STRATEGI COPING PADAIBU MUDA YANG MENGALAMI STRESPERNIKAHAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Tsalis Fatih Safitri B07210051
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Strategi Coping Pada Ibu Muda Yang Mengalami Stres Pernikahan” merupakan karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya ini sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan di sebutkan dalam daftar pustaka.
Surabaya, 09 Januari 2017
SKRIPSI
STRATEGI COPING PADA IBU MUDA YANG MENGALAMI STRES PERNIKAHAN
Yang Disusun Oleh Tsalis Fatih Safitri
B07210051
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada Tanggal 09 Januari 2017
Mengetahui,
Dekan Fakultas Psikologi dan Kesehatan
Prof. Dr. H. Moh. Sholeh, M.Pd NIP. 196004121994031001
Susunan Tim Penguji Penguji I,
Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiyah, M. Ag NIP. 197209271996032002
Penguji II,
Rizma Fithri, S. Psi, M.si NIP. 197403121999032001
Penguji III,
Dr. Suryani, M. Si NIP.197708122005012004
Penguji IV,
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Penelitian / Skripsi
Strategi Coping Pada Ibu Muda Yang Mengalami Stres Pernikahan
Oleh Tsalis Fatih Safitri
B07210051
Telah Disetujui untuk Diajukan pada Seminar Skripsi.
Surabaya, 03 Januari 2017
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA PERPUSTAKAAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail: perpus@uinsby.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertandatangan di bawah ini, saya:
Nama : TSALIS FATIH SAFITRI
NIM : B07210051
Fakultas/Jurusan : PSIKOLOGI DAN KESEHATAN / PSIKOLOGI E-mail address : tsalissafitri@yahoo.com
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusifatas karya ilmiah :
Skripsi Tesis Disertasi Lain-lain (………..) yang berjudul :
Strategi Coping Pada Ibu Muda Yang Mengalami Stres Pernikahan
Beserta perangkat yang diperlukan (bilaada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusifini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.
Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Surabaya, 27 Februari 2017 Penulis
INTISARI
Meningkatnya perilaku menyimpang yang dialami remaja muda dan mudi di zaman era teknologi sekarang ini, banyak perilaku menyimpang yang menyebabkan stres akibat banyaknya kasus kehamilan diluar pernikahan yang sah. Hal ini terjadi pada pelaku terutama subjek sebagai pihak wanita yang belum siap dalam menghadapi bahtera kehidupan rumah tangga. Penelitian ini mengangkat kasus wanita yang mengalami stres pernikahan. Tujuan dari penelitian ini adalah strategi coping yang digunakan Ibu Muda yang mengalami stres pernikahan
Hasil analisis adalah strategi coping yang dipilih subjek dalam mengatasi permasalahannya adalah dengan Approach coping atau problem focused coping dimana Subjek lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah setelah itu meminta pertimbangan orang terdekatnya yaitu suaminya untuk mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang pernah dilakukan sebelumnya. Subjek lebih berhati-hati dalam menceritakan masalahnya kepada orang lain, karena subjek sadar bahwa tiap orang berbeda, ada yang suka dengan subjek atau ada juga yang tidak suka dengan subjek sehingga memberikan solusi yang asal-asalan dan malah menjerumuskan subyek. Tindakan instrumental, subjek biasanya menangis dan berfikir solusi terbaik untuk pemecahan masalah yang dihadapi, selain itu subjek juga menceritakan permasalahannya ke orang terdekat (suami) supaya segera terselesaikan. Selain itu subjek juga meminta perlindungan Allah SWT atas masalah yang ada, karena dengan berdoa dan meminta penguat hati kepada Allah SWT subjek tidak stess atas masalah yang dihadapi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Stress ... 12
a. Klasifikasi stres ... 13
b. Sumber Stres ... 14
c. Jenis-jenis Stress ... 16
d. Respon Psikologi Stress ... 17
e. Penyebab Stres ... 18
f. Gejala-gejala Stres ... 19
g. Dampak-dampak Stres ... 20
h. Reaksi psikologis terhadap stress ... 20
B. Pengertian Coping ... 21
a. Pengertian Coping ... 21
b. Macam-macam Coping ... 22
c. Bentuk Coping ... 24
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping ... 24
e. Strategi Coping ... 25
C. Pengertian Pernikahan ... 27
a. Pengertian Pernikahan ... 28
b. Pengertian Pernikahan Usia Muda ... 29
c. Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda ... 32
d. Resiko Pernikahan Usia Muda ... 37
e. Tujuan Pernikahan ... 40
D. Kerangka Teoritik ... 43
BAB III : METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 45
C. Sumber Data ... 49
D. Cara Pengumpulan Data ... 51
E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 54
F. Pengecekan Keabsahan Data ... 56
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Partisipan ... 60
B. Temuan Penelitian ... 62
1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 62
a. Perilaku Subjek Pranikah ... 62
b. Deskripsi Stress Pernikahan ... 68
c. Deskripsi Coping ... 73
d. Deskripsi Strategi Coping ... 79
2. Analisis Temuan Penelitian... 83
a. Analisis Stres Pernikahan Yang Dialami Subjek ... 83
b. Analisis Coping ... 85
c. Analisis Strategi Coping ... 86
C. Pembahasan ... 89
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
[image:9.612.152.478.220.527.2]Daftar Tabel Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja merupakan periode seseorang bertransformasi dari anak-anak
menuju dewasa. Periode ini merupakan sebagai masa yang memiliki dampak
langsung dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada masa remaja
ini. Pada periode ini pula, terjadi perubahan biologis, kognitif dan
sosio-emosional yang dialami remaja mulai dari perkembangan fungsi seksual
hingga proses berpikir abstrak dan kemandirian.
Pada umumnya, remaja mengalami perkembangan dari segala aspek.
