• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI COPING PADA IBU MUDA YANG MENGALAMI STRES PERNIKAHAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI COPING PADA IBU MUDA YANG MENGALAMI STRES PERNIKAHAN."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI COPING PADAIBU MUDA YANG MENGALAMI STRESPERNIKAHAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Tsalis Fatih Safitri B07210051

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Strategi Coping Pada Ibu Muda Yang Mengalami Stres Pernikahan” merupakan karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya ini sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan di sebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, 09 Januari 2017

(3)

SKRIPSI

STRATEGI COPING PADA IBU MUDA YANG MENGALAMI STRES PERNIKAHAN

Yang Disusun Oleh Tsalis Fatih Safitri

B07210051

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada Tanggal 09 Januari 2017

Mengetahui,

Dekan Fakultas Psikologi dan Kesehatan

Prof. Dr. H. Moh. Sholeh, M.Pd NIP. 196004121994031001

Susunan Tim Penguji Penguji I,

Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiyah, M. Ag NIP. 197209271996032002

Penguji II,

Rizma Fithri, S. Psi, M.si NIP. 197403121999032001

Penguji III,

Dr. Suryani, M. Si NIP.197708122005012004

Penguji IV,

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian / Skripsi

Strategi Coping Pada Ibu Muda Yang Mengalami Stres Pernikahan

Oleh Tsalis Fatih Safitri

B07210051

Telah Disetujui untuk Diajukan pada Seminar Skripsi.

Surabaya, 03 Januari 2017

(5)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA PERPUSTAKAAN

Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail: perpus@uinsby.ac.id

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertandatangan di bawah ini, saya:

Nama : TSALIS FATIH SAFITRI

NIM : B07210051

Fakultas/Jurusan : PSIKOLOGI DAN KESEHATAN / PSIKOLOGI E-mail address : tsalissafitri@yahoo.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusifatas karya ilmiah :

Skripsi Tesis Disertasi Lain-lain (………..) yang berjudul :

Strategi Coping Pada Ibu Muda Yang Mengalami Stres Pernikahan

Beserta perangkat yang diperlukan (bilaada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusifini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 27 Februari 2017 Penulis

(6)

INTISARI

Meningkatnya perilaku menyimpang yang dialami remaja muda dan mudi di zaman era teknologi sekarang ini, banyak perilaku menyimpang yang menyebabkan stres akibat banyaknya kasus kehamilan diluar pernikahan yang sah. Hal ini terjadi pada pelaku terutama subjek sebagai pihak wanita yang belum siap dalam menghadapi bahtera kehidupan rumah tangga. Penelitian ini mengangkat kasus wanita yang mengalami stres pernikahan. Tujuan dari penelitian ini adalah strategi coping yang digunakan Ibu Muda yang mengalami stres pernikahan

Hasil analisis adalah strategi coping yang dipilih subjek dalam mengatasi permasalahannya adalah dengan Approach coping atau problem focused coping dimana Subjek lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah setelah itu meminta pertimbangan orang terdekatnya yaitu suaminya untuk mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang pernah dilakukan sebelumnya. Subjek lebih berhati-hati dalam menceritakan masalahnya kepada orang lain, karena subjek sadar bahwa tiap orang berbeda, ada yang suka dengan subjek atau ada juga yang tidak suka dengan subjek sehingga memberikan solusi yang asal-asalan dan malah menjerumuskan subyek. Tindakan instrumental, subjek biasanya menangis dan berfikir solusi terbaik untuk pemecahan masalah yang dihadapi, selain itu subjek juga menceritakan permasalahannya ke orang terdekat (suami) supaya segera terselesaikan. Selain itu subjek juga meminta perlindungan Allah SWT atas masalah yang ada, karena dengan berdoa dan meminta penguat hati kepada Allah SWT subjek tidak stess atas masalah yang dihadapi.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Stress ... 12

a. Klasifikasi stres ... 13

b. Sumber Stres ... 14

c. Jenis-jenis Stress ... 16

d. Respon Psikologi Stress ... 17

e. Penyebab Stres ... 18

f. Gejala-gejala Stres ... 19

g. Dampak-dampak Stres ... 20

h. Reaksi psikologis terhadap stress ... 20

B. Pengertian Coping ... 21

a. Pengertian Coping ... 21

b. Macam-macam Coping ... 22

c. Bentuk Coping ... 24

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping ... 24

e. Strategi Coping ... 25

C. Pengertian Pernikahan ... 27

a. Pengertian Pernikahan ... 28

b. Pengertian Pernikahan Usia Muda ... 29

c. Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda ... 32

d. Resiko Pernikahan Usia Muda ... 37

e. Tujuan Pernikahan ... 40

D. Kerangka Teoritik ... 43

BAB III : METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 45

(8)

C. Sumber Data ... 49

D. Cara Pengumpulan Data ... 51

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 54

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 56

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Partisipan ... 60

B. Temuan Penelitian ... 62

1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 62

a. Perilaku Subjek Pranikah ... 62

b. Deskripsi Stress Pernikahan ... 68

c. Deskripsi Coping ... 73

d. Deskripsi Strategi Coping ... 79

2. Analisis Temuan Penelitian... 83

a. Analisis Stres Pernikahan Yang Dialami Subjek ... 83

b. Analisis Coping ... 85

c. Analisis Strategi Coping ... 86

C. Pembahasan ... 89

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

[image:9.612.152.478.220.527.2]

Daftar Tabel Halaman

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan periode seseorang bertransformasi dari anak-anak

menuju dewasa. Periode ini merupakan sebagai masa yang memiliki dampak

langsung dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada masa remaja

ini. Pada periode ini pula, terjadi perubahan biologis, kognitif dan

sosio-emosional yang dialami remaja mulai dari perkembangan fungsi seksual

hingga proses berpikir abstrak dan kemandirian.

Pada umumnya, remaja mengalami perkembangan dari segala aspek.

Remaja pada masa ini mengalami proses pematangan fisik lebih cepat

daripada pematangan psikososialnya. Oleh karena itu, seringkali terjadi

ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan

terhadap stress. Kondisi inilah yang menuntut individu remaja untuk bisa

menyesuaikan diri secara mental dan sosial serta melihat pentingnya

menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan minat yang baru. Selain itu, remaja

sebagai generasi yang akan mengisi berbagai posisi dalam masyarakat di

masa yang akan datang, yang akan meneruskan kehidupan masyarakat,

bangsa dan negara di masa depan. Perkembangan fisik dan kematangan

seksual remaja dalam usia ini mengalami perubahan yang sangat pesat dan

seharusnya menjadi perhatian khusus bagi remaja. Santrock (2007)

(11)

2

mulai dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan seksual serta keberanian

untuk melakukan perilaku beresiko, termasuk bereksperimen dengan aktivitas

seks.

