• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan mahasiswi pasca sarjana Universitas Airlangga dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tentang pernikahan dalam perspektif gender.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pandangan mahasiswi pasca sarjana Universitas Airlangga dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tentang pernikahan dalam perspektif gender."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

AIRLANGGA DAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN

AMPEL SURABAYA TENTANG PERNIKAHAN DALAM

PERSPEKTIF GENDER

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S.Sos) dalam Bidang Sosiologi

Disusun Oleh :

IKA NISFUL LAILI

NIM: B75213049

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Ika Nisful Laili, NIM. B75213049, Pandangan Mahasiswi Pasca Sarjana Universitas Airlangga dan UIN Sunan Ampel Surabaya tentang Pernikahan dalam Perspektif Gender.

Kata Kunci : Pandangan Mahasiswa, Pernikahan, Gender.

Selama ini mayoritas masyarakat menganggap bahwa Pendidikan Tinggi bagi perempuan tidak terlalu penting karena sudah bukan hal baru lagi, bila masyarakat Indonesia menganggap kodrat seorang perempuan ialah menjadi ibu rumah tangga yang harus lebih banyak di rumah untuk mendidik anak-anaknya. Fenomena ini menjadi alasan untuk membatasi perempuan dalam menempuh pendidikan tinggi. Asumsi ini menjadikan perempuan seolah-olah akan kehilangan identitas feminimismenya saat menempuh pendidikan tinggi.

Ada dua rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu : (1) Bagaimana pandangan Mahasiswi S2 Universitas Airlangga dan UIN Sunan Ampel Surabaya tentang Pernikahan dalam perspektif gender? (2) Apakah perbedaan pandangan Mahasiswi S2 Universitas Airlangga dan UIN Sunan Ampel tentang gelar pendidikan yang menentukan status sosial saat pernikahan ?

Untuk menjawab dua persoalan di atas, maka peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Mewawancarai 10 (sepuluh) informan dengan cara dipilih secara purposive sampling dengan pertimbangan tertentu serta memadukan teknik snowball sampling. Hasil temuan penelitian ini ada 2 (dua) antara lain :

Pertama, Pandangan Mahasiswi S2 Universitas Airlangga dan UIN Sunan Ampel Surabaya menganggap pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan mendorong mahasiswi untuk melanjutkan pendidikan tinggi dengan menundah pernikahan demi masa depan rumah tangga; menjadi perempuan mandiri dan memperoleh peluang pekerjaan.

(7)

DAFTAR ISI

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 58

(8)

BAB IV : PANDANGAN MAHASISWI PASCA SARJANA UNIVERSITAS

AIRLANGGA DAN UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

A. Cikal bakal UIN Sunan Ampel dan Universitas

Airlangga Surabaya ... 60 1. Sejarah berdirinya UIN Sunan Ampel Surabaya 60 2. Sejarah berdirinya Universitas Airlangga 69 3. Realita kehidupan Mahasiswi Universitas Airlangga

dan UIN Sunan Ampel Surabaya 75 a. Potret Mahasiswi UINSA Surabaya 75 B. Pandangan Mahasiswi Pasca Sarjana tentang Pernikahan

dalam perspektif gender ... 80 C. Perbedaan pandangan Mahasiswi Universitas Airlangga

dan UIN Sunan Ampel Surabaya tentang gelar pendidikan

(9)

1

BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi di awal abad ke-21 ini, isu mengenai tingkat

pendidikan merupakan isu yang tidak saja menarik tetapi juga sangat relevan

untuk dibicarakan. Tingkat pendidikan merupakan suatu hal yang di anggap

penting, lantaran pendidikan dipercaya mampu meningkatkan prestige

seorang individu. Pendidikan merupakan Pilar kunci pembangunan, terutama

pembangunan sumberdaya manusia. Pendidikan dapat dikatakan berhasil,

salah satunya dengan meningkatnya aksesibilitas berdasarkan gender, artinya

perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam memperoleh

pendidikan yang intinya semua gender di perbolehkan menempuh pendidikan

sesuai yang ia inginkan tanpa adanya suatu larangan lagi.

Di dalam UUD 1945 mengamanatkan, bahwa laki-laki dan perempuan

mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pembangunan, termasuk

pembangunan di bidang pendidikan. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor

39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memuat pasal-pasal yang

mendukung kesetaraan pendidikan yang menjamin hak perempuan untuk

memperoleh pendidikan, dalam Pasal 48: “wanita berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan

sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan”. Pada Undang-Undang

(10)

bahwa sistem pendidikan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan

pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen

pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan

kehidupan lokal, nasional, dan global.

Saat ini perempuan banyak di hadapkan pada persoalan antara

menikah dan melanjutkan pendidikan. Dari fenomena tersebut muncullah

kesenjangan antara kultur masyarakat dengan keinginan Perempuan Modern

itu sendiri. Para perempuan modern ini mempunyai Visi untuk meningkatkan

prestige-nya dalam pernikahan dengan melanjutkan Pendidikan Tinggi. Hal

tersebut sebagai wujud dari para perempuan modern untuk dapat

mengimbangi kaum lelaki. Karena perempuan modern paham akan kesetaraan

gender dalam pendidikan. Perempuan modern juga paham akan kewajiban

dan kodratnya sebagai seorang wanita normal, yakni seberapapun tinggi karier

dan pendidikan yang dicapai mereka tetap menjadi wanita yang bermoral,

artinya yang bisa mendahulukan perkawinannya dan perannya sebagai ibu di

atas kariernya. Fenomena ini di iringi dengan anggapan masyarakat, kalau

perempuan berpendidikan tinggi akan mengalami kerugian bila hanya

memilih mejadi pengurus rumah tangga (ibu rumah tangga) secara total. Dari

sini terletak perbedaan antara perempuan modern yang bermoral yang

berpendidikan tinggi, mereka membuktikan bahwa pendidikan tidak

(11)

membuktikan bahwasanya menjadi ibu rumah tangga yang berwawasan luas,

handal dan berdaya itu juga di perlukan.

Struktur pendidikan menentukan pola kehidupan perempuan modern,

karena dengan banyaknya pendidikan dan tipe pendidikan yang diterima oleh

seorang wanita dapat mempengaruhi pekerjaan yang akan ia dapat sebagai

balasan ekonomi yang dapat ia peroleh. Yang diketahui banyak orang

memang tidak ada usia baku yang di sepakati untuk menuju jenjang

pernikahan. Hal terebut disebabkan karena batas usia dewasa di setiap daerah

apalagi Negara berbeda. Namun jika merujuk pada aturan dalam agama Islam

usia dewasa adalah ditandai dengan ikhtilam (mimpi basah) bagi laki-laki dan

haid atau menstruasi pada perempuan, sebab pada usia itu laki-laki telah

mencapai usia kematangan spermatozoa sehingga dapat membuahi, begitu

juga perempuan sudah sampai pada kematangan ovarium sehingga bisa

dibuahi (hamil).

Menikah bukan sekedar urusan fisik semata, melainkan juga di tinjau

dari kesiapan mental. Usia ideal pernikahan di era modern ini adalah usia 19

tahun untuk perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki. Diatas usia itu biasanya

mulai banyak penyimpangan mengingat gejolak birahi sedang mencapai titik

tertinggi. Lain halnya pernikahan perempuan di tunda untuk melanjutkan dan

fokus pada pendidikan. Mereka para perempuan modern beranggapan jika

pendidikan dapat meningkatkan nilai dari perempuan itu sendiri,

(12)

kaum perempuan memang sudah tidak dibatasi seperti dulu. Namun fakta –

fakta yang terlihat di Indonesia menunjukkan adanya “ketidak seimbangan”

besar di antara perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain sekalipun terdapat

berbagai konsep yang baik tentang perempuan, namun dalam praktiknya

hanya ada satu kenyataan yakni perempuan berada dibawah dominasi

laki-laki.

