1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan daerah otonomi1 setingkat
propinsi yang dikepalai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Kepala Daerah DIY dan Paku Alam VIII sebagai Wakil Kepala Daerah DIY. Undang- Undang yang membentuk Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai otonomi
tingkat Propinsi adalah Undang-undang No. 3 jo 19 tahun 1950.
Kesultanan yogyakarta mengalami perpecahan setelah Belanda
menganggap Sultan Yogyakarta tidak patuh terhadap mereka. Kerajaan Yogyakarta dipecah menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman (wilayah kekuasaan lebih sempit). Pembagian wilayah tersebut
menjadi cikal bakal Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan Negara Bagian dari masa penjajahan Belanda, Inggris, Hindia Belanda, dan Jepang.
Masa penjajahan Belanda, status Kasultanan Yogyakarta adalah
Zelfbestuur2 dan pada masa Jepang disebut koti/kooti3. Status ini mengatur
kewenangan untuk mengatur dan mengurus negara nya sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajah.
1
Daerah otonomi adalah daerah yang berdiri sendiri yang dipimpin oleh Sri Sultan dan Sri Paku Alam.
2
Pada jaman penjajahan Belanda, status Kasultanan Yogyakarta tidak diatur dengan undang-undang, melainkan diatur dalam sebuah perjanjian
antara Gubernur Jendral Belanda dengan Sri Sultan. Perjanjian ini dinamakan politiek-Contract. Ini berarti bahwa status Kasultanan tidak diatur secara
sepihak oleh Gubernur Jendral Belanda, melainkan status Kasultanan Yogyakarta itu ditentukan oleh dua belah pihak yaitu Gubernur Jendral Belanda dan Sri Sultan.
Selama pendudukan Jepang di Indonesia, Kasultanan Yogyakarta memberikan kontribusi yang besar bagi perjuangan bangsa. Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII membantu para pemimpin nasional perlindungan. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan Republik Indonesia berdiri dengan dibacakannya teks proklamasi pada 17
Agustus 1945.
Perang Dunia II yang berakhir pada tahun 1945 berdampak pula
terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang atas Indonesia yang berkuasa selama 3.5tahun dari tahun 1942-1945. Tahap demi
tahap pasukan Jepang ditarik mundur dari Indonesia. Tentara Sekutu dibawah pimpinan Jendral Christison kemudian mendarat di Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945 dengan tujuan utama melucuti persenjataan tentara
Jepang.
Kedatangan tentara Sekutu ternyata diboncengi oleh NICA
sebagai wujud pernyataan kemerdekaan Indonesia tidak sedikitpun dihiraukan oleh Belanda. Belanda masih menginginkan kekuasaan di Indonesia.
Usaha Belanda untuk melemahkan perlawanan tentara dan rakyat bahwa presiden dan pemerintah Republik sudah tidak menentang lagi dan
bersedia bekerjasama dengan Belanda. Belanda berhasil menduduki beberapa kota penting serta jalan- jalan raya. Tentara Republik mundur dari kota-kota itu setelah dikatakan berhasil 90 % melakukan politik bumihangus4, tetapi di
Yogyakarta politik bumihangus gagal karena datanganya serangan Belanda. Pertarungan sengit terjadi di sekitar Magelang, Yogyakarta, Solo, Madiun dan
Kediri. Kedudukan Belanda hanya merupakan kantong- kantong kecil yang berada ditengah-tengah kawasan yang sangat luas tersebut. Di jawa Tengah Belanda telah menderita kerugian 1500 serdadunya tewas.
Setelah penggabungan Yogyakarta ke dalam wilayah R.I(Republik Indonesia), Yogyakarta menjadi Ibu Kota Negara ketika Jakarta dianggap
sudah tidak aman untuk mempertahankan Kemerdekaan R.I. Yogyakarta berperan penuh dalam mengamankan pemimpin-pemimpin nasional yang
diancam oleh Belanda dengan melakukan agresi Militer Belanda II. Korban berjatuhan dari masyarakat Yogyakarta untuk membela Eksistensi RI dalam
4
serangan Umum 1 Maret 1949 yang merupakan strategi Sri sultan Hamengkubuwono IX dan yang menjadi pelaksa adalah Letkol Soeharto5.
Sidang kabinet tanggal 3 Januari 1946 memutuskan untuk memindahkan kedudukan pemerintah pusat RI ke Yogyakarta. Yogyakarta
merupakan suatu wilayah yang terletak di pedalaman Jawa, tepatnya pada bagian tengah sisi selatan Pulau Jawa. Sebelum menggabungkan diri dibawah RI, Yogyakarta merupakan suatu Kesultanan yang merupakan pecahan dari
Kerajaan Mataram Islam, dimana Mataram Islam sendiri menurut Persetujuan Giyanti terbagi menjadi dua bagian, yakni Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI tidak bisa dilepaskan dari Yogyakarta.Yogyakarta ditetapkan sebagai ibukota
pemerintahan RI pada awal tahun 1946, Yogyakarta juga menyimpan sejarah yang sangat penting. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari pemimpin
Yogyakarta itu sendiri, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan di Jakarta, Sri Sultan
menyambutnya bersama Paku Alam VIII dengan pernyataan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari RI. Pernyataan tersebut segera ditanggapi oleh Soekarno dengan sambutan yang menyenangkan. Hubungan antara keduanya
pun mulai terjalin. Hubungan yang baik itu dapat dipahami bahwa Sri Sultan
5
ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu apapun kecuali bangsa Indonesia menjadi merdeka dan Republik Indonesia dapat lestari
Sebelum Revolusi Kemerdekaan RI mengabdi kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk tujuan prestise sosial yang melekat pada dirinya.
Dorongan ekonomis sangat kecil. Maka pada bulan Maret 1949 Belanda melancarkan serangan besar-besaran dari arah utara terhadap Wonogiri-Gading yang menurut perkiraan Belanda adalah tempat markas besar
Indonesia.6
Den Haag pada paruh kedua tahun 1948 untuk Indonesia yang baru,
nama Republik Indonesia tidak tercantum. Rencana belanda dibuat dengan suatu indonesia terdiri dari sejumlah besar negara bagian sementara sudah ada sepuluh serta masa peralihan dengan sebuah “ Pemerintah Sementara “ yang mengatur pekerjaan dan yang dipengaruhi oleh Belanda.7
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Indonesia pernah
memiliki 3 macam Undang-undang Dasar yang masing-masing memuat pasal- pasal yang mengatur tentang swapraja. Undang-undang Dasar ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan . pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuklah Republik Indonesia Serikat yang mempunyai Undang – undangnya sendiri ialah Konstitusi RIS yang berlaku untuk seluruh
6
A.H.Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Bandung : Disjarah-Ad, 1976.hlm.74.
7
Indonesia. Sumber hukum pembentukan Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman sebagai Swapraja menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
UUD 1945. Akan tetapi setelah RIS berdiri dan RI hanya menjadi Negara bagian daripada RIS, sejak berdiri RIS tersebut yang berlaku bagi seluruh
Indonesia adalah Konstitusi RIS, sekalipun UUD 1945 masih berlaku, akan tetapi karena RI hanya merupakan Negara Bagian daripada RIS oleh karenanya Konstitusi RIS dengan sendirinya mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi daripada UUD 1945. Mengingat hal tersebut maka sejak berdirinya RIS pada tanggal 27 Desember 1949, yang merupakan sumber
hukum yang tertinggi bagi Swapraja adalah Konstitusi RIS.
