYST_ADD maka active set berisi BTS

.

1 dan BTS2

c. Jika 𝑆̂1(𝑑) dan 𝑆̂2(𝑑) >𝑆̂𝑚𝑖𝑛dan selisih absolut dari 𝑆̂1(𝑑) dan 𝑆̂2(𝑑) lebih besar dari HYST_DROP maka active set berisi BTS

.

2

d. Jika 𝑆̂1(𝑑) dan 𝑆̂2(𝑑) <𝑆̂𝑚𝑖𝑛 maka active set tidak berisi BTS

(Terjadi soft handover).

1 maupun BTS2.

MS tidak akan memiliki koneksi dengan BTS1 dan BTS2. Kondisi ini disebut

sebagai outage (kegagalan).

2.3 Locally Optimal

Locally optimal merupakan solusi praktis sebagai pendekatan dari algoritma handover yang optimal. Strategi global yang optimal di lokasi tertentu tergantung pada lintasan pada waktu berikutnya. Persyaratan tersebut menunjukkan bahwa masalah harus ditata ulang secara khusus untuk mengabaikan lintasan pada waktu berikutnya. Sebuah solusi lokal optimal dapat diperoleh dengan membatasi lintasan di bawah pertimbangan pada titik k dan k+1. Artinya, kita mengabaikan konsekuensi dari keputusan handover pada waktu k+2 dan seterusnya, dan dasar keputusan pada semua informasi yang tersedia sampai dengan waktu k. Membatasi (2.20 dan 2.21) untuk n = 2 menghasilkan aturan keputusan 𝜙𝑘 yang memilih tradeoff terbaik

diantara biaya handover dan probabilitas bahwa 𝑋𝑘+1 turun di bawah Δ2T, memberikan

informasi Ik. Oleh karena itu fungsi keputusan locally optimal 𝜙klo pada waktu k

𝑃 �𝑋𝑛{𝐵𝑛−1𝑐 }< ∆�𝑋𝑛−1{𝐵𝑛−1𝑐 }�+𝑐 𝑈𝑛−1=0>< 𝑈𝑛−1=1𝑃 �𝑋𝑛

{𝐵𝑛}

< ∆�𝑋𝑛−1{𝐵𝑛−1}� (2.20) memiliki struktur dan (Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997)

(17)

(2.21)

Fungsi biaya untuk soft handover memiliki dua parameter biaya (relatif) 𝑐𝐴3T

dan 𝑐𝐻3T. Parameter 𝑐𝐴3T adalah biaya pemeliharaan satu anggota ekstra di active set,

sedangkan 𝑐𝐻3Tadalah biaya handover (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003).

Biaya-biaya tersebut relatif terhadap biaya dari satu unit kejadian penurunan link. Biaya Bayes berdasarkan parameter kebijakan Φ 3Tdan sistem S diberikan oleh

Algoritma optimal soft handover adalah salah satu yang meminimalkan fungsi biaya Bayes dan dapat diperoleh dengan menggunakan Dinamic Programming (DP). Untuk mengatasi masalah DP, active set pada waktu k harus dipilih untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan beberapa langkah waktu ke depan berikutnya. Karena fungsi biaya tergantung pada lintasan perhitungan mobile, dari solusi DP memerlukan model (stokastik atau deterministik) untuk lintasan mobile waktu ke depan berikutnya

𝐽(Φ ,𝑆) =𝜆𝐿𝐷(Φ ,𝑆) +𝑐𝐻𝜆𝐻(Φ ,𝑆) +𝑐𝐴𝜆𝐴(Φ ,𝑆) (2.23)

(Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997).

Model seperti itu mungkin tidak tersedia di sistem. Selanjutnya, solusi numerik dari masalah DP sulit karena ukuran vektor keadaan yang besar (sama dengan jumlah entri dalam set kandidat). Untuk alasan ini, algoritma optimal tidak praktis, sehingga digunakanlah metode locally optimal.

2.4 Kinerja Soft Handover

Kinerja soft handover merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handover. Indikator kinerja soft handover terdiri atas dua jenis yaitu (Wong, D., and Lim, T. J.,1997):

1. Indikator Kualitas Link a.Rata-rata level Ec/I0 b.Rata-rata level E

downlink untuk beban sistem yang diberikan.

(18)

2. Idikator Alokasi Sumber daya

a. Trafik sel; jumlah kanal yang digunakan pada masing-masing sel. b. Probabilitas blocking panggilan baru.

c. Probabilitas semua kanal sedang penuh pada sel baru pada sebuah handover. d. Jumlah BTS yang diharapkan pada active set.

e. Trunking resource efficiency; efisiensi sistem dimana efisiensinya adalah 1/(ukuran active set).

f. Nilai pergantian yang diharapkan pada active set.

Namun tidak semua indikator kinerja tersebut dapat digunakan dalam model analisa pendekatan. Hal ini bergantung kepada model sistem yang digunakan. Mengacu pada (Singh, N.P. and Singh, B., 2010), (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003), diantara indikator kinerja soft handover adalah:

1. Laju Handover (λH

𝜆𝐻(Φ,𝑆) =𝐸 �1

𝑁∑𝑁𝑘=1𝕀{𝐴𝑘≠𝐴𝑘−1}� (2.24)

)

dimana Ak adalah ukuran active set pada waktu k, 𝕀 adalah fungsi indikator,

bernilai 1 atau 0 tergantung apakah argumennya benar atau salah. Soft handover dikatakan telah terjadi pada waktu k jika 𝐴𝑘+1 ≠ 𝐴𝑘. Ukuran λH

2. Rata-rata ukuran active set (λ

menunjukkan pemindahan beban berhubungan dengan perubahan pada active set.

A

𝜆𝐴(Φ,𝑆) =𝐸 �1

𝑁∑𝑁𝑘=1|𝐴𝑘|� (2.26) )

𝜆𝐴 menunjukkan kanal tambahan dan jaringan backbone yang dibutuhkan oleh MS pada soft handover. Selama soft handover, sinyal ditansmisikan oleh BTS dalam active set, menyebabkan trafik tambahan pada jaringan backbone.

3. Laju penurunan link (λLD

𝜆𝐿𝐷(Φ,𝑆) =𝐸 �1

(19)

𝜆𝐿𝐷 mengukur kualitas sinyal saat waktu k pada link yang berada dalam suatu keadaan terpenurunan. Keadaan penurunan link (LD) terjadi jika RSS 𝑋𝑘,𝑖 berada

di bawah ambang batas ∆.

max𝑖∈𝐴𝑘�𝑋𝑘,𝑖� <∆ (2.28)

Karena sinyal yang diterima pada jarak d adalah variabel acak, fungsi analitis Q atau error function (erf) dapat digunakan untuk menentukan probabilitas outage. Dimana Probabilitas outage ini sesuai dengan definisi dari probabilitas link degradation (LD). Probabilitas outage pada jarak d diberikan oleh ( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).

𝑃�𝑋𝑘,𝑖 < ∆�=𝑄 �𝑋�𝑏𝑒𝑠𝑡−∆

𝜎 � dimana 𝑋�𝑏𝑒𝑠𝑡 adalah kekuatan sinyal terbesar di antara yang tersedia rata-rata sinyal dari BTS pada jarak d, Δ

(2.29)

Gambar

Gambar 2.2 menunjukkan parameter-parameter propagasi radio.
Gambar 2.3  Perbandingan frekuensi terhadap gain
Tabel 2.1 Parameter Model Propagasi Lee
Gambar 2.4 Prosedur Handover
+5

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja Di Desa Kedungrejo Kecamatan Rowokangkung Kabupaten Lumajang Tahun 2012” telah diuji

Angka tersebut lebih tinggi dari produksi riil PLTS Kubu sesuai lingkungan terpasang yang sebesar 1.196 MWh dan memiliki faktor kapasitas sebesar 18,11 % dengan

Guru pasif dan siswa yang aktif, disini akan kita temukan kelas yang hidup, bersemangat, tidak membosankan, siswa diajak untuk berani berpendapat, mengemukakan ide maupun

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap guru sekolah dasar terhadap penyakit epilepsi di Kota Medan.. Populasi penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran STAD dengan metode eksperimen lebih baik dari pada hasil belajar siswa memalui penerapan model

Setelah meningkatkan kinerja karyawan, maka diharapkan karyawan dapat memiliki perilaku kewarganegaraan organisasi (OCB), yaitu perilaku yang tidak berkaitan secara

Kompensasi sebagai sesuatu yang diterima sebagai pengganti jasa mereka pada perusahaan dan pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi manajemen sumber

masing-masing dimensi dari konflik; (2) penelitian ini membuktikan kepercayaan sebagai variabel mediasi antara konflik dengan kepuasan kerja, maka penelitian