Di era yang semakin canggih saat ini, perempuan di tuntut agar

memiliki pengetahuan yang luas, dari hal ini lah mulai munculnya kesadaran

betapa pentingnya pendidikan bagi perempuan. Namun tidak bisa di elakkan

lagi bila pendidikan tinggi seorang perempuan juga menjadi salah satu

penyebab tertundanya pernikahan. Jika kita perhatikan menunda pernikahan

kini telah menjadi sebuah fenomena di masyarakat yang cukup menarik

perhatian berbagai kalangan. Penundaan tersebut memiliki beberapa sebab, di

antaranya ada yang berkaitan dengan keluarga dan masyarakat, ada pula yang

terkait langsung dengan para pemuda pemudi sendiri. Salah satu penyebab

tertundanya pernikahan perempuan modern yang akan dibahas kali ini ialah

karena pendidikan, biasanya seorang perempuan yang memang ingin fokus

pada studi, ia tidak memikirkan menikah kecuali setelah selesai studinya. Hal

ini di anggap sebagian masyarakat menjadi hal yang tabu khususnya di

wilayah pedesaan karena dalam islam kultur telah di jelaskan agar orang tua

segera menikahkan anak gadis nya segera mungkin agar tidak terjadi fitnah.

(13)

bagi perempuan yakni minimal 19 tahun. Dari sini peneliti menemukan

problema tentang peraturan pemerintah No. 39 Pasal 48 yang bersebrangan

dengan aturan Islam Kultur.

Selama ini mayoritas masyarakat menganggap bahwa Pendidikan

Tinggi bagi perempuan tidak terlalu penting karena sudah bukan hal baru lagi

bila masyarakat Indonesia menganggap kodrat seorang perempuan ialah

menjadi ibu rumah tangga yang harus lebih banyak di rumah untuk mendidik

anak-anaknya, hal itu di jadikan alasan untuk membatasi perempuan dalam

menempuh pendidikan yang tinggi. Asumsi itulah yang menjadikan

perempuan seolah – olah akan kehilangan identitas kewanitaannya saat

menempuh pendidikan tinggi, karena secara tidak langsung mereka

meninggalkan tugas – tugas kewanitaan di rumah tangga dan keluarganya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan Mahasiswi S2 Universitas Airlangga dan UIN

Sunan Ampel Surabaya tentang Pernikahan dalam Perspektif gender ?

2. Apakah perbedaan pandangan Mahasiswi S2 Universitas Airlangga dan

UIN Sunan Ampel tentang gelar pendidikan yang menentukan status

(14)

C. Tujuan Penelitian

Pertanyaan pada perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian

yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan tentang pandangan Mahasiswi S2 di Universitas

Airlangga dan UIN Sunan Ampel di Surabaya tentang pernikahan.

2. Mendeskripsikan perbedaan pandangan tentang gelar pendidikan S2 dalam

menentukan status sosial saat pernikahan.

D. Manfaat Penelitian

Dari Penelitian di harapkan dapat memberikan Manfaat sebagai berikut :

1. Secara Akademis

Di harapkan mampu memperluas keilmuan dalam bidang Sosiologi

dan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

program studi ilmu Sosiologi khususnya dalam kajian tentang sosiologi

Gender. Dan penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi sumber referensi

atau acuan pada penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan

menambah wawasan bagi pembaca baik dari kalangan akademis maupun

masyarakat umum tentang keterkaitan pernikahan di kalangan mahasiswi

(15)

sumbangan pemikiran bagi masyarakat luas tentang keterkaitan antara tingkat

pendidikan dengan pernikahan bagi Perempuan dalam perspektif gender.

E. Definisi Konseptual

Peneliti perlu kiranya membatasi sejumlah konsep yang di ajukan dalam

penelitian dalam judul “Pandangan Mahasiswi Pasca Sarjana Universitas

Airlangga dan UIN Sunan Ampel Surabaya tentang Pernikahan dalam Perspektif

Gender”.

Lebih jelasnya dalam uraian definisi konseptual Skripsi ini dapat dilihat

dibawah ini :

1. PANDANGAN.

a. Definisi Pandangan

Istilah pandangan sering juga disebut persepsi, gambaran, atau anggapan,

sebab. Dalam pandangan terdapat tanggapan seseorang mengenai satu hal atau

objek.1 Pandangan mempunyai banyak pengertian di antaranya adalah :

1) Menurut Bimo Wlgito, pengertian adalah suatu proses yang didahului

oleh penginderaan yang merupakan proses yang berwujud diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses

sensoris.

1

(16)

2) Menurut Slameto, pandangan atau persepsi adalah proses yang

menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia,

melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan

dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu

indera pengelihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium.

3) Menurut Robbins, yang mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan

kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di

analisa (diorganisir), di interpretasi dan kemudian di evaluasi,

sehingga individu tersebut memperoleh makna.

4) Menurut Purwodarminto, persepsi adalah tanggapan langsung dari

suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui

penginderaan.

5) Dalam kamus besar psikologi, suatu pandangan atau persepsi di

artikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap

lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga

ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada dilingkungannya. 2

2. PERNIKAHAN

a. Definisi Pernikahan

Perkawinan merupakan terjemahan dari kata “nikah”, dalam literature

Bahasa Arab disebut dua kata, yaitu na-ka-ha dan za-wa-jaita zawwaj. Kedua

2

(17)

kata inilah yang sering digunakan orang-orang Arab dalam pembicaraan

mengenai perkawinan.

Di dalam kamus Kontemporer Attabiq Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor

disebutkan kata “Nikah” mempunyai banyak arti yakni al-dlam atau

bergabung, wath‟un atau hubungan kelamin dan „aqd atau ikatan. Ketiga

makna tersebut merupakan kata yang seringkali digunakan dalam menyebut

pengertian perkawinan. Beberapa pendapat ulama dalam Ensiklopedi Hukum

Islam menyebutkan bahwa kalangan Syafi’iyah memandang perkawinan

sebagai “akad atau perjanjian yang mengandung kebolehan melakukan

hubungan suami istri dengan menggunakan lafadz nikah atau kawin”.

Sedangkan ulama mdzhab Hanafi mendefinisikan dengan “akad yang

menfaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri antara seorang

laki-laki dengan seorang perempuan selama tidak ada halangan syara‟. Sedangkan

Abu Zahrah mengemukakan bahwa definisi nikah adalah akad yang

menjadikan halalnya hubungan seksual antara seorang lelaki dengan seorang

wanita, saling tolong menolong antara keduanya serta menumbuhkan hak

dann kewajiban antara keduanya.

Undang-undang perkawinan di Indonesia merumuskan definisi

perkawinan lebih luas lagi, dengan penambahan hal-hal yang berkaitan

dengan kehidupan perkawinan itu. Pasal 1 undang-undang No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan menjelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin

(18)

keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

3. GENDER

a. Definisi Gender

Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan

aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada

manusia.3 Gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi,

hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat

bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan

dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, sikap dan perilaku yang dianggap khas

perempuan atau khas laki-laki atau yang lebih populer dengan istilah

feminitas dan maskulinitas, terutama merupakan hasil belajar seseorang

melalui suatu proses sosialisasi yang panjang di lingkungan masyarakat,

tempat ia tumbuh dan dibesarkan. Kesetaraan Gender adalah kalimat yang

seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun tertulis dalam sejumlah

referensi.

