• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN SRI PAKU ALAM VIII PADA MASA AGRESI MILITER BELANDA II DI YOGYAKARTA TAHUN 1948-1949.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN SRI PAKU ALAM VIII PADA MASA AGRESI MILITER BELANDA II DI YOGYAKARTA TAHUN 1948-1949."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan daerah otonomi1 setingkat

propinsi yang dikepalai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Kepala Daerah DIY dan Paku Alam VIII sebagai Wakil Kepala Daerah DIY. Undang- Undang yang membentuk Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai otonomi

tingkat Propinsi adalah Undang-undang No. 3 jo 19 tahun 1950.

Kesultanan yogyakarta mengalami perpecahan setelah Belanda

menganggap Sultan Yogyakarta tidak patuh terhadap mereka. Kerajaan Yogyakarta dipecah menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman (wilayah kekuasaan lebih sempit). Pembagian wilayah tersebut

menjadi cikal bakal Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan Negara Bagian dari masa penjajahan Belanda, Inggris, Hindia Belanda, dan Jepang.

Masa penjajahan Belanda, status Kasultanan Yogyakarta adalah

Zelfbestuur2 dan pada masa Jepang disebut koti/kooti3. Status ini mengatur

kewenangan untuk mengatur dan mengurus negara nya sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajah.

1

Daerah otonomi adalah daerah yang berdiri sendiri yang dipimpin oleh Sri Sultan dan Sri Paku Alam.

2

(2)

Pada jaman penjajahan Belanda, status Kasultanan Yogyakarta tidak diatur dengan undang-undang, melainkan diatur dalam sebuah perjanjian

antara Gubernur Jendral Belanda dengan Sri Sultan. Perjanjian ini dinamakan politiek-Contract. Ini berarti bahwa status Kasultanan tidak diatur secara

sepihak oleh Gubernur Jendral Belanda, melainkan status Kasultanan Yogyakarta itu ditentukan oleh dua belah pihak yaitu Gubernur Jendral Belanda dan Sri Sultan.

Selama pendudukan Jepang di Indonesia, Kasultanan Yogyakarta memberikan kontribusi yang besar bagi perjuangan bangsa. Sri Sultan

Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII membantu para pemimpin nasional perlindungan. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan Republik Indonesia berdiri dengan dibacakannya teks proklamasi pada 17

Agustus 1945.

Perang Dunia II yang berakhir pada tahun 1945 berdampak pula

terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang atas Indonesia yang berkuasa selama 3.5tahun dari tahun 1942-1945. Tahap demi

tahap pasukan Jepang ditarik mundur dari Indonesia. Tentara Sekutu dibawah pimpinan Jendral Christison kemudian mendarat di Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945 dengan tujuan utama melucuti persenjataan tentara

Jepang.

Kedatangan tentara Sekutu ternyata diboncengi oleh NICA

(3)

sebagai wujud pernyataan kemerdekaan Indonesia tidak sedikitpun dihiraukan oleh Belanda. Belanda masih menginginkan kekuasaan di Indonesia.

Usaha Belanda untuk melemahkan perlawanan tentara dan rakyat bahwa presiden dan pemerintah Republik sudah tidak menentang lagi dan

bersedia bekerjasama dengan Belanda. Belanda berhasil menduduki beberapa kota penting serta jalan- jalan raya. Tentara Republik mundur dari kota-kota itu setelah dikatakan berhasil 90 % melakukan politik bumihangus4, tetapi di

Yogyakarta politik bumihangus gagal karena datanganya serangan Belanda. Pertarungan sengit terjadi di sekitar Magelang, Yogyakarta, Solo, Madiun dan

Kediri. Kedudukan Belanda hanya merupakan kantong- kantong kecil yang berada ditengah-tengah kawasan yang sangat luas tersebut. Di jawa Tengah Belanda telah menderita kerugian 1500 serdadunya tewas.

Setelah penggabungan Yogyakarta ke dalam wilayah R.I(Republik Indonesia), Yogyakarta menjadi Ibu Kota Negara ketika Jakarta dianggap

sudah tidak aman untuk mempertahankan Kemerdekaan R.I. Yogyakarta berperan penuh dalam mengamankan pemimpin-pemimpin nasional yang

diancam oleh Belanda dengan melakukan agresi Militer Belanda II. Korban berjatuhan dari masyarakat Yogyakarta untuk membela Eksistensi RI dalam

4

(4)

serangan Umum 1 Maret 1949 yang merupakan strategi Sri sultan Hamengkubuwono IX dan yang menjadi pelaksa adalah Letkol Soeharto5.

Sidang kabinet tanggal 3 Januari 1946 memutuskan untuk memindahkan kedudukan pemerintah pusat RI ke Yogyakarta. Yogyakarta

merupakan suatu wilayah yang terletak di pedalaman Jawa, tepatnya pada bagian tengah sisi selatan Pulau Jawa. Sebelum menggabungkan diri dibawah RI, Yogyakarta merupakan suatu Kesultanan yang merupakan pecahan dari

Kerajaan Mataram Islam, dimana Mataram Islam sendiri menurut Persetujuan Giyanti terbagi menjadi dua bagian, yakni Kesultanan Ngayogyakarta

Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI tidak bisa dilepaskan dari Yogyakarta.Yogyakarta ditetapkan sebagai ibukota

pemerintahan RI pada awal tahun 1946, Yogyakarta juga menyimpan sejarah yang sangat penting. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari pemimpin

Yogyakarta itu sendiri, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan di Jakarta, Sri Sultan

menyambutnya bersama Paku Alam VIII dengan pernyataan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari RI. Pernyataan tersebut segera ditanggapi oleh Soekarno dengan sambutan yang menyenangkan. Hubungan antara keduanya

pun mulai terjalin. Hubungan yang baik itu dapat dipahami bahwa Sri Sultan

5

(5)

ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu apapun kecuali bangsa Indonesia menjadi merdeka dan Republik Indonesia dapat lestari

Sebelum Revolusi Kemerdekaan RI mengabdi kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk tujuan prestise sosial yang melekat pada dirinya.

Dorongan ekonomis sangat kecil. Maka pada bulan Maret 1949 Belanda melancarkan serangan besar-besaran dari arah utara terhadap Wonogiri-Gading yang menurut perkiraan Belanda adalah tempat markas besar

Indonesia.6

Den Haag pada paruh kedua tahun 1948 untuk Indonesia yang baru,

nama Republik Indonesia tidak tercantum. Rencana belanda dibuat dengan suatu indonesia terdiri dari sejumlah besar negara bagian sementara sudah ada sepuluh serta masa peralihan dengan sebuah “ Pemerintah Sementara “ yang mengatur pekerjaan dan yang dipengaruhi oleh Belanda.7

Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Indonesia pernah

memiliki 3 macam Undang-undang Dasar yang masing-masing memuat pasal- pasal yang mengatur tentang swapraja. Undang-undang Dasar ditetapkan pada

tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan . pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuklah Republik Indonesia Serikat yang mempunyai Undang – undangnya sendiri ialah Konstitusi RIS yang berlaku untuk seluruh

6

A.H.Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Bandung : Disjarah-Ad, 1976.hlm.74.

7

(6)

Indonesia. Sumber hukum pembentukan Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman sebagai Swapraja menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah

UUD 1945. Akan tetapi setelah RIS berdiri dan RI hanya menjadi Negara bagian daripada RIS, sejak berdiri RIS tersebut yang berlaku bagi seluruh

Indonesia adalah Konstitusi RIS, sekalipun UUD 1945 masih berlaku, akan tetapi karena RI hanya merupakan Negara Bagian daripada RIS oleh karenanya Konstitusi RIS dengan sendirinya mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi daripada UUD 1945. Mengingat hal tersebut maka sejak berdirinya RIS pada tanggal 27 Desember 1949, yang merupakan sumber

hukum yang tertinggi bagi Swapraja adalah Konstitusi RIS.