Sebagai kerajaan kecil Kadipaten Pakualaman tidak berpeluang untuk berkembang. Memang itulah siasat kolonialisme Belanda. Pada masa
penjajahan Jepang, penindasan dan pemerasan yang kejam telah membangkitkan rasa senasib sepenanggungan di kalangan rakyat Indonesia
hingga mematangkan Nasionalisme Indonesia. Tak terkecuali Sri Paku Alam VIII dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau berdua tidak lagi
berwawasan sempit berjuang semi kejayaan kerajaan masing-masing, namun sudah berwawasan nasional berjuang demi kejayaan Indonesia.8
Konflik RI-Belanda setelah kedatangan kembali pemerintah Hindia
Belanda ternyata mendapat tanggapan dari dunia internasional. Inggris mendesak segera diadakannya perundingan gencatan senjata sebelum menarik
8
semua pasukan mereka dari Jawa dan Sumatera pada bulan Desember 1946. Pada tanggal 12 November 1946 Indonesia untuk pertama kali diakui secara
de facto dalam Perundingan Linggarjati.9 Hal ini merupakan alasan bagi
beberapa negara adikuasa seperti Inggris dan AS untuk mengakui Indonesia
secara de facto, menyusul beberapa negara seperti Mesir dan Yordania yang telah memberi pengakuan de facto dan de jure10 sebelum perjanjian Linggarjati.11
Tanggal 21 Juli 1947 Belanda mengingkari Perjanjian Linggarjati12 dengan melancarkan serangan militer yang dikenal dengan Agresi Militer
Belanda Pertama. Terjadinya peristiwa ini membuat Dewan Keamanan PBB
9 M.C. Ricklefs, “A History of Modern Indonesia”, a.b. Dhar mono Hardjowidjono, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1991, hlm. 337.
10
De facto dan de jure adalah Suatu standar de facto adalah suatu standar teknis atau lainnya yang sudah demikian lazim sehingga semua orang tampaknya mengikutinya seolah-olah itu adalah standar yang resmi. Standar de jure mungkin berbeda: contohnya adalah ngebut di jalan raya. Meskipun standar de jure menetapkan batas kecepatan tertentu atau yang lebih rendah, di banyak tempat standar de facto-nya adalah mengendarai pada batas kecepatan yang ditetapkan atau sedikit lebih cepat.
11 G.M. Kahin, “Nationalism and Revolution In Indonesia”, a.b. Nin Bakdi Soemanto, Refleksi Pergmulan Lahirnya Republik : Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta : UNS Press dan Pustaka Harapan, 1995, hlm. 9.
12
turun tangan dengan membentuk Commite of Good Offices (Komisi Jasa Baik) yang terdiri dari wakil-wakil dari AS, Australia dan Belgia dalam upaya
penyelesaian masalah tersebut. Perundingan dimulai kembali dan Persetujuan Renville disepakati pada bulan Januari 1948. Perundingan yang dilaksanakan
di atas Kapal USS Renville tersebut ternyata belum final, masih dilanjutkan dengan perundingan-perundingan yang lain.
Tuntutan-tuntutan Belanda atas RI semakin kuat dan menekan.
Belanda menuntut pembubaran TNI, salah satu atribut kedaulatan dan kemerdekaan RI yang utama. Belanda sangat tangkas melakukan perang
totalnya, walaupun dalam kondisi gencatan senjata. Mereka terus menyerang dalam bidang politik dan ekonomi untuk meruntuhkan Republik Indonesia.13 Kebuntuan antara kedua belah pihak membawa Belanda pada keputusan untuk
melaksanakan aksi militer yang sesungguhnya pada tanggal 19 Desember 1948, dimana hal tersebut dikenal dengan Agresi Militer Belanda Kedua.
Pasukan Belanda mulai menyerang Yogyakarta dengan pesawat-pesawat tempur mereka. Mula-mula mereka melumpuhkan lapangan udara
Maguwo yang akan digunakan untuk pendaratan pasukan mereka. Pesawat pembom dan penembak roket Belanda P. 51 dan Spitfires mulai menjinakkan Yogyakarta dengan serangan yang dilakukan oleh Brigade Marinir Belanda.
Kekuatan militer Belanda secara cepat dapat menguasai Kota Yogyakarta.14
13
A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 9 Agresi Militer Belanda II. Bandung : Disjarah dan Angkasa, 1979, hlm. 165.
14
Kabinet RI segera bersidang untuk membahas serangan Belanda tersebut. Sebelum Presiden, Wakil Presiden beserta petinggi-petinggi yang
lain ditawan oleh Belanda, dalam sidang telah diputuskan bahwa akan dibentuk pemerintahan darurat di Sumatera oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara
dan TNI yang akan bergerilya dengan dipimpin oleh Panglima Besar Soedirman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan judul di atas, penulis
mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana situasi dan kondisi Yogyakarta pasca Kemerdekaan Indonesia? 2. Bagaimana Peran Paku Alam VIII pada Peristiwa Agresi Militer Belanda
II tahun 1948-1949 ?
3. Faktor- faktor apa yang melatar belakangi terjadinya Agresi militer
Belanda II ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
a. Mengembangkan kemampuan berfikir secara kritis, analitis, objektif
dalam mengkaji suatu peristiwa.
b. Mengembangkan serta menambah karya penulisan ilmiah, terutama
a. Mendeskripsikan kondisi Yogyakarta pasca-Kemerdekaan RI.
b. Mendeskripsikan peran Sri Paku Alam VIII pada Agresi Militer
Belanda II tahun 1948-1949.
c. Menganalisis faktor-faktor apa yang melatar belakangi terjadinya
Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pembaca
a. Memberi tambahan pengetahuan kepada pembaca mengenai
perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI, khususnya pada masa Agresi Militer Belanda Kedua (1948).
b. Sebagai sumbangsih bagi dunia pendidikan yang tercermin dari
ketokohan seseorang 2. Bagi Penulis
a. Menambah pengetahuan mengenai perjuangan Paku Alam VIII dalam mempertahankan kemerekaan RI, khususnya pada saat Agresi Militer
Belanda Kedua.
b. Sebagai media melatih kemampuan penulis dalam menuangkan ide- ide ke dalam suatu karya sejarah yang objektif dan komprehensif.
c. Guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.
Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.15 Hal ini dimaksudkan agar
penulis memperoleh data-data atau informasi yang lengkap dari literatur mengenai permasalah yang dikaji. Dengan menggunakan kajian pustaka,
penulis mendapatkan pustaka-pustaka atau literatur yang relevan dengan objek penelitian sejarah yang akan dikaji.
Kebudayaan Jawa yang hidup di kota Yogyakarta merupakan
peradaban orang Jawa yang berakar di keraton. Kebudayaan yang berkembang dikeraton ini mempunyai suatu perjalanan sejarah yang panjang dan memiliki
kesenian yang maju serta ditandai oleh suatu kehidupan keagamaan yang sangat sinkretis, campuran dari unsur-unsur agama Hindhu, Budha, dan Islam.16
Begitu mendengar Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII
memerintahkan K.R.T Hanggawangsa mengirim telegram Ucapan selamat kepada Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta serta K.R.T. Rajiman Widyaningrat
pada tanggal 18 Agustus 1945 yang kemudian disusul telegram yang menyatakan Sri Sultan dan Sri Sultan dan Paku Alam VIII siap berdiri dibelakang Republik.
15
Team Jurusan Pendidikan Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi: Jenis Penelitian Historis, Kualitatif, dan Kuantitatif, Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah, UNY, 2006, hlm.3
16
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII masing-masing bertindak atas nama lembaganya yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX
dengan Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat, sedangkan Paku Alam VIII dengan Kadipaten Pakualaman, jadi bukan atas nama Pribadi, justru lebih luas
lagi atas nama rakyat dan masyarakat. Pada waktu Revolusi Paku Alam VIII memberikan statement dimana tercantum bahwa penentuan daerah Yogyakarta adalah daerah bagian dari pada RI, ini ternyata mempunyai arti sangat penting
secara politis.