Remaja pada masa ini mengalami proses pematangan fisik lebih cepat
daripada pematangan psikososialnya. Oleh karena itu, seringkali terjadi
ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan
terhadap stress. Kondisi inilah yang menuntut individu remaja untuk bisa
menyesuaikan diri secara mental dan sosial serta melihat pentingnya
menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan minat yang baru. Selain itu, remaja
sebagai generasi yang akan mengisi berbagai posisi dalam masyarakat di
masa yang akan datang, yang akan meneruskan kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara di masa depan. Perkembangan fisik dan kematangan
seksual remaja dalam usia ini mengalami perubahan yang sangat pesat dan
seharusnya menjadi perhatian khusus bagi remaja. Santrock (2007)
2
mulai dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan seksual serta keberanian
untuk melakukan perilaku beresiko, termasuk bereksperimen dengan aktivitas
seks.
Mengingat dari pada perubahan pada diri seorang remaja, tidak lepas
juga dengan meningkatnya perilaku seksual diluar nikah. Perilaku tersebut
tidak hanya di negara-negara maju dan berkembang saja, bahkan di Indonesia
hal ini bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan lagi, karena seringkali kita
lihat remaja berpacaran di tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan,
gedung film, kafe-kafe yang menjadi tempat nongkrong bagi para remaja
serta di tempat-tempat khusus seperti rumah kos-kosan bahkan kamar hotel.
Lingkungan dan tempat yang nyaman merupakan faktor pendukung untuk
melakukan seks bebas atau seksual pranikah. Misalnya melakukan seks bebas
saat tidak ada pelajaran, kemudian saat pulang ke rumah kos dimana suasana
rumah kos yang sangat mendukung sehingga kemungkinan melakukan
hubungan seksual (Setyowati, 2012). Dalam hal ini membuat para ibu-ibu
muda banyak yang mengalami stres pranikah.
Dalam Kerpati (2010), menurut Sugiri Syarif, kepala BKKBN (Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), berdasarkan hasil penelitian di
Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalami kehamilan
sebelum menikah. Pada tahun 1997 sebuah studi kualitatif di Yogyakarta
diantara 44 wanita yang memiliki kehamilan sebelum menikah pada usia
15-24 dan telah berkonsultasi ke IPPF (International Planned Parenthood
3
kehamilannya dan 18 responden dilaporkan mengakhiri kehamilannya. Dari
mereka yang meneruskan kehamilan 21 responden menikah selama
kehamilan dan hanya 5 responden menjadi orang tua tunggal. Empat dari
sepuluh perempuan hamil sebelum usia 20 tahun. Lebih dari 900.000
kehamilan remaja setiap tahunnya. Sekitar 40 persen ibu remaja di bawah 18
tahun. Diungkap data pula bahwa dari 10 ibu dibawah usia 18 tahun, hanya 4
orang ibu yang dapat menyelesaikan sekolah tinggi. Hampir 80 persen ayah
dari janin yang dikandung oleh remaja wanita memutuskan untuk tidak
menikah dengan remaja wanita tersebut. Hanya 30 persen ibu remaja yang
menikah setelah anak mereka lahir tetap dalam pernikahan mereka.
Hasil survey kesehatan kesehatan reproduksi remaja Indonesia
(SKRRI) menunjukkan 1 persen remaja perempuan dan 8 persen remaja
laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan sksual pra nikah. Bahkan terdapat
1,1 persen dari remaja laki-laki kelompok usia 15 – 19 tahun yang mengaku
melakukan hubungan seksual pra nikah ketika usianya kurang dari 15 tahun. (
arsip perwakilan BKKBN Provinsi Sumatra Barat tahun 2015)
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjelang
dewasa. Merupakan masa yang rawan dan kritis karena perkembangan emosi
dan perilaku yang masih belum stabil (Soetjiningsih, 2004).
Seks adalah perbedaan kelamin antara laki-laki dan perempuan. Istilah
seks dan seksualitas yang belum ada sinonimnya di Indonesia memiliki arti
yang sangat luas, tapi masyarakat mengartikan seks dalam arti sempit yaitu
4
Matangnya fungsi-fungsi seksual pada remaja maka timbul pula
dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual.
Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku
seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila
ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan
pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari
kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Soetjiningsih, 2004).
Banyak remaja yang melakukan seks sebelum menikah, hal ini bisa
terjadi dikarenakan pengetahuan remaja tentang seks yang kurang, peran
orang tua yang kurang baik, pergaulan setiap hari yang ia jumpai atau norma
agama yang sudah tidak diperhatikan. Kerugian yang dialami wanita selain
kehamilan juga dapat berupa rasa malu atau minder pada lingkungan wanita
tersebut. Ibu muda yang mengandung dengan kesiapan mental yang kurang
dapat mengalami trauma bahkan mengalami krisis percaya diri. Selain itu
secara psikologis ia belum siap untuk bertanggung jawab dan berperan
sebagai istri, partner seks, Ibu, sehingga jelas pernikahan dengan kesiapan
mental yang kurang dapat menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan
psikologi serta perkembangan kepribadian mereka. (Eddy Fadlyana, Shinta
Larasati, 2009)
Pernikahan adalah suatu peristiwa hukum yang melakukannya harus
memenuhi syarat atau dengan kata lain sebuah pernikahan sebaiknya
dilengkapi dengan kesiapan-kesiapan tertentu untuk dapat tercapainya
5
emosi atau kesiapan umur secara psikologis adalah usia dimana kita perpola
sikap, pola perasaan pola pikir dan perilaku sehingga pasangan tersebut
mampu menjaga egoisme serta sikap dalam rumah tangga dan disanalah
terjalin pasangan yang harmonis (Andi Mappiare, Psikologi Remaja, 1982).
(2) kesiapan biologis dalam konteks fiqih dipahami oleh para ulama dengan
mengukur usia taklif, yakni telah keluar mani/mimpi basah bagi laki-laki dan
telah mendapat menstruasi/haidh bagi perempuan (Muhammad Ali Assayis,
1963). (3) kesiapan ekonomi adalah kemampuan atau kepemilikan harta yang
akan dijadikan modal bagi pasangan tersebut untuk mengarungi bahterah
rumah tangga, yang membutuhkan biaya hidup tidak sedikit.