Sebagai kerajaan kecil Kadipaten Pakualaman tidak berpeluang untuk berkembang. Memang itulah siasat kolonialisme Belanda. Pada masa

penjajahan Jepang, penindasan dan pemerasan yang kejam telah membangkitkan rasa senasib sepenanggungan di kalangan rakyat Indonesia

hingga mematangkan Nasionalisme Indonesia. Tak terkecuali Sri Paku Alam VIII dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau berdua tidak lagi

berwawasan sempit berjuang semi kejayaan kerajaan masing-masing, namun sudah berwawasan nasional berjuang demi kejayaan Indonesia.8

Konflik RI-Belanda setelah kedatangan kembali pemerintah Hindia

Belanda ternyata mendapat tanggapan dari dunia internasional. Inggris mendesak segera diadakannya perundingan gencatan senjata sebelum menarik

8

(7)

semua pasukan mereka dari Jawa dan Sumatera pada bulan Desember 1946. Pada tanggal 12 November 1946 Indonesia untuk pertama kali diakui secara

de facto dalam Perundingan Linggarjati.9 Hal ini merupakan alasan bagi

beberapa negara adikuasa seperti Inggris dan AS untuk mengakui Indonesia

secara de facto, menyusul beberapa negara seperti Mesir dan Yordania yang telah memberi pengakuan de facto dan de jure10 sebelum perjanjian Linggarjati.11

Tanggal 21 Juli 1947 Belanda mengingkari Perjanjian Linggarjati12 dengan melancarkan serangan militer yang dikenal dengan Agresi Militer

Belanda Pertama. Terjadinya peristiwa ini membuat Dewan Keamanan PBB

9 M.C. Ricklefs, “A History of Modern Indonesia”, a.b. Dhar mono Hardjowidjono, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1991, hlm. 337.

10

De facto dan de jure adalah Suatu standar de facto adalah suatu standar teknis atau lainnya yang sudah demikian lazim sehingga semua orang tampaknya mengikutinya seolah-olah itu adalah standar yang resmi. Standar de jure mungkin berbeda: contohnya adalah ngebut di jalan raya. Meskipun standar de jure menetapkan batas kecepatan tertentu atau yang lebih rendah, di banyak tempat standar de facto-nya adalah mengendarai pada batas kecepatan yang ditetapkan atau sedikit lebih cepat.

11 G.M. Kahin, “Nationalism and Revolution In Indonesia”, a.b. Nin Bakdi Soemanto, Refleksi Pergmulan Lahirnya Republik : Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta : UNS Press dan Pustaka Harapan, 1995, hlm. 9.

12

(8)

turun tangan dengan membentuk Commite of Good Offices (Komisi Jasa Baik) yang terdiri dari wakil-wakil dari AS, Australia dan Belgia dalam upaya

penyelesaian masalah tersebut. Perundingan dimulai kembali dan Persetujuan Renville disepakati pada bulan Januari 1948. Perundingan yang dilaksanakan

di atas Kapal USS Renville tersebut ternyata belum final, masih dilanjutkan dengan perundingan-perundingan yang lain.

Tuntutan-tuntutan Belanda atas RI semakin kuat dan menekan.

Belanda menuntut pembubaran TNI, salah satu atribut kedaulatan dan kemerdekaan RI yang utama. Belanda sangat tangkas melakukan perang

totalnya, walaupun dalam kondisi gencatan senjata. Mereka terus menyerang dalam bidang politik dan ekonomi untuk meruntuhkan Republik Indonesia.13 Kebuntuan antara kedua belah pihak membawa Belanda pada keputusan untuk

melaksanakan aksi militer yang sesungguhnya pada tanggal 19 Desember 1948, dimana hal tersebut dikenal dengan Agresi Militer Belanda Kedua.

Pasukan Belanda mulai menyerang Yogyakarta dengan pesawat-pesawat tempur mereka. Mula-mula mereka melumpuhkan lapangan udara

Maguwo yang akan digunakan untuk pendaratan pasukan mereka. Pesawat pembom dan penembak roket Belanda P. 51 dan Spitfires mulai menjinakkan Yogyakarta dengan serangan yang dilakukan oleh Brigade Marinir Belanda.

Kekuatan militer Belanda secara cepat dapat menguasai Kota Yogyakarta.14

13

A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 9 Agresi Militer Belanda II. Bandung : Disjarah dan Angkasa, 1979, hlm. 165.

14

(9)

Kabinet RI segera bersidang untuk membahas serangan Belanda tersebut. Sebelum Presiden, Wakil Presiden beserta petinggi-petinggi yang

lain ditawan oleh Belanda, dalam sidang telah diputuskan bahwa akan dibentuk pemerintahan darurat di Sumatera oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara

dan TNI yang akan bergerilya dengan dipimpin oleh Panglima Besar Soedirman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan judul di atas, penulis

mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana situasi dan kondisi Yogyakarta pasca Kemerdekaan Indonesia? 2. Bagaimana Peran Paku Alam VIII pada Peristiwa Agresi Militer Belanda

II tahun 1948-1949 ?

3. Faktor- faktor apa yang melatar belakangi terjadinya Agresi militer

Belanda II ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

a. Mengembangkan kemampuan berfikir secara kritis, analitis, objektif

dalam mengkaji suatu peristiwa.

b. Mengembangkan serta menambah karya penulisan ilmiah, terutama

(10)

a. Mendeskripsikan kondisi Yogyakarta pasca-Kemerdekaan RI.

b. Mendeskripsikan peran Sri Paku Alam VIII pada Agresi Militer

Belanda II tahun 1948-1949.

c. Menganalisis faktor-faktor apa yang melatar belakangi terjadinya

Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pembaca

a. Memberi tambahan pengetahuan kepada pembaca mengenai

perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI, khususnya pada masa Agresi Militer Belanda Kedua (1948).

b. Sebagai sumbangsih bagi dunia pendidikan yang tercermin dari

ketokohan seseorang 2. Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan mengenai perjuangan Paku Alam VIII dalam mempertahankan kemerekaan RI, khususnya pada saat Agresi Militer

Belanda Kedua.

b. Sebagai media melatih kemampuan penulis dalam menuangkan ide- ide ke dalam suatu karya sejarah yang objektif dan komprehensif.

c. Guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

(11)

Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.15 Hal ini dimaksudkan agar

penulis memperoleh data-data atau informasi yang lengkap dari literatur mengenai permasalah yang dikaji. Dengan menggunakan kajian pustaka,

penulis mendapatkan pustaka-pustaka atau literatur yang relevan dengan objek penelitian sejarah yang akan dikaji.

Kebudayaan Jawa yang hidup di kota Yogyakarta merupakan

peradaban orang Jawa yang berakar di keraton. Kebudayaan yang berkembang dikeraton ini mempunyai suatu perjalanan sejarah yang panjang dan memiliki

kesenian yang maju serta ditandai oleh suatu kehidupan keagamaan yang sangat sinkretis, campuran dari unsur-unsur agama Hindhu, Budha, dan Islam.16

Begitu mendengar Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII

memerintahkan K.R.T Hanggawangsa mengirim telegram Ucapan selamat kepada Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta serta K.R.T. Rajiman Widyaningrat

pada tanggal 18 Agustus 1945 yang kemudian disusul telegram yang menyatakan Sri Sultan dan Sri Sultan dan Paku Alam VIII siap berdiri dibelakang Republik.

15

Team Jurusan Pendidikan Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi: Jenis Penelitian Historis, Kualitatif, dan Kuantitatif, Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah, UNY, 2006, hlm.3

16

(12)

Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII masing-masing bertindak atas nama lembaganya yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX

dengan Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat, sedangkan Paku Alam VIII dengan Kadipaten Pakualaman, jadi bukan atas nama Pribadi, justru lebih luas

lagi atas nama rakyat dan masyarakat. Pada waktu Revolusi Paku Alam VIII memberikan statement dimana tercantum bahwa penentuan daerah Yogyakarta adalah daerah bagian dari pada RI, ini ternyata mempunyai arti sangat penting

secara politis.