Mengingat dari pada perubahan pada diri seorang remaja, tidak lepas

juga dengan meningkatnya perilaku seksual diluar nikah. Perilaku tersebut

tidak hanya di negara-negara maju dan berkembang saja, bahkan di Indonesia

hal ini bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan lagi, karena seringkali kita

lihat remaja berpacaran di tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan,

gedung film, kafe-kafe yang menjadi tempat nongkrong bagi para remaja

serta di tempat-tempat khusus seperti rumah kos-kosan bahkan kamar hotel.

Lingkungan dan tempat yang nyaman merupakan faktor pendukung untuk

melakukan seks bebas atau seksual pranikah. Misalnya melakukan seks bebas

saat tidak ada pelajaran, kemudian saat pulang ke rumah kos dimana suasana

rumah kos yang sangat mendukung sehingga kemungkinan melakukan

hubungan seksual (Setyowati, 2012). Dalam hal ini membuat para ibu-ibu

muda banyak yang mengalami stres pranikah.

Dalam Kerpati (2010), menurut Sugiri Syarif, kepala BKKBN (Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), berdasarkan hasil penelitian di

Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalami kehamilan

sebelum menikah. Pada tahun 1997 sebuah studi kualitatif di Yogyakarta

diantara 44 wanita yang memiliki kehamilan sebelum menikah pada usia

15-24 dan telah berkonsultasi ke IPPF (International Planned Parenthood

(12)

3

kehamilannya dan 18 responden dilaporkan mengakhiri kehamilannya. Dari

mereka yang meneruskan kehamilan 21 responden menikah selama

kehamilan dan hanya 5 responden menjadi orang tua tunggal. Empat dari

sepuluh perempuan hamil sebelum usia 20 tahun. Lebih dari 900.000

kehamilan remaja setiap tahunnya. Sekitar 40 persen ibu remaja di bawah 18

tahun. Diungkap data pula bahwa dari 10 ibu dibawah usia 18 tahun, hanya 4

orang ibu yang dapat menyelesaikan sekolah tinggi. Hampir 80 persen ayah

dari janin yang dikandung oleh remaja wanita memutuskan untuk tidak

menikah dengan remaja wanita tersebut. Hanya 30 persen ibu remaja yang

menikah setelah anak mereka lahir tetap dalam pernikahan mereka.

Hasil survey kesehatan kesehatan reproduksi remaja Indonesia

(SKRRI) menunjukkan 1 persen remaja perempuan dan 8 persen remaja

laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan sksual pra nikah. Bahkan terdapat

1,1 persen dari remaja laki-laki kelompok usia 15 – 19 tahun yang mengaku

melakukan hubungan seksual pra nikah ketika usianya kurang dari 15 tahun. (

arsip perwakilan BKKBN Provinsi Sumatra Barat tahun 2015)

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjelang

dewasa. Merupakan masa yang rawan dan kritis karena perkembangan emosi

dan perilaku yang masih belum stabil (Soetjiningsih, 2004).

Seks adalah perbedaan kelamin antara laki-laki dan perempuan. Istilah

seks dan seksualitas yang belum ada sinonimnya di Indonesia memiliki arti

yang sangat luas, tapi masyarakat mengartikan seks dalam arti sempit yaitu

(13)

4

Matangnya fungsi-fungsi seksual pada remaja maka timbul pula

dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual.

Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku

seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila

ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan

pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari

kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Soetjiningsih, 2004).

Banyak remaja yang melakukan seks sebelum menikah, hal ini bisa

terjadi dikarenakan pengetahuan remaja tentang seks yang kurang, peran

orang tua yang kurang baik, pergaulan setiap hari yang ia jumpai atau norma

agama yang sudah tidak diperhatikan. Kerugian yang dialami wanita selain

kehamilan juga dapat berupa rasa malu atau minder pada lingkungan wanita

tersebut. Ibu muda yang mengandung dengan kesiapan mental yang kurang

dapat mengalami trauma bahkan mengalami krisis percaya diri. Selain itu

secara psikologis ia belum siap untuk bertanggung jawab dan berperan

sebagai istri, partner seks, Ibu, sehingga jelas pernikahan dengan kesiapan

mental yang kurang dapat menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan

psikologi serta perkembangan kepribadian mereka. (Eddy Fadlyana, Shinta

Larasati, 2009)

Pernikahan adalah suatu peristiwa hukum yang melakukannya harus

memenuhi syarat atau dengan kata lain sebuah pernikahan sebaiknya

dilengkapi dengan kesiapan-kesiapan tertentu untuk dapat tercapainya

(14)

5

emosi atau kesiapan umur secara psikologis adalah usia dimana kita perpola

sikap, pola perasaan pola pikir dan perilaku sehingga pasangan tersebut

mampu menjaga egoisme serta sikap dalam rumah tangga dan disanalah

terjalin pasangan yang harmonis (Andi Mappiare, Psikologi Remaja, 1982).

(2) kesiapan biologis dalam konteks fiqih dipahami oleh para ulama dengan

mengukur usia taklif, yakni telah keluar mani/mimpi basah bagi laki-laki dan

telah mendapat menstruasi/haidh bagi perempuan (Muhammad Ali Assayis,

1963). (3) kesiapan ekonomi adalah kemampuan atau kepemilikan harta yang

akan dijadikan modal bagi pasangan tersebut untuk mengarungi bahterah

rumah tangga, yang membutuhkan biaya hidup tidak sedikit.

Rendahnya kematangan beragama pada tiap individu dalam

masyarakat baik secara langsung ataupun tidak, ikut membentuk lingkungan

yang tidak sehat dalam perjalanan hidup seorang remaja. Rendahnya

kematangan beragama di tengah masyarakat secara tidak langsung juga dapat

memicu terjadinya banyak kesalahan dalam mencari jalan keluar atas

permasalahan yang tengah dihadapi. Dalam istilah psikologi, cara-cara

pemecahan atau pengatasan masalah itu disebut strategi coping. Yang muncul

kemudian adalah rangkaian permasalahan yang saling menjerat yang sulit

pemecahannya. Hal itu terjadi karena setiap persoalan yang timbul justru

menggunakan jalan keluar yang kurang tepat, sehingga muncullah persoalan

yang baru lagi.