Proklamasi yang dikumandangkan oleh Soekarno pada tanggal 17
Agustus 1945 segera mendapat sambutan yang luar biasa. Salah satu sambutan yang luar biasa tersebut datang dari Yogyakarta. Melalui Amanat Seripaduka Ingkang Sinuwun Kangdjeng Sultan Jogjakarta 5 September 1945, Sri Sultan
yang kemudian diikuti Paku Alam VIII menyatakan berdiri dibelakang Proklamasi Kemerdekaan RI. Dukungan Sri Sultan terhadap Proklamasi RI
dinyatakan oleh Selo Soemardjan sebagai berikut.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
Soekarno-Hatta, beliau sebagai Sultan HB IX, dalam kebebasannya akan membuatnya diketahui oleh dunia bahwa Kasultanan Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia, dengan status wilayah istimewa
dan dengan bertanggungjawab langsung kepada Presiden17
17
Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai ke Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta terkejut dan belum percaya akan kemerdekaan
Indonesia. Tanpa menunggu lebih lama lagi, melalui surat telegram Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengucapkan selamat kepada
Soekarno dan Moh. Hatta, serta di daerah Yogyakarta membentuk KNI (Komite Nasional Indonesia). KNI dibentuk dengan tujuan merebut kekuasaan militer dan politik dari Jepang, serta membimbing rakyat untuk
mempertahankan kemerdekaan yang telah di raih.
Pada awal tahun 1946, pusat pemerintahan dipindahkan dari Jakarta ke
Yogyakarta. Pemindahan tersebut dikarenakan keadaan Jakarta yang tidak kondusif untuk pelaksanaan pemerintahan. Sri Sultan menyambut dengan baik rencanan pemindahan ibukota tersebut. Rombongan para petinggi negara
disambut langsung oleh Sri Sultan di Stasiun Tugu. Hal ini menunjukkan bahwa Sri Sultan benar-benar setia kepada RI18.
Selama Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan terjadi Agresi Militer Belanda II, ibu kota Negara RI pindah ke Yogyakarta. Saat itu
juga Yogyakarta menjadi kota perjuangan dan kota revolusi yang sangat penting bagi kelangsungan dan keberadaan bangsa Indonesia. Banyak pertempuran yang terjadi di Yogyakarta menimbulkan banyaknya korban
dikalangan rakyat Yogyakarta. Daerah Yogyakarta pernah menjadi Ibu kota Negara dari masa kerajaan Mataram Islam
18
Semangat, visi, dan komitmen kerakyatan dalam diri Sri Paku Alam VIII sebenarnya sudah terinternalisasi sejak Sri Paku Alam VIII masih
kanak-kanak. Mengapa kelak di kemudian hari Sri Paku Alam VIII selalu berbahasa Jawa halus (krama inggil) dengan orang kebanyakan. Karena, sejak kecil
sudah biasa bergaul dengan kehidupan di luar tembok kraton.
Sejak masa kecil sampai masa mudanya, Sri Paku Alam VIII yang lahir pada tanggal 10 April 1910 ini biasa bergaul dengan kawan-kawannya di
luar istana. Ketika duduk di sekolah dasar (HIS), pemilik nama kecil Gusti Raden Mas Haryo Sularso Kuntosuratno ini biasa bermain sepak bola,
jamuran, dakon, dan gobag sodor bersama teman-temanya dari kalangan
rakyat biasa.Ia juga senang bermain gelutan (gulat) bersama mereka sambil berhujan-hujanan.
Kecintaannya pada rakyat semakin kuat saat mulai menginjak dewasa. Ketika baru genap 2 tahun menuntut ilmu di Rechts Hogere School di Jakarta,
Sri Paku Alam VIII dipanggil oleh ayahnya untuk pulang ke Jogja dan membantu pekerjaan di bidang pertanahan. Namun, Sri paku Alam VIII
memilih untuk bekerja di bidang agraria. Alasannya adalah supaya bisa bertatap muka dengan rakyat. Dengan pekerjaan itu, Sri Paku Alam VIII sering mendidik lurah-lurah dan carik-carik yang saat itu kebanyakan masih
buta huruf.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengajak Sri Paku Alam VIII
Paku Alam VIII berkata kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX: ”Saenipun
kito bergabung mawon kaliyan Republik” (Sebaiknya kita bergabung saja
dengan Republik). Sri Sultan Hamengkubuwono IX pun berkata: ”Yes, aku setuju!” Kemudian, Sri SultanHamengkubuwono IX memanggil sekretarisnya
(Kanjeng Raden Tumenggung Hanggawangsa) untuk mengirim telegram kepada Bung Karno yang berisi dukungan Kasultanan-Pakualaman Yogyakarta kepada RI.
Seandainya saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tidak bersehati untuk mendukung RI, sejarah akan menjadi lain.
Apalagi, Belanda memberi tawaran kepada Sultan untuk menjadi Wali Nagari atas Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka pembangunan sebuah negara federal rancangan Belanda. Namun, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri
Paku Alam VIII sudah berbulat tekad untuk mendukung RI.
F. Historiografi yang Relevan
Historiografi adalah rekonstruksi sejarah yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses menguji melalui proses pengujian dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman
peninggalan masa lampau.19 Historiografi yang Relevan dalam penulisan sejarah berisi mengenai kajian-kajian historis dengan tema atau topik yang
sama, yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada bagian ini juga dijelaskan apa yang membedakan dengan penelitian yang akan dilakukan.20
Skripsi karya Yudianto, Pendidikan Sejarah, FISE, UNY, 2010 yang berjudul “ Peranan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam Mempertahankan
Kedaulatan RI pada Masa Agresi Militer Belanda II(1948-1949), skripsi ini menjelaskan tentang kehidupan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda II yang terjadi di
Yogyakarta. Dari pemikiran terbuat suatu Strategi dengan pelaksanaan berupa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Skripsi yang selanjutnya adalah karya Inna Felinda, Pendidikan Sejarah, FIS, UNY, 2011 yang berjudul “Dinamika Keistimewaan Yogyakarta(1945-1965).” Skripsi ini menjelaskan tentang terkait dengan keistimewaan yang disandang oleh Kasultanan Yogyakrta, keistimewaan tersebut sudah ada sejak berdirinya Kerajaan Mataram. Kasultanan
Yogyakarta menganggap kerajaannya adalah terusan trah Mataram Islam. Yogyakarta dikatakan daerah yang istimewa dikarenakan ada beberapa hal
yang menjadikannya sebagai ciri khas yaitu Yogyakarta sebagai kota budaya. Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan,tetapi Penulis membuat tulisan yang berbeda dari karya-karya sebelumnya. Hal-hal yang
membedakan skripsi ini adalah berjudul “Peranan Paku Alam VIII dalam Agresi militer Belanda II tahun 1948-1949”yang lebih menekankan pada peranan Sri Paku Alam VIII dalam mempertahankan Kemerdekaan RI pada
20
Agresi Militer Belanda II. Tulisan yang berjudul Kadipaten Pakualaman, karangan Soedarisman Poerwokoesoemo, diterbitkan oleh Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta pada tahun 1985, mengkaji tentang sejarah berdirinya Kadipaten Pakualaman Yogyakarta dan Perkembangannya sampai
meninggalnya Paku Alam VII. Dalam tulisan ini diungkapkan bahwa pada waktu Kadipaten Paku Alaman belum berada di bawah pengaruh kebudayaan Barat.
Buku Karya Moedjanto dengan Judul Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman secara khusus membahas mengenai lahirnya
Kadipaten Pakualaman Yogyakarta dari disintegrasi Kolonial menjadi integrasi nasional. Dalam karya ini dibahas mengenai perkembangan Pakualaman sampai sekitar tahun 1900. Dalam perjalanannya sebagai suatu
Kadipaten kecil, pakualaman tidak dapat berbuat banyak untuk mengubah dirinya menjadi kerajaan besar. Dari karya ini dapat diketahui ada suatu
pergeseran nilai- nilai tradisional dalam hal pendidikan.
G. Metode Penelitian dan Pendekatan
1. Metode Penelitian
Sejarah dapat didefinisikan sebagai rekontruksi masa lalu.21 Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam suatu penulisan sejarah setidaknya mempunyai metode tersendiri dalam mengungkapkan suatu
peristiwa masa lampau agar menghasilkan suatu karya sejarah yang logis
21
dan kritis. Metode sejarah menggunakan pendekatan khusus dalam penulisannya. Sehingga mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung
jawabkan. Ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu manusia atau pelaku, tempat (ruang lingkup), waktu dan peristiwa atau aktifitas
manusia itu sendiri. Untuk menghasilkan suatu karya sejarah yang bermutu, diperlukan suatu metode sejarah yang dapat digunakan untuk merekonstruksi masa lampau. Penulisan sejarah mempunyai metode
tersendiri dalam mengungkapkan suatu peristiwa masa lampau agar menghasilkan suatu karya sejarah yang logis, kritis, ilmiah dan obyektif.
Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah mempunyai empat langkah kegiatan, yaitu berikut ini.
a. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Heurikein yang berarti memperoleh atau menemukan. Heuristik disini merupakan kegiatan menghimpun jejak -
jejak masa lampau yang dikenal sebagai data-data sejarah. Dalam melakukan kegiatan menghimpun jejak atau data-data sejarah,
Penulis berusaha mencari sumber-sumber yang relevan sebagai bahan kajian untuk menyusun skripsi ini. Heuristik (pengumpulan data) merupakan kegiatan untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini, seperti; buku, jurnal, majalah, koran dan foto-foto. Untuk menjadikan historiografi, perlu dicari sumber-sumbernya
Tahap ini digunakan penulis untuk melakukan proses pencarian dan pengumpulan berbagai sumber literatur di berbagai perpustakaan di
Yogyakarta, seperti; Perpustakaan UPT Universitas Negeri Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Perpustakaan Jurusan
Sejarah, Perpustakaan St.Collage Ignatius, Perpustakaan Daerah Yogyakarta (Perpusda), Perpustakan UPT I dan UPT II Universitas Gadjah Mada (UGM), Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM dan
Perpustakaan Sanata Dharma.
Sumber Sejarah menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dan sekunder yang digunakan dalam penulisan ini berupa buku-buku, dokumen dimana buku tersebut ditulis oleh orang yang menyaksikan peristiwa tersebut
kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
1. Sumber Primer
Menurut Louis Gottschalk, sumber primer adalah kesaksian dari
seseorang dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera lain atau menggunakan alat mekanik. 22 Menurut Sidi Gazalba, sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan menggunakan panca inderanya
atau alat mekanik.23 Adapun sumber primer yang penulis gunakan dalam
22
Louis Gottschalk, op. cit, hlm.34. 23
menulis skripsi ini adalah arsip- Arsip yang berkaitan dengan peranan Paku Alam VIII dalam Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.
2. Sumber Sekunder
Sumber sekunder disampaikan bukan oleh orang yang
menyaksikan atau partisipan suatu peristiwa sejarah. Sumber sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.
Siti Chamamah Soeratno. Et.al.(2001). Khasanah Budaya Kraton Yogyakarta II. Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan YKII
Khairudin H. (1995). Filsafat Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Liberty Team Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara. (1992). Profil Propinsi
Republik Indonesia: Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara
b. Kritik Sumber (Verifikasi)
Kritik sumber dilakukan sebagai upaya untuk menentukan apakah
sumber atau data yang didapat valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara substansial maupun secara fisik. Kritik sumber
terdiri dari kritik ekstern (otentisitas) dan kritik intern (kredibilitas). Kritik ekstern digunakan untuk melihat otentisitas(keaslian) suatu sumber, agar
dapat diperoleh sumber yang asli dan terkait dengan bentuk fisik dari sumber sejarah. Kritik intern lebih menekankan pada isi dokumen atau sumber sejarah (uji kredibilitasi). Uji kredibilitasi dimaksudkan untuk
menguji seberapa jauh isi informasi dari sumber sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya dengan cara mencocokan dan membandingkan
c. Interpretasi
Interpretasi (penafsiran) digunakan untuk menafsiran fakta-fakta
telah didapat. Penafsiran data-data, diperoleh berdasarkan kekuatan analisis yang diperkuat melalui kajian pustaka dan segi peninjauan (politik,
sosiologi dan psikologi). Dalam kegiatan interpretasi penulis berusaha menganalisis sumber yang ada, kemudian menyusun sumber-sumber tersebut dalam bentuk penulisan skripsi. Tahap intepretasi ini
dibagi dalam dua langkah yaitu analisis dan sintesis. Analisis merupakan kegiatan untuk menguraikan sedangkan sistematis berarti mengumpulkan.
d. Historiografi
Historiografi merupakan sebuah kegiatan menyusun fakta-fakta menjadi sejarah, setelah melakukan pencarian sumber, penilaian sumber,
penafsiran kemudian dituangkan menjadi suatu kisah sejarah dalam bentuk tulisan. Aspek kronologis sangat penting dalam penulisan sejarah karena
dapat mengetahui perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam suatu peristiwa sejarah.
Dalam tahap ini diperlukan suatu imajinasi historis yang baik sehingga fakta-fakta sejarah menjadi kajian utuh sistematis, serta komunikatif. Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga
bagian, yaitu pengantar, hasi dan kesimpulan. Tahap penyajian ini merupakan tahap akhir bagi penulis untuk menyajikan semua fakta
Sumber sejarah ini merupakan pangkal tolak dari rekonstruksi yang akan dibangun dan diistilahkan sebagai modal dan rekayasa rekonstruksi
sejarah, karena dengan sumber inilah dapat ditarik kesimpulan dari fakta yang kemudian dijadikan sebagai dasar utama dalam menghidupkan
peristiwa masa lampau.24 2. Pendekatan Penelitian
Untuk mengungkapkan suatu peristiwa dalam penulisan sejarah, perlu dilakukan pendekatan multidimensional agar permasalahan yang dibahas dapat diungkapkan secara menyeluruh. Untuk lebih mempertajam
dan memperjelas pembahasan skripsi ini, penulis memfokuskan pada pendekatan ekonomi, politik, sosiologi, psikologi dan militer.
Pendekatan ekonomi adalah pendekatan yang mengkaitkan
pandangan tentang ekonomi serta penggambaran ekonomi masyarakat dalam perkembangannya.25 Sementara menurut Sidi Gazalba, tinjauan
ekonomi merupakan penjabaran dari konsep-konsep ekonomi sebagai pola distribusi, alokasi dan konsumsi yang berhubungan dengan sistem sosial
dan stratifikasinya yang dapat mengungkapkan peristiwa atau fakta dalam kehidupan ekonomi, sehingga dapat dipastikan hukum kaidah.
24
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia, 1993, hlm. 5.
25
Pendekatan politik adalah segala usaha, tindakan atas suatu kegiatan manusia yang berkaitan dengan kekuasaan dalam suatu negara
dengan bertuan untuk mempengaruhi, mengubah dan mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat. Menurut Sartono Kartodirdjo
pendekatan politik adalah pendekatan yang menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hirarki sosial, pertentangan kekuasaan dan lain sebagainya.26 Pendekatan politik diperlukan untuk memahami kekuasaan ,
bagaimana kekuasaan diperlukan, digunakan, dan keputusan-keputusan yang dibuat manusia dalam proses menjalankan kekuasaan.27 Hal ini
dimaksudkan untuk melihat golongan mana yang paling berperan dalam suatu peristiwa, bagaimana hubungan dengan golongan lain, dan konflik berdasarkan ideologi dan sebagainya. Tinjauan sosiologi juga merupakan
pendekatan yang sangat mementingkan peranan sosiologi didalam menjelaskan perilaku manusia.28
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika Pembahasan berisi mengenai gambaran singkat isi yang akan ditulis. Sistematika Pembahasan dalam skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh memberikan gambaran
26
Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm. 4. 27
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah. Jakarta : Depdikbud, 1996, hlm.21
28
secara ringkas. Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, kajian pustaka, historiografi yang relevan,
metode penelitian, pendekatan penelitian serta sistematika pembahasan. Bab kedua akan dibahas tentang kondisi Yogyakarta pasca-kemerdekaan Indonesia. Diperkuat dengan kondisi politik, kondisi sosial dan
kondisi ekonomi.
Bab ketiga akan membahas tentang latar belakang kehidupan Paku
Alam VIII. Dibahas pula riwayat pendidikan hingga peran Sri Paku Alam VIII dalam Agresi Militer Belanda II. Sri Paku Alam VIII yang menempuh pendidikan di Belanda membuat dirinya benar-benar sadar dan paham akan
watak penjajah bangsanya. Hal ini kelak sangat berguna dalam menghadapi pihak Belanda.
Bab keempat akan membahas mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi Agresi Militer Belanda II. Pada bagian ini akan dijelaskan
mengenai strategi-strategi yang dilakukan oleh Paku Alam VIII beserta pemimpin-pemimpin pejuang yang lainnya dalam menunjukkan serta mendorong negara-negara lain untuk mendukung perjuangan RI, terlebih
pasca Agresi Militer Belanda II. Di bagian ini juga akan dijelaskan mengenai Serangan Umum 1 Maret yang berhasil membawa perjuangan fisik menuju
Bab Kelima adalah kesimpulan. Pada bab ini akan dikemukakan secara singkat, padat dan jelas jawaban dari permasalahan yang dikemukakan
26 BAB II
KONDISI YOGYAKARTA PASCA KEMERDEKEAAN INDONESIA
A. Kondisi Politik Yogyakarta
Tanggal 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di
Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Tanggal 7 Agustus BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).1
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus. Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita melalui radio pada tanggal 10
Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak
bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan
kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
1
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.2
Tanggal 15 Agustus-Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah
berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus
1945 mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu
dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan
komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi
untuk memberikan kemerdekaan.
Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat
dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945. Tentara Pembela Tanah Air, kelompok muda
radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno.
2
Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman
Proklamasi ke luar negeri.
Tanggal 18 Agustus PPKI membentuk sebuah pemerintahan
sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata "Islam" di dalam sila Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru. Dengan
tersiarnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada tanggal 19 Agustus 1945
mengirimkan kawat kepada Presiden Soekarno dan Moh. Hatta yang pada pokoknya berisi ucapan Selamat atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan terpilihnya Presiden Soekarno sebagai presiden RI dan Moh. Hatta
sebagai wakilnya.
Untuk menyambut adanya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka
pada tanggal 19 Agustus 1945 itu pula, Yogyakarta segera mengadakan sidang Istimewa yang bertempat di Gedung sono Budoyo. Keputusan yang berhasil
diambil dalam sidang ini adalah sebagai berikut.
1. Melahirkan rasa gembira dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas lahirnya Negara Republik Indonesia.
2. Menyatakan dengan yakin seteguh-teguhnya kepada Pemerintahan Indonesia akan mengikut dan tumbuh pada tiap-tiap langkah dan
perintahnya.
Republik Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan
Sunda Kecil, tanggal 22 Agustus Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan
PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.
Tanggal 23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke
seluruh negeri Indonesia. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho.
Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri. Tanggal 29 Agustus Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus, ditetapkan sebagai UUD 1945.
Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet
Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.
B. Kondisi Sosial Yogyakarta
Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi perubahan sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan
Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum kemerdekaan di dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah masyarakat
rendahan yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau penguasa.
Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.
Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah dicanangkan sejak awal adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah yang
menjadikan misi utama yaitu menitik beratkan pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga menjabat sebagai menteri
pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.
C. Kondisi Ekonomi Yogyakarta
Pada masa pasca proklamasi kemerdekaan, keadaan perekonomian
Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk dengan terjadinya inflasi dan pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Jepang dan mata uang Belanda, keadaan kas
Negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak.
Blokade Belanda memperburuk keadaan perekonomian Nasional,
pajak yang pernah ditarik oleh Jepang, adapun alasan Belanda untuk memblokade antara lain berikut ini:
a. Dicegah dimasukannya senjata dan alat-alat militer ke Indonesia.
b. Mencegah dikeluarkannya hasil – hasil perkebunan milik Belanda dan
milik orang lain.
c. Melindungi Indonesia dari tindakan yang dilakukan oleh bukan bangsa Indonesia.
Dan tujuan blokade sendiri untuk melenyapkan republik dengan senjata ekonomi.pemerintah RI berusaha mengatasi kesulitan moneter yang
semakin kacau dengan cara melakukan pinjaman nasional. Pasca reformasi keadaan ekonomi Indonesia dalam keadaan yang kurang menguntungkan sehingga mengakibatkan inflansi, untuk mengatasinya pemerintah
mengeluarkan Maklumat No.1/10 tanggal 3 Oktober 1945. Yang menetapkan masih berlakunya 3 jenis mata uang: uang jepang, uang yang dikeluarkan De
Javasche Bank dan uang pemerintah Hindia-Belanda .
Ori adalah uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh pemerintahan
RI, uang ini digunakan untuk mengganti uang Hindia-Belanda dan uang Jepang yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Secara resmi uang ORI diterbitkan pada tanggal 30 Oktober 1946. Untuk melaksanakan
koordinasi secara kongkrit antara masalah-masalah ekonomi dan keuangan, pemerintah RI membentuk Bank Negara Indoensia yang secara resmi
Dengan itu pemerintah berusaha bertahan untuk menghadapi Blokade Belanda, usaha pertama yang dilakukan masih bersifat politis dari pada
ekonomi. Usaha lain dari pemerintah adalah mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri. Usaha ini dirintis oleh BTC yaitu suatu badan
perdagangan resmi pemerintah yang dipimpin oleh Dr.Sumitri Djojohardikusumo dan Ong Eng Die. BTC berhasil mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta AS, yang bersedia membeli barang eksport
Indonesia seperti : gula, karet, teh, dll
Oleh karena itu dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia
menetapkan tiga mata uang sekaligus yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang. Pemerintah Indonesia juga mengambil tindakan lain yaitu menasionalisasikan de javasche
bank, KLM, KPM, dan perkebunan-perkebunan asing milik swasta asing,
serta mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu
tidak memberikan hasil yang berarti dikarenakan adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup akses ekspor impor yang mengakibatkan
negara merugi sebesar 200.000.000,00.
Banyak peristiwa yang mengakibatkan defisitnya keuangan negara salah satunya adalah perang yang dilancarkan sekutu dan NICA. Usaha- usaha
lain yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan konferensi ekonomi pada bulan februari tahun
pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta asing.
Atas inisiatif dr. A.K. Gani pada tanggal 9 Januari 1947 dibentuk planing board yang tugasnya membuat rencana pembangunan, khusunya pada
34
PERAN SRI PADUKA PAKU ALAM VIII DALAM AGRESI MILITER BELANDA II DI YOGYAKARTA
A. Kehidupan Sri Paku Alam VIII
Sri Paku Alam VIII yang lahir pada Minggu Pon 29 Mulud tahun BE 1840 atau bersaman dengan 10 April 1910 dengan nama kecil Bendoro Raden
Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (Kanjeng Pangeran Haryo Suryosuloso). Beliau merupakan putra dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku
Alam VII dengan Permaisuri Gusti Bendara Raden Ayu Retno Puwoso. Beliau lahir di Praja Paku Alaman, yang kelak akan menjadi Manggalaning Praja Paku Alaman dengan gelar Pangeran Haryo.
Beliau tumbuh dan besar di Puro Paku Alaman, dan memiliki nama dewasa sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Suryodilogo
yang di berikan oleh ayahanda nya pada Jumat Pahing 17 Jumadilawal 1867 atatu 4 September 1936, saat usia beliau 26 tahun. Pendidikan yang ditempuh beliau adalah Europesche Lagere School1 Yogyakarta, Christelijk MULO
Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, Rechts Hoogeschool (sampai candidaat). Kecintaanya pada rakyat semakin kuat saat mulai dewasa, ketika
beliau baru genap 2 tahun menuntut ilmu di Recths HoogeSchool di Jakarta, Sri Paku Alam VIII dipanggil oleh ayahandanya untuk pulang ke Yogyakarta dan diminta membantu pekerjaan dibidang pertanahan. Tetapi Sri Paku Alam
1
bertatap muka dengan rakyat. Dengan pekerjaan itu Sri Paku Alam VIII dapat
mendidik lurah-lurah dan carik-carik yang saat itu masih buta huruf.
Ketika usia beliau baru 27 tahun beliau sudah harus meninggalkan
bangku kuliah Rechts hogeschool di Batavia. Pada senin Pahing 30 Suro 1868 (12 April 1937), beliau naik tahta dan dinobatkan sebagai Paku Alam
VIII menggantikan ayahanda nya Paku Alam VII yang wafat pada tahun itu
juga.
Sebelum beliau naik tahta dan dinobatkan sebagai KGPAA Paku Alam
VIII untuk menggantikan ayahandanya. Sejak kecil beliau sudah dididik untuk kelak menjadi pemimpin. Pada 12 April 1937 beliau ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan
mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang di tahun 1942 beliau mulai menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku
Alam VIII.
Pada 12 April Tahun 1937, beliau naik tahta dan menggantikan
ayahanda dengan nama KGPAA Prabu Suryodilogo, dan selanjutnya menjadi KGPAA Paku Alam VIII. Pada waktu kepemimpinannya, Kadipaten Pakualam bergabung dengan Kasultanan Yogyakarta(1942) dan berkantor
dapat diabaikan dalam khazanah Republik Indonesia.2
Kadipaten Paku Alaman yang didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, Status kerajaan ini mirip dengan status Praja Mangkunagaran di
Surakarta.Paku Alaman juga dilengkapi dengan sebuah legiun tetapi tidak pernah menjadi legiun tempur yang besar karena selanjutnya hanya berfungsi sebagai seremonial dan pengawal pejabat Kadipaten. Dikalangan kadipaten
Pakualaman tidak ada yang idak mengenal Sri Paku Alam VIII, beliau terkenal sebagai seorang remaja yang berwajah hitam dengan senyumnya
yang menarik, pandai menari serta merupakan pujaan setiap remaja. Dan menikah dengan Kray Purnamaningrum yang di anugrahi 8 Putra Putri dan 8 putra putri lainnya dengan pernikahan beliau dengan Kray Retnaningrum.
Sampai beliau memangku jabatan sebagai Wakil Gubernur bersama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan memperjuangkan kemerdekaan
R.I pada seluruh dunia.
B. Pendidikan Sri Paku Alam VIII
Sebelum Sri Paku Alam VIII naik tahta dan di nobatkan sebagai Raja Pakualaman, beliau sempat menempuh pendidikan Europesches Lagere
School, Yogyakarta, Cristelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta,
Rechts Hoogreschool (sampai kandidat).
2
Moedjanto, Kasultanan Yogyakartadan Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta: Kanisius 1994. hlm.99.
menerima dua pengaruh pokok, transmisi kebudayaan dari nenek moyangnya,
serta ilmu pengetahuan modern dari sekolah maupun pergaulan masa kini. Beliau juga di bekali dengan ilmu tradisi Pakualaman yangg selalu
dipertahankan mulai dari Paku Alam I sampai Paku Alam VIII.
C. Peran dan Jabatan Sri Paduka Paku Alam VIII
Sri Paku Alam VIII adalah seorang tokoh pejuang, beliau mempunyai peran dalam sejarah perjuangan Indonesia, khusunya di Yogyakarta. Pada
masa perjuangan fisik kemerdekaan Indonesia nama beliau menonjol ketika bulan September 1945 bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendukung Proklamasi Kemerdekaan R.I dan menyatakan bahwa wilayah Kesultanan dan
Kadipaten Pakualaman merupakan bagian integral dari wilayah R.I.
Pernyataan Sri Paku Alam VIII mempunyai arti yang penting sekali,
karena kedua tokoh tersebut adalah Sultan dan Adipati dari wilayah Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman merupakan teladan penduduk di
wilayahnya. Kepemimpinan Dwi Tunggal Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam VIII dapat berjalan dengan baik dan penuh kewibawaan. Dua daerah Kasultanan dan Paku Alaman yang saat penjajahan sengaja di
pisahkan dapat disatu padukan sebagai wilayah yang utuh yaitu dalam naungan wilayah Yogyakarta.
sepi ing pamrih rame ing gawe, seorang priyayi yang modern, aktif dalam
organisasi olah raga dan kebudayaan. Beliau seorang pribadi yang pendiam, yang tekun dan sabar membawa propinsi Yogyakarta menjadi propinsi yang
makmur.
Selama pergerakan nasional sampai Indonesia meraih kemerdekaan, kedua wilayah yaitu Kasultanan dan Pakualaman sangat harmonis. Mereka
bekerjasama dan bahu membahu untuk menjalankan amanat rakyat untuk mensejahterakan rakyat Yogyakarta. Mereka juga dengan tekad bulat
bergabung dengan RI tanpa ada keraguan sama sekali. Integralitas kedua pemimpin tersebut sering disebut Dwitunggal raja Yogyakarta. Mereka saling mengisi kekosongan yang menjadi kelemahan dari pasangannya.kedua tokoh
tersebut juga telah menjadikan Yogyakarta sebagai salah satu daerah yang sangat unik, khusunya dalam hal kepemimpinan dan kepemerintahan.3
Setelah Proklamsi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan amanat yang berisi bahwa Kadipaten
Paku Alaman yang bersifat kerajaan adalah Daerah Keistimewaan dari Negara Republik Indonesia. Antara tahun 1946-1949 Yogyakarta menjadi Ibu Kota RI dan waktu Belanda mulai mengadakan serangan ke Yogyakarta, Yogyakarta
menjadi Daerah Gubernur Militer yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII. Kedua pimpinan Gubernur
3
Belanda.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan R.I, keberadaan Sri Paku Alam VIII sebagai salah satu Dwi tunggal pemimpin Formal dan sekaligus pemimpin
Non-Formal. Peranan beliau sebagai pejuang, pengayom, pengayem dan sekaligus pepunden semua lapisan masyarakat. Dengan tampilan beliau yang selalu teliti, berwibawa, tenang, tidak terlalu banyak bicara membawa kesan
berwibawa dan kharismatik.
Dalem Puro Pakualaman banyak dipakai tempat berlindung para
Gerilyawan dan tentara dalam aksinya melawan Belanda, semasa pendudukan Belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949, menjadi salah satu penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan di susul Konperensi
Meja Bundar di Negeri Belanda.
Penghargaan yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Kadipaten
Pakualaman sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta dari negara Republik Indonesia di balas dengan pemberian kontribusi Kadipaten Pakualaman bagi
RI. Dalam mendedikasikan diri untuk kepentingan bangsa, Sri Paku Alam VIII dan Kadipaten Pakualaman lenih banyak mengambil peran sebagai fasilitator. Sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, seperti telah
diuraikan, lebih banyak tampil sebagai master mind dan desion maker. Namun, posisi Paku Alam VIII sebagai the Second bukannya tidak penting.
oleh Presiden sekeluarga. Paku Alam VIII dan Puro Pakualaman memberi
bantuan akomodasi dan logistik bagi semua peserta konferensi TKR. Dalam konferensi itu itu dipilih beberapa pimpinan baru, yaitu Kolonel Sudirman
(Pimpinan Tertinggi TKR), Letjend. Urip Sumoharjo ( Kepala Staff Umum TKR), dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX (menteri pertahanan).
Seluruh pejabat TKR diberi bantuan berupa rumah- rumah dinas oleh
Puro Pakualaman. Kepemimpinan dan keteladanan dwitunggal Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII diiukti segenap rakyat Daerah
Istimewa Yogyakarta. Segenap penduduk berjuang keras untuk mempertahankan RI. Pemerintah DIY memberikan catatan resmi mengenai pengorbanan resmi penduduk Yogyakarta selama perang Kemerdekaan (19
Desember 1948- 30 Juni 1949).4
Mengenai komitmen tinggi Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri
Paku Alam VIII terhadap RI, sebenarnya tidak diragukan lagi. Sejarah memberikan banyak bukti loyalitas tanpa pamrih itu. Namun, menegenai sikap
tegas Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengenai DIY juga sangat jelas. Amanat 5 September 1945 yang mereka keluarkan jelas-jelas menunjukan pendirian itu. Demikian juga dalam Amanat 30 Oktober
1945, mereka berdua menegaskan bahwa status DIY dan tidak perlunya
4
Pusat tersebut.5
Dalam amanat tersebut dikatakan bahwa kekuasaan- kekuasaan yang dahulu dipegang oleh Pemerintah jajahan (dalam zaman Belanda dijalankan
oleh gubernur dengan kantornya, dalam zaman Jepang oleh Koti Zimu Koku Tyokan dengan kantor nya) telah direbut oleh rakyat dan diserahkan kembali pada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII. Amanat
tersebut menegaskan bahwa Paduka Tuan Komisaris Tinggi pada 22 Oktober 1945 di Kepatihan Yogyakarta di hadapan Sri Suktan Hamengkubuwono IX
dan Sri Paku alam VIII dengan disaksikan oleh para pembesar dan para pemimpin telah menyatakan tidak perlunya akan adanya Subcommissariat6 dalam daerah Yogyakarta.
Setelah DIY ditegakan karena sikap tega Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII dalam Amanat 5 september 1945 dan Amanat 30
Oktober 1945, kedua raja ini sekali lagi harus menyatakan ketegasannya untuk menyelematkan eksistensi DIY. Pada 1946, ternyata ada beberapa pemimpin
di Yogyakarta yang sepertinya menghambat perkembangan DIY. Pada 13 Mei 1946 munculah sebuah konsep tentang Maklumat yang akan ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII. Namun , dalam
5
Haryadi Baskoro dan Sudomo Sunaryo. Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogyakarta menurut Sejarah, Mencermati Perubahan, Mengagas Masa Depan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010. hlm.43.
6
membuat Sri Sultan Maengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menunda
penandatanganan meskipun bukan berarti tidak setuju dengan isinya.7
Baru setelah beberapa hari kemudian dibubuhkan tulisan “ DIY”, maka
mereka berdua bersedia memberi tanda tangan pada tanggal 18 Mei 1946. Sri Paku Alam VIII yang menjadi Wakil Gubernur DIY yang pertama adalah seorang Raja yang sejak Kecil sudah bergaul dengan kehidupan di luar
tembok keraton. Keberpihakannya kepada rakyat Yogyakarta banyak terlihat dari gaya bahasa nya yang halus kepada rakyat jelata. Bersama Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII adalah pemimpin di Yogyakarta yang sangat besar perannya. Setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX wafat, sampai Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi Gubernur DIY, Sri Paku
Alam VIII memimpin DIY sebagai pejabat Gubernur.8
Keistimewaan Yogyakarta yang di tandai dengan Kepemimpinan Sri
Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada dasarnya merupakan kesepakatan awal antara Yogyakarta denga RI. Begitu RI merdeka,
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan bergabung, sehingga kemudian Presiden Soekarno memberikan Piagam Kedudukan.
Pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan kawat (semacam sms namun bersifat resmi) kepada
7
Rini Yuniarti.Op cit.hlm 72 8
Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA
Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat/Maklumat (semacam dekrit kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia.
Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah Istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Daerah
Yogyakarta pada 30 Oktober tahun yang sama, beliau berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah
Istimewa Yogyakarta.9
Jabatan yang dipangku selanjutnya adalah Wakil Kepala Daerah Istimewa, Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (Oktober 1946), Gubernur
Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II). Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari
Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI. Selain itu
beliau juga menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957; Anggota Konstituante (November 1956); Anggota MPRS (September 1960) dan terakhir adalah Anggota MPR RI masa bakti
1997-1999 Fraksi Utusan Daerah.
Setelah Hamengkubuwono IX mangkat di tahun 1988, Paku Alam VIII
menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
9
Mei 1998 beliau bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat
untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia. Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan
Agung. Beberapa bulan setelahnya beliau menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998)
serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998)
Dengan adanya keputusan yang jelas antara Yogyakarta dan
pemerintahan pusat,maka Sri Sultan dan Sri Paku Alam VIII berani melangkah tegas dan nyata untuk mendukung kemerdekaan RI dan berjuang habis- habisan untuk RI. Mereka berdua benar- benar melakukan apa yang
ditugaskan oleh Presiden RI sebagaimana tertulis dalam Piagam Kedudukan itu, yaitu mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa, dan raga untuk
keselamatan Yogyakarta sebagai bagian dari RI.10
Setelah piagam itu sampai di Yogyakarta pada 6 September 1945,
segenap masyarakat Yogyakarta bergerak untuk menguasai Yogyakarta sepenuhnya bagi RI. Sehubungan dengan Piagam Kedudukan yang diberikan oleh Presiden RI kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Amanat 5
September 1945 yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX ,
10
Sultan Hamengkubuwono IX dan kemerdekaan RI.
Demikian juga segenap pegawai( abdi dalem ) Kadipaten Pakualaman, menyatakan mosi yang berisi komitmen untuk mendukung RI. Mosi yang
dibuat pada 13 Oktober 1945 itu berisi pernyataan dan keputusan. Pernyataan
yang di sampaikan adalah “ pertama, bahwa dengan berdirinya negara
Republik Indonesia”Merdeka”akan memberi keadilan, kemakmuran, dan
kesejahteraan kepada masyarakat umumnya. Kedua, bahwa dengan kembalinya Pemerintah Belanda, berarti penjajahan yang akan membawa
penindasan kesengsaraan penduduk Indonesia. Ketiga, bahwa sekarang makin nyata gentingnya suasana, yang dibuktikan oleh kejadian- kejadian yang sangat menghina negara Republik Indonesia. Keempat, bahwa Praja
Pakualaman telah diakui oleh P.J.M Presiden RI, sebagai Daerah Istimewa, yang mendapat kepercayaan sepenuhnya dari P.J.M Presiden RI.11
Dengan dasar keempat pernyataan itu, maka diputuskan, pertama, bahwa Abdi Dalem Praja Pakualaman harus teguh bersatu padu dalam
lingkungan Negara Republik Indonesia Merdeka, tetap mencurahkan segala tenaga, jiwa, dan raga membela Indonesia Merdeka. Kedua, tetap setia dan berdiri dibelakang Sri Paduka Ngarsa Dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Ario Paku Alam VIII yang telah mendapat penuh kepercayaan dari P.J.M Presiden RI. Ketiga, serentak meletakan jabatannya, jika bangsa lain
memrintah Indonesia.
11
komitmen total Kasultanan dan Pakualaman kepada RI. Mereka menunjukan
sikap militan yang tanpa kompromi untuk hanya mendukung RI dan melawan setiap penjajah dari bangsa lain. Satu hal yang harus dicatat adalah, komitmen
total kepada RI itu diberikan sebagai respon atas sikap tegas Pemerintah Pusat tentang status Daerah Instimewa Yogyakarta( daerah istimewa dari Republik Indonesia).
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII beserta segenap rakyat Yogyakarta bukan hanya menyatakan bergabung dengan RI,
namun juga berjuang secara nyata untuk tegaknya bangsa Indonesia.
Kondisi yang berbeda dengan Yogyakarta, Kasultanan dan Pakualaman telah mengalami reunifikasi sebelum terjadi Kemerdekaan RI.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tampil sebagai Dwitunggal pemimpin yang sangat karismatik.12 Segenap rakyat Yogyakarta
memberi dukungan penuh kepada kepemimpinan mereka berdua. Masyarakat Yogya pada masa- masa itu jauh lebih kondusif untuk mendukung
terbentuknya DIY.
Kadipaten Paku Alaman adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan
dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk bersama-sama negara dependen. Sebagai konsekuensi dari bentuk
negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk,
12
(bersama-sama dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) diturunkan
menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.13
Sebagai peninggalan sejarah bernilai tinggi yang perlu dilestarikan
agar generasi yang akan datang dapat menikmatinya, Puro Paku Alaman memiliki corak yang khas dan merupakan corak kebudayaan Jawa. Puro Paku
Alaman patut disebut sebagai adikarya budaya para leluhur. Bangunan yang didirikan sejak 17 Maret 1813 memiliki tata nilai teknologi dan seni yang tinggi. Paku Alaman memiliki gaya arsitektur khas, kayu-kayu yang diukir
dengan ornamen indah yang simbolik, ornamen-ornamen yang berakar dari kebudayaan tradisional.
Status Paku Alaman berganti-ganti seiring dengan perjalanan waktu. Pada 1813-1816 merupakan negara dependen dibawah Pemerintah Kerajaan Inggris India Timur (East Indian). Selanjutnya tahun 1816-1942 merupakan
negara dependen Kerajaan Nederland, dengan status Zelfbestuurende Landschappen Hindia Belanda. Dari 1942 sampai 1945 merupakan bagian dari
Kekaisaran Jepang dengan status Kooti dibawah pengawasan Penguasa Militer Tentara XVI Angkatan Darat.
Mulai tahun 1945 Negeri kecil ini bergabung dan menjadi daerah
Indonesia. Kemudian dengan Kasultanan Yogyakarta membentuk
13
Silmi Albiladiyah,Puro Pakualaman Selayang
dijadikan sebuah daerah istimewa bukan lagi sebagai sebuah negara
Puro Paku Alaman juga memilki sejarah tersendiri bagi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Paku Alam VIII, yang lahir pada Minggu
Pon 29 Mulud atau bersamaan dengan 10 April 1910 dengan nama sebagai BRM Haryo Sularso Kunto Suratno. Kemudian berganti nama KPH Suryodilogo., beliau menamatkan pendidikan Europesches Lagere School
Yogyakarta, Christelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, dan Rechts
Hoogeschool.14
Sejarah perjuangan Nasional Yogyakarta menempati posisi terhormat, posisi istimewa. Sejak proklamasi sampai dengan pengakuan dan penyerahan kedaulatan negara RI, kota Yogyakarta menjadi Ibu Kota Perjuangan RI.
Serangan umum 1 maret 1949 merupakan saat penentuan, baik didalam maupun luar negeri. Di luar negeri, dunia yakin bahwa negara RI masih hidup
sedangkan di dalam negeri timbul kesadaran baru, bahwa perjuangan diplomasi perlu didukung perjuangan militer.
Setelah Ibu Kota RI pindah dan menetap di Jakarta, Yogyakarta membangun dirinya menjadi kota pelajar dan mahasiswi sampai pada waktu-waktu tertentu Yogyakarta menjadi kiblat Pendidikan Se-Indonesia. Bersama
dengan arus besar proses pembangunan Indonesia, Yogyakarta tetap memainkan kodratnya sebagai wadah peristiwa-peristiwa besar. Komando
Trikora 1963 dicanangkan dari alun-alun utara Yogyakarta. Tuntutan
14
alun-alun utara.
Sejarah adalah rangkaian kejadian, pelaku-pelakunya dalam kurung waktu dan dalam situasi dan kondisi sesaat, sebagai sebab akibat yang
semuanya ada hikmahnya. Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII adalah tokoh besar Yogyakarta. Beliau orang kedua disamping almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paku Alam VIII adalah pelaku sejarah, karena
beliau adalah nara sumber utama tentang Yogyakarta, utama dikalangan Pemerintah Daerah.
Bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mendukung eksistensi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bergabung didalamnya dengan mengirim kawat pada Presiden Soekarno pada
tanggal 19 Agustus 1945. Tanggal 5 September 1945, Paku Alam VIII mengeluarkan Maklumat bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan
Negara Republik Indonesia. Sejak saat itu, Kadipaten Pakualaman bersama dengan Kraton Kasultanan Yogyakarta dengan persetujuan Badan Pekerja
Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober 1945, menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta.15
Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, beliau memangku jabatan
Wakil Gubernur/Kepala DIY. Setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX mangkat di tahun 1988, beliau mengganti sebagai Pejabat Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta(1988-1989). Peran Paku Alam VIII dalam persiapan
15
Republik Indonesia tidak diragukan lagi. Paku Alam VIII ikut merancang
strategi perang melawan tentara Belanda II, beberapa kalangan banyak yang belum mengerti bahwa pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Jakarta
ke Yogyakarta peran beliau sangat kuat.
Pada tanggal 11 September 1998 Jumat Wage 11 Jumadilawal 1931 , Paku Alam VIII wafat pada usia 88 tahun perhitungan Masehi atau 91
perhitungan Jawa. Beliau meninggal sekitar pukul 17.15, setelah dirawat selama 24 hari di RSUD Dr.Sardjito. Dengan kurun waktu 51 tahun Beliau
telah menduduki tahtanya. Suatu prestasi dan rekor dalam lamanya menduduki tahta dalam dinasti Paku Alaman, juga kualitas dalam kepemimpinannya, baik sebagai Raja maupun sebagai Kepala Daerah yang dengan kebijakan dan
penyesuaian diri dengan pertanda zaman, telah membawa rakyat dengan selamat dan terhormat melalui gejolak tiga zaman: zaman Belanda, zaman
Jepang, dan zaman Republik (baik era Soekarno, Soeharto maupun Reformasi).16
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus.
Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal
16
bagian/Dependent state”17 dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC ,
Hindia Perancis (Republik Batavia Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir
Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti.
Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah negaranya sendiri di
bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah
daerah bukan lagi sebagai sebuah negara.
Pada saat reformasi, tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum pengunduran
diri presiden terdahulu (former president) Presiden Soeharto, Sultan HB X bersama-sama dengan Sri Paduka Paku A