Proklamasi yang dikumandangkan oleh Soekarno pada tanggal 17

Agustus 1945 segera mendapat sambutan yang luar biasa. Salah satu sambutan yang luar biasa tersebut datang dari Yogyakarta. Melalui Amanat Seripaduka Ingkang Sinuwun Kangdjeng Sultan Jogjakarta 5 September 1945, Sri Sultan

yang kemudian diikuti Paku Alam VIII menyatakan berdiri dibelakang Proklamasi Kemerdekaan RI. Dukungan Sri Sultan terhadap Proklamasi RI

dinyatakan oleh Selo Soemardjan sebagai berikut.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh

Soekarno-Hatta, beliau sebagai Sultan HB IX, dalam kebebasannya akan membuatnya diketahui oleh dunia bahwa Kasultanan Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia, dengan status wilayah istimewa

dan dengan bertanggungjawab langsung kepada Presiden17

17

(13)

Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai ke Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta terkejut dan belum percaya akan kemerdekaan

Indonesia. Tanpa menunggu lebih lama lagi, melalui surat telegram Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengucapkan selamat kepada

Soekarno dan Moh. Hatta, serta di daerah Yogyakarta membentuk KNI (Komite Nasional Indonesia). KNI dibentuk dengan tujuan merebut kekuasaan militer dan politik dari Jepang, serta membimbing rakyat untuk

mempertahankan kemerdekaan yang telah di raih.

Pada awal tahun 1946, pusat pemerintahan dipindahkan dari Jakarta ke

Yogyakarta. Pemindahan tersebut dikarenakan keadaan Jakarta yang tidak kondusif untuk pelaksanaan pemerintahan. Sri Sultan menyambut dengan baik rencanan pemindahan ibukota tersebut. Rombongan para petinggi negara

disambut langsung oleh Sri Sultan di Stasiun Tugu. Hal ini menunjukkan bahwa Sri Sultan benar-benar setia kepada RI18.

Selama Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan terjadi Agresi Militer Belanda II, ibu kota Negara RI pindah ke Yogyakarta. Saat itu

juga Yogyakarta menjadi kota perjuangan dan kota revolusi yang sangat penting bagi kelangsungan dan keberadaan bangsa Indonesia. Banyak pertempuran yang terjadi di Yogyakarta menimbulkan banyaknya korban

dikalangan rakyat Yogyakarta. Daerah Yogyakarta pernah menjadi Ibu kota Negara dari masa kerajaan Mataram Islam

18

(14)

Semangat, visi, dan komitmen kerakyatan dalam diri Sri Paku Alam VIII sebenarnya sudah terinternalisasi sejak Sri Paku Alam VIII masih

kanak-kanak. Mengapa kelak di kemudian hari Sri Paku Alam VIII selalu berbahasa Jawa halus (krama inggil) dengan orang kebanyakan. Karena, sejak kecil

sudah biasa bergaul dengan kehidupan di luar tembok kraton.

Sejak masa kecil sampai masa mudanya, Sri Paku Alam VIII yang lahir pada tanggal 10 April 1910 ini biasa bergaul dengan kawan-kawannya di

luar istana. Ketika duduk di sekolah dasar (HIS), pemilik nama kecil Gusti Raden Mas Haryo Sularso Kuntosuratno ini biasa bermain sepak bola,

jamuran, dakon, dan gobag sodor bersama teman-temanya dari kalangan

rakyat biasa.Ia juga senang bermain gelutan (gulat) bersama mereka sambil berhujan-hujanan.

Kecintaannya pada rakyat semakin kuat saat mulai menginjak dewasa. Ketika baru genap 2 tahun menuntut ilmu di Rechts Hogere School di Jakarta,

Sri Paku Alam VIII dipanggil oleh ayahnya untuk pulang ke Jogja dan membantu pekerjaan di bidang pertanahan. Namun, Sri paku Alam VIII

memilih untuk bekerja di bidang agraria. Alasannya adalah supaya bisa bertatap muka dengan rakyat. Dengan pekerjaan itu, Sri Paku Alam VIII sering mendidik lurah-lurah dan carik-carik yang saat itu kebanyakan masih

buta huruf.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengajak Sri Paku Alam VIII

(15)

Paku Alam VIII berkata kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX: ”Saenipun

kito bergabung mawon kaliyan Republik” (Sebaiknya kita bergabung saja

dengan Republik). Sri Sultan Hamengkubuwono IX pun berkata: ”Yes, aku setuju!” Kemudian, Sri SultanHamengkubuwono IX memanggil sekretarisnya

(Kanjeng Raden Tumenggung Hanggawangsa) untuk mengirim telegram kepada Bung Karno yang berisi dukungan Kasultanan-Pakualaman Yogyakarta kepada RI.

Seandainya saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tidak bersehati untuk mendukung RI, sejarah akan menjadi lain.

Apalagi, Belanda memberi tawaran kepada Sultan untuk menjadi Wali Nagari atas Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka pembangunan sebuah negara federal rancangan Belanda. Namun, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri

Paku Alam VIII sudah berbulat tekad untuk mendukung RI.

F. Historiografi yang Relevan

Historiografi adalah rekonstruksi sejarah yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses menguji melalui proses pengujian dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman

peninggalan masa lampau.19 Historiografi yang Relevan dalam penulisan sejarah berisi mengenai kajian-kajian historis dengan tema atau topik yang

(16)

sama, yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada bagian ini juga dijelaskan apa yang membedakan dengan penelitian yang akan dilakukan.20

Skripsi karya Yudianto, Pendidikan Sejarah, FISE, UNY, 2010 yang berjudul “ Peranan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam Mempertahankan

Kedaulatan RI pada Masa Agresi Militer Belanda II(1948-1949), skripsi ini menjelaskan tentang kehidupan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda II yang terjadi di

Yogyakarta. Dari pemikiran terbuat suatu Strategi dengan pelaksanaan berupa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Skripsi yang selanjutnya adalah karya Inna Felinda, Pendidikan Sejarah, FIS, UNY, 2011 yang berjudul “Dinamika Keistimewaan Yogyakarta(1945-1965).” Skripsi ini menjelaskan tentang terkait dengan keistimewaan yang disandang oleh Kasultanan Yogyakrta, keistimewaan tersebut sudah ada sejak berdirinya Kerajaan Mataram. Kasultanan

Yogyakarta menganggap kerajaannya adalah terusan trah Mataram Islam. Yogyakarta dikatakan daerah yang istimewa dikarenakan ada beberapa hal

yang menjadikannya sebagai ciri khas yaitu Yogyakarta sebagai kota budaya. Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan,tetapi Penulis membuat tulisan yang berbeda dari karya-karya sebelumnya. Hal-hal yang

membedakan skripsi ini adalah berjudul “Peranan Paku Alam VIII dalam Agresi militer Belanda II tahun 1948-1949”yang lebih menekankan pada peranan Sri Paku Alam VIII dalam mempertahankan Kemerdekaan RI pada

20

(17)

Agresi Militer Belanda II. Tulisan yang berjudul Kadipaten Pakualaman, karangan Soedarisman Poerwokoesoemo, diterbitkan oleh Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta pada tahun 1985, mengkaji tentang sejarah berdirinya Kadipaten Pakualaman Yogyakarta dan Perkembangannya sampai

meninggalnya Paku Alam VII. Dalam tulisan ini diungkapkan bahwa pada waktu Kadipaten Paku Alaman belum berada di bawah pengaruh kebudayaan Barat.

Buku Karya Moedjanto dengan Judul Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman secara khusus membahas mengenai lahirnya

Kadipaten Pakualaman Yogyakarta dari disintegrasi Kolonial menjadi integrasi nasional. Dalam karya ini dibahas mengenai perkembangan Pakualaman sampai sekitar tahun 1900. Dalam perjalanannya sebagai suatu

Kadipaten kecil, pakualaman tidak dapat berbuat banyak untuk mengubah dirinya menjadi kerajaan besar. Dari karya ini dapat diketahui ada suatu

pergeseran nilai- nilai tradisional dalam hal pendidikan.