Istilah gender sudah lazim digunakan terutama dilingkungan Kantor

Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Secara umum

jender berarti “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin

3

(19)

yakni laki-laki dan perempuan”. Gender biasa digunakan untuk menunjukkan

pembagian kerja yang di anggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.4

F. Sistematika Pembahasan

Bab I Pendahuluan

Peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang di

teliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi

konseptual, metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian, subyek

penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, tehnik pengumpulan

data, tehnik analisa data dan tehnik keabsahan data) dan sistematika

pembahasan.

Bab II Kajian Teoretik

Meliputi kajian pustaka (beberapa referensi yang di gunakan untuk

menelaah obyek kajian), kajian teori (teori yang digunakan untuk

menganalisis masalah penelitian), dan peneliti terdahulu yang relevan

(referensi hasil penelitian oleh peneliti terdahulu yang mirip dengan kajian

peneliti).

4

(20)

Bab III Metode Penelitian

Peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang di

peroleh.Penyajian data dapat berupa tertulis atau dapat juga di sertakan

gambar. Sedangkan analisis data dapat di gambarkan berbagai macam

data-data yang kemudian di tulis dalam analisis deskriptif.

Bab IV Penyajian dan Analisis Data

Peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang di peroleh di

lapangan. Penyajian data dapat berupa tertulis atau dapat juga di sertakan

gambar. Sedangkan analisis data dapat di gambarkan berbagai macam

data-data yang kemudian ditulis dalam analisis deskriptif.

Bab V Penutup

Peneliti menuliskan kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian,

(21)

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan acuan dari penelusuran yang terkait dengan tema, peneliti

berupaya mencari referensi mengenai hasil penelitian yang dikaji oleh peneliti

terdahulu sehingga dapat membantu peneliti dalam proses pengkajian tema yang

diteliti.

1. Jurnal tentang Faktor penyebab orang dewasa awal menunda pernikahan.

Nini Oktaviani. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

PGRI Sumatera Barat, Makassar 2008.1 Dalam Jurnal ini penelitian

memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan. Dalam jurnal penelitian ini

disebutkan faktor penyebab orang dewasa awal menunda pernikahan karena

beberapa hal yaitu :

a. Sering gagal dalam mencari pasangan, orang dewasa awal yang sering

mengalami kegagalan dalam mencari pasangan yang membuat orang

dewasa awal belum mempersiapkan diri untuk menikah.

5

(22)

b. Tidak mencapai usia kematangan yang sebenarnya, orang dewasa awal

yang belum mencapai usia kematangan yang sebenarnya sehingga

orang dewasa awal belum siap secara mental untuk menikah.

c. Jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul

dengan lawan jenis yang di anggap cocok dan sepadan, orang dewasa

awal sibuk pekerjaan dan rutinitas sehari-hari yang membuat orang

dewasa awal jarang memiliki kesempatan untuk mencari pasangan

yang dianggap cocok dan sepadan.

d. Identifikasi secara ketat terhadap orang tua, orang dewasa awal yang

terlalu mengagumi sosok ayah dan ibu yang menyebabkan orang

dewasa awal menginginkan pasangan seperti ibunya. Sehingga sulit

bagi orang dewasa awal untuk menemukan pasangan seperti orang Tua

dewasa awal tersebut.

e. Egosentrisme dan narsisme yang berlebihan, orang dewasa awal yang

memiliki egosentrisme yang tinggi dan menganggap dirinya baik yang

menyebabkan orang dewasa awal tersebut sulit untuk berinteraksi dan

bersosialisasi dengan lawan jenis sehingga orang dewasa awal belum

menemukan pasangan yang cocok.

f. Musim pasang dari kebudayaan individualism, orang dewasa awal

yang memiliki sifat individual yang membuat orang dewasa swal lebih

suka dan nyaman hidup sendiri sehingga orang dewasa awal tersebut

(23)

g. Karena mempunyai tanggung jawab keuangan dan waktu kepada

orangtua dan saudara-saudaranya, orang dewasa awal yang memiliki

keinginan untuk membantu dan membahagiakan orang tua dan

keluarga yang menyebabkan orang dewasa awal tersebut tidak

memikirkan pernikahan dan berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

h. Trauma perceraian yang di alami oleh keluarga, banyaknya kasus

perceraian yang terjadi pada saat ini yang membuat orang dewasa awal

perlu kesiapan mental dan materi yang matang untuk menikah

sehingga orang dewasa awal menunda pernikahan.

i. Terlanjur memikirkan karier, orang dewasa awal yang sibuk dengan

pekerjaan dan karier yang sedang ditekuni membuat orang dewasa

awal belum memikirkan pernikahan.

Dalam jurnal tersebut, peneliti menyarankan kepada berbagai pihak

yang terkait agar orang dewasa awal mulai memikirkan pernikahan, orang tua

di harapkan memahami anaknya yang belum menikah dan bisa mencarikan

jalan keluar untuk anaknya dalam mempersiapkan diri untuk menikah.

Persamaan penelitian terdahulu dengan saat ini ialah sama – sama

meneliti faktor atau alasan orang dewasa menunda pernikahannya. Untuk

perbedaannya penelitian terdahulu menjabarkan delapan (8) faktor penyebab,

(24)

pandangan mahasiswi pascasarjana yang ingin fokus pada pendidikan tinggi

atau studi.

2. Iwantoro (2002) dalam skripsi dengan judul Perbandingan Persepsi

Masyarakat Tentang Pendidikan Tinggi Antara Anak Laki-Laki Dengan Anak

Perempuan Di Desa Menanggal Mojosari Mojokerto.2 Skripsi Jurusan

Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya.

Adapun Perbandingan dari skripsi ini dengan tema penulis yakni

skripsi yang ditulis oleh Iwantoro menganalisa tentang berawal dari

banyaknya masyarakat yang memandang sebelah mata terhadap kaum

perempuan, khususnya dalam bidang pendidikan, seolah-olah perempuan itu

bukan makhluk yang pantas mengenyam pendidikan yang lebih tinggi atau

bagus karena banyaknya kelemahan yang dimiliki. Tidak seperti laki-laki

yang selalu dijagokan dan menjadi tumpuan cita-cita dalam keluarga maupun

masyarakat sehingga dengan tidak disadari ada anggapan bahwa laki-lakilah

yang pantas mengenyam pendidikan tinggi guna mengangkat derajat keluarga

maupun masyarakatnya.

2

(25)

Adanya pesimistis masyarakat terhadap perempuan karena kenyataan

menunjukan bahwa dari sekian banyak perempuan diIndonesia hanya sedikit

yang sukses dalam menempuh kariernya. Adapun persamaan dari penulisan

ini yakni sama-sama membahas tentang pandangan sebelah mata tentang

pendidikan bagi kaum perempuan, kaum perempuan masih mengandalkan

isu-isu tentang anggapan para masyarakat tentang wanita buat apa sekolah

tinggi-tinggi toh ujung-ujungnya juga didapur saja. Serta teori yang dibahas

yakni mengenai ketimpangan gender.

3. Skripsi tentang Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi dilema

seorang siswi kelas III SMK 9 antara menikah atau melanjutkan kuliah.