Rendahnya kematangan beragama pada tiap individu dalam
masyarakat baik secara langsung ataupun tidak, ikut membentuk lingkungan
yang tidak sehat dalam perjalanan hidup seorang remaja. Rendahnya
kematangan beragama di tengah masyarakat secara tidak langsung juga dapat
memicu terjadinya banyak kesalahan dalam mencari jalan keluar atas
permasalahan yang tengah dihadapi. Dalam istilah psikologi, cara-cara
pemecahan atau pengatasan masalah itu disebut strategi coping. Yang muncul
kemudian adalah rangkaian permasalahan yang saling menjerat yang sulit
pemecahannya. Hal itu terjadi karena setiap persoalan yang timbul justru
menggunakan jalan keluar yang kurang tepat, sehingga muncullah persoalan
yang baru lagi.
Berbagai masalah yang muncul setelah pernikahan (kesiapan mental
6
belum siapnya komitmen dalam jangka panjang dan juga belum ada kesiapan
untuk mempunyai momongan) juga dapat menimbulkan stres berkelanjutan
yang diakibatkan dari Married by Accident (menikah dari hubungan seks
pranikah).
Seperti yang terjadi pada seorang wanita yang tinggal di Kota
Surabaya Tengah, dia melakukan pernikahan dari hubungan seks pranikah
karena sudah hamil. Wanita tersebut sempat uring-uringan, tidak enak makan
dan sempat mengalami stres karena menjadi bahan gunjingan orang lain.
Proses yang dialami wanita tersebut sangat berat, oleh karena itu diperlukan
kajian untuk memantau perkembangan kematangan beragama (religius
maturity) pada subjek penelitian.
B. Fokus Penelitian
Sesuai latar belakang masalah tersebut, fokus penilitian ini strategi
coping pada ibu muda yang mengalami stres pernikahan.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian tersebut diatas, maka tujuan penelitian
ini untuk mengetahui strategi coping pada ibu muda yang mengalami stres
pernikahan .
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis :
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu
7
2. Manfaat praktis :
a. Bagi subjek
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan
memberi saran terhadap Ibu muda yang pernah mengalami stres
pranikah.
b. Bagi orang tua
Manfaat untuk orang tua agar orang tua lebih memperhatikan
pergaulan anak setiap harinya
c. Bagi peneliti
Untuk peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu pijakan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian
1. Strategi Coping Stress Siswa terhadap Tugas Sekolah di SMK Farmasi Yamasi Makassa (Nurfitriana, Watief A. Rachman, Mappeaty Nyorong, 2014)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi emosional
siswa terhadap tugas, bentuk umum strategi coping stress siswa, bentuk
umum problem focused coping siswa dan bentuk emotion focused coping
siswa ketika mendapatkan tugas sekolah. Metodologi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan fenomenologi.
Hasil penelitian ini bahwa siswa di SMK Farmasi Yamasi Makassar
mengalami kondisi emosional berupa stress terhadap tugas sekolah,
8
2. Study Deskriptif Mengenahi Derajat Stres dan Coping Stres Pada Pengemudi Angkot Stasiun Hall-Dago di Kota Bandung (Pratiwi Handaru Wulan, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, 2014)
Penelitian ini membahas tentang pengemudi angkot yang
mengalami berbagai tuntutan yang dapat dirasa menjadi tekanan.
Tuntutan ini berupa tuntutan pekerjaan, ekonomi, dan fisik yang dapat
menimbulkan stres.
Tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran mengenahi derajat stres dan coping stres yang dilakukan oleh
para pengemudi angkot trayek Stasiun Hall-Dago
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif,
karena dengan menggunakan jenis penelitian ini, dapat diperoleh
gambaran mengenahi derajat stres para pengemudi angkot Stasiun
Hall-Dago. Data yang diperoleh berupa angka dan kemudian akan dianalisa
melalui perhitungan statistik.
3. Hubungan System Kepercayaan dan Strategi Menyelesaikan Masalah Pada Korban Bencana Gempa Bumi (Amitya Kumara dan Yuli Fajar Susetyo, Fakultas Psikology UGM Yogyakarta, Tahun 2015)
Tujuan pertama pada penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
masyarakat Yogyakarta memaknai bencana alam yang di dalami jika di
lihat dari sudut pandang religi atau kepercayaan yang dianut
Tujuan yang kedua untuk mengetahui bagaimana peran system
religi atau kepercayaan yang dianut masyarakat Yogyakarta dalam
9
Tujuan ketiga untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kepercayaan dan strategi coping pada korban bencana gempa bumi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode deskriptif kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah hubungan antara kepercayaan dan
strategi coping bagi setiap korban bencana alam yang menjadi subjek
peneltian tidak berjalan linear dalam menghadapi situasi dan kondisi
pasca bencana tetapi berbentuk cycle.
4. Meningkatkan Strategi Coping Melalui Metode Ekspresive Writing dan Focus Group Discussion Pada Siswa Kelas X1 IPA 4 SMA Negeri 7 Yogyakarta (Riesky Ruliansyah, Universitas Yogyakarta (UNY), Tahun 2015)
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan strategi coping
melalui metode Ekspresive Writing dan focus group discussion (FGD)
pada siswa kelas X1 IPA 4 SMAN 7 Yogyakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode ekspresive writing dan focus group discussion
yangdigunakan sesuai dengan kebutuhan siswa
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan penberian
ekspresive writing terhadap strategi coping siswa yang dapat dilihat dari
hasil pree test dan post test. Pemberian tindakan tersebut bersifat positif
yang ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata score hasil pree test yaitu
10
5. Penerapan Konseling Kelompok dengan Menggunakan Strategi Coping Untuk Mengurangi Stres Belajar Siswa Kelas X SMS Negeri 1 Tuban. (Nurul Fatchur Rachma, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, Tahun 2014)
Tujuan penelitian ini pada siswa kelas X MIA 4 dan X MIA 6
SMA Negeri 1 Tuban terdapat siswa yang mengalami masalah stres
belajar yang tinggi, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menguji
penggunaan strategi coping dalam konseling kelompok untuk
mengurangi stres belajar.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan
eksperimen berupa pree test dan post test one group design. Metode
yang digunakan sebagai alat pengumpul data adalah angket.