G. Metode Penelitian dan Pendekatan

1. Metode Penelitian

Sejarah dapat didefinisikan sebagai rekontruksi masa lalu.21 Seperti

yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam suatu penulisan sejarah setidaknya mempunyai metode tersendiri dalam mengungkapkan suatu

peristiwa masa lampau agar menghasilkan suatu karya sejarah yang logis

21

(18)

dan kritis. Metode sejarah menggunakan pendekatan khusus dalam penulisannya. Sehingga mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung

jawabkan. Ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu manusia atau pelaku, tempat (ruang lingkup), waktu dan peristiwa atau aktifitas

manusia itu sendiri. Untuk menghasilkan suatu karya sejarah yang bermutu, diperlukan suatu metode sejarah yang dapat digunakan untuk merekonstruksi masa lampau. Penulisan sejarah mempunyai metode

tersendiri dalam mengungkapkan suatu peristiwa masa lampau agar menghasilkan suatu karya sejarah yang logis, kritis, ilmiah dan obyektif.

Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah mempunyai empat langkah kegiatan, yaitu berikut ini.

a. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Heurikein yang berarti memperoleh atau menemukan. Heuristik disini merupakan kegiatan menghimpun jejak -

jejak masa lampau yang dikenal sebagai data-data sejarah. Dalam melakukan kegiatan menghimpun jejak atau data-data sejarah,

Penulis berusaha mencari sumber-sumber yang relevan sebagai bahan kajian untuk menyusun skripsi ini. Heuristik (pengumpulan data) merupakan kegiatan untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini, seperti; buku, jurnal, majalah, koran dan foto-foto. Untuk menjadikan historiografi, perlu dicari sumber-sumbernya

(19)

Tahap ini digunakan penulis untuk melakukan proses pencarian dan pengumpulan berbagai sumber literatur di berbagai perpustakaan di

Yogyakarta, seperti; Perpustakaan UPT Universitas Negeri Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Perpustakaan Jurusan

Sejarah, Perpustakaan St.Collage Ignatius, Perpustakaan Daerah Yogyakarta (Perpusda), Perpustakan UPT I dan UPT II Universitas Gadjah Mada (UGM), Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM dan

Perpustakaan Sanata Dharma.

Sumber Sejarah menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dan sekunder yang digunakan dalam penulisan ini berupa buku-buku, dokumen dimana buku tersebut ditulis oleh orang yang menyaksikan peristiwa tersebut

kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.

1. Sumber Primer

Menurut Louis Gottschalk, sumber primer adalah kesaksian dari

seseorang dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera lain atau menggunakan alat mekanik. 22 Menurut Sidi Gazalba, sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan menggunakan panca inderanya

atau alat mekanik.23 Adapun sumber primer yang penulis gunakan dalam

22

Louis Gottschalk, op. cit, hlm.34. 23

(20)

menulis skripsi ini adalah arsip- Arsip yang berkaitan dengan peranan Paku Alam VIII dalam Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.

2. Sumber Sekunder

Sumber sekunder disampaikan bukan oleh orang yang

menyaksikan atau partisipan suatu peristiwa sejarah. Sumber sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.

Siti Chamamah Soeratno. Et.al.(2001). Khasanah Budaya Kraton Yogyakarta II. Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan YKII

Khairudin H. (1995). Filsafat Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Liberty Team Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara. (1992). Profil Propinsi

Republik Indonesia: Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara

b. Kritik Sumber (Verifikasi)

Kritik sumber dilakukan sebagai upaya untuk menentukan apakah

sumber atau data yang didapat valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara substansial maupun secara fisik. Kritik sumber

terdiri dari kritik ekstern (otentisitas) dan kritik intern (kredibilitas). Kritik ekstern digunakan untuk melihat otentisitas(keaslian) suatu sumber, agar

dapat diperoleh sumber yang asli dan terkait dengan bentuk fisik dari sumber sejarah. Kritik intern lebih menekankan pada isi dokumen atau sumber sejarah (uji kredibilitasi). Uji kredibilitasi dimaksudkan untuk

menguji seberapa jauh isi informasi dari sumber sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya dengan cara mencocokan dan membandingkan

(21)

c. Interpretasi

Interpretasi (penafsiran) digunakan untuk menafsiran fakta-fakta

telah didapat. Penafsiran data-data, diperoleh berdasarkan kekuatan analisis yang diperkuat melalui kajian pustaka dan segi peninjauan (politik,

sosiologi dan psikologi). Dalam kegiatan interpretasi penulis berusaha menganalisis sumber yang ada, kemudian menyusun sumber-sumber tersebut dalam bentuk penulisan skripsi. Tahap intepretasi ini

dibagi dalam dua langkah yaitu analisis dan sintesis. Analisis merupakan kegiatan untuk menguraikan sedangkan sistematis berarti mengumpulkan.

d. Historiografi

Historiografi merupakan sebuah kegiatan menyusun fakta-fakta menjadi sejarah, setelah melakukan pencarian sumber, penilaian sumber,

penafsiran kemudian dituangkan menjadi suatu kisah sejarah dalam bentuk tulisan. Aspek kronologis sangat penting dalam penulisan sejarah karena

dapat mengetahui perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam suatu peristiwa sejarah.

Dalam tahap ini diperlukan suatu imajinasi historis yang baik sehingga fakta-fakta sejarah menjadi kajian utuh sistematis, serta komunikatif. Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga

bagian, yaitu pengantar, hasi dan kesimpulan. Tahap penyajian ini merupakan tahap akhir bagi penulis untuk menyajikan semua fakta

(22)

Sumber sejarah ini merupakan pangkal tolak dari rekonstruksi yang akan dibangun dan diistilahkan sebagai modal dan rekayasa rekonstruksi

sejarah, karena dengan sumber inilah dapat ditarik kesimpulan dari fakta yang kemudian dijadikan sebagai dasar utama dalam menghidupkan

peristiwa masa lampau.24 2. Pendekatan Penelitian

Untuk mengungkapkan suatu peristiwa dalam penulisan sejarah, perlu dilakukan pendekatan multidimensional agar permasalahan yang dibahas dapat diungkapkan secara menyeluruh. Untuk lebih mempertajam

dan memperjelas pembahasan skripsi ini, penulis memfokuskan pada pendekatan ekonomi, politik, sosiologi, psikologi dan militer.

Pendekatan ekonomi adalah pendekatan yang mengkaitkan

pandangan tentang ekonomi serta penggambaran ekonomi masyarakat dalam perkembangannya.25 Sementara menurut Sidi Gazalba, tinjauan

ekonomi merupakan penjabaran dari konsep-konsep ekonomi sebagai pola distribusi, alokasi dan konsumsi yang berhubungan dengan sistem sosial

dan stratifikasinya yang dapat mengungkapkan peristiwa atau fakta dalam kehidupan ekonomi, sehingga dapat dipastikan hukum kaidah.

24

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia, 1993, hlm. 5.

25

(23)

Pendekatan politik adalah segala usaha, tindakan atas suatu kegiatan manusia yang berkaitan dengan kekuasaan dalam suatu negara

dengan bertuan untuk mempengaruhi, mengubah dan mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat. Menurut Sartono Kartodirdjo

pendekatan politik adalah pendekatan yang menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hirarki sosial, pertentangan kekuasaan dan lain sebagainya.26 Pendekatan politik diperlukan untuk memahami kekuasaan ,

bagaimana kekuasaan diperlukan, digunakan, dan keputusan-keputusan yang dibuat manusia dalam proses menjalankan kekuasaan.27 Hal ini

dimaksudkan untuk melihat golongan mana yang paling berperan dalam suatu peristiwa, bagaimana hubungan dengan golongan lain, dan konflik berdasarkan ideologi dan sebagainya. Tinjauan sosiologi juga merupakan

pendekatan yang sangat mementingkan peranan sosiologi didalam menjelaskan perilaku manusia.28

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika Pembahasan berisi mengenai gambaran singkat isi yang akan ditulis. Sistematika Pembahasan dalam skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh memberikan gambaran

26

Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm. 4. 27

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah. Jakarta : Depdikbud, 1996, hlm.21

28

(24)

secara ringkas. Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, kajian pustaka, historiografi yang relevan,

metode penelitian, pendekatan penelitian serta sistematika pembahasan. Bab kedua akan dibahas tentang kondisi Yogyakarta pasca-kemerdekaan Indonesia. Diperkuat dengan kondisi politik, kondisi sosial dan

kondisi ekonomi.