Syifa’ul Qoyyimah. Fakultas Dakwah Prodi Bimbingan dan Konseling Islam,

UIN Sunan Ampel Surabaya 2012. Penelitian ini sepenuhnya membahas

tentang kondisi mental dan dampak psikologis siswi kelas 9 ini. Fenomenanya

dia sedang di hadapkan pada posisi yang sulit menurut dirinya, dia sedang

binggung dalam memilih antara menikah atau melanjutkan kuliah. Hal ini

sedikit banyak berdampak pada psikisnya yang saling bertentangan di

antaranya adalah klien merasa putus asa, putus harapan dan depresi.3

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian kali ini adalah,

pembahasan kali ini lebih condong terhadap usaha-usaha perempuan dalam

3

(26)

melanjutkan pendidikan tingginya. Artinya ia juga harus siap dengan pilihan

untuk melanjutkan pendidikan dengan menunda pernikahan lantaran ingin

fokus pada satu tujuan yakni pendidikan. Perempuan modern dituntut untuk

menjadi perempuan yang dinamis dan cerdas karena kita juga tahu pendidikan

merupakan kebutuhan manusia yang esensial. Di penelitian kali ini peneliti

ingin menekankan bahwasannya perempuan yang berpendidikan mempunyai

peluang untuk meningkatkan pengetahuannya sehingga kesadaran akan

hak-haknya meningkat dan bertambah dalam aspek kehidupan.

Disini perempuan melakukan konsep kesetaraarn gender, bahwa ia

juga mempunyai hak yang sama dalam menempuh pendidikan. Tentu ini

bukan kesetaraan gender yang diharapkan seperti pada feminisme radikal.

Pada kasus ini lebih mengarah pada feminism Liberal dimana wanita ingin

memposisikan dirinya sebagai pusat ide dan praktik yang memfokuskan pada

kesamaan kesempatan situasi tanpa mengabaikan perbedaan psikologis dan

kognisi antara laki-laki dan perempuan. Feminism liberal tidak pernah

mempertanyakan diskriminasi akibat ideology patriarki. Sebagaimana,

dipermasalahkan oleh gerakan feminis radikal. 4

4

(27)

B. KAJIAN PUSTAKA

1. PANDANGAN.

a. Definisi Pandangan

Istilah pandangan sering juga disebut persepsi, gambaran, atau

anggapan, sebab. Dalam persepsi atau pandangan terdapat tanggapan

seseorang mengenai satu hal atau objek.5 Persepsi mempunyai banyak

pengertian di antaranya adalah :

1) Menurut Bimo Wlgito, pengertian adalah suatu proses yang didahului oleh

penginderaan yang merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus

oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.

2) Menurut Slameto, pandangan atau persepsi adalah proses yang menyangkut

masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi

manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihat,

pendengar, peraba, perasa dan pencium.

3) Menurut Robbins, yang mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan

yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa

(diorganisir), di interpretasi dan kemudian di evaluasi, sehingga individu

tersebut memperoleh makna.

5

(28)

4) Menurut Purwodarminto, persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu

serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui

penginderaan.

5) Dalam kamus besar psikologi, suatu pandangan atau persepsi di artikan

sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan

menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan

segala sesuatu yang ada dilingkungannya.

Persepsi mempunyai sifat subjektif, karena bergantung pada

kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan

ditafsirkan berbeda oleh individu yang satu dengan yang lain. Dengan

demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian

tanggapan, arti, gambaran, atau penginterpretasian terhadap apa yang dilihat,

didengar atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan

tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu.6

2. PERNIKAHAN

a. Definisi Pernikahan

Perkawinan merupakan terjemahan dari kata “nikah”, dalam literature

Bahasa Arab disebut dua kata, yaitu na-ka-ha dan za-wa-jaita zawwaj. Kedua

kata inilah yang sering digunakan orang-orang Arab dalam pembicaraan

6

(29)

mengenai perkawinan.7 Dua kata yang bermakna “kawin” tersebut banyak

disebutkan oleh al-Qur’an, antara lain:

Pertama, kata na-ka-ha digunakan dalam surat an-Nisa’ (4) ayat 3,

yang artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak

yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua,

tiga atau empat orang dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka

cukup satu orang (saja)”. Kedua, kata za-wa-ja digunakan dalam surat

Al-Ahzab ayat 37: “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan (menceraikan)

istrinya. Kami kawinkan kamu dengan dia supaya dia supaya tidak ada

keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) mantan istri-istri anak

angkat mereka. Namun demikian di antara kata nikah dan kata zawaj, maka

kata nikah merupakan kata yang sering di gunakan dalam Bahasa percakapan

orang-orang Indonesia. Oleh karenanya rumusan kata pernikahan sama artinya

dengan rumusan kata perkawinan.8

Di dalam kamus Kontemporer Attabiq Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor

disebutkan kata “Nikah” mempunyai banyak arti yakni al-dlam atau

bergabung, wath’un atau hubungan kelamin dan „aqd atau ikatan. Ketiga

makna tersebut merupakankata yang seringkali digunakan dalam menyebut

7

Siti Dalilah Candrawati, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014) Hal. 5.

8

(30)

pengertian perkawinan. Beberapa pendapat ulama dalam Ensiklopedi Hukum

Islam menyebutkan bahwa kalangan Syafi’iyah memandang perkawinan

sebagai “akad atau perjanjian yang mengandung kebolehan melakukan

hubungan suami istri dengan menggunakan lafadz nikah atau kawin”.

Sedangkan ulama mdzhab Hanafi mendefinisikan dengan “akad yang

menfaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri antara seorang

laki-laki dengan seorang perempuan selama tidak ada halangan syara’. Sedangkan

Abu Zahrah mengemukakan bahwa definisi nikah adalah akad yang

menjadikan halalnya hubungan seksual antara seorang lelaki dengan seorang

wanita, saling tolong menolong antara keduanya serta menumbuhkan hak

dann kewajiban antara keduanya.

b. Dasar Hukum Perkawinan

1) Al- Qur’an

Anjuran untuk menikah bagi siapa yang masih sendiri (lajang) telah dijelaskan

oleh surat an-Nur ayat 32, yang artinya :

“Dan kawinkanlah orang-orang yangs sendirian di antara kamu dan

orang-orang yang layak (kawin) dari hamba sahayamu yang laki-laki maupun yang

perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan

(31)

Selain keterangan dari ayat tersebut, ayat lain menegaskan tentang

pentingnya memperoleh pasangan (suami/istri) agar tercipta kehidupan yang

tenang, tentram, diliputi cinta dan kasih sayang di antara manusia. Sebagaimana

ditegaskan oleh surat ar-Rum ayat 21.9

2) Al-Hadits

Banyak hadits-hadits yang menegaskan tentang perkawinan, arti

pentingnya menikah bagi yang memiliki kemampuan baik segi jasmani,

rohani, maupun materi. Rasulullah mengingatkan kepada para pemuda yang

masih belum punya pasangan dalam sabda beliau dikemukakan:

“Wahai para pemuda, siapa di antaramu telah memiliki kemampuan

untuk kawin, maka kawinlah, karena perkawinan itu lebih menghalangi

penglihatan (dari maksiat) dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan

nafsu seksual). Maka siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena

puasa itu baginya akan mengekang nafsu syahwat” (Muttafaq ‘Alaih).

Undang-undang perkawinan di Indonesia merumuskan definisi

perkawinan lebih luas lagi, dengan penambahan hal-hal yang berkaitan

dengan kehidupan perkawinan itu. Pasal 1 undang-undang No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan menjelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

9

(32)

keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.10

c. Tujuan perkawinan

Ada beberapa tujuan dari disyari’atkannya perkawinan atas umat

Islam, di antara yang utama adalah: untuk memperoleh anak keturunan yang

sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang. Hal ini seperti yang

digunakan dalam keterangan al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 1 yang artinya:

“Wahai sekalian manusia bertakwahlah kepada Tuhan-mu yang menjadikan

kamu dari diri yang satu daripadanya Allah menjadikan istri-istri dan dari

keduanya Allah menjadikan anak keturunan yang banyak, laki-laki dan

perempuan”. Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri atau

fitrah setiap manusia bahkan menjadi kbutuhan bagi makhluk ciptaan Allah.