Berbagai masalah yang muncul setelah pernikahan (kesiapan mental

(15)

6

belum siapnya komitmen dalam jangka panjang dan juga belum ada kesiapan

untuk mempunyai momongan) juga dapat menimbulkan stres berkelanjutan

yang diakibatkan dari Married by Accident (menikah dari hubungan seks

pranikah).

Seperti yang terjadi pada seorang wanita yang tinggal di Kota

Surabaya Tengah, dia melakukan pernikahan dari hubungan seks pranikah

karena sudah hamil. Wanita tersebut sempat uring-uringan, tidak enak makan

dan sempat mengalami stres karena menjadi bahan gunjingan orang lain.

Proses yang dialami wanita tersebut sangat berat, oleh karena itu diperlukan

kajian untuk memantau perkembangan kematangan beragama (religius

maturity) pada subjek penelitian.

B. Fokus Penelitian

Sesuai latar belakang masalah tersebut, fokus penilitian ini strategi

coping pada ibu muda yang mengalami stres pernikahan.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian tersebut diatas, maka tujuan penelitian

ini untuk mengetahui strategi coping pada ibu muda yang mengalami stres

pernikahan .

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis :

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu

(16)

7

2. Manfaat praktis :

a. Bagi subjek

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan

memberi saran terhadap Ibu muda yang pernah mengalami stres

pranikah.

b. Bagi orang tua

Manfaat untuk orang tua agar orang tua lebih memperhatikan

pergaulan anak setiap harinya

c. Bagi peneliti

Untuk peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu pijakan

untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

1. Strategi Coping Stress Siswa terhadap Tugas Sekolah di SMK Farmasi Yamasi Makassa (Nurfitriana, Watief A. Rachman, Mappeaty Nyorong, 2014)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi emosional

siswa terhadap tugas, bentuk umum strategi coping stress siswa, bentuk

umum problem focused coping siswa dan bentuk emotion focused coping

siswa ketika mendapatkan tugas sekolah. Metodologi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan fenomenologi.

Hasil penelitian ini bahwa siswa di SMK Farmasi Yamasi Makassar

mengalami kondisi emosional berupa stress terhadap tugas sekolah,

(17)

8

2. Study Deskriptif Mengenahi Derajat Stres dan Coping Stres Pada Pengemudi Angkot Stasiun Hall-Dago di Kota Bandung (Pratiwi Handaru Wulan, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, 2014)

Penelitian ini membahas tentang pengemudi angkot yang

mengalami berbagai tuntutan yang dapat dirasa menjadi tekanan.

Tuntutan ini berupa tuntutan pekerjaan, ekonomi, dan fisik yang dapat

menimbulkan stres.

Tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk memperoleh

gambaran mengenahi derajat stres dan coping stres yang dilakukan oleh

para pengemudi angkot trayek Stasiun Hall-Dago

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif,

karena dengan menggunakan jenis penelitian ini, dapat diperoleh

gambaran mengenahi derajat stres para pengemudi angkot Stasiun

Hall-Dago. Data yang diperoleh berupa angka dan kemudian akan dianalisa

melalui perhitungan statistik.

3. Hubungan System Kepercayaan dan Strategi Menyelesaikan Masalah Pada Korban Bencana Gempa Bumi (Amitya Kumara dan Yuli Fajar Susetyo, Fakultas Psikology UGM Yogyakarta, Tahun 2015)

Tujuan pertama pada penelitian ini untuk mengetahui bagaimana

masyarakat Yogyakarta memaknai bencana alam yang di dalami jika di

lihat dari sudut pandang religi atau kepercayaan yang dianut

Tujuan yang kedua untuk mengetahui bagaimana peran system

religi atau kepercayaan yang dianut masyarakat Yogyakarta dalam

(18)

9

Tujuan ketiga untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

kepercayaan dan strategi coping pada korban bencana gempa bumi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode deskriptif kuantitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah hubungan antara kepercayaan dan

strategi coping bagi setiap korban bencana alam yang menjadi subjek

peneltian tidak berjalan linear dalam menghadapi situasi dan kondisi

pasca bencana tetapi berbentuk cycle.

4. Meningkatkan Strategi Coping Melalui Metode Ekspresive Writing dan Focus Group Discussion Pada Siswa Kelas X1 IPA 4 SMA Negeri 7 Yogyakarta (Riesky Ruliansyah, Universitas Yogyakarta (UNY), Tahun 2015)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan strategi coping

melalui metode Ekspresive Writing dan focus group discussion (FGD)

pada siswa kelas X1 IPA 4 SMAN 7 Yogyakarta.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode ekspresive writing dan focus group discussion

yangdigunakan sesuai dengan kebutuhan siswa

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan penberian

ekspresive writing terhadap strategi coping siswa yang dapat dilihat dari

hasil pree test dan post test. Pemberian tindakan tersebut bersifat positif

yang ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata score hasil pree test yaitu

(19)

10

5. Penerapan Konseling Kelompok dengan Menggunakan Strategi Coping Untuk Mengurangi Stres Belajar Siswa Kelas X SMS Negeri 1 Tuban. (Nurul Fatchur Rachma, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, Tahun 2014)

Tujuan penelitian ini pada siswa kelas X MIA 4 dan X MIA 6

SMA Negeri 1 Tuban terdapat siswa yang mengalami masalah stres

belajar yang tinggi, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menguji

penggunaan strategi coping dalam konseling kelompok untuk

mengurangi stres belajar.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan

eksperimen berupa pree test dan post test one group design. Metode

yang digunakan sebagai alat pengumpul data adalah angket.

Hasil pree test dan post test dapat diketahui bahwa hipotesis

yang diajukan dapat diterima yaitu : “Penerapan konseling kelompok

dengan menggunakan strategi coping dapat mengurangi stres belajar

siswa kelas X SMA Negeri 1 Tuban” 

Berbeda dengan strategi coping pada ibu muda yang mengalami stres pernikahan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui strategi

coping pada ibu muda yang mengalami stres pernikahan. Subjek yang

digunakan adalah seorang ibu muda yang pernah mengalami stress akibat

hubungan seks pranikah, dan metode yang digunakan adalah metode

(20)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Stres

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar

terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni

perubahan fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan

keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut

sebagai stresor (pengalaman yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009).

Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh

menganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005).

Sedangkan menurut WHO (2003). Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap

stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini

digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan

intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku,

dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara

individu dengan stimulus yang membuat stres semua sebagai suatu sistem.

Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami ketegangan

hidup, yang diakibatkan adanya tuntutan dan tantangan, kesulitan, ancaman,

ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan yang semakin sulit

terpecahkan. Sehingga seringkali didapati seseorang mengalami ketegangan

psikologis, merasakan keluhan yang kadang memerlukan perawatan dan

(21)

13

menegangkan, karena tergantung dari tinggi atau rendahnya kedewasaan

kepribadian serta bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya.

Pada dasarnya stres tidak bisa dihilangkan dari proses kehidupan, namun juga

diperlukan untuk proses pertumbuhan dan kematangan prbadi (Rasmun,

2004).

a. Klasifikasi stres

Stuart dan Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres,

yaitu:

1. Stres ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari

dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan

bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

2. Stres sedang

Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting

saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit

lahan persepsinya.

3. Stres berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan

cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba

memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak

(22)

14

b. Sumber stres (stresor)

Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan

menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis

nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stres

reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang

muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang

jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya

mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan

koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya

reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).

Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres.

Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas social

(Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat

sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan,

dan krisis.

Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena

ada aral melintang, misalnya apabila ada mahasiswa yang gagal dalam

mengikuti ujian osca dan tidak lulus. Frustasi ada yang bersifat intrinsic

(cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana

alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,

(23)

15

Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih

macam-macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik,

yaitu :

1. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih

satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja

seseorang yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir

yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya

kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis

konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.

2. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada

dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda

yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi

disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk

membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan

dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk

menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki

konsekuensi yang tidak menyenangkan

3. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu

merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari

seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang

berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya

(24)

16

Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari.

Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau

norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu,

misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking

satu, atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.

Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada

individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan

penyakit yang harus segera dioperasi

c. Jenis-jenis stres

Jenis jenis stres menurut Selye (dalam Munandar, 2001)

membedakan stres menjadi 2 (dua), yaitu:

1) Distress (stres negatif)

Distress yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat

tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut

termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit

kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,

yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Distress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal

yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh: pertengkaran, kematian

pasangan hidup, dan lain-lain.

2) Eustress (stres positif)

Eustress yaitu stres yang sangat berguna lantaran dapat

(25)

17

pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan

bisa tanpa disadari. Tipe stres ini dapat membantu memberi kekuatan

dan menentukan keputusan, contohnya menemukan solusi untuk

masalah.

Eustress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal

yang menyenangkan. Sebagai contoh: perubahan peran setelah

menikah, kelahiran anak pertama, dan lain-lain.

Berbeda dengan H. Handoko berpendapat bahwa stres adalah

suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir,

dan kondisi seseorang (Zuyina Luk Lukaningsih dan Siti Bandiyah,

2011: 69). Sedangakan dalam ilmu psikologi, stres diartikan sebagai

suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat sehingga

menimbulkan adanya ketidakseimbangan (Asiyah, 2010).

d. Respon psikologis stres

Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi, (Sarafino, 2007) :

1. Kognisi

Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas

kognitif. Stresor berupa kebisingan dapat menyebabkan deficit

kognitif pada anak-anak. Kognisi juga dapat berpengaruh dalam stres.

2. Emosi

Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering

menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres.

(26)

18

emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, fobia,

kecemasan, depresi, perasaan sedih dan rasa marah.

3. Perilaku sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain.

Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana

alam dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam

situasi lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan. Stres

yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negative

cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.

Stres juga dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu.

e. Penyebab stres

1) Stressor psikologis

Stressor yang bersumber dari psikis, misalnya takut, khawatir,

cemas, marah kesepian dan lain-lain (Asiyah, 2010).

2) Stressorbiologic

Berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan kerusakan organ

biologic, mal nutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologic yang

kontinyu.

3) Stressor sosial budaya

Stressor yang bersumber dari kultural yang melatar belakangi

kehidupan seseorang, misalnya ekonomi, persaingan, diskriminasi,

perceraian, perubahan sosial yang cepat (Zuyina Luk Lukaningsih

(27)

19

f. Gejala-gejala stress

Menurut pendapat Everly dan Giordano mengemukakan beberapa

gejala-gejala stres, menurut mereka akan mempunyai dampak pada

suasana hati, otot kerangka, dan organ-organ dalam tubuh, gejala-gejala

tersebut adalah :

1) Gejala-gejala suasana hati, yaitu menjadi overexcited, cemas, merasa

tidak pasti, sulit tidur pada malam hari, menjadi sangat tidak enak

dan gelisah, menjadi gugup.

2) Gejala-gejala otot kerangka, yaitu jari-jari

dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam, atau berdiri ditempat,

mengembangkan gerakan tidak sengaja, kepala mulai sakit, merasa

otot menjadi tegang atau kaku, menggagap jika bicara.

3) Gejala-gejala organ di tubuh, yaitu perut

yang terganggu, merasa jantung berdebar, menghasilkan banyak

keringat, merasa kepala ringan atau pingsan, mengalami kedinginan,

wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, terdengar dering dalam

kuping (Munandar, 2001).

Menurut pendapat Asiyah (2010) Gejala-gejala yang menandai

kondisi stress adalah sebagai berikut :

1) Gejala fisik berupa rasa lelah, susah tidur, nyeri kepala, otot kaku

dan tegang terutama pada leher/tengkuk, bahu, dan punggung bawah,

nyeri di dada, berdebar-debar, napas pendek, gangguan lambung dan

(28)

20

terasa panas, berkeringat, sering flu, dan menstruasi sering

terganggu.

2) Gejala mental seperti berkurangnya konsentrasi dan daya ingat,

ragu-ragu, bingung, pikiran penuh atau kosong, kehilangan rasa humor.

3) Gejala emosi dapat berupa cemas, depresi, putus asa, mudah marah,

ketakutan, frustrasi,tiba-tiba menangis, merasa tak berdaya, menarik

diri dari pergaulan, dan menghindari kegiatan yang sebelumnya

disenangi.