Bab ketiga akan membahas tentang latar belakang kehidupan Paku

Alam VIII. Dibahas pula riwayat pendidikan hingga peran Sri Paku Alam VIII dalam Agresi Militer Belanda II. Sri Paku Alam VIII yang menempuh pendidikan di Belanda membuat dirinya benar-benar sadar dan paham akan

watak penjajah bangsanya. Hal ini kelak sangat berguna dalam menghadapi pihak Belanda.

Bab keempat akan membahas mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi Agresi Militer Belanda II. Pada bagian ini akan dijelaskan

mengenai strategi-strategi yang dilakukan oleh Paku Alam VIII beserta pemimpin-pemimpin pejuang yang lainnya dalam menunjukkan serta mendorong negara-negara lain untuk mendukung perjuangan RI, terlebih

pasca Agresi Militer Belanda II. Di bagian ini juga akan dijelaskan mengenai Serangan Umum 1 Maret yang berhasil membawa perjuangan fisik menuju

(25)

Bab Kelima adalah kesimpulan. Pada bab ini akan dikemukakan secara singkat, padat dan jelas jawaban dari permasalahan yang dikemukakan

(26)

26 BAB II

KONDISI YOGYAKARTA PASCA KEMERDEKEAAN INDONESIA

A. Kondisi Politik Yogyakarta

Tanggal 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di

Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Tanggal 7 Agustus BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).1

Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang

menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus. Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita melalui radio pada tanggal 10

Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak

bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.

Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan

kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan

1

(27)

pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.2

Tanggal 15 Agustus-Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah

berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus

1945 mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu

dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan

komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi

untuk memberikan kemerdekaan.

Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat

dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945. Tentara Pembela Tanah Air, kelompok muda

radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno.

2

(28)

Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman

Proklamasi ke luar negeri.

Tanggal 18 Agustus PPKI membentuk sebuah pemerintahan

sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata "Islam" di dalam sila Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru. Dengan

tersiarnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada tanggal 19 Agustus 1945

mengirimkan kawat kepada Presiden Soekarno dan Moh. Hatta yang pada pokoknya berisi ucapan Selamat atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan terpilihnya Presiden Soekarno sebagai presiden RI dan Moh. Hatta

sebagai wakilnya.

Untuk menyambut adanya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka

pada tanggal 19 Agustus 1945 itu pula, Yogyakarta segera mengadakan sidang Istimewa yang bertempat di Gedung sono Budoyo. Keputusan yang berhasil

diambil dalam sidang ini adalah sebagai berikut.

1. Melahirkan rasa gembira dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas lahirnya Negara Republik Indonesia.

2. Menyatakan dengan yakin seteguh-teguhnya kepada Pemerintahan Indonesia akan mengikut dan tumbuh pada tiap-tiap langkah dan

perintahnya.

(29)

Republik Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan

Sunda Kecil, tanggal 22 Agustus Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan

PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.

Tanggal 23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke

seluruh negeri Indonesia. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho.

Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri. Tanggal 29 Agustus Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus, ditetapkan sebagai UUD 1945.

Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional

Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet

Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.

B. Kondisi Sosial Yogyakarta

Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi perubahan sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan

(30)

Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum kemerdekaan di dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah masyarakat

rendahan yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau penguasa.

Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.

Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah dicanangkan sejak awal adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah yang

menjadikan misi utama yaitu menitik beratkan pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga menjabat sebagai menteri

pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.

C. Kondisi Ekonomi Yogyakarta

Pada masa pasca proklamasi kemerdekaan, keadaan perekonomian

Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk dengan terjadinya inflasi dan pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Jepang dan mata uang Belanda, keadaan kas

Negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak.

Blokade Belanda memperburuk keadaan perekonomian Nasional,

(31)

pajak yang pernah ditarik oleh Jepang, adapun alasan Belanda untuk memblokade antara lain berikut ini:

a. Dicegah dimasukannya senjata dan alat-alat militer ke Indonesia.

b. Mencegah dikeluarkannya hasil – hasil perkebunan milik Belanda dan

milik orang lain.

c. Melindungi Indonesia dari tindakan yang dilakukan oleh bukan bangsa Indonesia.

Dan tujuan blokade sendiri untuk melenyapkan republik dengan senjata ekonomi.pemerintah RI berusaha mengatasi kesulitan moneter yang

semakin kacau dengan cara melakukan pinjaman nasional. Pasca reformasi keadaan ekonomi Indonesia dalam keadaan yang kurang menguntungkan sehingga mengakibatkan inflansi, untuk mengatasinya pemerintah

mengeluarkan Maklumat No.1/10 tanggal 3 Oktober 1945. Yang menetapkan masih berlakunya 3 jenis mata uang: uang jepang, uang yang dikeluarkan De

Javasche Bank dan uang pemerintah Hindia-Belanda .

Ori adalah uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh pemerintahan

RI, uang ini digunakan untuk mengganti uang Hindia-Belanda dan uang Jepang yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Secara resmi uang ORI diterbitkan pada tanggal 30 Oktober 1946. Untuk melaksanakan

koordinasi secara kongkrit antara masalah-masalah ekonomi dan keuangan, pemerintah RI membentuk Bank Negara Indoensia yang secara resmi

(32)

Dengan itu pemerintah berusaha bertahan untuk menghadapi Blokade Belanda, usaha pertama yang dilakukan masih bersifat politis dari pada

ekonomi. Usaha lain dari pemerintah adalah mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri. Usaha ini dirintis oleh BTC yaitu suatu badan

perdagangan resmi pemerintah yang dipimpin oleh Dr.Sumitri Djojohardikusumo dan Ong Eng Die. BTC berhasil mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta AS, yang bersedia membeli barang eksport

Indonesia seperti : gula, karet, teh, dll

Oleh karena itu dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia

menetapkan tiga mata uang sekaligus yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang. Pemerintah Indonesia juga mengambil tindakan lain yaitu menasionalisasikan de javasche

bank, KLM, KPM, dan perkebunan-perkebunan asing milik swasta asing,

serta mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu

tidak memberikan hasil yang berarti dikarenakan adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup akses ekspor impor yang mengakibatkan

negara merugi sebesar 200.000.000,00.

Banyak peristiwa yang mengakibatkan defisitnya keuangan negara salah satunya adalah perang yang dilancarkan sekutu dan NICA. Usaha- usaha

lain yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan konferensi ekonomi pada bulan februari tahun

(33)

pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta asing.

Atas inisiatif dr. A.K. Gani pada tanggal 9 Januari 1947 dibentuk planing board yang tugasnya membuat rencana pembangunan, khusunya pada

(34)

34

PERAN SRI PADUKA PAKU ALAM VIII DALAM AGRESI MILITER BELANDA II DI YOGYAKARTA

A. Kehidupan Sri Paku Alam VIII

Sri Paku Alam VIII yang lahir pada Minggu Pon 29 Mulud tahun BE 1840 atau bersaman dengan 10 April 1910 dengan nama kecil Bendoro Raden

Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (Kanjeng Pangeran Haryo Suryosuloso). Beliau merupakan putra dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku

Alam VII dengan Permaisuri Gusti Bendara Raden Ayu Retno Puwoso. Beliau lahir di Praja Paku Alaman, yang kelak akan menjadi Manggalaning Praja Paku Alaman dengan gelar Pangeran Haryo.