Maka untuk mencapai maksud tersebut Allah menciptakan nafsu syahwat

yang mendorong keinginan untuk mencari pasangan dari lawan jenisnya.

Yakni laki-laki menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada perempuan dan

dari sinilah akan dihasilkan keturunan yang sah. Karena itu perkawinan

merupakan lembaga yang sah bagi pengembang biakan manusia, laki-laki

maupun perempuan.11

10

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan Indonesia:2009. Hal. 8

11

(33)

Dari kedua tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun

penyaluran nafsu syahwat untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia

dapat saja ditempuh melalui jalur diluar perkawinan, namun dalam

mendapatkan ketenangan hidup bersama laki-laki dan perempuan tidak

mungkin didapatkan kecuali melalui jalur menikah. Disinilah Islam

memastikan bahwa keturunan yang sah dan ketenangan, cinta dan kasih

sayang sejati hanya diperoleh melalui jalur pernikahan.

d. Hikmah Perkawinan

Ulama Fiqh mengemukakan beberapa hikmah perkawinan. Sayyid

Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan hikmah perkawinan yang terpenting di

antaranya:

1) Memperoleh jalan keluar untuk menyalurkan nafsu seksual antara

laki-laki dan perempuan. Karena dengan menikah badan menjadi segar, jiwa

menjadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram, perasaan

tenang dapat menikmati kesenangan dalam pergaulan yang dihalalkan.

2) Menikah dapat melestarikan keturunan yang mulya, memelihara nasab

dan kehormatan diri.

3) Naluri kebapakan dan keibuan menjadi tumbuh saling melengkapi,

(34)

4) Memotivasi untuk bekerja atau mencari nafkah karena sudah memiliki

tanggungjawab menafkahi keluarga. Sehingga dapat mendorong aktifitas

mencari rizki yang halal.

5) Pembagian tugas antara suami dan istri sebagai orang-orang yang

memiliki tanggung jawab mengurus rumah tangga dan mencari nafkah,

guna memenuhi kebutuhan rumah tangga.

6) Mempererat tali kekeluargaan antara dua keluarga (besan) memperkuat

hubungan kemasyarakatan.

7) Dalam salah satu pernyataan PBB yang disiarkan harian nasional terbitan

tanggal 6-6-1959, disebutkan bahwa orang yang bersuami atau beristri

umurnya lebih panjang disbanding mereka yang tidak memiliki suami

atau istri.

3. GENDER

a. Definisi Gender

Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan

aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada

manusia. Gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi,

hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat

bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan

(35)

perempuan atau khas laki-laki atau yang lebih populer dengan istilah

feminitas dan maskulinitas, terutama merupakan hasil belajar seseorang

melalui suatu proses sosialisasi yang panjang di lingkungan masyarakat,

tempat ia tumbuh dan dibesarkan. Kesetaraan Gender adalah kalimat yang

seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun tertulis dalam sejumlah

referensi.

Istilah gender sudah lazim digunakan terutama dilingkungan Kantor

Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Secara umum

jender berarti “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin

yakni laki-laki dan perempuan”. Gender biasa digunakan untuk menunjukkan

pembagian kerja yang di anggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.12

Kata gender berasal dari Bahasa inggris yang berarti jenis kelamin.13

Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah

konsep budaya yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal

peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan

perempuan yang berkembang dalam masyarakat.14 Gender merupakan

pelabelan pada kenyataan yang bisa dipertukarkan seperti misalnya sifat

lembut, kasar, menangis dan marah. Sebab gender sesungguhnya bukanlah

12

Abdul Aziz, Muflikhatul Khoiron, Rochimah dkk, Gender Islam dan Budaya, (Surabaya : LP2M UIN Sunan Ampe;, 2016) Hal. 7.

13

John M. Echols dan Hassan Shadilly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1983) Hal. 265. Sebenarnya arti ini kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Persoalannya karena kata gender termasuk kosa kata baru sehingga pengertiannya belum ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

14 Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol. 1, (New York : Green Wood Press, 1999)

(36)

kodrat, tetapi merupakan modifikasi-modifikasi tertentu dari konstruksi sosial

di mana laki-laki dan perempuan hidup. Dengan Bahasa lain gender

merupakan hasil konstruksi, tradisi, budaya, agama dan ideology tertentu yang

mengenal batas ruang dan waktu serta langsung membentuk karakteristik

laki-laki atau perempuan. Gender memiliki ketergantungan terhadap nilai-nilai

yang di anut masyarakat setempat. Dengan demikian, gender dapat berubah

dari situasi tertentu pada kondisi yang lain.15

Perbedaan gender dikenali karena memiliki perbedaan konsekuensi

yang menyertainya.16 Perbedaan Peran gender ada 3 macam antara lain :

1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut

pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi

maupun untuk diperdagangkan. Peran ini sering disebut dengan peran

sektor publik.

2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk

kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan

pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak,

memasak,mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika,

membersihkan rumah dan lain-lain. Peran reproduktif ini biasanya disebut

juga peran sector domestik.

15

Nasarudin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta : Fikahati Aneska, 2000), Cet 1. Hal. 14.

16 Abdul Aziz, Muflikhatul Khoiron, Rochimah dkk, Gender Islam dan Budaya, (Surabaya : LP2M

(37)

3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk

berpartisipasi pada kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong royong

dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan

bersama.

Pembedaan sifat, fungsi, ruang dan peran gender dalam masyarakat yang

lazim ditemukan adalah pola di bawah ini : 17

GENDER LAKI-LAKI PEREMPUAN

Sifat Maskulin Feminim

Peran Produksi Reproduksi

Ruang Lingkup Publik Domestik

Tanggung jawab Nafkah utama Nafkah tambahan

Menurut Jagger dan Rothanberg, sifat-sifat mendasar penindasan perempuan

terjadi dalam berbagai bentuk :

a. Di dalam sejarah, perempuan adalah kelompok tertindas pertama, disusul

kelompok tertindas yang lain seperti kelompok warna kulit (negro), kelompok

budak, buruh dan lain-lain.

17

(38)

b. Ketidakadilan terhadap perempuan bersifat universal, terjadi di hampir

seluruh masyarakat di dunia, sedangkan penindasan lain (negro,budak, buruh)

terjadi hanya di negara-negara tertentu dan dalam kurun waktu tertentu.

c. Penindasan terhadap perempuan adalah bentuk penindasan yang paling

mendasar dan yang paling sulit dilenyapkan dan tidak akan mudah membaik

begitu saja melalui perubahan-perubahan sosial seperti penghapusan

kelas-kelas dalam masyarakat.

d. Penindasan terhadap perempuan akan menyebabkan penderitaan luar biasa

kepada korban baik secara fisik mapun kejiwaan. Meski luar biasa,

penderitaan ini seringkali berlangsung tanpa disadari banyak orang.

e. Penindasan terhadap perempuan memberikan suatu model konseptual untuk

memahami semua bentuk penindasan lain.18

Menurut Mirmaningtyas, ketidakadilan gender terjadi dalam diri sendiri,

keluarga, lembaga kerja, agama, masyarakat umum dan Negara dalam berbagai

bentuk. Hal yang sama juga ditambahkan oleh Faqih, bahwa manifestasi

ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, kekerasan, vonis

18

(39)

julukan dan beban kerja ganda terjadi dalam berbagai lapisan masyarakat, di

antaranya :19

a. Di tingkat Negara, banyak kebijakan dan hukum negara perundang-undangan

dan program kegiatan yang mencerminkan adanya manifestasi ketidakadilan

gender.

b. Di tempat kerja, organisasi dan dunia pendidikan, aturan kerja, manajemen,

kebijakan organisasi serta kurikulum pendidikan yang masih melestarikan

ketidakadilan gender.

c. Dalam adat istiadat, banyak masyarakat yang tidak adil dalam menafsirkan

etnisitas, kultur, kesukuan dan ajaran keagamaan.

d. Di lingkungan rumah tangga, proses pengambilan keputusan, pembagian kerja

dan interaksi antar anggota keluarga yang masih bias gender.20

C. TEORI FEMINISME LIBERAL

Tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu, berbagai

fenomena dan pandangan yang sebelumnya belum terangkat mulai

bermunculan. Isu-isu gender merupakan salah satu isu kontemporer yang kini

telah menjadi fokus dari kajian saat ini. Isu-isu tersebut kebanyakan

19

Abdul Aziz, Muflikhatul Khoiron, Rochimah dkk, Gender Islam dan Budaya, (Surabaya : LP2M UIN Sunan Ampel, 2016) Hal. 15.