Hasil pree test dan post test dapat diketahui bahwa hipotesis
yang diajukan dapat diterima yaitu : “Penerapan konseling kelompok
dengan menggunakan strategi coping dapat mengurangi stres belajar
siswa kelas X SMA Negeri 1 Tuban”
Berbeda dengan strategi coping pada ibu muda yang mengalami stres pernikahan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui strategi
coping pada ibu muda yang mengalami stres pernikahan. Subjek yang
digunakan adalah seorang ibu muda yang pernah mengalami stress akibat
hubungan seks pranikah, dan metode yang digunakan adalah metode
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Stres
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar
terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni
perubahan fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan
keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut
sebagai stresor (pengalaman yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009).
Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh
menganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005).
Sedangkan menurut WHO (2003). Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap
stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini
digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan
intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku,
dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara
individu dengan stimulus yang membuat stres semua sebagai suatu sistem.
Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami ketegangan
hidup, yang diakibatkan adanya tuntutan dan tantangan, kesulitan, ancaman,
ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan yang semakin sulit
terpecahkan. Sehingga seringkali didapati seseorang mengalami ketegangan
psikologis, merasakan keluhan yang kadang memerlukan perawatan dan
13
menegangkan, karena tergantung dari tinggi atau rendahnya kedewasaan
kepribadian serta bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya.
Pada dasarnya stres tidak bisa dihilangkan dari proses kehidupan, namun juga
diperlukan untuk proses pertumbuhan dan kematangan prbadi (Rasmun,
2004).
a. Klasifikasi stres
Stuart dan Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres,
yaitu:
1. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan
bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
2. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting
saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit
lahan persepsinya.
3. Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba
memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
14
b. Sumber stres (stresor)
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stres
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang
muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang
jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya
mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan
koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya
reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).
Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres.
Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas social
(Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat
sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan,
dan krisis.
Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena
ada aral melintang, misalnya apabila ada mahasiswa yang gagal dalam
mengikuti ujian osca dan tidak lulus. Frustasi ada yang bersifat intrinsic
(cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana
alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
15
Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih
macam-macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik,
yaitu :
1. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih
satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja
seseorang yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir
yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya
kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis
konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
2. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada
dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda
yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi
disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk
membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan
dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk
menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki
konsekuensi yang tidak menyenangkan
3. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu
merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari
seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang
berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya
16
Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari.
Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau
norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu,
misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking
satu, atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.
Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada
individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan
penyakit yang harus segera dioperasi
c. Jenis-jenis stres
Jenis jenis stres menurut Selye (dalam Munandar, 2001)
membedakan stres menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Distress (stres negatif)
Distress yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat
tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut
termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,
yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Distress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal
yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh: pertengkaran, kematian
pasangan hidup, dan lain-lain.
2) Eustress (stres positif)
Eustress yaitu stres yang sangat berguna lantaran dapat
17
pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan
bisa tanpa disadari. Tipe stres ini dapat membantu memberi kekuatan
dan menentukan keputusan, contohnya menemukan solusi untuk
masalah.
Eustress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal
yang menyenangkan. Sebagai contoh: perubahan peran setelah
menikah, kelahiran anak pertama, dan lain-lain.
Berbeda dengan H. Handoko berpendapat bahwa stres adalah
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir,
dan kondisi seseorang (Zuyina Luk Lukaningsih dan Siti Bandiyah,
2011: 69). Sedangakan dalam ilmu psikologi, stres diartikan sebagai
suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat sehingga
menimbulkan adanya ketidakseimbangan (Asiyah, 2010).
d. Respon psikologis stres
Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi, (Sarafino, 2007) :
1. Kognisi
Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas
kognitif. Stresor berupa kebisingan dapat menyebabkan deficit
kognitif pada anak-anak. Kognisi juga dapat berpengaruh dalam stres.
2. Emosi
Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering
menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres.
18
emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, fobia,
kecemasan, depresi, perasaan sedih dan rasa marah.
3. Perilaku sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain.
Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana
alam dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam
situasi lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan. Stres
yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negative
cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.
Stres juga dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu.
e. Penyebab stres
1) Stressor psikologis
Stressor yang bersumber dari psikis, misalnya takut, khawatir,
cemas, marah kesepian dan lain-lain (Asiyah, 2010).
2) Stressorbiologic
Berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan kerusakan organ
biologic, mal nutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologic yang
kontinyu.
3) Stressor sosial budaya
Stressor yang bersumber dari kultural yang melatar belakangi
kehidupan seseorang, misalnya ekonomi, persaingan, diskriminasi,
perceraian, perubahan sosial yang cepat (Zuyina Luk Lukaningsih
19
f. Gejala-gejala stress
Menurut pendapat Everly dan Giordano mengemukakan beberapa
gejala-gejala stres, menurut mereka akan mempunyai dampak pada
suasana hati, otot kerangka, dan organ-organ dalam tubuh, gejala-gejala
tersebut adalah :
1) Gejala-gejala suasana hati, yaitu menjadi overexcited, cemas, merasa
tidak pasti, sulit tidur pada malam hari, menjadi sangat tidak enak
dan gelisah, menjadi gugup.
2) Gejala-gejala otot kerangka, yaitu jari-jari
dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam, atau berdiri ditempat,
mengembangkan gerakan tidak sengaja, kepala mulai sakit, merasa
otot menjadi tegang atau kaku, menggagap jika bicara.
3) Gejala-gejala organ di tubuh, yaitu perut
yang terganggu, merasa jantung berdebar, menghasilkan banyak
keringat, merasa kepala ringan atau pingsan, mengalami kedinginan,
wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, terdengar dering dalam
kuping (Munandar, 2001).
Menurut pendapat Asiyah (2010) Gejala-gejala yang menandai
kondisi stress adalah sebagai berikut :
1) Gejala fisik berupa rasa lelah, susah tidur, nyeri kepala, otot kaku
dan tegang terutama pada leher/tengkuk, bahu, dan punggung bawah,
nyeri di dada, berdebar-debar, napas pendek, gangguan lambung dan
20
terasa panas, berkeringat, sering flu, dan menstruasi sering
terganggu.
2) Gejala mental seperti berkurangnya konsentrasi dan daya ingat,
ragu-ragu, bingung, pikiran penuh atau kosong, kehilangan rasa humor.
3) Gejala emosi dapat berupa cemas, depresi, putus asa, mudah marah,
ketakutan, frustrasi,tiba-tiba menangis, merasa tak berdaya, menarik
diri dari pergaulan, dan menghindari kegiatan yang sebelumnya
disenangi.
4) Gejala prilaku dapat berupa mondar-mandir, gelisah, menggigit
kuku, menggerak-gerakkan anggota badan atau jari, perubahan pola
makan, merokok, minum-minuman keras, menangis, berteriak,
mengumpat, bahkan melempar barang atau memukul (Asiyah,
2010).
g. Dampak-dampak stres
Menurut Powell (1983) stress dapat berdampak positif dan juga
bisa berdampak negative. Dampak positifnya yang mencakup pemuasn
kebutuhan dasar, kemampuan menangani masalah, juga inkulasi stress.
Sedangkan dampak negatifnya yang berupa gangguan fisik dan mental
serta dapat juga mempengaruhi perubahan tingkah laku individu.
h. Reaksi psikologis terhadap stres
1. Kecemasan
Respons yang paling umum merupakan tanda bahaya yang
menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar
21
kuatir, tegang, prihatin, takut seperti jantung berdebar-debar, keluar
keringan dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
2. Kemarahan dan agresi
Perasaan jengkel sebagai respons terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap
situasi stres yang mungkin dapat menyebabkan agresi.
3. Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat.
Terkadang disertai rasa sedih.
B. Pengertian Coping
1. Pengertian coping
Konsep untuk memecahkan sebuah permasalah disebut dengan
coping. Kata coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan sebagai
menghadapi, melawan ataupun mengatasi, walaupun belum ada istilah
dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk mewakili istilah ini, Pengertian
coping dikhususkan pada bagaimana seseorang mengatasi tuntutan yang
menekan (Rustiana, 2003).
Coping adalah proses yang dilalui oleh inidividu dalam
menyelesaiakan situasi stressfull. Coping tersebut adalah merupakan
respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik
maupun psikologik. Secara alamiah baik disadari ataupun tidak, individu
sesungguhnya telah menggunakan strategi coping dalam menghadapi
22
lingkungan atau situasi untuk menyelasaikan masalah yang sedang
dirasakan atau dihadapi. Coping dapat diartikan sebagai usaha perubahan
kognitif dan perilaku secara konstan untuk menyelesaikan stress yang
dihadapi (Rasmun, 2004).
Menurut Lazarus & Folkman, coping adalah suati proses dimana
individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara
tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan-tuntutan yang berasal dari individu atau lingkungan)
dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi
situasi stressfull.
Menurut Folkman mengartikan coping sebagai perubahan
pemikiran atau perilaku yang digunakan oleh seseorang dalam
menghadapi tekanan dari luar maupun dalam yang disebabkan oleh
transaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai sebagai
stressor, coping ini nantinya akan terdiri dari upaya upaya yang
dilakukan untuk mengurangi keberadaan stressor (Resick, 2001).
2. Macam-macam coping
1. Coping Psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress
psikologis tergantung pada 2 faktor yaitu :
a) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor,
yang artinya berat ancaman yang dirasakan oleh individu
23
b) Keefektifan strategi coping yang digunakan oleh individu, yang
artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan
efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi
suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2. Coping psikososial
Adalah reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stress
yang diterima atau dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen
(1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori coping yang
biasa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan, yaitu :
a) Reaksi yang berorientasi pada tugas,cara ini digunakan untuk
menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan dasar.
b) Reaksi yang berorientasi pada ego
c) Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam menghadapi
sres, atau kecemasan, jika individu melakukannya dalam waktu
sesaat,maka dapat mengurangi kecemasan,tetapi jika digunakan
dalam jangka waktu lama akan dapat mengakibatkan gangguan
orientasi realita, memburuknya hubungan interpersonal dan
menurunnya produktifitas kerja (Rasmun, 2004).
3. Bentuk coping
Lazarus & Folkman, (Sarafino, 2006) secara umum membedakan
24
a. Problem focused coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping
yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari
situasi yang penuh tekanan
b. Emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang
diarahkan untuk mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan
behavioral dan kognitif.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping
Menurut Mutadin (2002) cara individu menangangi situasi yang
mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang
meliputi:
a. Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang
cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,
seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang
mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
(helplessness) yang akan menurunkan kemampuan coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
25
alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan
pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu
tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi
dan emosional pada diri individu oleh orang tua, anggota keluarga
lain, saudara, teman dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
5. Strategi coping
Menurut White (1974) dalam Sussman & Steinmetz (1988),
Strategi coping adalah suatu hal yang merujuk kepada upaya adaptasi
individu terhadap kondisi yang relatif sulit dan tidak menyenangkan.
Lazarus & Folkman, (1984) mengklasifikasikan coping menjadi
dua bagian, yaitu :
1) Approach coping disebut juga dengan problem focused coping yang
memiliki sifat analitis logis, mencari informasi serta berusaha untuk
26
2) Avoidance coping yang disebut juga emotional focused coping yang
bercirikan represi, proyeksi, mengingkari dan berbagai cara untuk
meminimalkan ancaman.
Aldwin dan Revenson membagi Approach coping (problem
focused coping) menjadi tiga bagian :
a) Cautiousness (Kehati-hatian) yaitu individu berfikir dan
mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang
tersedia, meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam
memutuskan masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah
dilakukan sebelumnya.
b) Instrumen action (tindakan instrumental) adalah tindakan individu
yang diarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung, serta
menyusun langkah yang akan dilakukan.
c) Negotiation (negosiasi) merupakan beberapa usaha oleh seseorang
yang ditunjukkan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan
penyebab masalah untuk ikut menyelesaikan masalah.
Sedangkan Avoidance Coping atau Emotion focused coping
menurut Aldwin dan Reverson terbagi menjadi :
a) Escapism (melarikan diri dari masalah) ialah perilaku menghindari
masalah dengan cara membayangkan seandainya berada dalam satu
situasi lain yang lebih menyenangkan, menghindari masalah dengan
makan atau tidur, bisa juga dengan merokok atau meneguk minuman
27
b) Minimazation (menganggap masalah seringan mungkin) ialah
tindakan menghindari masalah dengan menganggap seakan-akan
masalah yang tengah dihadapi itu jauh lebih ringan dari pada yang
sebenarnya.
c) Self blame (menyalahkan diri sendiri) merupakan cara seseorang
saat menghadapi masalah dengan menyalahkan serta menghukum
diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah
terjadi.
d) Seeking meaning (mencari hikmah yang tersirat) adalah suatu proses
dimana individu mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya
sendiri dan mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting
dalam hidupnya. Dalam hal ini individu coba mencari hikmah atau
pelajaran yang bisa dipetik dari masalah yang telah dan sedang
dihadapinya (Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro vol.3; 72;
2006).
C. Pengertian Pernikahan
Dalam dekripsi teori ini berisi tentang uraian teori yang menjelaskan
variabel yang akan di teliti yaitu dengan cara mendekripsikan variabel tersebut
melalui pendefinisian, serta menguraikan secara lengkap dari berbagai referensi
yang aktual sehingga dapat memperkuat penelitian ini. Berikut akan diuraikran
28
1. Pengertian pernikahan
Bernard (1972) mengatakan pernikahan biasanya digambarkan
sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah
persatuan dua system keluarga secara keseluruhan dan pembangunan
sebuah sistem ketiga yang baru. Beberapa ahli pernikahan dan keluarga
percaya bahwa pernikahan mencerminkan fenomena yang berbeda-beda
bagi perempuan dan laki-laki yang membuat kita perlu memisahkan
pembahasan saat mencerminkan pernikahan laki-laki dan pernikahan
pada perempuan. Dalam masyarakat Amerika Serikat, perempuan telah
mengantisipasi pernikahan dengan antusianisme yang lebih besar dan
harapan yang lebih positif dibandingkan laki-laki (dalam Santrock,
1995).
Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat
untuk hidup bersama hingga hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini
dapat langgeng sepanjang masa, mutlak diperlukan ikatan yang kuat
berupa rasa cinta dan saling memahami. Pernikahan adalah suatu ikatan
janji setia antara suami dan istri yang didalamnya terdapat suatu
tanggung jawab dari kedua belaah pihak. Janji setia yang terucap
merupakan sesuatu yang tidak mudah diucapkan. Dalam pasal 1
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, mendefinisikan
pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria denganseorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
29
Sedangkan defenisi pernikahan menurut Duvall & Miller (1985)
“Socially recognized relationship between a man and woman that
provider for sexual relationship, legitimates childbearing and establishes
a division of labour between spouses” Jadi dapat disimpulkan bahwa
pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara
seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu pernikahan
merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Dalam
menjalankan kehidupan berkeluarga diharpkan kedua individu itu
dapatmemenuhi kebutuhannya dan mengembangkan dirinya. Pernikahan
sifatnya kekal dan bertujuan menciptakan kebahagian individu yang
terlibat didalamnya.
Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi
bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung
dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak
dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk
mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat
keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh
perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk
hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi.
2. Pengertian pernikahan usia muda
Pernikahan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang
30
ada baiknya kita terlebih dahulu melihat pengertian daripada remaja
(dalam hal ini yang dimaksud rentangan usianya). Golongan remaja
muda adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun, inipun sangat
tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga
penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Dan bagi laki-laki yang disebut
remaja muda berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Dan apabila remaja
muda sudah menginjak 17 sampai dengan 18 tahun mereka lajim disebut
golongan muda/ anak muda. Sebab sikap mereka sudah mendekati pola
sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental
belum matang sepenuhnya. Namun dalam prakteknya didalam
masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian masyarakat
yang melangsungkan pernikahan di usia muda atau di bawah umur.
Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di
suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak
dahulu.
Usia ideal perempuan untuk menikah adalah 19-25 tahun
sementara lakilaki 25-28 tahun. Karena diusia itu organ reproduksi
perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat
serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang.
Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat,
hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik
31
Dalam pernikahan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal
yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin
melangsungkan pernikahan. Karena bila kita melihat fenomena yang ada,
pada orang yang dewasa ketika berumah tangga dipandang akan dapat
mengendaliakn emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul
dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya
sudah relative stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun
dengan pasangan dan lingkungan sekitar. Kedewasaan dalam bidang
fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta
keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti
dalam upaya meraih kebahagiaan.
Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang
matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak apresiatif
terhadap makna menikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan
pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat
yang melangsungkan pernikahan usia muda ini dipengaruhi karena
adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk
melangsungkan pernikahan usia muda atau di bawah umur. Setelah
melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan
usia muda adalah pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih belum
cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan
menurut kesehatan melihat pernikahan usai muda itu sendiri yang ideal
32
perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena
kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum
matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan
sel akan menyimpang menjadi kanker (Kompono, 2007).
3. Faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda
Dalam melangsungkan suatu pernikahan maka perlu mempunyai
persiapan dan kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial
ekonomi. Namun masih ada sebagian masyarakat di Indonesia yang
melangsungkan pernikahan usia muda ini, dipengaruhi karena adanya
beberapa faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan
pernikahan usia muda tanpa mempertimbangkan kematangan biologis,
pisikologis maupun ekonomi. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kependudukan BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi median usia pernikahan pertama
perempuan adalah faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal
(desa/kota). Di antara faktor-faktor tersebut, factor ekonomi merupakan
faktor yang paling dominan terhadap median usia nikah/kawin pertama
perempuan. Hal ini ditengarai disebabkan oleh kemiskinan yang
membelenggu perempuan dan orang tuanya. Karena tidak mampu
membiayai anaknya, maka orang tua menginginkan anaknya tersebut
segera menikah sehingga mereka terlepas dari tanggung jawab dan
berharap setelah anaknya menikah mereka akan mendapatkan bantuan
33
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan
dalam usia muda yakni menurut RT. Akhmad Jayadiningrat,
sebab-sebab utama dari pernikahan usia muda adalah:
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan terlalu
muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan
adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu
mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat
kebiasaan saja.