Beliau tumbuh dan besar di Puro Paku Alaman, dan memiliki nama dewasa sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Suryodilogo

yang di berikan oleh ayahanda nya pada Jumat Pahing 17 Jumadilawal 1867 atatu 4 September 1936, saat usia beliau 26 tahun. Pendidikan yang ditempuh beliau adalah Europesche Lagere School1 Yogyakarta, Christelijk MULO

Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, Rechts Hoogeschool (sampai candidaat). Kecintaanya pada rakyat semakin kuat saat mulai dewasa, ketika

beliau baru genap 2 tahun menuntut ilmu di Recths HoogeSchool di Jakarta, Sri Paku Alam VIII dipanggil oleh ayahandanya untuk pulang ke Yogyakarta dan diminta membantu pekerjaan dibidang pertanahan. Tetapi Sri Paku Alam

1

(35)

bertatap muka dengan rakyat. Dengan pekerjaan itu Sri Paku Alam VIII dapat

mendidik lurah-lurah dan carik-carik yang saat itu masih buta huruf.

Ketika usia beliau baru 27 tahun beliau sudah harus meninggalkan

bangku kuliah Rechts hogeschool di Batavia. Pada senin Pahing 30 Suro 1868 (12 April 1937), beliau naik tahta dan dinobatkan sebagai Paku Alam

VIII menggantikan ayahanda nya Paku Alam VII yang wafat pada tahun itu

juga.

Sebelum beliau naik tahta dan dinobatkan sebagai KGPAA Paku Alam

VIII untuk menggantikan ayahandanya. Sejak kecil beliau sudah dididik untuk kelak menjadi pemimpin. Pada 12 April 1937 beliau ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan

mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang di tahun 1942 beliau mulai menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku

Alam VIII.

Pada 12 April Tahun 1937, beliau naik tahta dan menggantikan

ayahanda dengan nama KGPAA Prabu Suryodilogo, dan selanjutnya menjadi KGPAA Paku Alam VIII. Pada waktu kepemimpinannya, Kadipaten Pakualam bergabung dengan Kasultanan Yogyakarta(1942) dan berkantor

(36)

dapat diabaikan dalam khazanah Republik Indonesia.2

Kadipaten Paku Alaman yang didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, Status kerajaan ini mirip dengan status Praja Mangkunagaran di

Surakarta.Paku Alaman juga dilengkapi dengan sebuah legiun tetapi tidak pernah menjadi legiun tempur yang besar karena selanjutnya hanya berfungsi sebagai seremonial dan pengawal pejabat Kadipaten. Dikalangan kadipaten

Pakualaman tidak ada yang idak mengenal Sri Paku Alam VIII, beliau terkenal sebagai seorang remaja yang berwajah hitam dengan senyumnya

yang menarik, pandai menari serta merupakan pujaan setiap remaja. Dan menikah dengan Kray Purnamaningrum yang di anugrahi 8 Putra Putri dan 8 putra putri lainnya dengan pernikahan beliau dengan Kray Retnaningrum.

Sampai beliau memangku jabatan sebagai Wakil Gubernur bersama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan memperjuangkan kemerdekaan

R.I pada seluruh dunia.

B. Pendidikan Sri Paku Alam VIII

Sebelum Sri Paku Alam VIII naik tahta dan di nobatkan sebagai Raja Pakualaman, beliau sempat menempuh pendidikan Europesches Lagere

School, Yogyakarta, Cristelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta,

Rechts Hoogreschool (sampai kandidat).

2

Moedjanto, Kasultanan Yogyakartadan Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta: Kanisius 1994. hlm.99.

(37)

menerima dua pengaruh pokok, transmisi kebudayaan dari nenek moyangnya,

serta ilmu pengetahuan modern dari sekolah maupun pergaulan masa kini. Beliau juga di bekali dengan ilmu tradisi Pakualaman yangg selalu

dipertahankan mulai dari Paku Alam I sampai Paku Alam VIII.

C. Peran dan Jabatan Sri Paduka Paku Alam VIII

Sri Paku Alam VIII adalah seorang tokoh pejuang, beliau mempunyai peran dalam sejarah perjuangan Indonesia, khusunya di Yogyakarta. Pada

masa perjuangan fisik kemerdekaan Indonesia nama beliau menonjol ketika bulan September 1945 bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendukung Proklamasi Kemerdekaan R.I dan menyatakan bahwa wilayah Kesultanan dan

Kadipaten Pakualaman merupakan bagian integral dari wilayah R.I.

Pernyataan Sri Paku Alam VIII mempunyai arti yang penting sekali,

karena kedua tokoh tersebut adalah Sultan dan Adipati dari wilayah Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman merupakan teladan penduduk di

wilayahnya. Kepemimpinan Dwi Tunggal Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam VIII dapat berjalan dengan baik dan penuh kewibawaan. Dua daerah Kasultanan dan Paku Alaman yang saat penjajahan sengaja di

pisahkan dapat disatu padukan sebagai wilayah yang utuh yaitu dalam naungan wilayah Yogyakarta.

(38)

sepi ing pamrih rame ing gawe, seorang priyayi yang modern, aktif dalam

organisasi olah raga dan kebudayaan. Beliau seorang pribadi yang pendiam, yang tekun dan sabar membawa propinsi Yogyakarta menjadi propinsi yang

makmur.

Selama pergerakan nasional sampai Indonesia meraih kemerdekaan, kedua wilayah yaitu Kasultanan dan Pakualaman sangat harmonis. Mereka

bekerjasama dan bahu membahu untuk menjalankan amanat rakyat untuk mensejahterakan rakyat Yogyakarta. Mereka juga dengan tekad bulat

bergabung dengan RI tanpa ada keraguan sama sekali. Integralitas kedua pemimpin tersebut sering disebut Dwitunggal raja Yogyakarta. Mereka saling mengisi kekosongan yang menjadi kelemahan dari pasangannya.kedua tokoh

tersebut juga telah menjadikan Yogyakarta sebagai salah satu daerah yang sangat unik, khusunya dalam hal kepemimpinan dan kepemerintahan.3

Setelah Proklamsi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan amanat yang berisi bahwa Kadipaten

Paku Alaman yang bersifat kerajaan adalah Daerah Keistimewaan dari Negara Republik Indonesia. Antara tahun 1946-1949 Yogyakarta menjadi Ibu Kota RI dan waktu Belanda mulai mengadakan serangan ke Yogyakarta, Yogyakarta

menjadi Daerah Gubernur Militer yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII. Kedua pimpinan Gubernur

3

(39)

Belanda.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan R.I, keberadaan Sri Paku Alam VIII sebagai salah satu Dwi tunggal pemimpin Formal dan sekaligus pemimpin

Non-Formal. Peranan beliau sebagai pejuang, pengayom, pengayem dan sekaligus pepunden semua lapisan masyarakat. Dengan tampilan beliau yang selalu teliti, berwibawa, tenang, tidak terlalu banyak bicara membawa kesan

berwibawa dan kharismatik.

Dalem Puro Pakualaman banyak dipakai tempat berlindung para

Gerilyawan dan tentara dalam aksinya melawan Belanda, semasa pendudukan Belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949, menjadi salah satu penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan di susul Konperensi

Meja Bundar di Negeri Belanda.

Penghargaan yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Kadipaten

Pakualaman sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta dari negara Republik Indonesia di balas dengan pemberian kontribusi Kadipaten Pakualaman bagi

RI. Dalam mendedikasikan diri untuk kepentingan bangsa, Sri Paku Alam VIII dan Kadipaten Pakualaman lenih banyak mengambil peran sebagai fasilitator. Sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, seperti telah

diuraikan, lebih banyak tampil sebagai master mind dan desion maker. Namun, posisi Paku Alam VIII sebagai the Second bukannya tidak penting.

(40)

oleh Presiden sekeluarga. Paku Alam VIII dan Puro Pakualaman memberi

bantuan akomodasi dan logistik bagi semua peserta konferensi TKR. Dalam konferensi itu itu dipilih beberapa pimpinan baru, yaitu Kolonel Sudirman

(Pimpinan Tertinggi TKR), Letjend. Urip Sumoharjo ( Kepala Staff Umum TKR), dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX (menteri pertahanan).

Seluruh pejabat TKR diberi bantuan berupa rumah- rumah dinas oleh

Puro Pakualaman. Kepemimpinan dan keteladanan dwitunggal Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII diiukti segenap rakyat Daerah

Istimewa Yogyakarta. Segenap penduduk berjuang keras untuk mempertahankan RI. Pemerintah DIY memberikan catatan resmi mengenai pengorbanan resmi penduduk Yogyakarta selama perang Kemerdekaan (19

Desember 1948- 30 Juni 1949).4

Mengenai komitmen tinggi Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri

Paku Alam VIII terhadap RI, sebenarnya tidak diragukan lagi. Sejarah memberikan banyak bukti loyalitas tanpa pamrih itu. Namun, menegenai sikap

tegas Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengenai DIY juga sangat jelas. Amanat 5 September 1945 yang mereka keluarkan jelas-jelas menunjukan pendirian itu. Demikian juga dalam Amanat 30 Oktober

1945, mereka berdua menegaskan bahwa status DIY dan tidak perlunya

4

(41)

Pusat tersebut.5

Dalam amanat tersebut dikatakan bahwa kekuasaan- kekuasaan yang dahulu dipegang oleh Pemerintah jajahan (dalam zaman Belanda dijalankan

oleh gubernur dengan kantornya, dalam zaman Jepang oleh Koti Zimu Koku Tyokan dengan kantor nya) telah direbut oleh rakyat dan diserahkan kembali pada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII. Amanat

tersebut menegaskan bahwa Paduka Tuan Komisaris Tinggi pada 22 Oktober 1945 di Kepatihan Yogyakarta di hadapan Sri Suktan Hamengkubuwono IX

dan Sri Paku alam VIII dengan disaksikan oleh para pembesar dan para pemimpin telah menyatakan tidak perlunya akan adanya Subcommissariat6 dalam daerah Yogyakarta.

Setelah DIY ditegakan karena sikap tega Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII dalam Amanat 5 september 1945 dan Amanat 30

Oktober 1945, kedua raja ini sekali lagi harus menyatakan ketegasannya untuk menyelematkan eksistensi DIY. Pada 1946, ternyata ada beberapa pemimpin

di Yogyakarta yang sepertinya menghambat perkembangan DIY. Pada 13 Mei 1946 munculah sebuah konsep tentang Maklumat yang akan ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII. Namun , dalam

5

Haryadi Baskoro dan Sudomo Sunaryo. Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogyakarta menurut Sejarah, Mencermati Perubahan, Mengagas Masa Depan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010. hlm.43.

6

(42)

membuat Sri Sultan Maengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menunda

penandatanganan meskipun bukan berarti tidak setuju dengan isinya.7

Baru setelah beberapa hari kemudian dibubuhkan tulisan “ DIY”, maka

mereka berdua bersedia memberi tanda tangan pada tanggal 18 Mei 1946. Sri Paku Alam VIII yang menjadi Wakil Gubernur DIY yang pertama adalah seorang Raja yang sejak Kecil sudah bergaul dengan kehidupan di luar

tembok keraton. Keberpihakannya kepada rakyat Yogyakarta banyak terlihat dari gaya bahasa nya yang halus kepada rakyat jelata. Bersama Sri Sultan

Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII adalah pemimpin di Yogyakarta yang sangat besar perannya. Setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX wafat, sampai Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi Gubernur DIY, Sri Paku

Alam VIII memimpin DIY sebagai pejabat Gubernur.8

Keistimewaan Yogyakarta yang di tandai dengan Kepemimpinan Sri

Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII pada dasarnya merupakan kesepakatan awal antara Yogyakarta denga RI. Begitu RI merdeka,

Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan bergabung, sehingga kemudian Presiden Soekarno memberikan Piagam Kedudukan.

Pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan kawat (semacam sms namun bersifat resmi) kepada

7

Rini Yuniarti.Op cit.hlm 72 8

(43)

Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA

Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat/Maklumat (semacam dekrit kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia.

Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah Istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Daerah

Yogyakarta pada 30 Oktober tahun yang sama, beliau berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah

Istimewa Yogyakarta.9

Jabatan yang dipangku selanjutnya adalah Wakil Kepala Daerah Istimewa, Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (Oktober 1946), Gubernur

Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II). Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari

Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI. Selain itu

beliau juga menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957; Anggota Konstituante (November 1956); Anggota MPRS (September 1960) dan terakhir adalah Anggota MPR RI masa bakti

1997-1999 Fraksi Utusan Daerah.

Setelah Hamengkubuwono IX mangkat di tahun 1988, Paku Alam VIII

menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

9

(44)

Mei 1998 beliau bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat

untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia. Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan

Agung. Beberapa bulan setelahnya beliau menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998)

serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998)

Dengan adanya keputusan yang jelas antara Yogyakarta dan

pemerintahan pusat,maka Sri Sultan dan Sri Paku Alam VIII berani melangkah tegas dan nyata untuk mendukung kemerdekaan RI dan berjuang habis- habisan untuk RI. Mereka berdua benar- benar melakukan apa yang

ditugaskan oleh Presiden RI sebagaimana tertulis dalam Piagam Kedudukan itu, yaitu mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa, dan raga untuk

keselamatan Yogyakarta sebagai bagian dari RI.10

Setelah piagam itu sampai di Yogyakarta pada 6 September 1945,

segenap masyarakat Yogyakarta bergerak untuk menguasai Yogyakarta sepenuhnya bagi RI. Sehubungan dengan Piagam Kedudukan yang diberikan oleh Presiden RI kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Amanat 5

September 1945 yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX ,

10

(45)

Sultan Hamengkubuwono IX dan kemerdekaan RI.

Demikian juga segenap pegawai( abdi dalem ) Kadipaten Pakualaman, menyatakan mosi yang berisi komitmen untuk mendukung RI. Mosi yang

dibuat pada 13 Oktober 1945 itu berisi pernyataan dan keputusan. Pernyataan

yang di sampaikan adalah “ pertama, bahwa dengan berdirinya negara

Republik Indonesia”Merdeka”akan memberi keadilan, kemakmuran, dan

kesejahteraan kepada masyarakat umumnya. Kedua, bahwa dengan kembalinya Pemerintah Belanda, berarti penjajahan yang akan membawa

penindasan kesengsaraan penduduk Indonesia. Ketiga, bahwa sekarang makin nyata gentingnya suasana, yang dibuktikan oleh kejadian- kejadian yang sangat menghina negara Republik Indonesia. Keempat, bahwa Praja

Pakualaman telah diakui oleh P.J.M Presiden RI, sebagai Daerah Istimewa, yang mendapat kepercayaan sepenuhnya dari P.J.M Presiden RI.11

Dengan dasar keempat pernyataan itu, maka diputuskan, pertama, bahwa Abdi Dalem Praja Pakualaman harus teguh bersatu padu dalam

lingkungan Negara Republik Indonesia Merdeka, tetap mencurahkan segala tenaga, jiwa, dan raga membela Indonesia Merdeka. Kedua, tetap setia dan berdiri dibelakang Sri Paduka Ngarsa Dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati

Ario Paku Alam VIII yang telah mendapat penuh kepercayaan dari P.J.M Presiden RI. Ketiga, serentak meletakan jabatannya, jika bangsa lain

memrintah Indonesia.

11

(46)

komitmen total Kasultanan dan Pakualaman kepada RI. Mereka menunjukan

sikap militan yang tanpa kompromi untuk hanya mendukung RI dan melawan setiap penjajah dari bangsa lain. Satu hal yang harus dicatat adalah, komitmen

total kepada RI itu diberikan sebagai respon atas sikap tegas Pemerintah Pusat tentang status Daerah Instimewa Yogyakarta( daerah istimewa dari Republik Indonesia).

Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII beserta segenap rakyat Yogyakarta bukan hanya menyatakan bergabung dengan RI,

namun juga berjuang secara nyata untuk tegaknya bangsa Indonesia.