4) Gejala prilaku dapat berupa mondar-mandir, gelisah, menggigit

kuku, menggerak-gerakkan anggota badan atau jari, perubahan pola

makan, merokok, minum-minuman keras, menangis, berteriak,

mengumpat, bahkan melempar barang atau memukul (Asiyah,

2010).

g. Dampak-dampak stres

Menurut Powell (1983) stress dapat berdampak positif dan juga

bisa berdampak negative. Dampak positifnya yang mencakup pemuasn

kebutuhan dasar, kemampuan menangani masalah, juga inkulasi stress.

Sedangkan dampak negatifnya yang berupa gangguan fisik dan mental

serta dapat juga mempengaruhi perubahan tingkah laku individu.

h. Reaksi psikologis terhadap stres

1. Kecemasan

Respons yang paling umum merupakan tanda bahaya yang

menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar

(29)

21

kuatir, tegang, prihatin, takut seperti jantung berdebar-debar, keluar

keringan dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.

2. Kemarahan dan agresi

Perasaan jengkel sebagai respons terhadap kecemasan yang

dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap

situasi stres yang mungkin dapat menyebabkan agresi.

3. Depresi

Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat.

Terkadang disertai rasa sedih.

B. Pengertian Coping

1. Pengertian coping

Konsep untuk memecahkan sebuah permasalah disebut dengan

coping. Kata coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan sebagai

menghadapi, melawan ataupun mengatasi, walaupun belum ada istilah

dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk mewakili istilah ini, Pengertian

coping dikhususkan pada bagaimana seseorang mengatasi tuntutan yang

menekan (Rustiana, 2003).

Coping adalah proses yang dilalui oleh inidividu dalam

menyelesaiakan situasi stressfull. Coping tersebut adalah merupakan

respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik

maupun psikologik. Secara alamiah baik disadari ataupun tidak, individu

sesungguhnya telah menggunakan strategi coping dalam menghadapi

(30)

22

lingkungan atau situasi untuk menyelasaikan masalah yang sedang

dirasakan atau dihadapi. Coping dapat diartikan sebagai usaha perubahan

kognitif dan perilaku secara konstan untuk menyelesaikan stress yang

dihadapi (Rasmun, 2004).

Menurut Lazarus & Folkman, coping adalah suati proses dimana

individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara

tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan-tuntutan yang berasal dari individu atau lingkungan)

dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi

situasi stressfull.

Menurut Folkman mengartikan coping sebagai perubahan

pemikiran atau perilaku yang digunakan oleh seseorang dalam

menghadapi tekanan dari luar maupun dalam yang disebabkan oleh

transaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai sebagai

stressor, coping ini nantinya akan terdiri dari upaya upaya yang

dilakukan untuk mengurangi keberadaan stressor (Resick, 2001).

2. Macam-macam coping

1. Coping Psikologis

Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress

psikologis tergantung pada 2 faktor yaitu :

a) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor,

yang artinya berat ancaman yang dirasakan oleh individu

(31)

23

b) Keefektifan strategi coping yang digunakan oleh individu, yang

artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan

efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi

suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

2. Coping psikososial

Adalah reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stress

yang diterima atau dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen

(1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori coping yang

biasa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan, yaitu :

a) Reaksi yang berorientasi pada tugas,cara ini digunakan untuk

menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan dasar.

b) Reaksi yang berorientasi pada ego

c) Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam menghadapi

sres, atau kecemasan, jika individu melakukannya dalam waktu

sesaat,maka dapat mengurangi kecemasan,tetapi jika digunakan

dalam jangka waktu lama akan dapat mengakibatkan gangguan

orientasi realita, memburuknya hubungan interpersonal dan

menurunnya produktifitas kerja (Rasmun, 2004).

3. Bentuk coping

Lazarus & Folkman, (Sarafino, 2006) secara umum membedakan

(32)

24

a. Problem focused coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping

yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari

situasi yang penuh tekanan

b. Emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang

diarahkan untuk mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan

behavioral dan kognitif.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping

Menurut Mutadin (2002) cara individu menangangi situasi yang

mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang

meliputi:

a. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha

mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang

cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,

seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang

mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan

(helplessness) yang akan menurunkan kemampuan coping.

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk

(33)

25

alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan

pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat.

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai

sosial yang berlaku dimasyarakat.

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi

dan emosional pada diri individu oleh orang tua, anggota keluarga

lain, saudara, teman dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau

layanan yang biasanya dapat dibeli.

5. Strategi coping

Menurut White (1974) dalam Sussman & Steinmetz (1988),

Strategi coping adalah suatu hal yang merujuk kepada upaya adaptasi

individu terhadap kondisi yang relatif sulit dan tidak menyenangkan.

Lazarus & Folkman, (1984) mengklasifikasikan coping menjadi

dua bagian, yaitu :

1) Approach coping disebut juga dengan problem focused coping yang

memiliki sifat analitis logis, mencari informasi serta berusaha untuk

(34)

26

2) Avoidance coping yang disebut juga emotional focused coping yang

bercirikan represi, proyeksi, mengingkari dan berbagai cara untuk

meminimalkan ancaman.

Aldwin dan Revenson membagi Approach coping (problem

focused coping) menjadi tiga bagian :

a) Cautiousness (Kehati-hatian) yaitu individu berfikir dan

mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang

tersedia, meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam

memutuskan masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah

dilakukan sebelumnya.

b) Instrumen action (tindakan instrumental) adalah tindakan individu

yang diarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung, serta

menyusun langkah yang akan dilakukan.

c) Negotiation (negosiasi) merupakan beberapa usaha oleh seseorang

yang ditunjukkan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan

penyebab masalah untuk ikut menyelesaikan masalah.

Sedangkan Avoidance Coping atau Emotion focused coping

menurut Aldwin dan Reverson terbagi menjadi :

a) Escapism (melarikan diri dari masalah) ialah perilaku menghindari

masalah dengan cara membayangkan seandainya berada dalam satu

situasi lain yang lebih menyenangkan, menghindari masalah dengan

makan atau tidur, bisa juga dengan merokok atau meneguk minuman

(35)

27

b) Minimazation (menganggap masalah seringan mungkin) ialah

tindakan menghindari masalah dengan menganggap seakan-akan

masalah yang tengah dihadapi itu jauh lebih ringan dari pada yang

sebenarnya.

c) Self blame (menyalahkan diri sendiri) merupakan cara seseorang

saat menghadapi masalah dengan menyalahkan serta menghukum

diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah

terjadi.

d) Seeking meaning (mencari hikmah yang tersirat) adalah suatu proses

dimana individu mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya

sendiri dan mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting

dalam hidupnya. Dalam hal ini individu coba mencari hikmah atau

pelajaran yang bisa dipetik dari masalah yang telah dan sedang

dihadapinya (Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro vol.3; 72;

2006).