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang
mendorong terjadinya pernikahan usia muda yang sering dijumpai di
lingkungan masyarakat kita yaitu faktor ekonomi, pendidikan, keluarga,
kemauan sendiri, media masa dan hamil diluar nikah.
a. Faktor ekonomi
Mencher (dalam Siagian, 2012) mengemukakan kemiskinan
adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok
orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup
seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu titik waktu
secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.
Sehingga dapat kita katakan bahwa salah satu faktor yang
34
keluarga. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak
untuk menikah diusia yang tergolong muda untuk meringankan beban
orang tuanya. Dengan si anak menikah sehingga bukan lagi menjadi
tanggungan orang tuanya (terutama untuk anak perempuan), belum
lagi suami anaknya akan bekerja atau membantu perekonomian
keluarga maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang
dianggap mampu.
b. Faktor pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan cenderung melakukan aktivatas
social ekonomi yang turun temurun tanpa kreasi dan inovasi. Akibat
lanjutnya produktivitas kerjanyapun sangat rendah sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara memadai. Karena
terkadang seorang anak perempuan memutuskan untuka menikah
diusia yang tergolong muda. Pendidikan dapat mempengaruhi seorang
wanita untuk menunda usia untuk menikah. Makin lama seorang
wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka secara teoritis makin
tinggi pula usia kawin pertamanya. Seorang wanita yang tamat
sekolah lanjutan tingkat pertamanya berarti sekurang-kurangnya ia
menikah pada usia di atas 16 tahun ke atas, bila menikah diusia
lanjutan tingkat atas berarti sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan
selanjutnya bila menikah setelah mengikuti pendidikan di perguruan
35
c. Faktor keluarga/ orang tua
Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk
menikah secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk
melangsungkan pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir
anaknya melakukan hal-hal yang tidak di inginkan karena anak
perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket
sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal yang
sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai
anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.
d. Faktor kemauan sendiri
Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling
mencintai dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau
media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai
pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di
usia muda.
e. Faktor media massa
Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh
karena itu, media masa sering digunakan sebagai alat
menstransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa
ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara masyarakat itu
sendiri. Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi
36
bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di
Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata
uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi
berdampak positif tetapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak
posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara
pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti
pergaualan bebas dan pornografi.
Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya
pergaulan bebas dan seks bebas. Menurut Rohmahwati (2008) paparan
media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun
elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung
maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan
seksual pranikah.
f. Faktor MBA (marriage by acident)
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan
mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di
kota-kota besar. Pernikahan pada usia remaja pada akhirnya
menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun
tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan, pada
hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa. Selain itu,
pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum
37
karena ada suatu paksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur
terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan.
4. Resiko pernikahan usia muda
Masalah yang timbul dari pernikahan usia muda bagi pasangan
suami istri pada umumnya adanya percekcokan kecil dalam
rumah-tangganya. Karena satu sama lainnya belum begitu memahami sifat
keduanya maka perselisihan akan muncul kapan saja. Karena diantara
keduanya belum bisa menyelami perasaan satu sama lain dengan sifat
keegoisannya yang tinggi dan belum matangnya fisik maupun mental
mereka dalam membina rumah tangga memungkinkan banyaknya
pertengkaran atau bentrokan yang bisa mengakibatkan perceraian.
Emosi yang tidak stabil, memungkinkan banyaknya pertengkaran
jika menikah diusia muda. Kedewasaan seseorang tidak dapat diukur
dengan usia saja, banyak faktor seseorang mencapai taraf dewasa secara
mental yaitu keluarga, pergaulan, dan pendidikan. Semakin dewasa
seseorang semakin mampu mengimbangi emosionalitasnya dengan rasio.
Mereka yang senang bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan dan
belum mampu mengekang emosi. Kesusahan dan penderitaan dalam
kehidupan rumah tangga seperti; kekurangan ekonomi,
pertengkaran-pertengkaran dan tekanan batin yang dialami oleh pasangan suami istri
itu dapat mengakibatkan kesehatan khususnya anak-anaknya menjadi
terganggu.Pernikahan usia muda bukan hanya dari masalah kesehatan
38
penyumbang terbesar terhadap kanker serviks. Tetetapi punya masalah
juga terhadap kelangsungan pernikahan. Pernikahan yang tidak didasari
persiapan yang matang akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga
seperti pertengkaran, percekcokan, bentrok antara suami isteri yang
menyebabkan terjadinya perceraian.
Tidak hanya itu saja, pernikahan diusia muda mendatangkan
banyak resiko seperti :
a. Kematian ibu (maternal mortality)
Resiko kesehatan pada ibu yang usia muda juga tidak kalah
besarnya dibanding bayi yang dikandung. Ibu kecil yang berusia
antara 10-14 tahun berisiko meninggal dalam proses persalinan 5 kali
lebih besar dari wanita dewasa. Persalinan yang berujung pada
kematian merupakan faktor paling dominan dalam kematian gadis
yang menikah di usia muda.
b. Kekerasan rumah tangga (abuse and violence)
Ketidak setaraan jender merupakan konsekuensi dalam
pernikahan anak. Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas
untuk menyuarakan pendapat, menegosiasikan keinginan berhubungan
seksual, memakai alat kontrasepsi, dan mengandung anak. Demikian
pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi pasangan seringkali
menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga cenderung
39
mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun
finansial.
Selain itu, pernikahan dengan pasangan terpaut jauh usianya
meningkatkan risiko keluarga menjadi tidak lengkap akibat
perceraian, atau menjanda karena pasangan meninggal dunia Banyak
sekali pernikahan-pernikahan ini harus berakhir kembali ke
pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah pernikahan, untuk
perkara yang berbeda yaitu perceraian.
c. Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini.
Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di
usia dini didukung oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa
keluaran negatif social jangka panjang yang tak terhindarkan, ibu yang
mengandung di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan,
selain juga mengalami krisis percaya diri. Anak juga secara psikologis
belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri,
partner seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan
imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan
kepribadian mereka. Masalah yang ditimbulkan dari pernikahanan
usia muda tidak hanya dirasakan oleh pasangan pada usia muda,
namun berpengaruh pula pada anakanak yang dilahirkannya. Bagi
wanita yang melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 tahun, akan
40
membahayakan kesehatan si anak, sehingga anak mengalami
gangguan perkembangan fisik dan rendahnya tingkat kecerdasan.
5. Tujuan pernikahan
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan, bahwa
perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti perkawinan berarti
berlangsung seumur hidup, untuk bercerai diperlukan cara-cara yang ketat
dan merupakan jalan terakhir, dan suami istri membantu mengembangkan
diri.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan, bahwa
perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti perkawinan berarti
berlangsung seumur hidup, untuk bercerai diperlukan cara-cara yang ketat
dan merupakan jalan terakhir, dan suami istri membantu mengembangkan
diri.
Dalam hal ini suatu kelurga dikatakan bahagia apabila terpenuhi
dua kebutuhan pokok, aitu kebutuhan jasmaniah dan kebutuhan rohaniah.
Yang termasuk kebutuhan jasmaniah, seperti sandang, papan, dan pangan,
kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan yang termasuk kebutuhan lahiriah
adalah seperti seorang anak yang berasal dari darah daging mereka sendiri.
Hukum Islam memberikan panadangan yang dalam tentang
pengaruh perkawinan dan kedudukannya dalam membentuk hidup
perorangan, rumah tangga, dan umat. Oleh sebab itu, islam memandang
41
cukup diselesaikan dengan ijab qabul dan saksi, sebagaimana
persetujuan-persetujuan lain.
Selain itu, perkawinan amat penting sebagai suatu bentuk perikatan
karena makna yang terkandung dalam perkwinan itu sendiri. Dalam hukum
Islam dikemukakan tentang makna perkawinan dalam praktik, antara lain:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;
2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan
kasih sayangnya;
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan, dan
kerusakan;
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab.
Bagi mayoritas penduduk Indonesia, sebelum memutuskan untuk
menikah biasanya harus melalui tahap-tahapan yang menjadi prasyarat
bagi pasangan tersebut. Tahapan tersebut diataranya adalah masa
perkenalan, kemudian setelah masa ini dirasa cocok, maka mereka akan
melalui tahapan berikut yaitu meminang. Peminangan (courtship) adalah
kelanjutan dari masa perkenalan dan masa berkencan (dating).
Selanjutnya, setelah perkenalan secara formal melalui peminangan tadi,
maka dilanjutkan dengan melaksanakan pertunangan (mate-selection)
sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk melaksanakan pernikahan
Narwoko (dalam Kertamuda : 2009). Pernikahan merupakan aktivitas
sepasang laki-laki dan perempuan yang terkait pada suatu tujuan bersama
yang hendak dicapai. Dalam pasal 1 undang-undang pernikahan tahun
42
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Walgito (2002), masalah pernikahan adalah hal yang
tidak mudah, karena kebahagiaan bersifat reltif dan subjektif. Subjektif
karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain,
relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan
kebahagiaan dan belum tentu diwaktu yang lain juga dapat menimbulkan
kebahagiaan. Masdar Helmy (dalam Bachtiar, 2004) mengemukakan
bahwa tujuan pernikahan selain memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan
rohani manusia, juga membentuk keluarga dan memelihara serta
meneruskan keturunan di dunia, mencegah perzinahan, agar tercipta
ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman
keluarga dan masyarakat.
Menurut Soemijati (dalam bachtiar, 2004) tujuan pernikahan
adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga
bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, memperoleh keturunan
yang sah dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh
hukum.
Menurut Bachtiar (2004), membagi lima tujuan pernikahan yang
paling pokok adalah:
1. Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan
43
2. Mengatur potensi kelamin
3. Menjaga diri dari perbuatan-perbuan yang dilarang agama
4. Menimbulkan rasa cinta antara suami-isteri
5. Membersihkan keturunan yang hanya bisa diperoleh dengan jalan
pernikahan.
Sedangkan menurut ensiklopedia wanita muslimah (dalam
Bacthtiar, 2004), tujuan pernikahan adalah:
1. Kelanggengan jenis manusia dengan adanya keturunan
2. Terpeliharanya kehormatan
3. Menenteramkan dan menenagkan jiwa
4. Mendapatkan keturunan yang sah
5. Mengembangkan tali silaturahmi dan memperbanyak keluarga
D. Kerangka Teoritik
Pada kerangka teoritik ini tergambar suatu proses yang dialami subjek
pada fase stress yang dialaminya. Pada fase pranikah ini banyak
perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan subjek diantaraya kesalahan fatal yang
mengakibatkan kehamilan pada subjek sebelum melakukan pernikahan yang
sah. Dengan usia yang muda dan rasa keingin tahuannya sangat tinggi
sehingga perbuatan yang dilakukan tidak sampai memikirkan dampak pada
masa yang akan dilalui selanjutnya. Dengan perilaku tersebut sehingga
menjadikan subjek menjadi stres, karena banyak tekanan dari pihak keluarga
dan didukung belum siapnya dalam menghadapi hiruk pikuknya dalam
44
untuk berfikir tentang masalah keluargapun belum sampai terfikirkan. Dari
proses yang dialami subjek tersebut, sehingga subjek harus berfikir secara
realistis dalam mengentaskan masalah yang dihadapinya. Berusaha
semaksimalnya untuk bisa berubah menjadi lebih baik dan bisa berfikir secara
dewasa. Adapun dalam menghadapi masalah tersebut, subjek cenderung
menghadapinya dengan cara strategi coping. Strategi coping yang digunakan
subjek dalam masalah ini ada dua, yaitu approach coping atau problem
focused coping dan avoidance coping atau emotional focused coping.