20

(40)

mengungkap mengenai ketidaksetaraan antara kaum pria dan wanita yang

kemudian mendorong adanya gerakan feminis yang menggugat dominasi

laki-laki atas perempuan dengan berbagai varian alirannya, salah satunya adalah

feminisme liberal.

Feminisme liberal ini merupakan gerakan feminisme yang berdasarkan

pada konsep liberal, dimana pria dan wanita itu memiliki hak dan kesempatan

yang sama, sama-sama makhluk yang memilki rasionalitas. Sebelum

merangkak lebih jauh untuk membahas mengenai feminisme liberal, alangkah

lebih baiknya untuk mengetahui mengenai konsep gender dan mengenai

feminismenya itu sendiri. Sering sekali kita mendengar istilah kesetaraan

gender, namun tak sedikit juga diantara kita yang salah paham akan

pengertian gender itu sendiri dan kadang sering menyamakannya dengan

istilah seks. Padahal sebenarnya seks dan gender merupakan dua hal yang

berbeda.

Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis

melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks memiliki pengertian bahwa

perempuan dan laki-laki memiliki fungsi organismenya masing-masing,

perempuan memiliki alat reproduksi, hormon dan postur tubuh yang berbeda

dengan laki-laki dan fungsinya pun tak bisa dipertukarkan dengan apa yang

dimiliki oleh pria. Sedangkan gender merupakan sifat yang melekat pada

(41)

maupun budaya, sehingga melahirkan anggapan tentang peran sosial dan

budaya laki-laki dan perempuan.21

Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain:

Perempuan itu dikenal sebagai makhluk cantik, emosional atau keibuan,

sensitif, lemah lembut, sedangkan laki-laki dianggap tangguh, rasional, kuat,

jantan dan gagah perkasa. Sifat-sifat itu dapat dipertukarkan dan berubah dari

waktu ke waktu. Singkatnya, berbicara tentang pria dan wanita dalam

perspektif biologis, itulah yang dinamakan seks. Sedangkan ketika berbicara

mengenai pria dan wanita dalam perspektif sosial budaya, itulah yang

dinamakan gender. Pemahaman yang tepat mengenai konsep seks dan gender

merupakan hal yang sangat teramat penting dalam menganalisis berbagai

fenomena dan isu-isu kesetaraan gender, baik dalam ruang lingkup nasional

maupun internasional.22

Feminisme sebagai filsafat dan gerakan pada awalnya dapat dilacak

dalam sejarah dunia yang menunjukkan realita pada umumnya kaum

perempuan (feminim) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor

duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang

patriarki sifatnya. Dalam segala bidang kehidupan, kaum wanita cenderung

lebih inferior dibandingkan kaum laki-laki, apalagi dalam masyarakat

21

Dadand S. Anshori : Engkos Kosasih : dan Farida Sarimaya, Membincangk an Feminisme : Reflek si Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita, ( Bandung : Pustaka Hidayah, 1997 ). Hal. 30.

22 Haryanto Sindung, Spek trum Teori Sosial : Dari Klasik Hingga Post Modern, (Jogjakarta : AR

(42)

tradisional agraris, mereka menempatkan kaum laki-laki menjadi garda

terdepan dan mengesampingkan kaum wanita. Selain itu, kondisi ini pun

diperparah lagi dengan fundamentalisme agama yang melakukan opresi

terhadap kaum wanita, kaum wanita merupakan makhluk yang harus tunduk

pada kaum pria.

Munculnya gerakan feminisme pada masyarakat Barat tidak terlepas

dari sejarah masyarakat Barat yang memandang rendah terhadap kedudukan

perempuan, dan rasa kecewa masyarakat Barat terhadap pernyataan kitab suci

mereka terhadap perempuan. Philip J.Adler, seorang pakar sejarah Barat

dalam buku “World Civilization” menggambarkan bagaimana kekejaman

masyarakat Barat dalam memandang dan memperlakukan perempuan. Hingga

pada abad ke 17, masyarakat Eropa masih melihat wanita sebagai jelmaan dari

syaitan yang menjadi alat untuk menggoda manusia dan pada awal penciptaan

manusia pun, kaum wanita merupakan ciptaan yang “cacat” atau tidak

sempurna.23

Gerakan feminisme yang telah berkembang menjadi beberapa bentuk

dan ragam pada dasarnya bermula dari suatu asumsi, yaitu ketidak-adilan

adanya proses penindasan dan eksploitasi. Kaum wanita berjuang demi

kesamaan, egalitas, kesetaraan, dignitas, hak-hak yang sama, kesempatan

yang sama dan kebebasan untuk mengontrol dan menentukan jalan

23 T.O. Ihrowi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995 ), Hal.

(43)

kehiduoannya sendiri. Awal gerakan perempuan di dunia tercatat di tahun

1800-an.24 Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan mereka

disebabkan oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak

memiliki keahlian. Karenanya gerakan perempuan awal ini lebih

mengedepankan perubahan sistem sosial dimana perempuan diperbolehkan

ikut memilih dalam pemilu. Tokoh-tokoh perempuan ketika itu antara lain

Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft.25

Feminisme adalah suatu studi yang memandang wanita dan

pergerakan wanita bukan sebagai obyek dari ilmu pengetahuan, melainkan

sebagai subjeknya. Teori feminisme merupakan teori sebagai upaya atas

kritikan terhadap studi laki-laki untuk mentransformasikan tekanan struktural,

dimulai dari pengalaman tekanan sebagai perempuan. Feminisme merupakan

sebuah gerakan wanita yang menuntut kesamaan dan kesetaraan hak dan

keadilan antara pria dan wanita karena kaum perempuan merasa dirugikan,

dimarginalkan dan dinomor duakan dalam segala bidang kehidupan.

Feminisme muncul untuk mendobrak kesubordinatan wanita dibawah pria.26

Feminisme dalam bahasa sederhana adalah tidak hanya menyangkut

persoalan perempuan ataupun sekedar menambahkan perempuan kedalam

konstruksi laki-laki (male construction), melainkan menyangkut pandangan

24

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought, ( Yogyakarta : JALASUTRA, 1998 ). Hal. 10.

25

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought, ( Yogyakarta : JALASUTRA, 1998 ). Hal. 12.

26 T.O. Ihrowi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995 ), Hal.

(44)

kita terhadap politik global dalam melihat isu gender terhadap perempuan dan

bagaimana hal ini menunjukkan bagaimana dunia mengupayakannya. Teori

feminisme secara umum ingin menunjukan gejala-gejala opresi terhadap

perempuan, subordinasi, sebab-sebab dan konsekuensinya. Mereka menyebut

sistem patriarki, hukum dan UU yang diskriminatif, kepemilikan harta yang

tidak seimbang, pelecehan seksual antara suami-istri sebagai cerminan tidak

opresi terhadap perempuan. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh

gerakan feminisme :

1. Tercapai kesamaan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai

manusia bebas, baik dalam dunia publik maupun privat.