C. Pengertian Pernikahan

Dalam dekripsi teori ini berisi tentang uraian teori yang menjelaskan

variabel yang akan di teliti yaitu dengan cara mendekripsikan variabel tersebut

melalui pendefinisian, serta menguraikan secara lengkap dari berbagai referensi

yang aktual sehingga dapat memperkuat penelitian ini. Berikut akan diuraikran

(36)

28

1. Pengertian pernikahan

Bernard (1972) mengatakan pernikahan biasanya digambarkan

sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah

persatuan dua system keluarga secara keseluruhan dan pembangunan

sebuah sistem ketiga yang baru. Beberapa ahli pernikahan dan keluarga

percaya bahwa pernikahan mencerminkan fenomena yang berbeda-beda

bagi perempuan dan laki-laki yang membuat kita perlu memisahkan

pembahasan saat mencerminkan pernikahan laki-laki dan pernikahan

pada perempuan. Dalam masyarakat Amerika Serikat, perempuan telah

mengantisipasi pernikahan dengan antusianisme yang lebih besar dan

harapan yang lebih positif dibandingkan laki-laki (dalam Santrock,

1995).

Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat

untuk hidup bersama hingga hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini

dapat langgeng sepanjang masa, mutlak diperlukan ikatan yang kuat

berupa rasa cinta dan saling memahami. Pernikahan adalah suatu ikatan

janji setia antara suami dan istri yang didalamnya terdapat suatu

tanggung jawab dari kedua belaah pihak. Janji setia yang terucap

merupakan sesuatu yang tidak mudah diucapkan. Dalam pasal 1

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, mendefinisikan

pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria denganseorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

(37)

29

Sedangkan defenisi pernikahan menurut Duvall & Miller (1985)

“Socially recognized relationship between a man and woman that

provider for sexual relationship, legitimates childbearing and establishes

a division of labour between spouses” Jadi dapat disimpulkan bahwa

pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara

seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu pernikahan

merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Dalam

menjalankan kehidupan berkeluarga diharpkan kedua individu itu

dapatmemenuhi kebutuhannya dan mengembangkan dirinya. Pernikahan

sifatnya kekal dan bertujuan menciptakan kebahagian individu yang

terlibat didalamnya.

Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi

bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung

dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak

dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk

mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat

keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh

perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk

hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi.

2. Pengertian pernikahan usia muda

Pernikahan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang

(38)

30

ada baiknya kita terlebih dahulu melihat pengertian daripada remaja

(dalam hal ini yang dimaksud rentangan usianya). Golongan remaja

muda adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun, inipun sangat

tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga

penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Dan bagi laki-laki yang disebut

remaja muda berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Dan apabila remaja

muda sudah menginjak 17 sampai dengan 18 tahun mereka lajim disebut

golongan muda/ anak muda. Sebab sikap mereka sudah mendekati pola

sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental

belum matang sepenuhnya. Namun dalam prakteknya didalam

masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian masyarakat

yang melangsungkan pernikahan di usia muda atau di bawah umur.

Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di

suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak

dahulu.

Usia ideal perempuan untuk menikah adalah 19-25 tahun

sementara lakilaki 25-28 tahun. Karena diusia itu organ reproduksi

perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat

serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang.

Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat,

hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik

(39)

31

Dalam pernikahan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal

yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin

melangsungkan pernikahan. Karena bila kita melihat fenomena yang ada,

pada orang yang dewasa ketika berumah tangga dipandang akan dapat

mengendaliakn emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul

dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya

sudah relative stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun

dengan pasangan dan lingkungan sekitar. Kedewasaan dalam bidang

fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta

keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti

dalam upaya meraih kebahagiaan.

Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang

matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak apresiatif

terhadap makna menikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan

pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat

yang melangsungkan pernikahan usia muda ini dipengaruhi karena

adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk

melangsungkan pernikahan usia muda atau di bawah umur. Setelah

melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan

usia muda adalah pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih belum

cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan

menurut kesehatan melihat pernikahan usai muda itu sendiri yang ideal

(40)

32

perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena

kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum

matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan

sel akan menyimpang menjadi kanker (Kompono, 2007).

3. Faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda

Dalam melangsungkan suatu pernikahan maka perlu mempunyai

persiapan dan kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial

ekonomi. Namun masih ada sebagian masyarakat di Indonesia yang

melangsungkan pernikahan usia muda ini, dipengaruhi karena adanya

beberapa faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan

pernikahan usia muda tanpa mempertimbangkan kematangan biologis,

pisikologis maupun ekonomi. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan

Pengembangan Kependudukan BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa

beberapa faktor yang mempengaruhi median usia pernikahan pertama

perempuan adalah faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal

(desa/kota). Di antara faktor-faktor tersebut, factor ekonomi merupakan

faktor yang paling dominan terhadap median usia nikah/kawin pertama

perempuan. Hal ini ditengarai disebabkan oleh kemiskinan yang

membelenggu perempuan dan orang tuanya. Karena tidak mampu

membiayai anaknya, maka orang tua menginginkan anaknya tersebut

segera menikah sehingga mereka terlepas dari tanggung jawab dan

berharap setelah anaknya menikah mereka akan mendapatkan bantuan

(41)

33

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan

dalam usia muda yakni menurut RT. Akhmad Jayadiningrat,

sebab-sebab utama dari pernikahan usia muda adalah:

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan terlalu

muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan

adat.

Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu

mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat

kebiasaan saja.

Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang

mendorong terjadinya pernikahan usia muda yang sering dijumpai di

lingkungan masyarakat kita yaitu faktor ekonomi, pendidikan, keluarga,

kemauan sendiri, media masa dan hamil diluar nikah.

a. Faktor ekonomi

Mencher (dalam Siagian, 2012) mengemukakan kemiskinan

adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok

orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup

seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu titik waktu

secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

Sehingga dapat kita katakan bahwa salah satu faktor yang

(42)

34

keluarga. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak

untuk menikah diusia yang tergolong muda untuk meringankan beban

orang tuanya. Dengan si anak menikah sehingga bukan lagi menjadi

tanggungan orang tuanya (terutama untuk anak perempuan), belum

lagi suami anaknya akan bekerja atau membantu perekonomian

keluarga maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang

dianggap mampu.

b. Faktor pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan cenderung melakukan aktivatas

social ekonomi yang turun temurun tanpa kreasi dan inovasi. Akibat

lanjutnya produktivitas kerjanyapun sangat rendah sehingga tidak

mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara memadai. Karena

terkadang seorang anak perempuan memutuskan untuka menikah

diusia yang tergolong muda. Pendidikan dapat mempengaruhi seorang

wanita untuk menunda usia untuk menikah. Makin lama seorang

wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka secara teoritis makin

tinggi pula usia kawin pertamanya. Seorang wanita yang tamat

sekolah lanjutan tingkat pertamanya berarti sekurang-kurangnya ia

menikah pada usia di atas 16 tahun ke atas, bila menikah diusia

lanjutan tingkat atas berarti sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan

selanjutnya bila menikah setelah mengikuti pendidikan di perguruan

(43)

35

c. Faktor keluarga/ orang tua

Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk

menikah secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk

melangsungkan pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir

anaknya melakukan hal-hal yang tidak di inginkan karena anak

perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket

sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal yang

sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai

anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.

d. Faktor kemauan sendiri

Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling

mencintai dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau

media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai

pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di

usia muda.

e. Faktor media massa

Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang

paling banyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh

karena itu, media masa sering digunakan sebagai alat

menstransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa

ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara masyarakat itu

sendiri. Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi

(44)

36

bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di

Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata

uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi

berdampak positif tetapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak

posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara

pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti

pergaualan bebas dan pornografi.

Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya

pergaulan bebas dan seks bebas. Menurut Rohmahwati (2008) paparan

media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun

elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung

maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan

seksual pranikah.

f. Faktor MBA (marriage by acident)

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan

mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di

kota-kota besar. Pernikahan pada usia remaja pada akhirnya

menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun

tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan, pada

hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa. Selain itu,

pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum

(45)

37

karena ada suatu paksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur

terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan.

4. Resiko pernikahan usia muda

Masalah yang timbul dari pernikahan usia muda bagi pasangan

suami istri pada umumnya adanya percekcokan kecil dalam

rumah-tangganya. Karena satu sama lainnya belum begitu memahami sifat

keduanya maka perselisihan akan muncul kapan saja. Karena diantara

keduanya belum bisa menyelami perasaan satu sama lain dengan sifat

keegoisannya yang tinggi dan belum matangnya fisik maupun mental

mereka dalam membina rumah tangga memungkinkan banyaknya

pertengkaran atau bentrokan yang bisa mengakibatkan perceraian.

Emosi yang tidak stabil, memungkinkan banyaknya pertengkaran

jika menikah diusia muda. Kedewasaan seseorang tidak dapat diukur

dengan usia saja, banyak faktor seseorang mencapai taraf dewasa secara

mental yaitu keluarga, pergaulan, dan pendidikan. Semakin dewasa

seseorang semakin mampu mengimbangi emosionalitasnya dengan rasio.

Mereka yang senang bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan dan

belum mampu mengekang emosi. Kesusahan dan penderitaan dalam

kehidupan rumah tangga seperti; kekurangan ekonomi,

pertengkaran-pertengkaran dan tekanan batin yang dialami oleh pasangan suami istri

itu dapat mengakibatkan kesehatan khususnya anak-anaknya menjadi

terganggu.Pernikahan usia muda bukan hanya dari masalah kesehatan

(46)

38

penyumbang terbesar terhadap kanker serviks. Tetetapi punya masalah

juga terhadap kelangsungan pernikahan. Pernikahan yang tidak didasari

persiapan yang matang akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga

seperti pertengkaran, percekcokan, bentrok antara suami isteri yang

menyebabkan terjadinya perceraian.

Tidak hanya itu saja, pernikahan diusia muda mendatangkan

banyak resiko seperti :

a. Kematian ibu (maternal mortality)

Resiko kesehatan pada ibu yang usia muda juga tidak kalah

besarnya dibanding bayi yang dikandung. Ibu kecil yang berusia

antara 10-14 tahun berisiko meninggal dalam proses persalinan 5 kali

lebih besar dari wanita dewasa. Persalinan yang berujung pada

kematian merupakan faktor paling dominan dalam kematian gadis

yang menikah di usia muda.

b. Kekerasan rumah tangga (abuse and violence)

Ketidak setaraan jender merupakan konsekuensi dalam

pernikahan anak. Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas

untuk menyuarakan pendapat, menegosiasikan keinginan berhubungan

seksual, memakai alat kontrasepsi, dan mengandung anak. Demikian

pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi pasangan seringkali

menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga cenderung

(47)

39

mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun

finansial.

Selain itu, pernikahan dengan pasangan terpaut jauh usianya

meningkatkan risiko keluarga menjadi tidak lengkap akibat

perceraian, atau menjanda karena pasangan meninggal dunia Banyak

sekali pernikahan-pernikahan ini harus berakhir kembali ke

pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah pernikahan, untuk

perkara yang berbeda yaitu perceraian.

c. Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini.

Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di

usia dini didukung oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa

keluaran negatif social jangka panjang yang tak terhindarkan, ibu yang

mengandung di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan,

selain juga mengalami krisis percaya diri. Anak juga secara psikologis

belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri,

partner seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan

imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan

kepribadian mereka. Masalah yang ditimbulkan dari pernikahanan

usia muda tidak hanya dirasakan oleh pasangan pada usia muda,

namun berpengaruh pula pada anakanak yang dilahirkannya. Bagi

wanita yang melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 tahun, akan

(48)

40

membahayakan kesehatan si anak, sehingga anak mengalami

gangguan perkembangan fisik dan rendahnya tingkat kecerdasan.

5. Tujuan pernikahan

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan, bahwa

perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti perkawinan berarti

berlangsung seumur hidup, untuk bercerai diperlukan cara-cara yang ketat

dan merupakan jalan terakhir, dan suami istri membantu mengembangkan

diri.

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan, bahwa

perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti perkawinan berarti

berlangsung seumur hidup, untuk bercerai diperlukan cara-cara yang ketat

dan merupakan jalan terakhir, dan suami istri membantu mengembangkan

diri.