Kondisi yang berbeda dengan Yogyakarta, Kasultanan dan Pakualaman telah mengalami reunifikasi sebelum terjadi Kemerdekaan RI.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tampil sebagai Dwitunggal pemimpin yang sangat karismatik.12 Segenap rakyat Yogyakarta

memberi dukungan penuh kepada kepemimpinan mereka berdua. Masyarakat Yogya pada masa- masa itu jauh lebih kondusif untuk mendukung

terbentuknya DIY.

Kadipaten Paku Alaman adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan

dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk bersama-sama negara dependen. Sebagai konsekuensi dari bentuk

negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk,

12

(47)

(bersama-sama dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) diturunkan

menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.13

Sebagai peninggalan sejarah bernilai tinggi yang perlu dilestarikan

agar generasi yang akan datang dapat menikmatinya, Puro Paku Alaman memiliki corak yang khas dan merupakan corak kebudayaan Jawa. Puro Paku

Alaman patut disebut sebagai adikarya budaya para leluhur. Bangunan yang didirikan sejak 17 Maret 1813 memiliki tata nilai teknologi dan seni yang tinggi. Paku Alaman memiliki gaya arsitektur khas, kayu-kayu yang diukir

dengan ornamen indah yang simbolik, ornamen-ornamen yang berakar dari kebudayaan tradisional.

Status Paku Alaman berganti-ganti seiring dengan perjalanan waktu. Pada 1813-1816 merupakan negara dependen dibawah Pemerintah Kerajaan Inggris India Timur (East Indian). Selanjutnya tahun 1816-1942 merupakan

negara dependen Kerajaan Nederland, dengan status Zelfbestuurende Landschappen Hindia Belanda. Dari 1942 sampai 1945 merupakan bagian dari

Kekaisaran Jepang dengan status Kooti dibawah pengawasan Penguasa Militer Tentara XVI Angkatan Darat.

Mulai tahun 1945 Negeri kecil ini bergabung dan menjadi daerah

Indonesia. Kemudian dengan Kasultanan Yogyakarta membentuk

13

Silmi Albiladiyah,Puro Pakualaman Selayang

(48)

dijadikan sebuah daerah istimewa bukan lagi sebagai sebuah negara

Puro Paku Alaman juga memilki sejarah tersendiri bagi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Paku Alam VIII, yang lahir pada Minggu

Pon 29 Mulud atau bersamaan dengan 10 April 1910 dengan nama sebagai BRM Haryo Sularso Kunto Suratno. Kemudian berganti nama KPH Suryodilogo., beliau menamatkan pendidikan Europesches Lagere School

Yogyakarta, Christelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, dan Rechts

Hoogeschool.14

Sejarah perjuangan Nasional Yogyakarta menempati posisi terhormat, posisi istimewa. Sejak proklamasi sampai dengan pengakuan dan penyerahan kedaulatan negara RI, kota Yogyakarta menjadi Ibu Kota Perjuangan RI.

Serangan umum 1 maret 1949 merupakan saat penentuan, baik didalam maupun luar negeri. Di luar negeri, dunia yakin bahwa negara RI masih hidup

sedangkan di dalam negeri timbul kesadaran baru, bahwa perjuangan diplomasi perlu didukung perjuangan militer.

Setelah Ibu Kota RI pindah dan menetap di Jakarta, Yogyakarta membangun dirinya menjadi kota pelajar dan mahasiswi sampai pada waktu-waktu tertentu Yogyakarta menjadi kiblat Pendidikan Se-Indonesia. Bersama

dengan arus besar proses pembangunan Indonesia, Yogyakarta tetap memainkan kodratnya sebagai wadah peristiwa-peristiwa besar. Komando

Trikora 1963 dicanangkan dari alun-alun utara Yogyakarta. Tuntutan

14

(49)

alun-alun utara.

Sejarah adalah rangkaian kejadian, pelaku-pelakunya dalam kurung waktu dan dalam situasi dan kondisi sesaat, sebagai sebab akibat yang

semuanya ada hikmahnya. Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII adalah tokoh besar Yogyakarta. Beliau orang kedua disamping almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paku Alam VIII adalah pelaku sejarah, karena

beliau adalah nara sumber utama tentang Yogyakarta, utama dikalangan Pemerintah Daerah.

Bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mendukung eksistensi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bergabung didalamnya dengan mengirim kawat pada Presiden Soekarno pada

tanggal 19 Agustus 1945. Tanggal 5 September 1945, Paku Alam VIII mengeluarkan Maklumat bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan

Negara Republik Indonesia. Sejak saat itu, Kadipaten Pakualaman bersama dengan Kraton Kasultanan Yogyakarta dengan persetujuan Badan Pekerja

Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober 1945, menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta.15

Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, beliau memangku jabatan

Wakil Gubernur/Kepala DIY. Setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX mangkat di tahun 1988, beliau mengganti sebagai Pejabat Gubernur Daerah

Istimewa Yogyakarta(1988-1989). Peran Paku Alam VIII dalam persiapan

15

(50)

Republik Indonesia tidak diragukan lagi. Paku Alam VIII ikut merancang

strategi perang melawan tentara Belanda II, beberapa kalangan banyak yang belum mengerti bahwa pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Jakarta

ke Yogyakarta peran beliau sangat kuat.

Pada tanggal 11 September 1998 Jumat Wage 11 Jumadilawal 1931 , Paku Alam VIII wafat pada usia 88 tahun perhitungan Masehi atau 91

perhitungan Jawa. Beliau meninggal sekitar pukul 17.15, setelah dirawat selama 24 hari di RSUD Dr.Sardjito. Dengan kurun waktu 51 tahun Beliau

telah menduduki tahtanya. Suatu prestasi dan rekor dalam lamanya menduduki tahta dalam dinasti Paku Alaman, juga kualitas dalam kepemimpinannya, baik sebagai Raja maupun sebagai Kepala Daerah yang dengan kebijakan dan

penyesuaian diri dengan pertanda zaman, telah membawa rakyat dengan selamat dan terhormat melalui gejolak tiga zaman: zaman Belanda, zaman

Jepang, dan zaman Republik (baik era Soekarno, Soeharto maupun Reformasi).16

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus.

Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal

16

(51)

bagian/Dependent state”17 dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC ,

Hindia Perancis (Republik Batavia Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir

Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti.

Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah negaranya sendiri di

bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah

daerah bukan lagi sebagai sebuah negara.

Pada saat reformasi, tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum pengunduran

diri presiden terdahulu (former president) Presiden Soeharto, Sultan HB X bersama-sama dengan Sri Paduka Paku A

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan buku etnofotografi kesenian Tari Kiprah Glipang, bertujuan sebagai dokumentasi visual yang lengkap tentang proses akulturasi kebudayaan Jawa dan Madura

dinyatakan bahwa varaibel gaya.. kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru di SMA Negeri 7 Palu. Dengan demikian maka hipotesis ketiga

Koreksi statik dilakukan dengan pengamatan data Time domain Elektromagnetic (TDEM) pada titik yang sama untuk mengoreksi data MT yang mengalami efek statik.. Dengan koreksi

Tujuan penelitian ini adalah meneliti faktor internal dan eksternal berupa tekanan waktu, tekanan ketaatan, lokus kendali eksternal dan komitmen profesional auditor pada

Hal ini ditegaskan oleh Surya (2003: 11), bahwa ciri-ciri perubahan dari hasil belajar adalah: 1) Perubahan yang terjadi secara sadar artinya individu yang menyadari dan

Namun berdasarkan data yang dikumpulkan diawal mengenai waktu antar kerusakan masing-masing mesin dapat diketahui equipment yang memiliki failure rate paling tinggi

(3) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2), uraian tugas Kepala UPTD Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang adalah sebagai

Kemajuan dan hasil nyata juga telah diperoleh di tingkat propinsi dan kabupaten dalam melembagakan contoh pendekatan yang dilakukan oleh Proyek Pesisir dalam pengelolaan