2. Penghapusan segala opresi dan perbedaan gender dalam masyarakat.

3. Kebebasan individu untuk memilih dan memutuskan sesuai keinginan dan

aspirasinya.

Terdapat berbagai varian feminisme yang muncul, diantaranya

feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis/sosialis, feminism

eksistensial, feminisme gynosentris, feminism postmodern, feminisme

multikultural, feminisme global, feminisme anarkis dan eko feminisme.

Namun yang akan menjadi fokus perhatian disini adalah mengenai feminisme

liberal. Akar pemikiran dari feminisme liberal berawal dari pengalaman

perempuan yang seolah kebebasannya untuk menentukan hidup itu dirantai,

bahkan negara pun mengontrol setiap perempuan dengan dalih “melindungi

(45)

tidak mendapatkan kebabasan hidupnya secara utuh. Sehingga memicu

tumbuhnya gerakan feminisme pada abad ke 18.27

Feminisme Liberal lahir pertama kali pada abad 18 dirumuskan oleh

Mary wollstonecrat dalam tulisannya A Vindication of the Right of Women

(1759-1799) dan abad 19 oleh John Stuart Mill dalam bukunya Subjection of

Women dan Harriet Taylor Mills dalam bukunya Enfranchisemen of Women,

kemudian pada abad 20 Betty Friedan dalam The Feminis Mistique dan The

second Stage. Para feminis liberal mendasarkan pemikirannya berdasarkan

konsep liberal dimana pria dan wanita itu memiliki hak dan kesempatan yang

sama, pria dan wanita merupakan makhluk yang sama-sama memiliki

rasionalitas, yang dimana rasionalitas itu sendiri memiliki dua aspek, yaitu

moralitas (decision maker) dan prudensial (pemenuhan kebutuhan sendiri).28

Asumsi dasar dari Feminisme Liberal ini adalah bahwa kebebasan dan

keseimbangan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat

dan publik. Dasar dari perjuangan mereka adalah untuk mendapatkan

persamaan dan kesetaraan akan hak dan kesempatan bagi setiap individu,

terutama perempuan atas dasar persamaan keberadaannya sebagai makhluk

rasional, karena pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan. Keduanya adalah sama, Keadilan akan didapatkan ketika kaum

27 T.O. Ihrowi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995 ), Hal.

78.

28

(46)

perempuan menadapatkan kebebasannya dalam segala aspek kehidupan dan

menyejajarkannya dengan laki-laki. Laki-laki dan perempuan merupakan

makhluk yang sama-sama memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak

secara rasional.

Akar dari segala ketertindasan dan keterbelakangan perempuan itu

disebabkan oleh perempuannya itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan

dirinya sebaik mungkin untuk berkompetisi dalam “Persaingan Bebas” dan

menyetarakan kedudukannya dengan laki-laki. Namun permasalahannya

adalah terletak pada produk kebijakan yang bias gender, sehingga

memunculkan gerakan-gerakan feminisme liberal yang menuntut akan

kesamaan pendidikan, kesamaan hak politik dan ekonomi, juga disertai

dengan pembentukan organisasi perempuan untuk membasmi diskriminasi

seksual di bidang politik, sosial, pendidikan, ekonomi, maupun personal.

Kaum feminisme liberal menyadari bahwa negara itu didominasi oleh

kaum pria, sehingga segala kebijakan yang ada akan didominasi oleh

pengaruh yang sangat kuat dari para kaum pria tadi, sehingga seolah-olah

negara itu bersifat “maskulin”, sedangkan wanita hanya ada “diam” dalam

negara tersebut, hanya sebagai warga negara, bukan sebagai orang-orang yang

(47)

tersebut pun dapat dilihat ketidaksetaraan dalam bidang politik atau

kenegaraan.29

Feminisme liberal pun mengusahakan untuk menyadarkan wanita

bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan oleh

wanita memperlihatkan kaum perempuan sebagai subordinat atas kaum pria,

kaum perempuan cenderung termaginalkan. Namun, dengan materialisme dan

individualismenya Amerika, hal itu mendukung kaum feminis liberal,

sehingga banyak perempuan yang keluar rumah dan memiliki kebebasan

untuk berkarir sendiri tanpa bergantung pada pria.

Feminisme Liberal percaya bahwa kesetaraan dan keadilan gender

akan bisa dicapai dengan menghapuskan hambatan yang bersifat regulatif

(terkait dengan peraturan hukum), yang membedakan hak laki-laki dan

perempuan.30 Ketidaksetaraan dalam bidang politik membuat mereka untuk

membuat sebuah gerakan yang memiliki tujuan untuk mengintegrasikan diri

mereka kedalam perpolitikan global disemua tingkatan. Dalam Hal itu sendiri,

kaum feminisme liberal menggunakan gender sebagai sebuah variabel dalam

menganalisis kebijakan luar negeri, menganalisis politik internasional dan

kebijakan keamanan global. Hal itu dikarenakan oleh pandangan mereka

bahwa dengan mengintegrasikan perempuan dalam segala decision making

(48)

dan pembuatan kebijakan, maka akan mempermudah untuk mencapai tujuan

yang telah dicanangkan.

Feminisme liberal fokus pada perjuangan hak-hak yang setara antara

perempuan dan laki-laki, yang diperlihatkan oleh hukum yang ada. Para

kaum feminis liberal sangat menentang hukum dan regulasi yang tidak adil

dan cenderung memarginalkan kaum wanita, karena baik itu pria ataupun

wanita memiliki hak yang sama. Terdapat gerakan-gerakan para kaum feminis

liberal dalam berbagai aspek kehidupan, sebagai contoh dalam aspek

pekerjaan, politik dan pendidikan.31 Dalam bidang pekerjaan, kaum feminis

liberal menuntut kesempatan dan peluang yang sama dalam mendapatkan gaji

ataupun fasiltas di tempat kerja. Dalam bidang politik, kaum feminis

menuntut agar mereka memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Daam bidang

pendidikan, mereka menuntut agar mendapatkan kesempatan dan peluang

yang sama serta kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan. Tujuan dari kaum

feminis adalah membentuk masyarakat yang baik, adil dan setara.

Feminis Liberal abad 18 menekankan pada pendidikan yang sama

untuk perempuan. Mary Wollstonecraft menulis A Vindication of the Rights of

Women di tahun 1792, berpendapat bahwa perempuan seharusnya memiliki

akses yang sama seperti laki-laki pada kesempatan ekonomi dan pendidikan.

Kaum feminis liberal kontemporer ingin membuat perempuan lebih terkenal

dalam politik dunia, menghilangkan akses yang berbeda pada kekuatan dan

31

(49)

pengaruh atas laki-laki dan perempuan, dan dengan demikian untuk mencapai

hak yang sama bagi laki-laki atau perempuan.32

Mary Wollstonecraft, dalam bukunya A Vindication of the Right of

Women menggambarkan masyarakat Eropa yang sedang mengalami

kemunduran dimana perempuan dikekang didalam rumah tidak diberikan

kesempatan untuk masuk dipasar tenaga kerja dan melakukan pekerjaan

rumah tangga. Sedangkan laki-laki diberikan kebebasan untuk

mengembangkan diri seoptimal mungkin. Padahal kalau perempuan diberikan

kesempatan yang sama juga bisa mengembangkan diri secara optimal, asal

perempuan juga diberikan pendidikan yang sama dengan pria. Wollstone

berusaha keras untuk mencari solusi bagi hal tersebut dan penyamarataan

pendidikanlah solusinya. Dengan menyamaratakan pendidikan kaum

perempuan dengan pendidikan kaum laki-laki, maka hal itulah yang akan

membuat seorang wanita itu menjadi “independent women”, bukan hanya

menjadi boneka dan mainannya kaum lelaki.

Feminisme Liberal abad ke 19 menekankan pada kesempatan hak Sipil

dan Ekonomi bagi perempuan dan laki-laki. J S Mill dan Harriet Tailor Mill

bergabung dengan Wollestonecraft. Yang menekankan pentingnya rasionalitas

untuk perempuan. J S Mill dan Harriet Tailor Mill lebih jauh menekankan

agar persamaan permpuan dan laki-laki terwujud, tidak cukup diberikan

(50)

pendidikan yang sama tetapi juga harus diberikan kesempatan untuk berperan

dalam ekonomi dan dijamin hak sipilnya yang meliputi hak untuk

berorganisasi, kebebasan untuk berpendapat, hak untuk memilih dan hak

milik pribadi serta hak-hak sipil lainnya. Sumbangan lain pemikiran mereka

berdua adalah dua-duanya menekankan pentingnya Pendidikan, Kemitraan

dan Persamaan.

Mill lebih menekankan pada pendidikan dan hak, sedangkan Taylor

lebih menekankan kemitraan. Mill lebih jauh juga mempertanyakan

superioritas laki-laki, menurutnya bahwa laki-laki itu tidak lebih superior

secara intelektual dari perempuan. Pemikiran Mill yang juga menarik bahwa

kebajikan yang ditempelkan pada perempuan seringkali merugikan

perempuan karena perempuan tidak bisa menjadi diri sendiri, sebab ia akan

menjadi orang yang dikehendaki masyarakat.33

Feminisme Liberal abad 20. The Feminis Mistique yang ditulis oleh

Betty Frieden, bila kita bandingkan dengan buku yang ditulis sebelumnya

oleh Wollestone, JS Mills dan Harriet Tylor terkesan tidak radikal. Menurut

Betty perempuan kelas menengah yang menjadi ibu rumah tangga merasa

hampa dan muram. Mereka menghabiskan waktunya hanya untuk berbelanja,

jalan-jalan, perawatan, mempercantik diri, memuaskan nafsu sang suami, dan

33

(51)

sebagainya.34Sehingga solusi untuk menangani permasalahan tersebut adalah

bahwa kaum wanita harus kembali ke sekolah dan kemudian memberikan

kontribusi untuk ekonomi keluarga, berkarir namun tetap menjadi ibu rumah

tangga juga, berjalan beriringan.

Namun dua puluh tahun kemudian ia menyadari dalam bukunya The

Second Stage bahwa berkarir sekaligus menjadi ibu rumah tangga merupakan

hal yang sangat sulit, selain harus melayani suaminya, juga harus melayani

majikannya di kantor. Sehingga hal yang perlu dilakukan adalah dengan

melakukan pergerakan sehingga menyadari keterbatasan-keterbatasan dalam

dirinya yang diciptakan masyarakat sehingga mampu untuk memperbaiki

kondisi tersebut, harus menjalin suatu kooperasi dengan kaum laki-laki untuk

merubah mindset masyarakat pada bidang publik dan privat, yaitu suami pun

harus ikut memikul beban keluarga dalam hal ekonomi, rumah tangga dan

anak.

Kritik yang paling utama bagi Feminisme Liberal adalah bahwa

Feminsime liberal tidak pernah mempertanyakan ideologi Patriarki dan sama

sekali tidak menjelaskan akar ketertindasan perempuan. Para kaum

Feminisme Liberal hanya berkata bahwa sumber permasalahan perempuan

selama ini adalah karena perempuannya itu sendiri dan solusi yang harus

dilakukan adalah dengan membekali kaum perempuan dengan pendidikan dan

34

(52)

juga pendapatan. Kaum Feminis Liberal dianggap tidak mampu untuk melihat

bahwa perempuan merupakan golongan yang paling minim mendapat akses

pendidikan, karena biaya yang mahal ataupun karena diskriminasi yang sering

terjadi.

Kemudian Feminisme Liberal cenderung menerima nilai-nilai

maskulin sebagai manusia, sehingga gerakannya mengarah pada emansipasi,

cenderung membentuk manusia individualis. Padahal kenyataannya, manusia

hidup berkelompok didalam masyarakat dan mempunyai pemikiran dualistik,

kebebasan individu dan bertindak rasonal adalah konsep maskulin. Padahal,

secara alamiah terdapat perbedaan seks. Berdasarkan pemaparan diatas,

bahwa menggunakan perspektif gender (feminisme) dalam Hubungan

Internasional, selain menawarkan cara pandang baru, juga menjadi penting

dalam memahami kondisi ekonomi politik dan keamanan internasional.

Teori feminisme merupakan teori sebagai upaya atas kritikan terhadap

studi laki-laki untuk mentransformasikan tekanan struktural, dimulai dari

pengalaman tekanan sebagai perempuan. Salah satu fokus kajian disini adalah

mengenai feminisme liberal yang merupakan varian dari feminisme yang

mendasarkan pemikirannya berdasarkan konsep liberal dimana pria dan

wanita itu memiliki hak dan kesempatan yang sama, pria dan wanita

merupakan makhluk yang sama-sama memiliki rasionalitas. Berbagai gerakan

kaum feminis liberal pun muncul khususnya di Amerika, sebagai negara

(53)

memberikan pengaruh besar pada saat itu, walaupun banyak kritik yang

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, yakni suatu jenis

penelitian dimana data yang diperoleh disajikan dalam bentuk kata-kata dan

gambar bukan angka-angka1. Penggunaan jenis penelitian kualitatif karena

ada pertimbangan:

Pertama, jenis penelitian deskriptif merupakan bagian dari

karakteristik pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif dibutuhkan

deskriptif dengan kata-kata atau gambar, dan bukan data yang berupa

angka-angka.

Kedua, relevansi penelitian deskriptif dengan obyek penelitian, yakni

karakteristik latar belakang dan sistem sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Jenis penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan fakta-fakta yang akurat

sesuai dengan fenomena sosial yang ada.

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui

pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa

angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.

1

Gambar

gambar. Sedangkan analisis data dapat di gambarkan berbagai macam data-
gambar bukan angka-angka1. Penggunaan jenis penelitian kualitatif karena
Tabel 3.1 Tabel data Informan
TABEL 4.1 JUMLAH MAHASISWI PASCA SARJANA
+5

Referensi

Dokumen terkait

-:-i:.Lrhnya- Dalam proses pendidikan seni, bakat peserta didik akan tampak melalui kreativitasnya. :

BAB I Bab I ini memaparkan mengenai adanya kesenjangan antara sebuah produk hukum yang harus dijalankan dengan proses pelaksanannya dilapangan, sehingga menimbulkan permasalahan

Dengan kemudahan dalam mengukur IC pada model Pulic maka penelitian ini bertujuan untuk mengukur IC perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Indeks LQ45

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa isolat yang bersifat antagonis adalah isolat B2 dengan B3 serta konsorsium bakteri endofit yang paling optimal dalam menghasilkan

backgrounds: village, school, training ground, and fghting stage.. STEP 2:

Penguasaan kemahiran profesional adalah penting untuk membolehkan graduan menggunakan maklumat dan mengoptimakan pengetahuan ( IFAC 1996). Perbincangan dapatan kajian

Collateral pada prinsip 5C berpengaruh positif sebesar 0,208 terhadap realisasi kredit pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Se- Kecamatan Abiansemal dan signifikan

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam Skripsi iniperlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana terdapat respons kritis (konflik) negara dan masyarakat