Dalam hal ini suatu kelurga dikatakan bahagia apabila terpenuhi

dua kebutuhan pokok, aitu kebutuhan jasmaniah dan kebutuhan rohaniah.

Yang termasuk kebutuhan jasmaniah, seperti sandang, papan, dan pangan,

kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan yang termasuk kebutuhan lahiriah

adalah seperti seorang anak yang berasal dari darah daging mereka sendiri.

Hukum Islam memberikan panadangan yang dalam tentang

pengaruh perkawinan dan kedudukannya dalam membentuk hidup

perorangan, rumah tangga, dan umat. Oleh sebab itu, islam memandang

(49)

41

cukup diselesaikan dengan ijab qabul dan saksi, sebagaimana

persetujuan-persetujuan lain.

Selain itu, perkawinan amat penting sebagai suatu bentuk perikatan

karena makna yang terkandung dalam perkwinan itu sendiri. Dalam hukum

Islam dikemukakan tentang makna perkawinan dalam praktik, antara lain:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;

2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan

kasih sayangnya;

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan, dan

kerusakan;

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab.

Bagi mayoritas penduduk Indonesia, sebelum memutuskan untuk

menikah biasanya harus melalui tahap-tahapan yang menjadi prasyarat

bagi pasangan tersebut. Tahapan tersebut diataranya adalah masa

perkenalan, kemudian setelah masa ini dirasa cocok, maka mereka akan

melalui tahapan berikut yaitu meminang. Peminangan (courtship) adalah

kelanjutan dari masa perkenalan dan masa berkencan (dating).

Selanjutnya, setelah perkenalan secara formal melalui peminangan tadi,

maka dilanjutkan dengan melaksanakan pertunangan (mate-selection)

sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk melaksanakan pernikahan

Narwoko (dalam Kertamuda : 2009). Pernikahan merupakan aktivitas

sepasang laki-laki dan perempuan yang terkait pada suatu tujuan bersama

yang hendak dicapai. Dalam pasal 1 undang-undang pernikahan tahun

(50)

42

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Walgito (2002), masalah pernikahan adalah hal yang

tidak mudah, karena kebahagiaan bersifat reltif dan subjektif. Subjektif

karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain,

relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan

kebahagiaan dan belum tentu diwaktu yang lain juga dapat menimbulkan

kebahagiaan. Masdar Helmy (dalam Bachtiar, 2004) mengemukakan

bahwa tujuan pernikahan selain memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan

rohani manusia, juga membentuk keluarga dan memelihara serta

meneruskan keturunan di dunia, mencegah perzinahan, agar tercipta

ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman

keluarga dan masyarakat.

Menurut Soemijati (dalam bachtiar, 2004) tujuan pernikahan

adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan

antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga

bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, memperoleh keturunan

yang sah dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh

hukum.

Menurut Bachtiar (2004), membagi lima tujuan pernikahan yang

paling pokok adalah:

1. Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan

(51)

43

2. Mengatur potensi kelamin

3. Menjaga diri dari perbuatan-perbuan yang dilarang agama

4. Menimbulkan rasa cinta antara suami-isteri

5. Membersihkan keturunan yang hanya bisa diperoleh dengan jalan

pernikahan.

Sedangkan menurut ensiklopedia wanita muslimah (dalam

Bacthtiar, 2004), tujuan pernikahan adalah:

1. Kelanggengan jenis manusia dengan adanya keturunan

2. Terpeliharanya kehormatan

3. Menenteramkan dan menenagkan jiwa

4. Mendapatkan keturunan yang sah

5. Mengembangkan tali silaturahmi dan memperbanyak keluarga

D. Kerangka Teoritik

Pada kerangka teoritik ini tergambar suatu proses yang dialami subjek

pada fase stress yang dialaminya. Pada fase pranikah ini banyak

perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan subjek diantaraya kesalahan fatal yang

mengakibatkan kehamilan pada subjek sebelum melakukan pernikahan yang

sah. Dengan usia yang muda dan rasa keingin tahuannya sangat tinggi

sehingga perbuatan yang dilakukan tidak sampai memikirkan dampak pada

masa yang akan dilalui selanjutnya. Dengan perilaku tersebut sehingga

menjadikan subjek menjadi stres, karena banyak tekanan dari pihak keluarga

dan didukung belum siapnya dalam menghadapi hiruk pikuknya dalam

(52)

44

untuk berfikir tentang masalah keluargapun belum sampai terfikirkan. Dari

proses yang dialami subjek tersebut, sehingga subjek harus berfikir secara

realistis dalam mengentaskan masalah yang dihadapinya. Berusaha

semaksimalnya untuk bisa berubah menjadi lebih baik dan bisa berfikir secara

dewasa. Adapun dalam menghadapi masalah tersebut, subjek cenderung

menghadapinya dengan cara strategi coping. Strategi coping yang digunakan

subjek dalam masalah ini ada dua, yaitu approach coping atau problem

focused coping dan avoidance coping atau emotional focused coping.

Gambar

Tabel 1 Rincian Jadwal Penelitian dengan Subjek dan Significant

Referensi

Dokumen terkait

Namun, strategi coping yang paling efektif bagi santri adalah adalah problem-focused coping , meliputi memilih tempat yang kondusif, menyicil dari tahun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi coping remaja yang orang tuanya mengalami perceraian dalam mengatasi permasalahan akademiknya. Penelitian ini

yang lebih memfokuskan pada masalah emosi subjek yakni emotion focused coping, dapat dilihat dari pernyataan subjek antara lain subjek lebih memilih untuk menghindari

Hasil penelitian diketahui bahwa strategi coping yang fokus pada masalah ( problem focused coping) ditunjukkan dengan perilaku seperti mencari pacar baru, menyusun

Sedangkan coping stres bentuk problem focused coping lebih banyak digunakan oleh informan II karena memiliki semangat yang tinggi dalam menyelesaikan

Ciri-ciri karyawan yang mengatasi kesulitan/tekanan stress dengan problem focused coping tidak dapat fokus dalam pekerjaan, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,

Bentuk strategi coping stres yang dipilih oleh subjek berupa problem- focused coping ialah keaktifan diri seperti tetap menjalankan dan melaksanakan tugas pokok dengan

Problem focused coping (PFC) merupakan strategi coping untuk menghadapi masalah secara langsung melalui tindakan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengubah